Anda di halaman 1dari 74

DINAMIKA PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

DI DESA BUNGA KECAMATAN BONE RAYA


KABUPATEN BONE BOLANGO

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Lulus Strata (S-1)


Pada Program Studi Administrasi Publik

Oleh:
AGUNG YAHYA
201170026

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS GORONTALO
2021

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Desa sebagai wilayah otonom memiliki kewenangan mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri dalam hal penyelenggaraan Pemerintahan

Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang

Desa menjelaskan bahwa pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah

desa yakni Kepala Desa yang dibantu oleh perangkat desa.

Kepala desa memiliki wewenang dalam mengendalikan pemerintahan desa,

kekuasaan kepala desa terhadap para pegawai yang dipimpinnya, juga

masayarakat yang dipimpinnya, kekuasaan kepala desa pada bidang pemerintahan

desa yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu onderdiil tertentu

saja, yaitu para pegawai perangkat desa, dan dalam mengeluarkan keputusan akan

berdampak hukum pada dirinya selaku yang mengeluarkan keputusan maupun

kepada perangkat desa selaku pegawai pemerintah desa. Hevriansyah, dkk

(2021:3).

Pada prinsipnya, perangkat desa yang bekerja di instansi pemerintah desa

dibutuhkan potensi SDM yang berkompeten yakni salah satunya dalam

mendukung kinerja pemerintah desa. Agar terwujud pembangunan desa yang

efektif dan efisien tentunya dibutuhkan perencanaan yang matang dengan

memperhitungkan segenap potensi yang dimiliki, tim kerja yang profesional, pola

pelaksanaan pembangunan yang tepat, pengawasan yang mampu menghindari

kebocoran dan penyimpangan, serta adanya sistem pelaporan dan evaluasi yang
transparan dan akuntabel. Apabila lima hal tersebut tidak bisa diwujudkan maka

potensi sumber dana dan kewenangan yang besar tersebut akan menjadi sia-sia

bahkan bisa menjadi bencana. Untuk mewujudkan semua ini dibutuhkan sumber

daya manusia terutama perangkat desa yang professional dari segi pendidikan,

pengetahuan, dan ketrampilan sesuai tugas yang diembannya. (Setiyawati,

2018:1).

Sebagaimana telah dinyatakan oleh Lubis (2018) bahwa sebagai aparatur

pemerintahan yang dekat dengan masyarakat, masih saja ditemukan pelayanan

pemerintahan desa yang tidak mampu memenuhi harapan masyarakat, padahal

aparatur pemerintahan desa adalah lembaga yang paling dekat dan seyogyanya

lebih mudah dalam memahami dan mengetahui persoalan yang dihadapi oleh

masyarakat.

Merujuk pada penjelasan diatas, maka sangat penting dilakukan perekrutan

perangkat desa, sebagaimana Faturahman (2018:133) mengutarakan yakni proses

perekrutan perangkat desa dinilai penting dalam upaya menunjang jalannya

pemerintahan desa yang efektif, maka kepala desa perlu mengangkat perangkat

desa yang berorientasi pada kinerja. Secara konsep, kinerja menurut Simanjuntak

(2005:1) merupakan tingkatan pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas-tugas

tertentu. Dengan demikian, kinerja yang lebih intensif serta optimal diperlukan

demi optimalisasi bidang tugas yang dibebankan kepadanya.

Lebih lanjut Siswati (2017:90) menyatakaan yakni : Mengingat kedudukan

perangkat desa yang penting, diperlukan juga proses rekruitmen yang tepat, agar

sistem pemerintahan desa berjalan sesuai dengan aturan. Proses rekruitmen


Perangkat Desa diharapkan lebih akuntabel didukung dengan sistem pengawasan

dan keseimbangan antara pemerintah desa dan lembaga desa. Perangkat Desa

merupakan ujung tombak dari Pemerintahan desa yang berhubungan langsung

dengan masyarakat. Peranan Perangkat Desa sangat penting dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Dengan dinamika yang semakin maju, perangkat

desa harus mampu menunjukan kinerjanya lebih baik. Sehingga efektivitas kerja

bisa dipertanggung jawabkan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,

wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa berada pada

kepala desa. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam pasal 26 ayat (2) UU Desa

bahwa dalam melaksanakan tugas, kepala desa berwenang mengangkat dan

memberhentikan perangkat desa.

Pada tataran implementasi, wewenang dimaksud pada prinsipnya tentu

harus sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dan dijabarkan lebih lanjut pada

permendagri nomor 67 tahun 2017 perubahan Peraturan Menteri dalam Negeri

Nomor 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.

Dengan melalui mekanisme yang telah diatur dalam permendagri nomor 67 tahun

2017 ini diharapkan dapat memberi dampak positif yaitu antara lain melahirkan

sumber daya manusia perangkat desa yang berkualitas, menghasilkan perangkat

desa yang memiliki kompetensi yang sesuai dalam penyusunan dan pelaksanaan

kebijakan. SDM aparatur desa yang berorientasi pada kinerja, yang tanggap

terhadap kebutuhan masyarakat serta melaksanakan tugas pelayanan publik secara

efektif dan efisien.


Begitu pentingnya posisi perangkat desa sebagai unsur staff yang membantu

kepala desa dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, maka secara serentak

seluruh desa di Kecamatan Bone Raya melakukan perekrutan perangkat desa

dengan proses seleksi berdasarkan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian

Perangkat Desa yang diatur selain dalam permendagri nomor 67 tahun 2017, juga

Peraturan Daerah Kabupaten Bone Bolango nomor 10 tahun 2016 dan Peraturan

Bupati Kabupaten Bone Bolango nomor 4 tahun 2017.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut diatas,

maka untuk menjadi perangkat desa adalah warga desa dengan memenuhi

persyaratan umum dan khusus. Syarat umum antara lain yaitu berpendidikan

paling rendah SMU/Sederajat serta minimal berusia 20 (dua puluh) tahun dan

maksimal 42 (empat puluh dua) tahun pada saat perekrutan atau pengangkatan.

Selanjutnya terkait syarat khusus ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pengangkatan perangkat desa dilakukan melalui tahapan penjaringan dan

penyaringan dengan tatacara antara lain yakni mendaftar ke panitia dan harus

memenuhi syarat administrasi. Calon perangkat desa yang dinyatakan lulus

berkas, selanjutnya pada proses penyaringan wajib mengikuti ujian tertulis, ujian

komputer dan wawancara. Materi ujian dibuat oleh lembaga/instansi pemerintah

yang berkompeten sehingga obyektifitas dan independensi panitia tidak diragukan

lagi.

Hasil seleksi penjaringan dan penyaringan calon perangkat desa dijelaskan

pada Peraturan Daerah nomor 10 tahun 2016 tentang pengangkatan dan

pemberhentian perangkat desa yakni : hasil penjaringan dan penyaringan bakal


calon perangkat desa sekurang-kurangnya 2 (dua) orang calon dikonsultasikan

oleh Kepala Desa kepada Camat. Camat memberikan rekomendasi secara tertulis

yang memuat mengenai calon perangkat desa yang telah dikonsultasikan oleh

Kepala Desa. Rekomendasi yang diberikan Camat berupa persetujuan dan

penolakan berdasarkan persyaratan yang ditentukan.

Lebih lanjut dijelaskan pada peraturan bupati nomor 4 tahun 2017 tentang

pedoman pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa pasal 11 ayat 6 yakni :

Paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah menerima hasil penyaringan dari panitia,

kepala desa wajib menetapkan calon perangkat desa sekurang-kurangnya 2 (dua)

orang calon perangkat desa yang memperoleh nilai tertinggi untuk

dikonsultasikan kepada camat. Pada pasal 13 dijelaskan bahwa : Kepala Desa

melakukan konsultasi sebagaimana dimaksud pada pasal 11 ayat 6 (enam) disertai

hasil seleksi oleh panitia. Sebelum memberikan rekomendasi tertulis, Camat

melakukan tes akhir berupa uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon perangkat

desa. Camat memberikan rekomendasi tertulis terhadap calon perangkat desa

paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. Rekomendasi yang diberikan camat berupa

persetujuan dan penolakan berdasarkan persyaratan umum, berita acara panitia

pengangkatan Perangkat Desa tentang penetapan calon perangkat desa yang

berhak serta hasil uji kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat 2

(dua). Dalam hal Camat memberikan persetujuan, Kepala Desa menerbitkan

keputusan Kepala Desa tentang pengangkatan perangkat desa. Dalam hal

rekomendasi camat berisi penolakan, kepala desa melakukan penjaringan dan

penyaringan kembali calon perangkat desa.


Jika dibandingkan dengan mekanisme sebelum lahirnya permendagri nomor

67 tahun 2017 perubahan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 83 tahun 2015

tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, Peraturan Daerah

Kabupaten Bone Bolango nomor 10 tahun 2016 dan Peraturan Bupati Kabupaten

Bone Bolango nomor 4 tahun 2017 terdapat perbedaan mendasar proses

pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa antara lain : pengangkatan

perangkat desa tidak melalui proses penjaringan berkas dan ujian penyaringan

calon perangkat desa, kemudian keputusan pemberhentian tanpa dikonsultasikan

terlebih dahulu kepada camat untuk memperoleh rekomendasi tertulis.

Sesuai observasi peneliti, pelaksanaan perekrutan perangkat desa di Desa

Bunga Kecamatan Bone Raya telah berjalan lancar berdasarkan tata cara

sebagaimana diatur pada regulasi yang ada, terbukti masyarakat menerima

pengangkatan perangkat desa yang lahir dari hasil perekrutan. Kemudian terkait

dengan pemberhentian perangkat desa, Kepala Desa Bunga merupakan salah satu

Kepala Desa di Kecamatan Bone Raya yang telah melakukan proses

pemberhentian perangkat desa. Sesuai ketentuan, ada tiga point yang

menyebabkan perangkat desa diberhentikan yakni meninggal dunia, permintaan

sendiri, dan diberhentikan. Hal menarik pada pemberhentian salah seorang

perangkat desa ini adalah dasar Kepala Desa mengambil tindakan yakni

pemberhentian dilakukan karena diberhentikan.

Rekomendasi camat yang berisi persetujuan dan penolakan tidak terbatas

pada proses perekrutan namun sampai pada saat Kepala Desa melakukan

pemberhentian perangkat desa dengan kategori diberhentikan. Diterangkan dalam


Permendagri nomor 67 tahun 2017 pasal 5 ayat (4) pemberhentian perangkat Desa

karena meninggal dunia dan permintaan sendiri ditetapkan dengan keputusan

kepala Desa dan disampaikan kepada camat atau sebutan lain paling lambat 14

(empat belas) hari setelah ditetapkan. Ayat (5) Pemberhentian perangkat Desa

karena diberhentikan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada camat atau sebutan

lain. Ayat (6) Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain sebagaimana

dimaksud ayat (5) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa.

Pada pasal 21 ayat (6) peraturan bupati nomor 4 tahun 2017 tentang

pedoman pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dijabarkan lebih lanjut

yakni Pemberhentian Perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai

berikut : a). Kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat mengenai

pemberhentian Perangkat Desa; b). Camat memberikan rekomendasi tertulis yang

memuat mengenai pemberhentian Perangkat Desa yang telah dikonsultasikan

dengan Kepala Desa; dan c). rekomendasi tertulis Camat dijadikan dasar oleh

Kepala Desa dalam pemberhentian Perangkat Desa dengan Keputusan Kepala

Desa. Ayat (7) Rekomendasi tertulis Camat atau sebutan lain didasarkan pada

persyaratan pemberhentian perangkat desa. Ayat (8) Rekomendasi memuat

pertimbangan hukum dan pemerintahan atas alasan dan prosedur pemberhentian

Perangkat Desa yang dikonsultasikan.

Dari penjelasan terkait dengan pemberhentian perangkat desa, peneliti dapat

menarik simpulan yakni sekalipun kewenangan memberhentikan merupakan

kewenangan mutlak Kepala Desa, namun kewenangan dimaksud dibatasi oleh


persetujuan Camat melalui surat rekomendasi Camat yang menerangkan perihal

menyetujui atau menolak perangkat desa yang dikonsultasikan oleh Kepala Desa.

Sebagaimana kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Gadion

(2018:45) yakni Pemberhentian perangkat desa oleh Kepala Desa merupakan

salah satu wewenang Kepala Desa dalam memimpin wilayah desa pemberhentian

tersebut haruslah di dasari atas rekomendasi dari Kecamatan salah satunya adalah

surat rekomendasi Camat yang disampaikan kepada Kepala Desa.

Begitupun di Desa Bunga, tindakan pemberhentian perangkat desa yang

dilakukan oleh Kepala Desa jika rujukannya telah sesuai pada syarat yang diatur

pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2017

seperti penegasan diatas, mestinya tidak menimbulkan persoalan atau

permasalahan.

Pada kenyataannya, berdasarkan pengamatan dan wawancara awal peneliti

dengan beberapa masyarakat serta perangkat desa yang diberhentikan, yang

terjadi adalah keberadaan proses pemberhentian perangkat desa di Desa Bunga

Kecamatan Bone Raya menjadi polemik di desa, yakni menuai perdebatan

ditengah masyarakat serta perangkat desa yang bersangkutan merasa keberatan

dan akan menuntut keadilan melalui jalur PTUN. Hal ini terjadi karena alasan

subtantif dari pemberhentian salah seorang perangkat desa tidak diungkapkan

kepada yang bersangkutan juga dimasyarakat sehingga berdampak pada

ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah desa bunga.

Peneliti memiliki dugaan sementara yakni polemik ini diakibatkan antara

lain kurangnya sosialisasi terhadap peraturan terkait dengan tata cara


pemberhentian perangkat desa yakni Permendagri nomor 67 tahun 2017 serta

Peraturan Daerah Kabupaten Bone Bolango nomor 10 tahun 2016 dan Peraturan

Bupati Kabupaten Bone Bolango nomor 4 tahun 2017. Hal ini akan diikuti oleh

rendahnya pemahaman dan pengetahuan Pemerintah Desa dan masyarakat

terhadap proses dan mekanisme pemberhentian Perangkat Desa sehingga

berakibat pada timbulnya beragam tanggapan dimasyarakat.

Beragam tanggapan dimasyarakat telah berdampak pada lahirnya perbedaan

kepentingan dan sebagian masyarakat menganggap dasar pemberhentian yang

dilakukan oleh Kepala Desa diragukan legalitasnya. Hal diperdebatkan adalah

syarat dijadikan alasan tindakan pemberhentian bagi yang bersangkutan, yakni

perangkat desa yang dimaksud : 1) belum berusia 60 tahun; 2) bukan dinyatakan

sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)

tahun; 3) tidak berhalangan tetap karena fakta dilapangan yang bersangkutan

bekerja sesuai tupoksi sebagai perangkat desa. Selain beberapa alasan diatas

masih ada 2 (dua) point yang menjadi sumber perdebatan sebagai dasar perangkat

desa dapat diberhentikan yakni tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai

perangkat Desa dan melanggar larangan sebagai perangkat Desa. (Permendagri 67

tahun 2017).

Permasalahan yang menjadi polemik di masyarakat dan perangkat desa di

Desa Bunga ini tidak akan terjawab apabila tidak dilakukan kajian melalui

penelitian secara mendalam. Oleh karena itu, persoalan ini menarik bagi peneliti

untuk dilakukan sebuah penelitian tentang “Dinamika Pemberhentikan

Perangkat Desa Di Desa Bunga Kecamatan Bone Raya”.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanisme dinamika

pemberhentikan perangkat desa di Desa Bunga Kecamatan Bone Raya ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana pemberhentian perangkat desa

di Desa Bunga Kecamatan Bone Raya

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat diambil manfaat yang

berguna antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat selama kuliah

pada program studi ilmu administrasi negara fakultas ilmu sosial dan ilmu

politik universitas Gorontalo.

b. Untuk menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan tentang dinamika

pemberhentian perangkat desa di Desa Bunga Kecamatan Bone Raya.

2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan masukan kepada Kepala Desa untuk perumusan

kebijakan mengenai pemberhentian perangkat desa di Desa Bunga

Kecamatan Bone Raya agar kedepan lebih baik.

b. Sebagai bahan masukan untuk mahasiswa lain yang memiliki minat

melakukan penelitian yang sama.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan tinjauan tentang penelitian yang relevan

dengan permasalahan yang akan diteliti, dengan cara mendalami, mencermati, dan

mengidentifikasi hal yang sudah ada untuk mengetahui apa yang belum diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa penelitian yang menjadi

rujukan.

No Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian Perbedaan


penelitian
Penelitian Penelitian

1 FITRY Implementasi Metode dalam Hasil Penelitian ini Judul penelitian,


HANDAYANI Kebijakan penelitian ini menunjukan tahun, lokasi
BR LUBIS Peraturan adalah metode bahwa secara penelitian dan
(2018). Menteri Dalam deskriptif dengan keseluruhan sudah rumusan
Negeri Nomor analisis kualitatif dijalankannya masalah.
67 Tahun yaitu prosedur Peraturan Menteri dalam penelitian
pemecahan Dalam Negeri Fitri Handayani
2017 Tentang masalah yang Nomor 67 Tahun Br. Lubis
Pengangkatan diselidiki dengan 2017 Tentang tersebut yang
dan pengamatan Pengangkatan dan menjadi fokus
Pemberhentian keadaan objek Pemberhentian penelitian
Perangkat Desa penelitian pada Perangkat Desa di adalah
Dalam saat sekarang Desa Sei Dua Hulu Tujuan
Pelaksanaan berdasarkan tetapi secara penelitian ini
Pemerintahan fakta-fakta yang spesifik belum adalah untuk
Desa Di Desa terlihat atau terpenuhi karena mengetahui
Sei Dua Hulu sebagaimana masih banyak Implementasi
Kecamatan adanya. kendala-kendala Kebijakan
Simpang Empat yang terjadi seperti Peraturan
Kabupaten kurangnya Menteri Dalam
Asahan”. pemahaman Negeri Nomor
Perangkat Desa 67 Tahun 2017
terkait Peraturan Tentang
Menteri Dalam Pengangkatan
Negeri dan dan
kurangnya Pemberhentian
transparansi Perangkat Desa
Pemerintah Desa Dalam
dalam hal Pelaksanaan
Pengangkatan dan Pemerintahan
Pemberhentian Desa di Desa
Perangkat Desa. Sei Dua Hulu
Selain itu, tidak Kecamatan
dilibatkannya Simpang Empat
masyarakat dalam Kabupaten
menentukan Asahan.
Perangkat Desa Perbedaan
yang baru. dengan
penelitian ini
adalah peneliti
fokus untuk
mengetahui dan
mendeskripsikan
bagaimana
dinamika
pemberhentian
perangkat desa
di Desa Bunga
Kecamatan
Bone Raya :
1. Usia telah
genap 60
(enam puluh)
tahun;
2. Dinyatakan
sebagai
terpidana
berdasarkan
keputusan
pengadilan;
3. Berhalangan
tetap;
4. Tidak lagi
memenuhi
persyaratan
sebagai
Perangkat
Desa;
5. Melanggar
larangan
sebagai
perangkat
desa.

2 Muhammad Implementasi Penelitian ini penelitian ini dapat Judul penelitian,


Qodri (2020) Peraturan merupakan jenis diketahui bahwa tahun, lokasi
Daerah penelitian hukum penerapan penelitian dan
Kabupaten sosiologis yaitu Implementasi rumusan
Kampar Nomor penelitian Peraturan Daerah masalah, jenis
12 Tahun 2017 lapangan yang Kabupaten penelitian.
Tentang bertitik tolak Kampar Nomor 12 Tujuan
Pengangkatan pada data primer Tahun 2017 penelitian M.
Dan atau pada data Tentang Qadri adalah
Pemberhentian yang di dapat Pengangkatan Dan 1. Untuk
Perangkat Desa dari wawancara Pemberhentian mengetahui
Di Desa yaitu Camat, Perangkat Desa Di Implementasi
Pongkai Kepala Desa, Desa Pongkai Peraturan
Kecamatan Sekretaris desa Kabupaten Daerah
Koto Kampar dan beberapa Kampar Kabupaten
Hulu Kabupaten Perangkat Desa Kecamatan Koto Kampar Nomor
Kampar sifat penelitian Kampar Hulu tidak
12 Tahun 2017
ini adalah terlaksana dengan
tentang
deskritif lokasi baik karena masih
penelitian ini ada beberapa hal Pengangkatan
berada di desa yang belum dan
Pongkai terpenuhi oleh Pemberhentian
kecamatan Koto perangkat desa Perangkat Desa
Kampar Hulu tersebut. Di Desa Pongkai
Kabupaten Sedangkan faktor Kabupaten
Kampar. yang menghambat Kampar
penerapan Kecamatan Koto
peraturan daerah Kampar Hulu.
kabupaten Kampar
ini adalah sumber 2. Untuk
daya manusia yang mengetahui
belum memadai akibat hukum
dalam hal yang timbul atas
pengelolaan dan Implementasi
penerapan Peraturan
peraturan ini. Daerah
Kabupaten
Kampar Nomor
12 Tahun 2017
tentang
Pengangkatan
dan
Pemberhentian
Perangkat Desa,
jika tidak
terlaksana.
Perbedaan
dengan
penelitian ini
adalah peneliti
fokus untuk
mengetahui dan
mendeskripsikan
bagaimana
dinamika
pemberhentian
perangkat desa
di Desa Bunga
Kecamatan
Bone Raya :
1. Usia telah
genap 60
(enam puluh)
tahun;
2. Dinyatakan
sebagai
terpidana
berdasarkan
keputusan
pengadilan;
3. Berhalangan
tetap;
4. Tidak lagi
memenuhi
persyaratan
sebagai
Perangkat
Desa;
5. Melanggar
larangan
sebagai
perangkat
desa.
3 Burhanudin Aktualisasi Penelitian Hasil penelitian Judul penelitian,
Mukhamad Nilai Demokrasi dilakukan dengan memberikan bukti tahun, lokasi
Faturahman dalam metode bahwa proses penelitian dan
(2018). Perekrutan dan partisipatif yaitu perekrutan rumusan
Penjaringan pelibatan secara perangkat desa masalah, jenis
Perangkat Desa langsung dalam secara terbuka dan penelitian.
proses perekrutan melibatkan Penelitian
perangkat desa pengawasan Burhanudin
kemudian data masyarakat secara Mukhamad
dianalisis secara langsung Faturahman
deskriptif mengurangi rasa bertujuan
kualitatif. curiga antar mengetahui
masyarakat di proses
Desa Tiremenggal. penjaringan dan
Kepuasan oleh penyaringan
masyarakat Desa perangkat desa
Tiremenggal ini Tiremenggal,
disebabkan karena Kabupaten
selama ini proses Gresik secara
perekrutan langsung.
perangkat desa Perbedaan
cenderung tidak dengan
terbuka. Sehingga penelitian ini
perekrutan adalah peneliti
perangkat desa fokus untuk
secara terbuka dan mengetahui dan
melibatkan mendeskripsikan
pengawasan
bagaimana
masyarakat secara
dinamika
langsung
merupakan unsur pemberhentian
penting dalam perangkat desa
menjaga di Desa Bunga
kehidupan Kecamatan
demokrasi. Bone Raya :
1. Usia telah
genap 60
(enam puluh)
tahun;
2. Dinyatakan
sebagai
terpidana
berdasarkan
keputusan
pengadilan;
3. Berhalangan
tetap;
4. Tidak lagi
memenuhi
persyaratan
sebagai
Perangkat
Desa;
5. Melanggar
larangan
sebagai
perangkat
desa.

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Tinjauan administrasi publik

2.2.1.1 Defenisi dan konsep

Basuki (2019:11) mendefenisikan administrasi publik adalah proses kerja

sama dari sekolompok manusia berdasarkan nilai-nilai pelayanan, rasionalisasi

yang tinggi, efektifitas, dan efisiensi terhadap sumber daya yang dimiliki

organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Lebih lanjut

Basuki mengatakan dari rumusan sederhana dapat dimaknai didalamnya

mengandung konsep-konsep utama administrasi adalah :

1. Proses yang bermakna bahwa kegiatan administrasi publik adalah kegiatan

yang terus menerus dilakukan atau penyelenggara administrasi negara harus

selalu hadir mendampingi masyarakat (publik) yang dilayani;

2. Sumber daya manusia yang dalam administrasi publik disebut para

penyelenggara negara termasuk didalamnya birokrasinya;


3. Konsep tujuan yang hendak dicapai yang telah ditentukan sebelumnya yaitu

oleh pemilik organisasi (dalam negara dengan sering kali demokratis maka

tujuan ditentukan oleh rakyat sebagai pemilik kedaulatan rakyat;

4. Organisasi yang merupakan wadah interaksi para manajer dan anggotanya

baik internal maupun eksternal;

5. Manajemen yang hakikatnya suatu upaya untuk tercapainya tujuan yang telah

ditentukan ;

6. Sarana dan prasarana (sumberdaya non manuasia) untuk mendukung

keseluruhan proses sebagaimana dimaksud.

Dalam konsep manajemen juga secara eksplisit adanya tuntutan kompetensi

manajerial yang meliputi kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan human

relation (hubungan kerja manusiawi).

2.2.2 Kebijakan Publik

2.2.2.1 Konsep kebijakan publik

Kamus besar bahasa Indonesia kebijakan dijelaskan sebagai rangkaian

konsep dan azas yang menjadi garis dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan,

kepemimpinan, serta cara bertindak (tentang perintah, organisasi dan sebagainya).

Anderson (dalam Tahir 2015:21) Kebijakan adalah suatu tindakan yang

mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk

memecahkan suatu masalah. Sedangkan menurut Thomas R. Dye dalam (tahir

2015:25) bahwa kebijakan publik sebagai pilihan tindakan apapun yang dilakukan

maupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah (public policy as what ever

governments choose to do or not to do).


2.2.2.2 Keputusan dan keluaran kebijakan

Abdul Wahab (2017 : 25) mengatakan bahwa yang dimaksud keputusan

kebijakan ialah keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah

untuk memberikan keabsahan (legitimasi), kewenangan, atau memberikan arah

terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Selanjutnya Abdul Wahab (2017 : 29)

menjelaskan yakni keluaran kebijakan merupakan wujud kebijakan publik yang

agaknya paling konkret. Artinya ia dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat,

karena menyangkut hal-hal yang dilakukan guna merealisasikan apa yang telah

digariskan dalam keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan.

2.2.3 Tinjauan hukum administrasi negara

2.2.3.1 Pengertian

Atmosudirdjo (dalam ridwan 2016:29) mengemukakan yakni administrasi

negara mempunyai tiga arti, yaitu ; pertama, sebagai salah satu fungsi pemerintah;

kedua, sebagai aparatur (machinery) dan aparat (apparatus) daripada pemerintah;

ketiga, sebagai proses penyelenggaraan tugas pekerjaan pemerintah yang

memerlukan kerja sama secara tertentu.

SF. Marbun dan Moh. Mahfud (dalam Ridwan 2016:31) mengatakan bahwa

pemerintah dalam arti sempit adalah organ/alat perlengkapan negara yang diserahi

tugas pemerintahan atau melaksanakan undang-undang, sedangkan dalam arti luas

mencakup semua badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan didalam

negara baik eksekutif maupun legislatif dan yudikatif.


H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt (dalam Ridwan 2016 : 35) Hukum

Administrasi Negara, hukum tata pemerintahan adalah keseluruhan hukum yang

berkaitan dengan (mengatur) administrasi, pemerintah, dan pemerintahan. Secara

global dikatakan, hukum administrasi negara merupakan intrumen yuridis yang

digunakan oleh pemerintah untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan

kemasyarakatan, dan di sisi lain HAN merupakan hukum yang dapat digunakan

masyarakat umtuk mempengaruhi dan memperoleh perlindungan dari pemerintah.

Jadi HAN memuat peraturan mengenai aktivitas pemerintahan.

2.2.3.2 Ruang lingkup

Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang berkenaan dengan

pemerintahan (dalam arti sempit) yaitu hukum yang cakupannya-secara garis

besar-mengatur hal-hal sebagai berikut :

a. Perbuatan pemerintah (pusat dan daerah) dalam bidang publik;

b. Kewenangan pemerintahan (dalam melakukan perbuatan dibidang publik

tersebut); didalamnya diatur mengenai dari mana, dengan cara apa, dan

bagaimana pemerintah menggunakan kewenangannya; penggunan

kewenangan ini dituangkan dalam bentuk instrumen hukum, karena itu diatur

pula tentang pembuatan dan penggunaan instrumen hukum;

c. Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan

pemerintahan itu;

d. Penegakan hukum dan penerapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan.

(Ridwan 2016 : 45-46).

2.2.4 Manajemen konflik


2.2.4.1 Konsep Konflik

Menurut Fisher (dalam Bahri & Halim 2020:37) mengatakan bahwa

Masyarakat itu selalu dalam perubahan dan setiap elemen dalam masyarakat

selalu memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik. Bahri & Halim (2020:37)

menyatakan yakni : Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah karena ketidak

seimbangan antara hubungan-hubungan manusia seperti aspek sosial, ekonomi

dan kekuasaan.

Lebih lanjut diterangkan bahwa Faktor penyebab konflik atau sumber

konflik adalah adanya perbedaan dan perbedaan tersebut bersifat mutlak, yang

artinya secara obyektif memang berbeda. Perbedaan tersebut dapat terjadi pada

tataran antara lain: (1) perbedaan persepsi; (2) perbedaan pengetahuan; (3)

perbedaan tata nilai; (4) perbedaan kepentingan; dan (5) perbedaan pengakuan

hak kepemilikan (klaim). (Yumi) dalam (Bahri & Halim 2020:38). Robbins dalam

(Bahri & Halim 2020:38) mengatakan bahwa konflik muncul karena ada kondisi

yang melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut

juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu :

komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

2.2.4.2 Pengertian Manajemen konflik

Pengertian manajemen konflik menurut Wirawan (dalam Muskar 2020:11-

12) yakni : merupakan proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga
menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar

menghasilkan resolusi yang diinginkan. Bagi pihak-pihak yang terlibat konflik,

manajemen konflik merupakan aktifitas untuk mengendalikan dan mengubah

konflik demi menciptakan keluaran konflik yang menguntungkannya (atau

minimal tidak merugikannya). Bagi pihak ketiga, manajemen konflik merupakan

upaya untuk mengarahkan konflik dari destruktif menjadi konflik konstruktif.

Konflik konstruktif akan mengembangkan kreativitas dan inovasi pihak-pihak

yang terlibat untuk menciptakan win & win solution.

2.2.4.3 Penyelesaian Konflik

Menurut Stevenin dalam Muspawi (2014:46), terdapat lima langkah meraih


perdamaian dalam konflik. Apapun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini
bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan: a). Pengenalan. Kesenjangan antara
keadaan yang ada atau yang teridentifikasi dan bagaimana keadaan yang
seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam
mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal
sebenarnya tidak ada). b). Diagnosis. Inilah langkah yang terpenting. Metode yang
benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana
berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan
pada hal-hal sepele. c). Menyepakati suatu solusi. Kumpulkanlah masukan
mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis.
Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah
yang terbaik. d). Pelaksanaan. Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan
kerugian. Namun hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi
pilihan dan arah pada kelompok tertentu. e). Evaluasi. Penyelesaian itu sendiri
dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak
berhasil, embalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

2.2.5 Konsep konflik sosial di masyarakat

Hubungan erat antara konflik dan perubahan Dahrendorf (dalam Zulkifli

2012:83) melihat bahwa : "Seluruh kreativitas, inovasi dan perkembangan dalam

kehidupan individu, kelompoknya dan masyarakatnya, disebabkan terjadinya


konflik antara kelompok dan kelompok, individu dan individu serta antara emosi

dan emosi di dalam diri individu"

Dahrendorf (dalam Zulkifli 2012:83), menyatakan yakni : konflik sosial

mempunyai sumber struktural, yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam

struktur organisasi sosial. Dengan kata lain, konflik antar kelompok dapat dilihat

dari sudut konflik tentang keabsahan hubungan kekuasaan yang ada.

Zulkifli (2012:83) berpendapat yaitu : Teori Dahrendorf tidak hanya dapat

diterapkan pada tingkat kemasyarakatan. la sendiri memberikan contoh

penerapannya pada tingkat organisasi - yakni dalam sebuah organisasi industri. la

menyatakan, perusahaan industri adalah sebuah kelompok kekuasaan karena

perusahaan ini mempunyai hirarki kekuasaan yang ditandai oleh buruh di bawah

(tingkat kekuasaan terendah) dan beberapa tingkat pinipman (manajemen) di

atasnya. Kekuasaan manajemen adalah sah dan dipertahankan melalui berbagai

sanksi (penurunan pangkat, pemecatan dan sebagainya). Karena itu terdapat

konflik kepentingan yang melekat antara manajer dan buruh.

Fuady (dalam Rosana 2015:220) mengemukakan bahwa terdapat teori

model konflik (conflick model, dwang model) bagi suatu masyarakat, yaitu model

konflik yang memiliki anggapan dasar adalah sebagai berikut: 1. Ciri yang

melekat pada setiap masarakat adalah proses perubahan 2. Pada setiap masyarakat

terdapat konflik dan hal tersebut merupakan gejala yang wajar 3. Pada setiap

bagian dari masyarakat terdapat peluang untuk terjadinya integrasi dan perubahan

sosial 4. Adanya sejumlah orang yang mempunyai kekuasaan merupakan faktor


integrasi yang penting 5. Pengendalian konflik dilakukan oleh lembaga-lembaga

sosial tertentu yang berfungsi untuk menciptakan akomodasi.

Konflik terjadi antar kelompok memperebutkan hal yang sama, tetapi

konflik akan menuju ke arah kesepakatan (consensus). Selain itu masyarakat tak

mungkin terintegrasi secara permanen dengan mengandalkan kekuasaan dari

paksaan dari kelompok yang dominan. Sebaliknya, masyarakat yang terintegrasi

atas dasar konsensus sekalipun, tak mungkin bertahan secara permanen tanpa

adanya kekuasaan paksaan. Jadi, konflik dan konsensus merupakan gejala-gejala

yang terelakkan dalam masyarakat. (Rosana 2015:222).

Lebih lanjut Rahardiansah (dalam Rosana 2015:223-224) menjelaskan yaitu

: suatu konflik memiliki paradigma konvensional dan paradigma kontemporer,

yaitu : 1. Paradigma Konvensional : 1). Konflik tidak dapat dihindarkan 2).

Konflik disebabkan oleh kesalahan menajemen atau penguasa 3). Konflik

mengganggu organisasi dan menghalangi pelaksanaannya secara optimal 4).

Tugas manajemen atau pemimpin adalah menghilangkan konflik 5). Pelaksanaan

kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik. 2.

Paradigma Kontemporer : 1). Konflik dapat dihindarkan 2). Konflik disebabkan

oleh banyak sebab termasuk karena struktur organisasi, perbedaan tujuan,

perbedaan persepsi, nilai-nilai pribadi, dsb. 3). Konflik dapat membantu atau

menghambat pelaksanaan organisasi (masyarakat) dalam berbagai derajat. 4).

Tugas manajemen/ pemimpin adalah mengelola tingkat dari konflik dan

penyelesaiannya 5). Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan

tingkat konflik yang moderat.


Thomas dan Kilmann (dalam Muskar 2020:12-16) menerangkan gaya
manajemen konflik berdasarkan dua dimensi kerja sama (cooperativeness) pada
sumbu horizontal dan keasertifan (assertiveness) pada sumbu vertikal. Kerja sama
adalah upaya orang untuk memuaskan orang lain jika menghadapi konflik. Di sisi
lain, keasertifan adalah upaya untuk memuaskan diri sendiri jika menghadapi
konflik. Berdasarkan kedua dimensi ini, Thomas dan Kilmann mengemukakan
lima jenis gaya manajemen konflik. Berikut adalah kelima jenis gaya manajemen
konflik tersebut : a. Kompetisi (competition) Gaya manajemen konflik dengan
tingkat keasertifan tinggi dan tingkat kerja sama rendah. Tindakan ini dilakukan
jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak
lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan
keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita
sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution)
akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi
konflik yang berkepanjangan. b. Kolaborasi (collaborating) Gaya manajemen
konflik dengan tingkat keasertifan dan kerja sama yang tinggi. Tujuannya adalah
untuk mencari alternatif, dasar bersama, dan sepenuhnya memenuhi harapan
kedua belah pihak yang terlibat konflik. Gaya manajemen konflik kolaborasi
merupakan upaya negosiasi untuk menciptakan solusi yang sepenuhnya
memuaskan pihak-pihak yang terlibat konflik. Upaya tersebut sering meliputi
saling memahami permasalahan konflik atau saling mempelajari ketidak
sepakatan. Selain itu, kreavitas dan inovasi juga digunakan untuk mencari
alternatif yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. c. Kompromi
(compromising) Gaya manajemen konflik tengah atau menengah, dimana tingkat
keasertifan dan kerja sama sedang. Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah
pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama–sama penting dan hubungan baik
menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian
kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).
Dalam keadaan tertentu, kompromi dapat berarti membagi perbedaan di antara
dua posisi dan memberi konsensi untuk mencari titik tengah. d. Menghindar
(avoiding) Gaya manajemen konflik dengan tingkat kearsetifan dan kerja sama
yang rendah. Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari
situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari
konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan
suasana, membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi
jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah
satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan
persoalan tersebut. Menurut Thomas dan Kilmann bentuk menghindar tersebut
bisa berupa : (a). menjauhkan diri dari pokok masalah; (b). menunda pokok
masalah hingga waktu yang tepat; atau (c). menarik diri dari konflik yang
mengancam dan merugikan. e. Mengakomodasi (accomodating) Gaya manajemen
dengan tingkat kearsetifan rendah dan tingkat kerja sama tinggi. Jika kita
mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain
mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying
behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih
utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang
utama di sini.
2.2.6 Tinjauan Pengaturan Desa

Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan

asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam

mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,

demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. (Widjaja 2014 : 3).

2.2.6.1 Tujuan pengaturan

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa

pengaturan desa bertujuan :

a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada

dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam

sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan

bagi seluruh rakyat Indonesia;

c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat

Desa;

d. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk

pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;

e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif,

terbuka, serta bertanggung jawab;


f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna

mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;

g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna

mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial

sebagai bagian dari ketahanan nasional;

h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi

kesenjangan pembangunan nasional; dan

i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

Dalam mencapai hakekat tentang Desa dan tujuan pengaturan desa seperti

dijelaskan diatas, maka dibutuhkan kepemimpinan Kepala Desa yang handal dan

inovatif yang didukung oleh Sumber daya manusia perangkat desa yang

berkompoten dan profesional dalam menjalakan tugas dan fungsi pemerintahan

dan pelayanan kepentingan masyarakat.

2.2.7 Kepemimpinan Kepala Desa

Menurut Mustakim (2015:11-12) kepemimpinan kepala Desa dibagi


menjadi tiga tipe Kepemimpinan : 1). Kepemimpinan regresif dapat dimaknai
sebagai kepemimpinan yang berwatak otokratis, secara teori otokrasi berarti
pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang. Salah satu
cirinya adalah anti perubahan, terkait dengan perubahan tata kelola baru tentang
Desa baik itu Musyarawah Desa, usaha ekonomi bersama Desa dan lain-lain
sudah pasti akan ditolak. Desa yang parokhial (hidup bersama berdasarkan garis
kekerabatan, agama, etnis atau yang lain) serta Desa-Desa korporatis (tunduk pada
kebijakan dan regulasi negara) biasanya melahirkan kepemimpinan seperti ini. 2).
Kepemimpinan konservatif-involutif, model kepemimpinan ini ditandai dengan
hadirnya kepala Desa yang bekerja apa adanya (taken for granted), menikmati
kekuasaan dan kekayaan, serta tidak berupaya melakukan inovasi (perubahan)
yang mengarah pada demokratisasi dan kesejahteraan rakyat. Kepemimpinan tipe
ini pada umumnya hanya melaksanakan arahan dari atas, melaksanakan fungsi
kepala Desa secara tekstual sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kepala Desa.
3). Kepemimpinan inovatif-progresif, kepemimpinan tipe ini ditandai dengan
adanya kesadaran baru mengelola kekuasaan untuk kepentingan masyarakat
banyak. Model kepemimpinan ini tidak anti terhadap perubahan, membuka seluas-
luasnya ruang partisipasi masyarakat, transparan serta akuntabel. Dengan pola
kepemimpinan yang demikian kepala Desa tersebut justru akan mendapatkan
legitimasi yang lebih besar dari masyarakatnya. Aspek paling fundamental dalam
menjalankan kepemimpinan Desa adalah legitimasi, hal ini terkait erat dengan
keabsahan, kepercayaan dan hak berkuasa. legitimasi berkaitan dengan sikap
masyarakat terhadap kewenangan. Kewenangan untuk memimpin, memerintah,
serta menjadi wakil atau representasi dari masyarakatnya.

2.2.8 Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat publik

dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan suatu organisasi publik.

Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD. (Nizhami, dkk. 2018 :

249)

Dalam Undang-Undang Desa nomor 6 tahun 2014 dijelaskan bahwa

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Selanjutnya dalam pasal 1 ayat (3) disebutkan Pemerintah Desa adalah

Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

2.2.8.1 Kepala Desa

Tertulis pada Pasal 26 Undang-Undang tentang Desa bahwa Kepala Desa

bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan

Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.


Selanjutnya pada ayat (2) dijelaskan yakni dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud, Kepala Desa berwenang :

a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;

c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;

d. menetapkan Peraturan Desa;

e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;

f. membina kehidupan masyarakat Desa;

g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;

h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya

agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya

kemakmuran masyarakat Desa;

i. mengembangkan sumber pendapatan Desa;

j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;

l. memanfaatkan teknologi tepat guna;

m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;

n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum

untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

dan

o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.
2.2.8.2 Perangkat Desa

Di desa, para perangkat desa selama ini di persepsikan oleh masyarakat

sebagai “pamong deso” yang diharapkan sebagai pelindung dan pengayom warga

masyarakat. Para pamong desa beserta elite desa lain nya dalam hubungan social

di desa – di tuakan, di tokohkan dan di percaya oleh warga desa untuk mengelola

kehidupan politik maupun privat ( pribadi ) warga desa. Perangkat desa dinilai

baik oleh warga jika ringan tangan, ringan kaki dan ramah. Bahkan meletakkan

kebaikan-kebaikan itu sebagai ukuran untuk mempertegas kepercayaan mereka

terhadap pejabat negara, yakni pemerintah desa. (Siswati 2017:97).

Dalam permendagri nomor 67 tahun 2017 disebutkan yakni Perangkat Desa

adalah unsur staf yang membantu kepala Desa dalam penyusunan kebijakan dan

koordinasi yang diwadahi dalam sekretariat Desa, dan unsur pendukung tugas

kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana

teknis dan unsur kewilayahan.

2.3 Kerangka Teori

Penelitian ini berawal dari permasalahan tentang pemberhentian perangkat

desa di Desa Bunga Kecamatan Bone Raya, berdasarkan pengamatan dan

wawancara peneliti dengan beberapa warga desa bahwa pemberhentian yang

dilakukan oleh Kepala Desa atas salah seorang perangkat desa menuai perdebatan

pada tataran masyarakat dan keengganan perangkat desa yang dimaksud untuk

menerima hasil keputusan Kepala Desa. Peneliti memiliki dugaan sementara

yakni polemik ini diakibatkan antara lain kurangnya sosialisasi terhadap peraturan
terkait dengan tata cara pemberhentian perangkat desa yakni Permendagri nomor

67 tahun 2017 serta Peraturan Daerah Kabupaten Bone Bolango nomor 10 tahun

2016 dan Peraturan Bupati Kabupaten Bone Bolango nomor 4 tahun 2017. Hal ini

akan diikuti oleh rendahnya pemahaman dan pengetahuan Pemerintah Desa dan

masyarakat terhadap proses dan mekanisme pemberhentian Perangkat Desa

sehingga berakibat pada perbedaan persepsi dan perbedaan kepentingan.

Berdasarkan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan

Dan Pemberhentian aparat desa terdapat beberapa syarat yakni : (1) Kepala Desa

memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat.

(2) Perangkat Desa berhenti karena : a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri;

dan c. diberhentikan. (3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud

karena : a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun; b. Dinyatakan sebagai


Pemberhentian perangkat
terpidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
desa di Desa “Bunga”
menjadi polemik di
hukum tetap;masyarakat
c. Berhalangan tetap; d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai
Desa Bunga
Kec. Bone Raya
perangkat Desa; dan e. Melanggar larangan sebagai perangkat Desa.

Syarat Pemberhentian
Perangkat Desa
menurut Permendagri
No 67 Tahun 2017

Adapun kerangka teori dapat digambarkan dalam diagram berikut :

Proses
pemberhentian
sudah sesuai
Usia telah
dengan prosedur genap 60
atau tidak (enam puluh)
tahun,
Dinyatakan
sebagai terpidana
berdasarkan
keputusan
pengadilan
Berhalangan tetap,
Tidak lagi memenuhi
persyaratan sebagai
Perangkat Desa
Melanggar larangan
Gambar 2.1 Kerangka teori

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif dilaksanakan dengan analisis mendalam terhadap

penelitian yang akan diungkapkan. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2012:4)

mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai proses penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.

Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran

serta memahami dan mendeskripsikan Dinamika pemberhentikan perangkat desa. Dalam

hal ini terkait dengan fenomena pemberhentian perangkat desa oleh Kepala Desa Bunga.

3.2 Lokasi Penelitian dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Bunga Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone

Bolango. Pertimbangan yang mendasari pemilihan lokasi antara lain adalah : 1)

Fenomena yang akan diteliti ada di obyek penelitian; dan 2) Kemudahan dalam

melaksanakan penelitian yang ditinjau dari waktu dan biaya. Waktu penelitian ini

dilakukan dalam waktu tiga bulan sejak pengumpulan data sampai dengan ujian. Sejak

bulan Maret 2021 sampai dengan bulan Juni 2021.

3.3 Kehadiran Peneliti

Peneliti sebagai key instrument berusaha mengungkapkan bagaimana dinamika

pemberhentikan perangkat desa di Desa Bunga. Pentingnya peran peneliti terlihat pada

proses penelitian yang meliputi : menentukan informan, wawancara dengan informan,

meneliti dokumentasi, membuat rekaman arsip, membuat reduksi data, menyajikan data,
menganalisis data dan menginterpretasikan hasil penelitian yakni terjadi polemik

dimasyarakat dan pemerintah desa.

3.4 Informan Penelitian

Adapun informan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkan adalah Kepala Desa Bunga Kecamatan Bone

Raya, masyarakat Desa Bunga dan pihak yang diberhentikan dari perangkat desa.

Klasifikasi informan dapat digambarkan pada tabel berikut:

Tabel. 3.1

Jumlah Informan

No Informan Jumlah

1. Kepala Desa Bunga Kecamatan Bone Raya 1 orang

2. Masyarakat 10 orang

3. Perangkat Desa Bunga 1 orang


4. Jumlah 12 orang
Sumber Data Primer 2021

3.5 Sumber Data

1. Data Primer

Pengambilan data primer dilakukan dengan cara pengamatan dan meneliti langsung

kepada pihak terkait dalam hal ini Kepala Desa di lingkungan Kantor Desa Bunga
Kecamatan Bone Raya, masyarakat Desa Bunga dan Perangkat Desa Bunga yang

diberhentikan. Data ini diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

2. Data Sekunder

Pengumpulan data merupakan semua kegiatan penelitian dalam mencari dan

mengumpulkan data selama penelitian ini. Data sekunder merupakan data yang diperoleh

berupa informasi tertulis, dokumentasi dan laporan-laporan yang berhubungan dengan

Pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa di Desa Bunga Kecamatan Bone Raya

serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah berupa alat bantu yang digunakan dalam kelancaran

penelitian. Adapun instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Observasi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi langsung yaitu

pengamatan dilakukan sendiri secara langsung ditempat yang menjadi objek penelitian

dalam hal ini di Kantor Desa Bunga Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango.

2. Wawancara

Wawancara adalah cara mengumpulkan bahan-bahan keterangan yang

dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak berhadapan muka.

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian

kualitatif. Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi komunikasi atau

percakapan antara pewawancara dengan narasumber dengan maksud menghimpun

informasi dari informan yang dari padanya pengetahuan dan pemahaman diperoleh.

(Djamaan Satori & Aan K) dalam (Phalevy 2020:25).


Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara kepada informan untuk

mengetahui secara mendalam mengenai informasi tentang pemberhentian perangkat desa,

terutama tentang proses pemberhentian perangkat desa di Desa Bunga Kecamatan Bone

Raya.

3. Dokumentasi.

Sugiono (2016:240) menjelaskan bahwa dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, biografi, peraturan, dan kebijakan. Dokumen yang

berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.

Dalam penelitian ini dokumentasi yang digunakan yakni dokumentasi

berupa surat-surat dan foto-foto lapangan dalam kegiatan pengumpulan

data.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data menggunakan pendekatan dari Miles and Huberman. Aktifitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis dat, yaitu data

reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. (Miles and Huberman)

dalam (Sugiono 2016:246).

1. Reduksi data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan


yang tertulis di lapangan. Reduksi data ini bertujuan untuk menganalisis data

yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan

data agar diperoleh kesimpilan yang dapat ditarik atau verifikasi. Dalam

penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan mengumpulkan data dari

hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian dipilih dan

dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.

2. Penyajian data

Penyajian data adalah pengumpulan informasi tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Dalam hal ini, data yang telah dikategorikan tersebut kemudian

diorganisasikan sebagai bahan penyajian data. Data tersebut disajikan secara

deskriptif yang didasarkan pada aspek yang diteliti.

3. Verifikasi data dan penarikan kesimpulan.

Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna-

makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya,

kekokohannya dan kecocokannya. Penarikan kesimpulan berdasarkan pada

pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat dalam pernyataan

singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan

yang diteliti.

Dalam tahapan untuk menarik kesimpulan dari kategori – kategori data yang

telah direduksi dan disajikan untuk selanjutnya menuju pada kesimpulan akhri

mampu menjawab permasalahan yang dihadapi. Tetapi dengan bertambahnya data


melalui verifikasi secara terus menerus, maka diperoleh kesimpulan yang bersifat

grounded (membumi).

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Profil Desa Bunga

Nama Bunga di ambil dari sejarah dahulu dimana pada waktu itu banyak

terdapat pohon kayu Bungango yang di sekitar dusun Bungango. Pohon kayu

tersebut oleh orang terdahulu sering di manfaatkan untuk keperluan pengobatan

tradisional, ternyata sangat manjur untuk mengobati penyakit tekanan darah tinggi

dan penyakit lainnya. Sampai dengan saat ini pohon kayu tersebut masih banyak

tumbuh di desa Bunga.

Desa Bunga awalnya adalah sebuah Dusun yang berpenduduk 92 KK

dibawah awal Pemerintaan Desa Mootinelo kecamatan Bone Raya kabupaten

Bone Bolango. Dengan adanya permintaan Masyarakat dusun bungango di

jadikan menjadi sebuah desa otonom, maka pada tahun 2009 dusun bungango

telah memisahkan diri dari desa Mootinelo dan berstatus persiapan Desa Bunga

dengan Penjabat Kepala Desa Bunga yang bernama Yasin H. Nusa. Kemudian

pada tahun 2011 oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bone Bolango tepatnya pada

tanggal 17 November 2011 Desa Persiapan Bunga di definitipkan melalui

Peraturan Daerah.

4.1.2 Sejarah Pemerintahan Desa

Adapun pelaksanaan estapet Kepala Desa Bunga sejak awal terbentuknya

sampai saat ini adalah :


Tabel 4.1
Daftar nama Kades Bunga Kecamatan Bone Raya
No. Nama Kades periode Keterangan

1 Yasin Nusa 2009 s/d 2011 Pjs

2 Yasin Nusa 2012 s/d 2018 Definitif

3 Yasin Nusa 2018 s/d 2024 Definitif

Desa Bunga terdiri dari 3 (tiga) wilayah dusun yang dipimpin oleh Kepala

Dusun. Selanjutnya Kepala Dusun di Desa Bunga dapat digambarkan pada tabel

berikut :

Tabel 4.2
Keadaan Kepala Dusun di Desa Bunga Kecamatan Bone Raya
No. Dusun Nama Kepala Dusun Periode

1 Dusun I Sriapsn Gaib sampai sekarang

(Bungango Selatan)

2 Dusun II Rahmad Saut sampai sekarang

(Bungango Tengah)

3 Dusun III Desi Kristina Moha sampai Sekarang

(Bungango Utara)

Dari tabel diatas dapat dijelaskan yakni Kepala Desa Bunga dibantu oleh 3

(tiga) Kepala Dusun dalam urusan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan, dan Pemberdayaan Masyarakat


diwilayah dusunnya masing-masing yang terdiri dari dusun Bungango utara,

dusun Bungango Tengah, dan dusun Bungango Selatan.

4.1.3 Geografis

Desa Bunga merupakan salah satu dari 10 Desa di Wilayah Kecamatan

Bone Raya. Desa Bunga mempunyai luas wilayah seluas ±168,25 ha/m2 dengan

memiliki batas sebagai berikut :

Tabel 4.3
Keadaan Batas Desa Bunga Kecamatan Bone Raya
No Batas-batas Desa Bunga

1 Sebelah Utara Kecamatan Pinogu

2 Sebelah selatan Mootinelo

3 Sebelah Timur Desa Alo dan Moopiya

4 Sebelah Barat Desa Laut Biru

Iklim Desa Bunga, sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia

mempunyai iklim kemarau, penghujan dan pancaroba. Hal tersebut mempunyai

pengaruh langsung terhadap pola tanam dan keadaan masyarakat di Desa Bunga

Kecamatan Bone Raya.

4.1.4 Keadaan Penduduk


Desa Bunga pada tahun 2020 mempunyai Jumlah Penduduk 616 Jiwa ( 319

laki-laki dan 297 Perempuan). Penduduk ini tersebar dalam 3 wilayah dusun.

Gambaran jumlah penduduk Desa Bunga dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4
Jumlah penduduk Desa Bunga Kecamatan Bone Raya tahun 2020
Nomor DUSUN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1. Bungango Utara 96 91 187

2. Bungango Tengah 102 92 194

3. Bungango Selatan 121 114 234

JUMLAH 319 297 616

Dari tabel diatas dapat di lihat bahwa jumlah terbesar penduduk Desa Bunga

tersebar pada dusun Bungango selatan, dan yang terkecil berada di dusun

Bungango Utara. Selanjutnya Desa Bunga di lihat dari tingkat pendidikan

penduduk dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.5
Keadaan Penduduk berdasarkan Pendidikan

SD SMP SLTA Diploma Sarjana

135 33 25 1 3
Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa

Bunga sebagian besar didominasi oleh Sekolah Dasar (SD), sedangkan diploma

dan sarjana masih sangat rendah.

4.1.5 Struktur Organisasi, Tugas dan fungsi Pemerintah Desa

4.1.5.1 Struktur organisasi

1. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu oleh Perangkat Desa.

2. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud terdiri atas :

a. Sekretariat Desa;

b. Pelaksana Kewilayahan;dan

c. Pelaksana Teknis.

3. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud berkedudukan sebagai unsur

pembantu Kepala Desa.

4.1.5.2 Tugas dan fungsi Kepala Desa

1. Kepala Desa berkedudukan sebagai Kepala Pemerintahan Desa yang

memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

2. Kepala Desa bertugas Menyelenggarakan Pemerintahan Desa,

Melaksanakan pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa,

dan Pemberdayaan masyarakat Desa.

3. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Kepala Desa memiliki

fungsi-fungsi sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan Pemerintahan Desa, seperti tatapraja

Pemerintahan, penetapan peraturan di desa, pembinaan masalah

pertanahan, pembinaan ketentraman dan ketertiban, melakukan


upaya perlindungan masyarakat, administrasi kependudukan, dan

penataan dan pengelolaan wilayah;

b. Melaksanakan pembangunan, seperti pembangunan sarana prasarana

perdesaan, dan pembangunan bidang pendidikan, kesehatan;

c. Pembinaan kemasyarakatan, seperti pelaksanaan hak dan kewajiban

masyarakat, partisipasi masyarakat, sosial budaya masyarakat,

keagamaan, dan ketenagakerjaan;

d. Pemberdayaan masyarakat, seperti tugas sosialisasi dan motivasi

masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik, lingkungan hidup,

pemberdayaan keluarga, pemuda, olahraga, dan karang taruna;

e. Menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga masyarakat dan

lembaga lainnya.

4.1.5.3 Tugas dan fungsi Sekretaris Desa

1. Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur pimpinan Sekretariat Desa.

2. Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam bidang

administrasi pemerintahan.

3. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud padaayat (2),

Sekretaris Desa mempunyai fungsi :

a. Melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi

surat menyurat, arsip, dan ekspedisi.

b. Melaksanakan urusan umum seperti penataan administrasi perangkat

desa, penyediaan prasarana perangkat desa dan kantor, penyiapan


rapat, pengadministrasian aset, inventarisasi, perjalanan dinas, dan

pelayanan umum.

c. Melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi

keuangan, administrasi sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran,

verifikasi administrasi keuangan, dan admnistrasi penghasilan

Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD, dan lembaga pemerintahan desa

lainnya.

d. Melaksanakan urusan perencanaan seperti menyusun rencana

anggaran pendapatan dan belanja desa, menginventarisir data-data

dalam rangka pembangunan, melakukan monitoring dan evaluasi

program, serta penyusunan laporan.

e. Melaksanakan buku administrasi desa sesuai dengan bidang tugas

Sekretaris Desa atau sesuai dengan Keputusan Kepala Desa.

f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa dan

Pemerintah yang lebih tinggi.

4.1.5.4 Tugas dan fungsi Kepala Urusan tata usaha dan umum

1. Kepala urusan berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat.

2. Kepala urusan bertugas membantu Sekretaris Desa dalam urusan

pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas

pemerintahan.

3. Untuk melaksanakan tugas kepala urusan tata usaha dan umum

mempunyai fungsi :
a. melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi

surat menyurat, arsip, dan ekspedisi, dan

b. Melaksanakan urusan umum seperti penataan administrasi perangkat

desa, penyediaan prasarana perangkat desa dan kantor, penyiapan

rapat, pengadministrasian aset, inventarisasi, perjalanan dinas, dan

pelayanan umum.

4.1.5.5 Tugas dan fungsi Kepala Urusan Keuangan

1. Kepala urusan berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat.

2. Kepala urusan bertugas membantu Sekretaris Desa dalam urusan

pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas

pemerintahan.

3. Kepala urusan keuangan memiliki fungsi melaksanakan urusan keuangan

seperti :

a. pengurusan administrasi keuangan,

b. administrasi sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran,

c. verifikasi administrasi keuangan,

d. dan admnistrasi penghasilan Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD, dan

lembaga pemerintahan desa lainnya.

4.1.5.6 Tugas dan fungsi Kepala Urusan Perencanaan

1. Kepala urusan perencanaan berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat.

2. Kepala urusan perencanaan bertugas membantu Sekretaris Desa dalam

urusan pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas

pemerintahan.
3. Untuk melaksanakan tugas kepala urusan perencanaan mempunyai

fungsi:

a. mengoordinasikan urusan perencanaan,

b. menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja desa,

c. menginventarisir data-data dalam rangka pembangunan,

d. melakukan monitoring dan evaluasi program,

e. serta penyusunan laporan.

4.1.5.7 Tugas dan fungsi Kepala Seksi Pemerintahan

1. Kepala seksi pemerintahan berkedudukan sebagai unsur pelaksana teknis

di bidang pemerintahan.

2. Kepala seksi pemerintahan bertugas membantu Kepala Desa sebagai

pelaksana tugas operasional di bidang pemerintahan.

3. Untuk melaksanakan tugas Kepala Seksi pemerintahan mempunyai

fungsi :

a. Melaksanakan manajemen tatapraja Pemerintahan Desa;

b. Menyusun rancangan regulasi desa;

c. Melaksanakan pembinaan masalah pertanahan;

d. Melaksanakan pembinaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat

Desa;

e. Melaksanakan upaya perlindungan masyarakat Desa;

f. Melaksanakan pembinaan masalah kependudukan;


g. Melaksanakan penataan dan pengelolaan wilayah Desa;

h. Melaksanakan pendataan dan pengelolaan Profil Desa;

i. Melakukan tugas – tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.

4.1.5.8 Tugas dan fungsi Kepala Seksi Kesejahteraan

1. Kepala seksi kesejahteraan berkedudukan sebagai unsur pelaksana teknis

di bidang kesejahteraan.

2. Kepala seksi kesejahteraan bertugas membantu Kepala Desa sebagai

pelaksana tugas operasional di bidang kesejahteraan .

3. Untuk melaksanakan tugas Kepala Seksi kesejahteraan mempunyai

fungsi :

a. Melaksanakan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang

sosial budaya;

b. Melaksanakan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang

ekonomi;

c. Melaksanakan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang

politik;

d. Melaksanakan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang

lingkungan hidup;

e. Melaksanakan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang

pemberdayaan keluarga;
f. Melaksanakan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang

pemuda, olah raga dan karang taruna;

g. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan;

4.1.5.9 Tugas dan fungsi Kepala Seksi Pelayanan

1. Kepala seksi pelayanan berkedudukan sebagai unsur pelaksana teknis di

bidang kesejahteraan.

2. Kepala seksi pelayanan bertugas membantu Kepala Desa sebagai

pelaksana tugas operasional di bidang pelayanan.

3. Untuk melaksanakan tugas Kepala Seksi pelayanan mempunyai fungsi :

a. Melaksanakan penyuluhan dan motivasi terhadap pelaksanaan hak dan

kewajiban masyarakat Desa;

b. Meningkatkan upaya partisipasi masyarakat Desa;

c. Melaksanakan pelestarian nilai sosial budaya masyarakat Desa;

d. Melaksanakan pelestarian nilai sosial budaya, keagamaan dan

ketenagakerjaan masyarakat Desa;

e. Melaksanakan pekerjaan teknis pelayanan nikah, talak, cerai dan

rujuk;

f. Melaksanakan pekerjaan teknis urusan kelahiran dan kematian;

g. Melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana perdesaan;


h. Melaksanakan pembangunan bidang pendidikan;

i. Melaksanakan pembangunan bidang kesehatan;

4.1.5.10 Tugas dan fungsi Kepala Dusun

1. Kepala Dusun berkedudukan sebagai unsur satuan tugas kewilayahan

yang bertugas membantu Kepala Desa dalam pelaksanaan tugasnya di

wilayahnya.

2. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Kepala Dusun

memiliki fungsi :

a. Pembinaan ketentraman dan ketertiban, pelaksanaan upaya

perlindungan masyarakat, mobilitas kependudukan, dan penataan dan

pengelolaan wilayah.

b. Mengawasi pelaksanaan pembangunan di wilayahnya.

c. Melaksanakan pembinaan kemasyarakatan dalam meningkatkan

kemampuan dan kesadaran masyarakat dalam menjaga

lingkungannya.

d. Melakukan upaya upaya pemberdayaan masyarakat dalam menunjang

kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

4.2 Hasil Penelitian Dan Pembahasan


Pada Bab hasil penelitian dan pembahasan ini, peneliti menggambarkan

secara utuh hasil wawancara yang diungkapkan melalui fenomena dan data yang

berhasil peneliti himpun dilapangan melalui informan peneliti yang bersumber

dari pertanyaan-pertanyaan pada pedoman wawancara. Selanjutnya peneliti

membedah hasil penelitian tersebut dengan membahas teori-teori pendukung yang

bersumber dari pendapat para ahli yang dijadikan peneliti sebagai aplikasi teori

yang diungkapkan saat membahas fakta yang terjadi dilapangan. Setelah

semuanya disusun, langkah terakhir peneliti menginterpretasikan maksud dan

tujuan dari informan peneliti dengan kajian teori dari para ahli dan digambarkan

pada kerangka pikir penelitian sehingga dapat menggambarkan kesimpulan yang

diangkat dalam penelitian ini yang dibahas sebagai berikut :

4.2.1 Proses Pemberhentian Perangkat Desa Berdasarkan Permendagri

Nomor 67 Tahun 2017

Mekanisme pemberhentian perangat Desa berdasarkan Permendagri Nomor

67 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa

dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1). Kepala Desa memberhentikan

Perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan Camat. 2). Perangkat Desa berhenti

karena: a. Meninggal dunia; b. Permintaan sendiri; dan c. Diberhentikan. 3).

Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

karena: a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun; b. Dinyatakan sebagai

terpidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan


hukum tetap; c. Berhalangan tetap; d. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai

Perangkat Desa; dan e. Melanggar larangan sebagai perangkat desa. 4).

Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan

huruf b, ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa dan disampaikan kepada

Camat atau sebutan lain paling lambat 14 (empat belas) hari setelah ditetapkan. 5).

Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Camat atau sebutan lain. 6).

Rekomendasi tertulis Camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud ayat (4)

didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri diatas, jelas terlihat bahwa

kewenangan atas pemberhentian berada ditangan Kepala Desa dengan syarat

disampaikan dan dikonsutasikan terlebih dahulu kepada camat untuk beroleh

rekomendasi tertulis atas persetujuan pemberhentian perangkat desa dimaksud.

Pada penelitian ini, peneliti mendeskripsikan terkait dengan perangkat Desa

Bunga berhenti karena diberhentikan.

1. Usia Telah Genap 60 Tahun

Salah satu persyaratan pemberhentian perangkat desa menurut

Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 adalah usia yang bersangkutan telah

mencapai 60 tahun. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti mewawancarai salah

satu masyarakat desa Bunga yang mengatakan bahwa :

Setau saya dia belum 60 tahun tapi tiba-tiba dipecat. Mungkin karena
ada alasan lain yang memberatkan sehingga kepala desa
memberhentikannya. (Masyarkat Desa Bunga/Mei 2021)
Pernyataan diatas dibenarkan oleh salah satu Perangkat Desa Bunga yang

mengatakan bahwa :

Rekan kami yang diberhentikan sebagai aparat desa belum berusia 60


tahun. Barangkali ada alasan tertentu sehingga kepala desa melakukan
pemberhentian. (Perangkat Desa Bunga/Mei 2021)
Pendapat dari salah seorang masyarakat dan perangkat desa dikuatkan

dengan pernyataan Kepala Desa yakni :

dapat juga saya beritahukan yaitu yang bersangkutan dari aspek usia
belum berumur 60 tahun sebagaimana menjadi syarat dalam proses
pemberhentian, namun ada hal lain yang menjadi alasan beroleh
rekomendasi kecamatan saya melakukan tindakan ini. (Kepala Desa
Bunga/Mei 2021)
Pendapat dari salah seorang masyarakat dan perangkat desa diatas dan di

dukung oleh Kepala Desa, peneliti melihat bahwa perangkat desa dimaksud belum

berusia 60 tahun sebagaimana syarat yang mengakibatkan perangkat desa wajib

diberhentikan oleh Kepala Desa. Sehingga dari sisi usia maksimal 60 tahun tidak

bisa dijadikan alasan atau syarat oleh Kepala Desa memberhentikan yang

bersangkutan dari pekerjaan sebagai perangkat desa Bunga Kecamatan Bone

Raya. Dinyatakan pada permendagri nomor 67 tahun 2017 pasal 5 yakni

Perangkat Desa diberhentikan karena usia telah genap 60 (enam puluh) tahun.

Sehubungan dengan hal ini salah seorang warga Desa Bunga menyatakan

melalui wawancara dengan peneliti yakni:

Saya tidak setuju dengan diberhentikannya perangkat desa Bunga


beberapa waktu yang lalu, memang secara administrasi bahwa
pemberhentian perangkat desa ini telah di sampaikan oleh Kepala Desa
secara tertulis. Namun yang bersangkutan masih tergolong usia muda
atau belum berusia 60 tahun sebagai syarat untuk berhenti dari aparat
desa. (Masyarkat Desa Bunga/Mei 2021)
Pemberhentian perangkat desa bunga sesungguhnya memberikan pengaruh

yang cukup besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Dampak yang terjadi

salah satunya kekosongan aparat desa sehingga berimplikasi pada terganggunya

pelayanan kepada masyarakat khususnya pada administrasi kependudukan yang

paling dibutuhkan masyarakat. terkait dengan hal tersebut peneliti mewawancarai

Kepala Desa Bunga yang mengatakan bahwa :

Secara subtantif kami telah menerima rekomendasi tertulis dari


Kecamatan Bone Raya sebagai bentuk persetujuan agar segera
memberhentikan perangkat desa kami. Itulah yang kami jalankan.
Kalau dari segi jalannya pemerintahan memang sedikit terganggu
karena dia menduduki jabatan dalam bidang administrasi
kependudukan. Pelayanan kependudukan inilah yang paling sibuk di
kantor kami. (Kepala Desa Bunga/Mei 2021)
2. Dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun

Unsur yang kedua dalam pemberhentian aparat desa jika yang

bersangkutan telah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan. Terkait

dengan hal tersebut Kepala Desa Bunga mengatakan bahwa:

Yang bersangkutan memang belum terbukti ada permasalahan hukum


tetapi ada pertimbangan lain yang bersifat rahasia sehingga ada
rekomendasi camat untuk memberhentikan yang bersangkutan.”
(Kepala Desa Bunga/Mei 2021)

Pendapat Kepala Desa diatas didukung oleh pernyataan dari warga Desa

Bunga yang mengatakan bahwa :

Sampai dengan saat ini memang saya belum mendengar kalau aparat
yang dipecat itu ditetapkan menjadi terpidana oleh pengadilan, tapi
mungkin ada kelalaian lain yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
(Masyarkat Desa Bunga/Mei 2021)
Sejalan dengan pernyataan diatas, pendapat dari masyarakat lainnya

mengatakan bahwa :

Aparat desa yang diberhentikan ini usianya masih sekitaran 27 tahun


dan tidak diancam pidana 5 tahun. (Masyarkat Desa Bunga/Mei 2021)
Tercantum pada pasal 5 ayat 3 berbunyi perangkat desa diberhentikan

karena dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun. Dari pasal tersebut terlihat bahwa perangkat desa dapat

diberhentikan setelah dipidana dengan ancaman paling singkat 5 tahun. Lebih

lanjut diperoleh sebuah pemahaman yakni sekalipun perangkat desa telah

dinyatakan terpidana namun ancaman penjara dibawah 5 tahun, maka tidak dapat

dijadikan sebagai alasan melakukan pemberhentian.

Berdasarkan hasil wawancara dan unsur kedua dalam pasal yang mengatur

ketentuan pemberhentian perangkat desa tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa

Kepala Desa belum memiliki kewenangan yang melekat untuk melakukan

pemberhentian. Hal inilah kemudian yang menimbulkan dampak terhadap

terjadinya polarisasi diantara masyarakat dan pemerintah desa bunga. Terkait

dengan hal tersebut, salah seorang masyarkat desa bunga berpendapat bahwa :

Saya kecewa dengan apa yang menjadi keputusan pemerintah desa yang
tidak ada pertimbangan dalam persoalan ini, tanpa mengkaji regulasi
yang ada, setelah dengan persoalan ini saya simpulkan bahwa untuk apa
dibuatkan regulasi kalau hanya menjadi sebuah pajangan tanpa di
pelajari. Saya merasa ada yang tidak adil dalam persoalan ini seakan-
akan hukum hanya milik orang yang berkuasa bukan untuk orang
lemah. (Masyarkat Desa Bunga/Mei 2021)

3. Berhalangan Tetap
Pembangunan dapat terlaksana apabila unsur-unsur didalam Pemerintahan

Desa dapat bekerja sama baik Kepala Desa dan Perangkat Desa yang berjalan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku, masing-masing perangkat Desa

mempunyai tugas dan fungsinya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang

diemban, oleh sebab itu Kepala Desa bisa saja mengganti perangkat Desa yang

dianggap tidak mampu melaksanakan fungsinya dengan sebagaimana mestinya.

(Gadion 2018:39).

Berhalangan tetap yang dimaksud adalah jika yang bersangkutan selama 1

bulan berturut-turut tidak hadir dikantor tanpa ada alasan yang jelas, sehingga

kepala desa dapat melaporkan ke camat untuk dilakukannya rekomendasi

pemberhentian perangkat desa. Sehubungan dengan hal tersebut, keluarga aparat

yang diberhentikan mengatakan bahwa:

Saya juga heran mengapa dia tiba-tiba dipecat. Padahal dari kinerjanya
saya anggap baik-baik saja. Mungkin ada pelanggaran berat sehingga
pemecatan terpaksa dilakukan. (Masyarkat Desa Bunga/Mei 2021)
Pendapat lain yang mendukung pernyataan diatas yakni :
Setahu saya dia masuk-masuk kantor dan baik-baik saja hubungannya
dengan aparat lain. inilah yang menimbulkan pertentangan
dimasyarakat. Orang masuk-masuk kantor tiba-tiba dipecat tanpa alasan
yang jelas (Masyarkat/Mei 2021).
Pernyataan senada disampaikan juga oleh masyarakat lain melalui

wawancara dengan peneliti :

Aparat desa yang diberhentikan ini usianya masih sekitaran 27 tahun


dan yang bersangkutan aktif masuk kantor seperti perangkat desa lain.
Sehingga kurang jelas bagi saya apa yang menjadi syarat yang dijadikan
alasan pemeberhentian. (Masyarkat Desa Bunga/Mei 2021)
Terkait dengan pernyataan diatas, maka dapat dilihat bahwa yang

bersangkutan belum memenuhi syarat untuk diberhentikan sebagai perangkat desa

Bunga. Dengan dasar inilah kemudian tindakan pemberhentian perangkat desa

yang dilakukan oleh Kepala Desa menimbulkan pertentangan di masyarakat.

Polarisasi ditengah masyarakat berbentuk pro dan kontra terhadap keputusan

kepala Desa Bunga. Pro dan kontra mengenai pemberhentian di maksud

tergambarkan pada pernyataan berbeda oleh para informan dibawah ini:

Saya setuju, karena yang bersangkutan telah melanggar atau tidak lagi
menjalankan tugas dengan baik, maka dari itu semua yang menjadi
keputusan pemerintah adalah jalan yang terbaik untuk kemajuan desa
Bunga. (Masyarkat/Mei 2021).
Selanjutnya pernyataan yang berbeda dapat dilihat dari pendapat yang

disampaikan oleh informan melalui wawancara dengan peneliti sebagai berikut :

Tindakan ini tidak adil bagi perangkat desa yang diberhentikan, sebab
aturan yang kemudian di jalankan itu tidak sesuai dengan regulasi yang
ada. (Masyarkat/Mei 2021).

Pendapat diatas didukung oleh pendapat dari masyarakat lain yang

menyatakan bahwa :

pemberhentian yang dilakukan ini ada keterkaitan dengan sentimen


politis dan pemberhentian ini tidak lagi mentaati aturan yang berlaku
sehingganya apa yang diharapkan tidak sesuai dan dalam hal ini kami
juga sudah mengajukan sebuah gugatan ke pihak PTUN, namun apa
yang kami gugat itu sampai dengan saat ini belum ada kepastian yang
jelas namun pemberhentian telah di SKkan. (Masyarakat Desa
Bunga/Mei 2021)

Hasil penelitian Hevriansyah, dkk. (2021:11) menjelaskan bahwa Keputusan

diskresi mengenai alasan kinerja yang tidak mencapai target bukanlah alasan yang

tepat, karena pasal dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pengangkatan

dan Pemberhentian Perangkat Desa yang mengatur mengenai sebab


pemberhentian, tidak mencantumkan alasan karena kinerja, dan alasan diskresi

kepala desa tidak berdasarkan asas umum pemrintahan yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian diatas dan simpulan wawancara peneliti dengan

beberapa anggota masyarakat ditemukan bahwa lahirnya pro pemberhentian

aparat desa ditengarai oleh masyarakat desa bunga disebabkan oleh kepentingan

politik yang tidak sejalan pada saat pemilihan kepala desa serta ketidakpercayaan

pihak pro kepada aparat desa yang diberhentikan tidak dapat dijadikan dasar untuk

memberhentikan perangkat desa. Hal ini karena tidak diatur dalam permendagri

nomor 67 tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

4. Tidak Lagi Memenuhi Syarat Sebagai Perangkat Desa

Konflik terjadi antar kelompok memperebutkan hal yang sama, tetapi

konflik akan menuju ke arah kesepakatan (consensus). Selain itu masyarakat tak

mungkin terintegrasi secara permanen dengan mengandalkan kekuasaan dari

paksaan dari kelompok yang dominan. Sebaliknya, masyarakat yang terintegrasi

atas dasar konsensus sekalipun, tak mungkin bertahan secara permanen tanpa

adanya kekuasaan paksaan. Jadi, konflik dan konsensus merupakan gejala-gejala

yang terelakkan dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut salah seorang

tokoh masyarakat di Desa Bunga berpendapat bahwa :

Hubungan masyarakat dengan aparat desa saya lihat terpolarisasi. Ada


masyarakat yang mendukung kebijakan pemerintah desa bunga ada juga
yang kurang senang dan ada juga yang cuek-cuek saja. (Masyarkat
Desa/Mei 2021)
Sejalan dengan hasil wawancara diatas, peneliti telah mewawancarai

beberapa masyarakat yang mengatakan bahwa :

Proses pemberhentian terkesan tidak ada transparansi dari Pemerintah


desa dan kecamatan karena pemberhentian yang di lakukan oleh Kepala
Desa terhadap aparat desa itu di laksanakan secara sepihak dan itu tidak
di tanda tangani oleh Ketua BPD. (Masyarkat Desa/Mei 2021)
Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa ada warga desa Bunga yang tidak

setuju dengan tindakan yang dilakukan oleh Kepala Desa. Namun demikian ada

pernyataan berbeda dari masyarakat lain yakni :

Saya setuju dengan tindakan Kepala Desa, karena yang bersangkutan


telah melanggar atau tidak lagi menjalankan tugas dengan baik maka
dari itu semua yang menjadi keputusan pemerintah adalah jalan yang
terbaik untuk kemajuan Desa Bunga. (Masyarkat Desa/Mei 2021)
Gambaran tersebut berakibat pada konflik antara masyarakat dan

pemerintah desa. Seperti pendapat yang diutarakan Ramlan Subakti (2017)

mengatakan bahwa istilah konflik seringkali dikaitkan dengan kerusuhan, demo,

atau kudeta. Konflik pasti mengantung benturan seperti silang pendapat antara

yang pro dan kontra. Dan diatntara kelompok individu dengan pemerintah.

Konflik biasanya didefinisikan sebagai suatu bentuk perbedaan atau pertentangan

ide, paham, atau kepentingan dua belah pikah atau lebih. Pertentangan ini

biasanya dalam bentuk non fisik dan fisik, bisa sekedar tinggi dalam bentuk

kekerasan biasa juga rendah.

5. Melanggar Larangan Sebagai Perangkat Desa


Tertulis pada Permendagri nomor 67 tahun 2017 Tentang Pengangkatan

Dan Pemberhentian perangkat desa bahwa perangkat desa dapat diberhentikan

apabila melanggar larangan sebagai perangkat desa. Adapun pelanggaran terakhir

yang dapat membuat aparat desa diberhentikan adalah melakukan kesalahan

terkait dengan kode etik sebagai aparat desa terkait dengan hal tersebut salah

seorang aparat desa berkomentar bahwa:

Kita sebagai perangkat desa juga ada kode etik yang tidak bisa
dilanggar atau dilangkahi oleh aparat desa. bagi mereka yang melanggar
maka konsekuensi pemberhentian adalah ganjarannya. Sehubungan
dengan pemberhentian salah seorang perangkat desa saya sendiri tidak
tahu seluk beluknya. Karena saya hanya staf. (Aparat Desa/Mei 2021)
Merujuk pada ketentuan ini sehubungan dengan pemberhentian perangkat

desa apakah telah memenuhi prosedur dimaksud, peneliti telah mewawancarai

Kepala Desa Bunga Kecamatan Bone Raya, beliau mengatakan yakni :

ya! karena yang bersangkutan tidak lagi menjalankan tugas dengan baik
dan yang bersangkutan juga sedang mengomsumsi alkohol dan di
tambah lagi dengan kasus yang fatal dilakukan oleh yang bersangkutan
yaitu menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Sehingganya
saya selaku Kepala Desa memberikan surat peringatan kepada yang
bersangkutan dan berakhir dengan SK pemberhentian. (Kepala
Desa/Mei 2021)
Pernyataan Kepala Desa diatas juga didukung oleh pernyataan dari salah

seorang masyarakat desa bunga, melalui wawancara dengan peneliti beliau

mengatakan bahwa :

Saya setuju karena tindakan yang di lakukan oleh perangkat desa yang
di berhentikan tidak lagi memiliki etika sebagai seorang pemerintah
apalagi di luar sana beliau melakukan beberapa kasus yang
menimbulkan keresahan di masyarakat. (Masyarakat /Mei 2021)
Menariknya selain pernyataan diatas, ada pernyataan yang berbeda

disampaikan oleh salah seorang warga Desa Bunga melalui wawancara dengan

peneliti menjelaskan bahwa :

Saya tidak setuju. Sebab pemberhentian aparat desa tidak sesuai dengan
aturan yang ada, hanya persoalan aparat desa yang lalai dalam tugas
Kepala Desa langsung memecat. Harusnya seorang pemimpin harus
banyak mempertimbangkan persoalan pemecatan ini. Mengingat bahwa
perekrutan yang di laksanakan adalah perekrutan yang di atur oleh
Undang-Undang maka dari itu harusnya pemecatan ini di sesuaikan
dengan Undang-Undang. (Masyarakat /Mei 2021).
Pendapat tersebut diatas didukung pula oleh pernyataan masyarakat lain

yakni :

yang jadi penyesalan kami pembinaan secara lisan dari Pemerintah


Kecamatan dan Desa itu tidak dilaksanakan sebagai bentuk teguran dan
memberi kesempatan kepada perangkat desa tersebut untuk
memperbaiki jika telah melakukan pelanggaran. (Masyarakat /Mei
2021).
Selanjutnya salah seorang warga berpendapat melalui wawancara dengan

peneliti mengatakan yaitu:

memang sebelum hal ini terjadi yang bersangkutan telah di tegur dalam
bentuk teguran tertulis mengenai kinerja dan hal itu telah diperbaiki.
Pemberhentian ini dilakukan dengan alasan karena memasuki rumah
orang tanpa sepengetahuan pemiliknya, yang menjadi sebuah
penyesalan disini adalah tindakan pemberhentian tanpa ada pembinaan
secara lisan terhadap yang bersangkutan, berharap hal yang terjadi ini
masih bisa dibijaki namun apa boleh buat sebuah tindakan cepat telah
dilakukan oleh Kepala Desa. (Masyarakat /Mei 2021).
Melihat pernyataan para informan diatas, maka pada point melanggar

larangan sebagai perangkat desa masih menuai perbedaan persepsi antar

pemerintah desa dengan kelompok warga desa Bunga yang berdampak negatif

terjadinya perdebatan ditengah masyarakat.


Dahrendorf (dalam Zulkifli 2012:83), menyatakan yakni : konflik sosial

mempunyai sumber struktural, yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam

struktur organisasi sosial. Dengan kata lain, konflik antar kelompok dapat dilihat

dari sudut konflik tentang keabsahan hubungan kekuasaan yang ada.

Prajudi Atmosudirdjo (dalam Ridwan, 2016:96-97) menyebutkan

persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan antara lain

adalah : 1) legimitas, yang memiliki arti kegiatan administrasi negara jangan

sampai menimbulkan heboh oleh karena tidak dapat diterima oleh masyarakat

setempat atau lingkungan yang bersangkutan. 2) Legalitas, yakni syarat yang

menyatakan bahwa perbuatan atau keputusan administrasi negara yang tidak boleh

dilakukan tanpa dasar undang-undang (tertulis) dalam arti luas; bila sesuatu

dijalankan dengan dalih “keadaan darurat”, maka kedaruratan itu wajib dibuktikan

kemudian; jika kemudian tidak terbukti, maka perbuatan tersebut dapat digugat di

pengadilan.

Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menegaskan mengenai

larangan perangkat desa sebagaimana tertulis pada pasal 51 antara lain adalah :

merugikan kepentingan umum, melakukan tindakan meresahkan sekelompok

masyarakat Desa, dan meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja

berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Tertulis pada pasal 52 bahwa : (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran

lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian

sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Dari ketentuan peraturan diatas dapat dipahami yakni Kepala Desa dalam

melakukan pemberhentian bagi perangkat desa yang melanggar larangan maka

sebelumnya dilakukan teguran lisan maupun tulisan, jika kemudian tidak

diindahkan baru dapat mengambil tindakan pemberhentian itupun masih

pemberhentian sementara.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dan dukungan dari pendapat ahli serta

ketentuan peraturan perundang-undangan peneliti menyimpulkan bahwa

pemberhentian salah seorang perangkat desa di Desa Bunga mengabaikan

pertimbangan faktor sosial, lebih dominan karena muatan politis. Hal ini

disebabkan karena kepala desa yang ketika peneliti wawancarai hanya menjawab

dengan alasan-alasan normatif dan tidak menyentuh fenomena permasalahan yang

sebenarnya. Oleh karena itu pertimbangan dari masyarkat yang peneliti anggap

lebih dominan dalam mengungkapkan fakta empiris yang sebenarnya. Mayoritas

masyarakat yang peneliti wawancarai juga tidak sejalan dengan keputusan

pemerintah yang memberhentikan perangkat desa bunga.

4.2.2 Dinamika Pemberhentian Perangkat Desa Dimasyarakat

Nomensen Sinamo (dalam putriani 2021:25) mengatakan bahwa tindakan

Pemerintah harus berdasarkan norma wewenang, karena norma wewenang

menjadi dasar keabsahan atas tindakan pemerintah. Wewenang yang diperoleh

dan peraturan perundang-undangan merupakan legalitas formal, artinya yang

memberi legetimasi terhadap tindakan pemerintah, maka dapat dikatakan bahwa


substansi dan asas legalitas tersebut adalah wewenang, yakni wewenang dari

peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan wewenang, Hasibuan (2016 : 4) mengatakan bahwa

wewenang adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang untuk bertindak dan

memerintah orang lain. Tanpa ada wewenang terhadap suatu pekerjaan janganlah

mengerjakan pekerjaan tersebut, karena tidak mempunyai dasar hukum untuk

melakukannya.

Sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengangkatan

dan pemberhentian perangkat desa, bahwa pemberhentian perangkat desa

merupakan wewenang Kepala Desa. Sejalan dengan ini, Kepala Desa Bunga

melalui wawancara dengan peneliti setelah ditanyakan siapa yang memiliki

kewenangan dalam memberhentikan perangkat desa, beliau mengatakan bahwa :

Yang mempunyai kewenangan ialah Kepala Desa sesuai dengan


Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. (Kepala Desa
Bunga/Mei 2021)

Pernyataan Kepala Desa diatas jelas bahwa wewenang melakukan tindakan

pemberhentian perangkat desa merupakan wewenang yang diberikan oleh

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa kepada Kepala Desa.

Sebagaimana tertulis pada pasal 26 ayat 2 huruf (b) adalah Kepala Desa

berwenang mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa.

Namun demikian peneliti menilai bahwa kewenangan ini bukan merupakan

kewenangan tanpa batas. Memberhentikan seseorang dari pekerjaan sebagai

perangkat desa agar tidak menuai perbedaan pandangan yang tajam mestinya
mempertimbangkan faktor sosial sekalipun menjadi sebuah kewenangan. Dapat

dipahami pula kewenangan dimaksud dapat ditegakkan oleh kepala Desa setelah

syarat dan mekanisme pemberhentian dipenuhi.

Pemberhentian karena diberhentikan harus didasari surat rekomendasi

camat, sebagaimana diatur pada ketentuan Permendagri nomor 67 tahun 2017

Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015

Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa terlebih dahulu

dikonsultasikan kepada Camat untuk memperoleh rekomendasi Camat secara

tertulis dengan berdasar pada alasan pemberhentian sesuai syarat yang diatur

dalam Pasal 5 ayat (3).

Hal tersebut diatas didukung pula oleh hasil penelitian zulkarnain dan

maemunah (2018:33) yaitu Pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa

adalah menjadi kewenangan kepala Desa namun kewenangan tersebut bukan

kewenangan mutlak melainkan terdapat keterlibatan camat dalam memberikan

persetujuan pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa, camat akan

mempertimbangkan alasan pemberhentian yang diajukan oleh kepala Desa dengan

melihat ketentuan syarat-syarat pemberhentian dan pengangkatan serta mengkaji

dampak kemasyarakatan.

Berdasarkan ketentuan tata cara pemberhentian dan hasil penelitian diatas

mestinya tindakan Kepala Desa Bunga melakukan pemberhentian salah seorang

aparat Desa Bunga tidak menuai perdebatan ditengah masyarakat. Namun fakta

dilapangan tindakan dimaksud melahirkan polarisasi diantara pemerintah dan

masyarkat desa. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara peneliti dengan
informan mengenai syarat normatif pemberhentian perangkat desa dimaksud,

yakni :

Proses pemberhentian perangkat desa di Desa Bunga Kecamatan Bone


Raya menjadi polemik di desa, yakni menuai perdebatan ditengah
masyarakat serta perangkat desa yang bersangkutan merasa keberatan
dan menuntut keadilan melalui jalur PTUN. Melihat permasalahan ini
maka sangat urgen dilakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait
mekanisme atau tata cara pemberhentian yang telah diatur pada
permendagri nomor 67 tahun 2017 dan aturan turunannya. Tapi yang
terjadi adalah hal tersebut seolah-olah ditutup tutupi. (Masyarakat Desa
Bunga/Mei 2021)

Hal ini sejalan dengan pendapat salah seorang masyarakat Desa Bunga yang

mengatakan bahwa:

tidak ada transparansi dari kelembagaan hanya saja pemerintah desa


melakukan konsultasi dengan Pemerintah Kecamatan dan
pemberhentian itu di laksanakan secara diam-diam tanpa ada
pemberitahuan ke masyarakat. (Masyarakat/Mei 2021).

Pendapat yang berbeda dari salah seorang perangkat desa mengatakan

yakni:

Setahu saya pemberhentian mekanisme finalnya ada di Kantor Camat


Bone Raya yakni Camat mengeluarkan rekomendasi tertulis atas
pemberhentian aparat desa setelah menerima konsultasi Kepala Desa.
Kepala Desa selanjutnya menjalankan rekomendasi tersebut
menerbitkan SK pemberhentian. Jika aparat desa yang bersangkutan
keberatan kan bisa menggugat di PTUN. (Perangkat Desa Bunga/Mei
2021)
Pendapat salah seorang aparat pemerintah desa diatas selaras dengan

pernyataan dari masyarakat, melalui wawancara dengan peneliti mengatakan

yakni :
Pemberhentian yang di lakukan oleh pemerintah desa dan kecamatan
sudah transparansi karena setiap pemerintah Desa melaksanakan
musyawarah sering di ungkapkan dalam rapat tentang kinerja dari yang
bersangkutan cuma saja yang bersangkutan tidak mau memperbaiki
kesalahan yang dia lakukan. (Masyarkat Desa Bunga/Mei 2021)

Proses pemberhentian perangkat Desa berdasarkan Permendagri No 67

Tahun 2017 dilakukan apabila terjadi dengan tiga alasan yaitu, meninggal dunia,

permintaan sendiri, atau diberhentikan. Dengan demikian Kepala Desa Bunga

pasti akan berkonsultasi dengan Kecamatan terlebih dahulu sebelum memutuskan

memberhentikan perangkat Desa yang dimaksud.

Namun berdasakan pendapat masyarkat yang kontra akan keputusan

tersebut berpendapat bahwa:

Kenyataan dilapangan dalam hal pemberhentian tidak ada keadilan


karena lebih banyak unsur pribadi, kalau memang adil bukan seperti ini
yang di lakukan oleh Kepala Desa harusnya kami sebagai tokoh
masyarakat di undang duduk bersama mengkaji persoalan ini sehingga
menemui titik keputusan bersama tanpa ada keterpihakan.(Masyarkat
Desa Bunga/Mei 2021

Melihat fenomena dimasyarakat yang pro dan kontra terhadap tindakan

pemberhentian salah seorang perangkat desa Bunga, berdasarkan hasil

wawancara, pendapat ahli serta ketentuan peraturan perundang-undangan peneliti

berkesimpulan bahwa dugaan masyarkat terkait kurang objektifnya pemberhentian

perangkat desa membuat kecemburuan sosial dimasyarakat. Apalagi kurangnya

transparansi terkait alasan pemberhentian. Oleh sebab itu peneliti menyarankan

agar pemerintah desa dan kecamatan Bone Raya lebih transparan menjawab

keluhan dari masyarakat ini.


Tanggapan peneliti diatas sejalan dengan pendapat Ramlan Subakti (2017)

bahwa bentuk konflik timbul dalam berbagai situasi sosial baik terjadi dalam diri

seorang individu, antar individu, kelompok, maupun organisasi. Ada banak

kemungkinan menghadapi konflik yang dikenal dengan istilah bentuk-bentuk

konflik yaitu konflik tujuan, konfik peranan, konflik nilai, konflik kebijakan,

vertikal dan horizontal.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil peneltian yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya maka

yang menjadi simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kepala Desa Bunga kurang transparan terkait alasan dibalik pemberhentian

perangkat Desa Bunga sehingga memicu perdebatan ditengah-tengah masyarakat

2. Pemerintah Desa Bunga kurang melakukan Pendidikan, pelatihan serta sosialisasi

terkait mekanisme pemberhentian perangkat desa kepada aparat desanya dan

dimasyarakat

3. Rekomendasi yang diberikan Camat berupa pemberhentian perangkat Desa

Bunga telah memenuhi syarat administratif sebagaimana yang tertuang dalam

Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian

Perangkat Desa. Hanya saja hal tersebut tidak dibarengi dengan pemberitahuan
yang jelas kepada yang bersangkutan sehingga menimbulkan pendapat yang pro

dan kontra di masyarakat Desa Bunga.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka yang menjadi saran dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan Kepala Desa Bunga agar lebih memahami tugas dan fungsinya dalam

menata perangkat desanya kembali sehingga dapat menghasilkan pemrintahan

yang kredibel, transparan, dan partisipatif

2. Diharapkan kepada masyarakat Desa Bunga agar memahami regulasi terkait

dengan Permendagri No 67 Tahun 2017 agar lebih objektif dalam menilai

keputusan pemerintah desa dan pemerintah kecamatan

3. Kepada perangkat desa yang diberhentikan berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Desa, jika keberatan agar segera melayangkan gugatan kepada Pengadilan Tata

Usaha Negara untuk mendapatkan kepastian hukum.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Abdul Wahab, Solichin. 2017. Analis kebijakan : Dari formulasi ke penyusunan model-
model implementasi kebijakan publik. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Basuki, Johanes. 2019. Administrasi publik : telaah teoritis dan empiris. Cetakan
ke-2, Juni 2019. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Bumi
Aksara. Jakarta.

HR, Ridwan. 2016. Hukum Administrasi Negara. Edisi revisi Cetakan ke-12. PT.
RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman. 2002. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.

Mustakim, Mochammad Zaini. 2015. Kepemimpinan Desa. Kementerian Desa,


Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia. Jakarta

Surbakti, Ramlan. (2017). Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Grasindo.


Sugiono.2016. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Tahir, Arifin. 2015. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan


Daerah. Alfabeta. Bandung.
Widjaja, Haw.2014. Otonomi Desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh.
Radja Grafindo Persada, Jakarta.

JURNAL, SKRIPSI, ARTIKEL :

Bahri, Saipul., Halim, Abdul.2020. Jurnal. Analisis Konflik dan Resolusi (StudiKasus :
Rekrutmen Perangkat Desa di Kabupaten Demak Tahun 2017-2018). POLITEIA:
Jurnal Ilmu Politik Politeia, 12 (1) (2020) ISSN 0216-9290 (Print), ISSN 2549-
175X (Online). Magister Ilmu Politik, FISIP Universitas Diponegoro, Semarang,
Indonesia. Dikutip dari
https://talenta.usu.ac.id/politeia/article/view/3301/2501tanggal 3/4/2021.

Faturahman, Burhanudin Mukhamad. 2018. Jurnal. Aktualisasi Nilai Demokrasi


dalam Perekrutan dan Penjaringan Perangkat Desa. Jurnal Sospol, Vol 4
No. 1 (Januari-Juni 2018), Hlm 132-148. Program Pascasarjana Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya. Jalan M.T. Haryono No.163. di
kutipdarihttps://ejournal.umm.ac.id/index.php/sospol/article/view/5557
tanggal 23/3/2021

Gadion. 2018. Jurnal. Pemberhentian Perangkat Desa Berdasarkan Pasal 53


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Kasus Di Desa
Begori Kecamatan Serawai Kabupaten Sintang). Perahu,ISSN 2338 –
333XVolume 6 Nomor 1, Maret 2018. Fakultas Hukum Universitas Kapuas
Sintang. Dikutip dari
http://jurnal.unka.ac.id/index.php/Perahu/article/view/254tanggal 1/4/2021

Hevriansyah, Andie., Erliyana, Anna., dan Tangkudung, Audrey. 2021. Jurnal. Diskresi
Kepala Desa Dalam Mengangkat dan Memberhentikan Perangkat Desa pada
putusan nomor : 60/g/2019/ptun-bdg. Jurnal Syntax Transformation Vol. 2 No. 1
Januari, 2021 p-ISSN : 2721-3854 e-ISSN : 2721-2769 Sosial Sains. Universitas
Indonesia (UI) Depok Jawa Barat, Indonesia. Di kutip dari
http://jurnal.syntaxtransformation.co.id/index.php/jst/article/view/204/283 tanggal
22/3/2021

Lubis, Fitry Handayani Br. 2018. Skripsi. Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 67 tahun 2017 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian
Perangkat Desa Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Desa di Desa Sei Dua Hulu
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan. Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Konsentrasi Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan. Di kutip dari
http://repository.umsu.ac.id/bitstream/123456789/3522/1/Impelementasi
%20Kebijakan%20Peraturan%20Menteri%20Dalam%20Negeri%20Nomor
%2067%20Tahun%202017%20Tentang%20Pengangkatan%20Dan
%20Pemberhentian%20Perangkat%20Desa%20Dalam%20Pelaksanaan
%20Pemerintahan%20Desa%20Di%20Desa%20Sei%20Dua%20Hulu
%20Kecamatan%20S.pdftanggal 21/3/2021
Muspawi, Mohamad. 2014. Jurnal. Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik
Dalam Organisasi).Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. Volume
16, Nomor 2, Hal. 41-46 ISSN:0852-8349Juli – Desember 2014. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak,
Mendalo – Darat Jambi. Di kutip dari
https://media.neliti.com/media/publications/43447-ID-manajemen-konflik-upaya-
penyelesaian-konflik-dalam-organisasi.pdftanggal 1/4/2021
Muskar, Elis Budiman. 2020. Skripsi. Manajemen Konflik Pemilihan Kepala Desa Di
Desa Gattareng Kecamatan Salomekko Kabupaten Bone. Program Studi Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar. Di kutip dari https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/11700-
Full_Text.pdf. Tanggal 1/4/2021

Nizhami,M. dkk. 2018. Jurnal. Efektivitas Fungsi Badan Permusyawaratan Desa


Dalam Menunjang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Di desa Tanta
Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong. JAPB : Vol. 1, No. 1, (2018).
https://jurnal.stiatabalong.ac.id/index.php/JAPB/article/view/116 tanggal
25/3/2021

Panggulu, Yosua T. 2013. Jurnal. Efektivitas Kebijakan Retribusi Pada dinas


pengelolaan pasar kebersihan dan pertamanan di kabupaten kepulauan
talaud.Journal Volume II. No. 4(2013). Acta Diurna Komunikasi.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurnakomunikasi/article/view/
2667tanggal 25/3/2021

Phalevy, Baronni. 2020. Skripsi. Proses Rekrutmen Dan Seleksi Perangkat Desa
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tebo Nomor 4 Tahun 2018
(Studi di Desa Rantau Kembang Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo).
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Di kutip dari
http://repository.uinjambi.ac.id/5161/1/BARONNI%20PHALEVY-
SIP162252.pdf tanggal 26/3/2021

Putra, Agung Aldino.2018. Jurnal. Efektifitas Pelaksanaan Program Bantuan


Sosial Pada Masyarakat Di Kota Palu (Studi Tentang Kelompok Usaha
Bersama).Katalogis, Volume 6 Nomor 8 (2018) ISSN: 2302-2019. Program Studi
Magister Administrasi Publik Program Pascasarjana Universitas
Tadulako.https://core.ac.uk/download/pdf/326040325.pdftanggal 25/3/2021.

Rosana, Ellya. 2015. Jurnal. Konflik Pada Kehidupan Masyarakat (Telaah


Mengenai Teori dan Penyelesaian Konflik Pada Masyarakat Modern). Al-
AdYaN/Vol.X, No.2/Juli-Desember/2015.Di kutip dari
https://media.neliti.com/media/publications/177546-ID-konflik-pada-
kehidupan-masyarakat-telaah.pdf tanggal 1/4/2021.
Setiyawati, Zenny. 2018. Skripsi. Rekrutmen Perangkat Desadi Desa Gondosuli,
Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. Program Studi Ilmu Pemerintahan
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta. Di kutip
dari http://repo.apmd.ac.id/434/1/630_IP_IV_2018_ZENNY
%20SETIYAWATI_14520120.pdf tanggal 22/3/2021.
Siswati, Endang.2017.Jurnal. Evaluasi Pelaksanaan Pengisian Perangkat Desa Di
Kabupaten Sidoarjo. P-ISSN: 14121816, E-ISSN:2614-4549Vol 17 No 2,
Desember 2017. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya. Di kutip dari
https://journal.uwks.ac.id/index.php/sosioagribis/article/download/387/pdftanggal
22/3/2021
Zulkarnaen, Nanang.,Maemunah. 2018. Jurnal. Kewenangan Kepala Desa Dalam
Mengangkat Dan Memberhentikan Perangkat Desa Di Tinjau Dari Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. CIVICUS | FKIP UMMat Pendidikan
Pancasila & Kewarganegaraanp-ISSN 2338-9680 | e-ISSN 2614-509X | Vol. 6 No.
1 Maret 2018, hal. 26-34. Universitas Muhammadiyah Mataram
http://journal.ummat.ac.id/index.php/CIVICUS/article/view/628/580. tanggal
21/3/2021

Zulkifli. 2012. Jurnal. Konflik Antara Kepala Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa.
Jurnal ilmu sosial Mahakam, Volume 1 No 1 2012ISSN:2302-0741. Di kutip dari
https://ejurnal.unikarta.ac.id/index.php/mahakam/article/view/72/46 tanggal
3/4/2021

UNDANG-UNDANG :
Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Permendagri nomor 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat
Desa
Peraturan Daerah nomor 10 tahun 2016 tentang pengangkatan dan pemberhentian
perangkat desa.
Peraturan bupati nomor 4 tahun 2017 tentang pedoman pengangkatan dan pemberhentian
perangkat desa.

Anda mungkin juga menyukai