Anda di halaman 1dari 33

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

PERENCANAAN LERENG GALIAN UNTUK JALAN

Webinar
45 Days Knowledge Sharing
Direktorat Bina Teknik Jalan dan Jembatan
2 Maret 2022
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
ISI PAPARAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

1. Pendahuluan
2. Ketentuan-ketentuan Perencanaan Lereng Galian dengan Metode Empirik
3. Pemetaan
4. Kondisi Geologi
5. Alur Perancanganan Pekerjaan Geoteknik
6. Penyelidikan Lapangan
7. Metode Transport Research Board (TRB, 1973)
8. Metode Japan Public Work Research Institute (Japan PWRI, 2004)
9. Tipikal Potongan Melintang Lereng Galian

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
PENDAHULUAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

❑ Tanah bawah permukaan sangat kompleks dan mempunyai sifat-sifat yang tidak seragam dan
lereng galian cenderung secara bertahap menjadi tidak stabil setelah pekerjaan galian selesai
(Japan PWRI, 2004.)
❑ Hong Kong Geotechnical Engineering Office (GEO, 2000) :
➢ Penyelidikan tanah hanya dapat memperkirakan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan
lereng; oleh karena itu, pada situasi tertentu pendekatan analitis tidak dapat memberikan
hasil yang memuaskan
➢ Terdapat beberapa lereng galian yang tetap stabil selama beberapa tahun walaupun hasil
analisis stabilitas secara analitis mengindikasikan nilai faktor keamanannya kurang dari satu
(FK < 1)
➢ Pada beberapa kondisi tanah dan batuan, pertimbangan teknis yang berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman kondisi lapangan (pendekatan empiris) diakui lebih penting
dibandingkan dengan hasil dari analisis numerik (pendekatan analitis)

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
PENDAHULUAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Wesley (2010):
❑ Secara sederhana, proses perencanaan terdiri dari langkah-langkah:
➢ Mengumpulkan informasi dasar mengenai kondisi tanah, yaitu kondisi geologi di lokasi pekerjaan dan
stratifikasi tanah;
➢ Melakukan pengujian-pengujian yang sesuai, di lapangan atau di laboratorium, untuk menentukan sifat-sifat
tanah, terutama parameter-parameter yang diperlukan dalam analisis
➢ Melakukan analisis dengan menggunakan parameter-parameter yang berhubungan sesuai dengan model
teoritis yang akurat.
❑ Terdapat kecenderungan berpikir bahwa langkah-langkah tersebut merupakan langkah-langkah perencanaan yang
menyeluruh (lengkap), bahkan ada yang berpendapat bahwa analisis (yaitu perhitungan-perhitungan) adalah
merupakan perencanaan (desain).
❑ Pandangan terhadap desain ini menurunkan, atau bahkan meninggalkan aspek non analisis pada perencanaan
geoteknik, yaitu Pengamatan, contoh kasus (preseden), pengalaman, dan pertimbangan teknis.
❑ Aspek ini merupakan komponen penting bagi keseluruhan perencanaan geoteknik, terutama pada saat
menentukan stabilitas lereng alam, dimana komponen aspek analisis mungkin tidak terlalu signifikan dibandingkan
dengan hasil pengamatan secara visual terhadap lereng dan kajian terhadap kondisi geologi.

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KETENTUAN-KETENTUAN PERENCANAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

LERENG GALIAN DENGAN METODE EMPIRIK


❑ Tidak boleh dianggap dapat dengan tepat mengatasi seluruh situasi yang dihadapi di
lapangan
❑ Diusulkan digunakan sebagai panduan bersama-sama dengan pertimbangan teknis dan
analisis
❑ Harus digunakan bersama-sama dengan pengalaman setempat untuk mendapatkan
kemiringan lereng yang masuk akal
❑ Langkah awal yang harus dilakukan agar dapat menggunakan metode ini secara efektif:
➢ Melakukan kajian terhadap data tanah, kondisi geologi, kondisi geohidrologi, kondisi hidrologi,
kondisi morfologi, dan iklim yang berkaitan dengan lokasi yang ditinjau.
➢ Melakukan kajian kondisi dan kinerja lereng alam atau lereng galian eksisting di sekitar lokasi
pekerjaan yang mempunyai material penyusun lereng yang sejenis
➢ Data tersebut seringkali dapat dengan sangat spesifik mengidentifikasi, menggambarkan, dan
mengkarakterisasi bermacam-macam jenis dan sifat-sifat material, serta kondisi dan kinerja lereng
di lokasi yang ditinjau.
➢ Peta (geologi, geohidrologi, hidrologi, iklim) sering dapat memberikan indikasi umum atau spesifik
kawasan yang bermasalah atau yang tidak bermasalah.
➢ Informasi ini akan sangat membantu dalam mengidentifikasi dan menggambarkan bermacam-
macam tanah, kondisi geologi, dan kondisi batuan dasar dengan lebih detail di lapangan.
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KETENTUAN-KETENTUAN PERENCANAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

LERENG GALIAN DENGAN METODE EMPIRIK


❑ Pengkarakterisasian keseluruhan penampang melintang galian harus dilatih
❑ Contoh material pada permukaan lereng pada umumnya tidak mewakili material penyusun
lereng.
❑ Sebagai tambahan, kedalaman muka air, lokasi rembesan dan mata air, kemungkinan
adanya genangan (kolam) air di muka atau di puncak lereng harus dicatat karena air
merupakan faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan lereng.
❑ Kajian juga harus dilakukan untuk mengetahui perubahan musiman air tanah dan pola air
permukaan.
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
PEMETAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

▪ Pengukuran topografi meliputi:


1) Pengukuran titik kontrol horizontal dan vertikal
(koordinat & elevasi)
2) Pengukuran penampang memanjang dan
melintang
3) Perhitungan dan Penggambaran Daerah yang
diukur
4) Pengukuran topografi dilakukan dengan alat
Total station atau sejenis. Gambar ukur yang
berupa peta detail/ peta situasi memuat semua
yang ada, misalkan ; bangunan–bangunan,
gorong – gorong, tiang listrik, dan sebagainya.
Skala peta 1:100 dengan interval 0.50 meter.

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KONDISI GEOLOGI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

▪ Pengumpulan Data Sekunder (Survey Instansional)


Data sekunder tersebut antara lain berupa peta geologi regional yang
diterbitkan oleh Pusat penelitian dan Pengembangan Geologi (PPPG)
dengan skala 1 : 250.000 dan peta geomorfologi yang dibuat oleh P3G
dengan skala 1 : 50.000, dan peta topografi daerah ruas daerah kajian
yang diterbitkan oleh Bakosurtanal dengan skala 1 : 50.000, laporan-
laporan geologi yang sudah maupun tidak dipublikasikan.
▪ Pengumpulan Data Lapangan (Survey Lapangan)
Pengumpulan data geologi meliputi pengamatan jenis litologi atau
batuan, pengukuran strike/dip; bidang perlapisan, bidang kekar, bidang
sesar, sumbu lipatan, dan gores-garis pada batuan.
▪ Analisis dan Penafsiran
Setelah data dan informasi yang diperlukan diperoleh, maka dilakukan
evaluasi, analisis dan penafsiran untuk mengetahui apakah kondisi
geologi yang terdapat di daerah kajian dapat mendukung kegiatan yang
akan dilaksanakan.

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
HIDROGEOLOLOGI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

▪ Pengumpulan dan pengujian data yang di dapat untuk


digunakan dalam analisis persoalan drainase, misalnya ;
gejala arah dan kecepatan aliran, jenis sifat erosi maupun
pengendapan, daerah pengaruh dan lain-lain.
▪ Daerah aliran (catchment area dari setiap gejala aliran air
harus dipelajari dengan cermat dari peta topografi/ geologi
maupun penyelidikan langsung di lapangan) disamping itu
diamati juga kecepatan dan debit aliran air disekitar daerah
kajian.
▪ Pengumpulan data geohidrologi meliputi pengukuran muka
air banjir, profil sungai, pola dan arah aliran sungai guna
perencanaan desain drainase dan identifikasi elevasi muka
air tanah

PENENTUAN DIMENSI GORONG-GORONG DAN


DRAINASE LAINNYA

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


ALUR PERANCANGAN PEKERJAAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

GEOTEKNIK
Penyelidikan tanah detail
Identifikasi kondisi • Penyelidikan lapangan
Preliminary
tanah dan
investigation • Pengujian laboratorium
permasalahannya

Pemilihan Analisis dan evaluasi


Pelaksanaan
Preservasi Perancangan metode stabilitas dan/atau
konstruksi
penanganan penurunan

Penyelidikan tanah menentukan stratifikasi tanah dan identifikasi bidang longsor untuk
kebutuhan analisis penanganan yang diperlukan

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Ketidakpastian perencanaan KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

1. Penyelidikan lapangan tidak akurat


• Kondisi peralatan uji yang tidak baik
• Gangguan saat pengambilan contoh tanah
• SDM yang tidak terlatih
2. Uji laboratorium yang tidak akurat
• Alat uji tidak terkalibrasi
• SDM yang tidak terlatih
3. Penentuan parameter desain tanah
• Data contoh tanah tidak terganggu terbatas
• Korelasi empiris yang tidak sesuai dengan kondisi spesifik di lapangan
4. Analisis menggunakan software
• Model konstitutif tanah tidak sesuai peruntukan
• Keterbatasan model 2 dimensi terhadap kasus lapangan yang
merupakan kasus 3 dimensi
• Interaksi tanah-struktur
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
PENYELIDIKAN LAPANGAN
SNI 8460:2017

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
PENYELIDIKAN LAPANGAN

✓ Jenis penyelidikan
✓ Jumlah penyelidikan
✓ Kedalaman penyelidikan

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

Compendium 13, Slopes: Analyses and Stabilization


❑ Panduan disusun berdasarkan :
❖ Kombinasi gambaran kondisi lapangan secara umum dan klasifikasi tanah berdasarkan
USCS untuk material penyusun lereng.
❖ Nilai SPT berdasarkan AASHTO T 206 dan kepadatan di tempat (in-place density) yang
dinyatakan dengan relative density digunakan untuk lebih mendefinisikan sifat-sifat
material penyusun lereng.

❑ Panduan ini dapat diterapkan untuk :


❖ Tanah yang homogen,
❖ Deposit material yang berlapis-lapis,
❖ Tanah residual,
❖ Tanah khas dan tersementasi,
❖ Batuan tidak lapuk

❑ Panduan ini tidak boleh diterapkan untuk :


❖ Tinggi lereng galian > 30 m
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Nilai faktor keamanan (FK) yang digunakan :


❖ Untuk material penyusun lereng berupa pasir dan kerikil dengan material berbutir
halus bersifat non plastis
➢ Desain lereng didasarkan pada FK terhadap gelincir (translasi) sekitar 1.1.
➢ Nilai FK ini setara dengan nilai tangen sudut kemiringan lereng untuk
kepadatan material berkenaan.
❖ Untuk material penyusun lereng berupa tanah plastis
➢ Desain lereng didasarkan pada FK terhadap keruntuhan rotasional sekitar 1.5.
➢ Nilai FK ini mengasumsikan bahwa tanah asli di atas puncak galian adalah
horizontal.
➢ Jika tidak horizontal, nilai FK akan lebih kecil dari 1.5 bergantung pada
kemiringan lereng alam tersebut, tetapi tetap lebih besar dari 1.1.
➢ Nilai FK bergantung pada kohesi, ketinggian galian, kepadatan tanah, dan
sudut kemiringan lereng galian.
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Rentang rasio kemiringan lereng maksimum untuk material penyusun lereng berupa
tanah berbutir kasar dengan material berbutir halus bersifat non plastis (PI < 3)
Rasio Kemiringan Lereng Maksimum (h : v)
No. Muka air tanah rendah (di bawah Muka air tanah tinggi (rembesan air
Uraian
Tanah dasar galian) pada seluruh permukaan lereng)1
Urai/lepas2 Padat3 Urai/lepas2 Padat3
1 Kerikil pasiran (GW, GP) 1.5 : 1 0.85 : 1 3.0 : 1 1.75 : 1
2 Pasir, butiran bersudut-sudut, 1.6 : 1 1.0 : 1 3.2 : 1 2.0 : 1
bergradasi baik (SW)
3 Kerikil lanauan (GM), pasir seragam 2.0 : 1 1.5 : 1 4.2 : 1 3.0 : 1
(SP), dan pasir lanauan (SM)
1 Berdasarkan material dengan kepadatan basah sekitar 2 g/cm3. Kemiringan lereng harus dibuat lebih landai jika
material penyusun lereng mempunyai kepadatan yang lebih besar. Untuk setiap 5% kepadatan yang lebih besar,
menurunkan rasio kemiringan lereng atau ketinggian lereng kira-kira sebesar 10%.
2 Kepadatan relatif maksimum (AASHTO T 99) sekitar 85%
3 Kepadatan relatif maksimum (AASHTO T 99) sekitar 100%
No. Rentang N SPT (tumbukan/30 cm)

Tanah Lepas/Urai Padat

1 25 60
2 20 50
3 5 25
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Material penyusun lereng berupa tanah


berbutir kasar dengan material berbutir
halus bersifat plastis (PI> 3) dan kondisi
elevasi muka air tanah yang rendah
❑ Klasifikasi tanah berdasarkan USCS: GM,
BC, SM, SC, GW - GC, dan SP - SC.
Grafik I

No. Tanah NSPT Kepadatan Relatif

1 > 40 Sangat padat


2 20 - 40 Padat
3 10 - 20 Medium
4 5 - 10 Urai/lepas
5 <5 Sangat urai/lepas
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Material penyusun lereng berupa tanah


berbutir kasar dengan material berbutir
halus bersifat plastis (PI> 3) dan kondisi
elevasi muka air tanah yang tinggi
❑ Klasifikasi tanah berdasarkan USCS: GM,
BC, SM, SC, GW - GC, dan SP - SC.
Grafik II

No. Tanah NSPT Kepadatan Relatif

1 > 40 Sangat padat


2 20 - 40 Padat
3 10 - 20 Medium
4 5 - 10 Urai/lepas
5 <5 Sangat urai/lepas
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Material penyusun lereng berupa tanah


berbutir halus dengan material pada
lapisan di bagian bawah lereng galian
memiliki konsistensi keras
❑ Lapisan tanah keras diasumsikan sebagai
lapisan tanah yang memiliki sekurang-
kurangnya 1 nomor jenis tanah lebih
kecil dari tanah yang berada di atas
lapisan tersebut
❑ Lapisan batuan selalu diasumsikan
sebagai lapisan tanah keras
❑ Klasifikasi tanah berdasarkan USCS: ML,
MH, CL, dan CH
No. Tanah NSPT Konsistensi

1 > 30 Keras (hard)


2 15 – 30 Sangat kenyal (very stiff)
3 8 – 15 Kenyal (stiff)
4 4–8 Teguh (firm)
5 2–4 Lunak (soft)
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Material penyusun lereng berupa tanah


berbutir halus jika lapisan tanah keras
berada jauh di bawah kaki lereng galian
(> 3x tinggi lereng galian)
❑ Klasifikasi tanah berdasarkan USCS: ML,
MH, CL, dan CH

No. Tanah NSPT Konsistensi

1 > 30 Keras (hard)


2 15 – 30 Sangat kenyal (very stiff)
3 8 – 15 Kenyal (stiff)
4 4–8 Teguh (firm)
5 2–4 Lunak (soft)
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Nilai rata-rata rasio kemiringan lereng galian pada batuan dasar (batuan tidak lapuk)

Rentang Kemiringan Lereng


No. Uraian Maksimum (h:v)
Masif Rekah
1 Batuan beku:
Granit, trap, basalt, dan tufa vulkanik 0.25 : 1 hingga 0.5 : 1
2 Batuan sedimen:
i. Batu pasir dan batu gamping yang masif 0.25 : 1 hingga 0.5 : 1
ii. Batu pasir, serpih, dan batu gamping yang 0.25 : 1 hingga 0.5 : 1
berselang-seling
iii. Batu lempung dan batu lanau yang masif 0.50 : 1 hingga 0.75 : 1
3 Batu metamorfik:
i. Gneis, skis, dan marbel 0.25 : 1 hingga 0.5 : 1
ii. Slate 0.50 : 1 hingga 0.75 : 1
iii. Serpentine Penyelidikan khusus
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Material penyusun lereng berupa tanah yang homogen


➢ Tanah yang tidak memperlihatkan lapisan atau stratifikasi dari material yang
berbeda-beda
➢ Seluruh tebal lapisan tanah mempunyai sifat-sifat (gradasi, kekuatan, dll) yang
sama
➢ terdapat sedikit peningkatan kepadatan seiring dengan kedalaman akibat dari
berat material yang berada di atasnya.
➢ kemiringan atau ketinggian lereng maksimum yang diperoleh dapat langsung
digunakan, dengan sedikit penyesuaian berdasarkan pertimbangan teknis dan
pengalaman setempat.
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Material penyusun lereng berupa deposit yang berlapis-lapis


➢ Deposit yang terdiri dari lapisan-lapisan dari bermacam-macam material yang
biasanya terangkut oleh air atau angin dan terendapkan dalam lapisan yang
horizontal atau mempunyai kemiringan.
➢ Dapat berupa lapisan selang seling lempung dan pasir yang bagian dasarnya
berupa batuan dasar (bedrock), dan khasnya merupakan cekungan danau tua,
lembah sungai, dll.
➢ Ketinggian lereng desain yang stabil, didasarkan pada ketinggian dari puncak
lereng galian ke dasar lapisan yang tersingkap dari lereng yang ditinjau.
➢ Jika, material penyusun lereng adalah satu lapisan pasir yang menumpang di
atas lapisan lempung maka lereng galian lapisan lempung tidak berdasarkan
ketebalan lapisan lempung yang terekspose, tetapi berdasarkan ketinggian total
dari lereng galian.
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Material penyusun lereng berupa deposit yang berlapis-lapis


➢ Deposit yang terdiri dari lapisan-lapisan dari bermacam-macam material yang biasanya
terangkut oleh air atau angin dan terendapkan dalam lapisan yang horizontal atau
mempunyai kemiringan.
➢ Dapat berupa lapisan selang seling lempung dan pasir yang bagian dasarnya berupa batuan
dasar (bedrock), dan khasnya merupakan cekungan danau tua, lembah sungai, dll.
➢ Ketinggian lereng desain yang stabil, didasarkan pada ketinggian dari puncak lereng galian ke
dasar lapisan yang tersingkap dari lereng yang ditinjau.
➢ Jika, material penyusun lereng adalah satu lapisan pasir yang menumpang di atas lapisan
lempung maka lereng galian lapisan lempung tidak berdasarkan ketebalan lapisan lempung
yang terekspose, tetapi berdasarkan ketinggian total dari lereng galian.
➢ Deposit yang memiliki dip lebih dari 20o-30o terhadap permukaan lereng galian akan
menimbulkan permasalahan ketidakstabilan karena material dapat mengalami keruntuhan
di sepanjang batas di antara lapisan.
➢ memerlukan teknik untuk meningkatkan stabilitas, misalnya pemasangan sistem
drainase, dinding penahan.
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)
❑ Material penyusun lereng berupa tanah residual
➢ Terbentuk dari hasil proses pelapukan batuan di tempatnya berada sehingga masih
menyisakan banyak sifat-sifat struktural dan orientasi bidang perlapisan (bedding plane)
yang berasal dari batuan induknya
➢ Material ini biasanya terdiri dari tiga lapisan yang relatif jelas
➢ Lapis 1 : tanah residual
➢ gunakan grafik sesuai dengan ukuran butiran material penyusun lereng
➢ Lapis 2 : batuan lapuk
➢ Jika materialnya bersifat padat dan sistem rekahan belum berkembang dengan baik
→ Gunakan jenis tanah No 1 pada Grafik I dan Grafik II
➢ Untuk material yang lainnya → Gunakan jenis tanah No 2 atau 3 pada Grafik I dan
Grafik II
➢ Lapis 3 : batuan tidak lapuk

➢ Lereng galian pada tanah residual seringkali stabil dengan kemiringan lereng yang lebih tegak
daripada pada tanah sedimen
➢ Kemiringan lereng dapat dibuat dengan kemiringan 45o hingga 80o
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Material penyusun lereng berupa tanah residual


➢ Pada batuan yang sangat lapuk atau rekah-rekah (fractured), harus dilakukan beberapa cara
untuk menghilangkan bahaya runtuhan batuan:
➢ Rock bolting
➢ Penyuntikan (grouting) rekahan
➢ Menyediakan berm atau saluran yang lebar untuk menampung jatuhan batuan
➢ Pagar, wire mesh, atau dinding untuk menampung jatuhan batuan
➢ Shotcrete untuk mencegah batuan agar tidak lepas
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE TRANSPORT RESEARCH BOARD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(TRB, 1973)

❑ Material penyusun lereng berupa tanah tersementasi (cemented)


➢ Tufa vulkanik seringkali akan tetap stabil walaupun dengan kemiringan lereng yang
mendekati vertikal (h:v = 0.25 : 1)
➢ Peluruhan material ini terjadi jika,
➢ air (hujan atau aliran air permukaan) melarutkan atau melunakkan agen penyemenan
(cementing agent) atau
➢ proses pelapukan yang mengakibatkan butiran-butiran materialnya terlepas.
➢ Galian lereng yang mendekati vertikal akan meminimalkan permasalahan ini

❑ Desain bench/berm
➢ Jarak vertikal antar bench bergantung pada jenis material penyusun lereng : 6 m – 15 m
➢ Lebar bench : 2.5 m – 3.0 m
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE JAPAN PUBLIC WORKS RESEARCH INSTITUTE KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(PWRI, 2004)
❑ Menerapkan kemiringan lereng standar yang disusun secara empirik dengan mengasumsikan lereng galian tanpa
perkuatan, kecuali pekerjaan proteksi sederhana, misalnya pemasangan jaring-jaring atau penanaman rumput
❑ Kemiringan lereng adalah untuk lereng tunggal yang tidak mempunyai berm/bench
❑ Perbedaan antara batuan lunak dan batuan keras yang dimaksud di sini dipertimbangkan berdasarkan tingkat
kesulitan pada saat penggalian
❑ Rentang nilai kemiringan standar pada batuan lunak dan batuan keras relatif lebar
➢ penentuan kemiringan lereng batuan hanya berdasarkan pada nilai-nilai standar ini saja akan sukar karena
terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya
❑ Kemiringan lereng standar tidak boleh diterapkan pada
➢ Deposit koluvial atau batuan lapuk lanjut
➢ Batuan yang mudah lapuk
➢ Daerah yang banyak terdapat mata air
➢ Tinggi lereng galian lebih dari 15 m
❑ Batuan yang mengandung mineral monthmorilonit dalam jumlah yang besar,
➢ diperkirakan bersifat ekspansif dan mudah lapuk,
➢ lereng galian harus direncanakan mempunyai kemiringan lereng yang mampu menjamin stabilitas jangka
panjang, yaitu setelah material penyusun lereng galian telah mengalami pelapukan (parameter kuat geser
dalam kondisi residual)
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE JAPAN PUBLIC WORKS RESEARCH INSTITUTE KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(PWRI, 2004)

❑ Kemiringan lereng standar

No. Klasifikasi Tanah Ketinggian Kemiringan Lereng


Lereng Galian Galian (v:h)
1 Batuan keras 1:0.3 s.d. 1:0.8
2 Batuan lunak 1:0.5 s.d. 1:1.2
3 Pasir Tidak padat, dan 1:1.5 s.d.
bergradasi buruk
4 Tanah pasiran Padat <5m 1:0.8 s.d. 1:1.0
5 m - 10 m 1:1.0 s.d. 1:1.2
Tidak padat <5m 1:1.0 s.d. 1:1.2
5 m - 10 m 1:1.2 s.d. 1:1.5
5 Tanah pasiran Padat, atau < 10 m 1:0.8 s.d. 1:1.0
bercampur dengan bergradasi baik
10 m - 15 m 1:1.0 s.d. 1:1.2
kerikil atau massa
batuan Tidak padat, atau < 10 m 1:1.0 s.d. 1:1.2
bergradasi buruk
10 m - 15 m 1:1.2 s.d. 1:1.5
6 Tanah lempungan 0 m - 15 m 1:1.0 s.d. 1:1.2
Catatan: 7 Tanah lempungan <5m 1:1.0 s.d. 1:1.2
bercampur dengan
Lanau diklasifikasikan sebagai massa batuan atau
5 m - 10 m 1:1.2 s.d. 1:1.5

tanah lempungan bongkahan batu


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE JAPAN PUBLIC WORKS RESEARCH INSTITUTE KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(PWRI, 2004)

❑ Jika material penyusun lereng


bervariasi seiring kedalaman→
kemiringan lereng dapat dibuat
bervariasi bergantung pada material
penyusun lerengnya
❑ Berm dibuat pada bagian transisi
kemiringan lereng galian dan/atau
perubahan jenis material
❑ Kemiringan lereng tunggal dapat
diterapkan dengan menggunakan
kemiringan lereng yang paling landai
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
METODE JAPAN PUBLIC WORKS RESEARCH INSTITUTE KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(PWRI, 2004)
❑ Berm
➢ Dipasang di tengah-tengah lereng galian yang tingginya > 15 m
➢ Lebar 1m – 2 m
➢ Interval ketinggian : 5 m – 10 m bergantung pada jenis tanah/batuan penyusun lereng
➢ Kemiringan melintang : 5% - 10%
➢ Ke arah luar permukaan lereng, jika tidak dibuat fasilitas drainase
➢ Ke arah dalam permukaan lereng, jika dibuat fasilitas drainase
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
TIPIKAL POTONGAN MELINTANG LERENG GALIAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Sumber : SE Dirjen Bina Marga No. 15/SE/Db/2021

DIREKTORAT BINA TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai