Anda di halaman 1dari 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328414890

TEROPONG PENDIDIKAN MARXISME

Article · October 2018

CITATIONS READS

0 5,221

1 author:

Faqihul Muqoddam
Airlangga University
19 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Qualitative Research View project

All content following this page was uploaded by Faqihul Muqoddam on 21 October 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TEROPONG PENDIDIKAN MARXISME

Untuk memenuhi tugas UTS (Ujian Tengah Semester) Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

Dosen Pengampu:

Dra. Veronika Suprapti, MS.Ed., Psikolog

Nama:
FAQIHUL MUQODDAM

NIM:
111814253008

PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2018
TEROPONG PENDIDIKAN MARXISME

Faqihul Muqoddam
111814253008
faqihul.muqoddam-2018@psikologi.unair.ac.id

A. Dasar Filosofis
Karl Marx merupakan salah satu tokoh termasyhur yang pemikirannya masih
banyak dijadikan kerangka berpikir dan bertindak di abad modern ini. Identitas
pemikirannya masih terdapat dalam corak pemikiran yang dikenal dengan Marxisme,
yakni suatu paham sosialis dalam lingkup ekonomi dan politik yang didasarkan pada ide
Karl Marx & Friedrich Engels. Menurutnya, praktik ekonomi dan politik yang terjadi
dalam realitas sosial ini masih tidak bisa lepas dari kepentingan politik pemilik modal
atau mereka yang berkuasa. Tentu hal ini semakin menegaskan bahwa perbedaan kelas
masih rentan terjadi antara kaum yang berkuasa (pemilik modal / yang dalam pandangan
Marx terkenal dengan kaum borjuis) dan kaum proletar. Dalam struktur ekonomi, kaum
borjuis mengarah pada seseorang atau sekumpulan individu yang memiliki modal
melebihi jumlah yang dimiliki kaum masyarakat sipil (masyarakat biasa). Kekuasaan
yang dimilikinya lantas menajdi modal dalam menyudutkan atau menindas mereka yang
masih berada di bawah kelasnya. Sedangkan kaum proletar merupakan sebutan yang
ditujukan kepada individu atau sekelompok individu miskin, tidak berdaya, dan selalu
menjadi korban atas ketidakadilan yang dilakukan oleh kaum borjuis.
Marx memandang bahwa struktur sosial yang terjadi bukan dilandaskan atas
dasar rasa sosialisme (kemanusiaan), rasa kemanusiaan yang harusnya diterapkan sudah
tergusur oleh kepentingan kapitalisme yang secara implisit memberikan dampak negatif
dalam rasa sosial antar manusia. Kapitalisme tidak hanya menimbulkan ketidakadilan
(khususnya dalam ranah ekonomi), tetapi sistem tersebut juga dapat merenggut hakekat
kemanusiaan yang seharusnya dijaga satu sama lain. Pemikiran Marx masih
mendominasi struktur ekonomi politik, masih berkaitan erat dengan pola hubungan
antara pemilik modal dan kaum pekerja. Menurutnya, antara pemilik modal dan kaum
pekerja masih dibatasi oleh jurang sistem yang normatif dan mengekang mereka (kaum
pekerja) dalam praktik pekerjaannya yang tunduk kepada pemilik modal. Artinya,
mereka bekerja bukan lagi didasari atas rasa minat dan kesenangan terhadap pekerjaan
yang ditekuninya, melainkan mereka rela mengorbankan keringatnya hanya untuk
mendapatkan upah untuk bisa hidup. Di samping itu, kaum pemilik modal tidak peduli
terhadap seberapa keras pekerjaan yang dilakukan kaum proletar, yang ada di pikirannya
hanya keuntungan pribadi. Tentu praktik ini sangat tidak manusiawi (Suseno, 2013: 11).
Praktik diatas sangat dikutuk oleh kaum sosialis, kaum yang peduli terhadap pola
kemanusiaan dan menganggap semua manusia itu sama. Kaum sosialis sama-sama
memiliki pandangan bahwa kepentingan pribadi akan merusak hubungan antar manusia
di dunia ini. Karena kepentingan individu yang semakin lama semakin terbentuk akan
menggiring manusia pada egosentrisme (Suseno, 2013: 14). Oleh karena itu Karl Marx
berusaha untuk menghapus segala bentuk usaha kepentingan pribadi dalam segala aspek
global, khususnya pada dunia ekonomi politik.
Proses kapitalisme yang terjadi ditanggapi secara responsif oleh Marx. Ia
menganggap bahwa praktik yang diterapkan oleh pemilik modal tersebut sangat
fatalistik. Sebab, ia menegaskan bahwa suatu saat sistem tersebut justru akan membunuh
dan merugikan kaum pemilik modal. Mereka (kaum proletar) tidak lantas akan menerima
praktik yang merugikan ini, karena mereka suatu saat akan sadar bahwa apa yang
dialaminya tersebut perlu direkonstruksikan kembali menjadi kemenangan pihak kaum
pekerja melalui revolusi sosial. Sebuah cara satu-satunya menurut Marx yang dapat
meruntuhkan tembok tebal kapitalisme saat ini.

B. Pendidikan Perspektif Karl Marx


Pemikiran Karl Marx pada umumnya tidak hanya berfokus pada faktor ekonomi
politik saja, namun seiring perkembangannya waktu kajiannya mulai meluas ke berbagai
sektor khususnya pendidikan. Dalam perkembangannya, paradigma pemikiran Marx
dalam dunia pendidikan berasal dari teori kritis Mazhab Frankfurt, cultural studies
Inggris, serta melalui pendekatan neo-Marxian & pasca-Marxian. Beberapa pendekatan
tersebut kemudian berkembang dan berperan dalam menciptakan pendidikan sosialis
berdasarkan pemikiran utama Karl Marx, yakni pendidikan Marxisme (Kellner, 2003:
207).
Kematian Marx tidak lantas membuat pemikirannya juga menghilang dari
konstelasi pemikiran abad ini. Justru pemikirannya menjadi dasar bagi para buruh,
mahasiswa, ilmuwan, dan sebagainya dalam menciptakan suatu pola sosialisme,
khususnya dalam konteks pendidikan. Dalam perspektif Marx, ranah pendidikan sangat
rentan dijadikan sebagai ladang kapitalisme dalam memperoleh keuntungan pribadi para
pemilik modal atau oleh mereka yang berkuasa. Sebab lembaga pendidikan masih belum
memperhatikan kualitas dan tujuan pendidikan, para aktor di dalamnya masih
mementingkan keuntungan pribadi. Oleh karena itu Marx menawarkan dasar filosofis
“tidak ada perbedaan kelas” dan “sama rata sama rasa” di dalam dunia pendidikan.
Kedua dasar filosofis tersebut menyatakan bahwa dalam segala proses pendidikan tidak
ada jurang yang memisahkan antara pendidik dan peserta didik. Pendidik yang dianggap
disini mereka yang terdiri dari kepala sekolah dan jajaran guru, sedangkan peserta didik
dikhususkan pada para siswa-siswi/mahasiswa-mahasiswi yang belajar di lembaga
pendidikan. Menurutnya, pendidik dilarang merasa bahwa dirinya berada diatas para
peserta didik sehingga melegalkan segala cara dalam memperlakukan peserta didik
secara tidak manusiawi. Mereka seharusnya dapat menciptakan pola pendidikan yang
memandang bahwa peserta didik diajak untuk membuka realitas kesadaran terkait
keunikan pada masing-masing individu dan tidak menjadikan peserta didik sebagai
sumber dalam memperoleh keuntungan pribadi.
Peran peserta didik menurut Marx harus memiliki kesadaran yang dimulai dari
kesadaran pribadi menuju kesadaran kolektik para peserta didik. Sebab, kesadaran
kolektif tersebut dapat membawa mereka ke dalam pola pendidikan yang memanusiakan.
Mereka harus berani mengkritisi segala kebijakan pendidikan yang merugikan,
khususnya sekolah tempat mereka belajar. Mereka juga berhak untuk berpartisipasi
dalam pendidikan dengan cara turut serta dalam memformulasikan proses belajar di
kelas. Artinya, mereka berhak menyuarakan sesuatu yang mereka inginkan dalam proses
berjalannya pembelajaran di kelas.
Berdasarkan sila kelima dari teks pancasila, tipikal pendidikan sosialis seperti
yang ditawarkan oleh Marx sejatinya sangat cocok diterapkan di Indonesia ini. Sebab
secara implisit, penerapan tersebut menjadi impian para tokoh bangsa dalam
menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Soyomukti, 2017: 259). Hal
itu dimulai dari kebijakan pendidikan serta kurikulum yang diterapkan dalam proses
pendidikan yang seharusnya direkonstruksi ulang agar menciptakan pendidikan
demokratis dan berkeadilan. Kurikulum menjadi pembahasan yang sangat sensitif dalam
proses pendidikan, namun dalam perspektif Marx, proses pembentukan kurikulum harus
melibatkan peran peserta didik guna menerapkan metode dialogis dan kritik konstruktif
dalam menciptakan suatu revolusi dalam pendidikan.

C. Daftar Pustaka
Kellner, D. (2003). Teori Sosial Radikal. Yogyakarta: Syarikat
Soyomukti, N. (2017). Metode Pendidikan Marxis Sosialis: Antara Teori dan Praktik.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Suseno, F. M. (2013). Dari Mao ke Marcuse: Percikan Filsafat Pasca-Lenin. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai