Anda di halaman 1dari 47

SEMINAR GEOLOGI

TIPE 1A

ZONASI UJI KERAWANAN TERHADAP TSUNAMI DENGAN


METODE OVERLAY BERDASARKAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN ADIPALA,
KABUPATEN CILACAP, PROVINSI JAWA TENGAH

Sebagai salah satu syarat memenuhi Kurikulum yang berlaku pada Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Nasional
Yogyakarta

Oleh :
FIRDA WAHYOE KUSUMA WARDHANI
NIM. 410017007

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

ZONASI UJI KERAWANAN TERHADAP TSUNAMI DENGAN


METODE OVERLAY BERDASARKAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN ADIPALA,
KABUPATEN CILACAP, PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh:
FIRDA WAHYOE KUSUMA WARDHANI
NIM. 410017007

Disetujui untuk :
Program Studi Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Mineral
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta
Tanggal :

Yogyakarta, 09 Oktober 2021


Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ketua Program Studi Teknik Geologi

Ignatius Adi Prabowo, S.T., M.Si. Ignatius Adi Prabowo, S.T., M.Si.
NIK. 1973 0251 NIK. 1973 0251

ii
SARI

Tsunami adalah salah satu bencana alam yang senantiasa mengancam


penduduk yang tinggal di daerah pesisir. Walaupun jarang terjadi, namun daya
hancurnya yang besar membuat bencana tsunami ini harus diperhitungkan.
Cilacap termasuk salah satu wilayah rawan bencana tsunami yang meliputi 21
wilayah di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat
kerawanan tsunami dan hasil akhirnya membuat peta kerawanan wilayah
terhadap tsunami di pesisir Kabupaten Cilacap khususnya pada Kecamatan
Adipala. Klasifikasi kerawanan terbagi menjadi lima kelas yakni sangat rawan,
rawan, agak rawan, aman dan sangat aman menggunakan metode overlay
berdasarkan Sistem Informasi Geografi (SIG). Masing-masing parameter
diberikan bobot dan skor kerentanan. Pengolahan data kerentanan wilayah
terhadap tsunami digunakan untuk mendapatkan peta kerentanan wilayah
terhadap tsunami. Kelas sangat rawan adalah Desa Gombolharjo, Desa Bunton,
Karanganyar, Desa Glempangpasir, Desa Welahan Wetan, Desa Widarapayung
Kulon, dan Desa Wlahar, kelas rawan adalah Desa Adiredja Wetan , Desa
Penggalang, dan Desa Karang Benda, kelas agak rawan adalah Desa Pedasong,
kelas aman adalah Desa Karangsari, Desa Adiredja Kulon dan Desa Doplang dan
kelas sangat aman adalah Desa Kali Kudi. Dengan parameter-parameter yang
sudah ditentukan yaitu, jarak dari garis pantai, jarak pantai dari sumber gempa,
kelerengan topografi, ketinggian daratan, morfologi garis pantai, keberadaan
pulau penghalang, jarak dari sungai, dan keterlindungan daratan. Hampir seluruh
desa yang berada di pesisir merupakan wilayah yang sangat rendah di Kecamatan
Adipala. Secara umum, beberapa bagian wilayah pesisir yang rendah ini akan
sangat terdampak gelombang tsunami karena jarak yang sangat dekat dengan
pantai atau laut.

Kata kunci : Tsunami, SIG, Kerawan

iii
ABSTRACT

Tsunami is one of the natural disaster that constantly threaten people living
in coastal areas. Although it rarely happens, its large destructive power makes
this tsunami disaster to be reckoned with. Yogyakarta is one of the tsunami-prone
areas covering 21 regions in Indonesia. The purpose of this research is to analyze
the level of tsunami hazard and the final result is to make a map of the
vulnerability of the region to tsunamis on the coast of Cilacap Regency, especially
in Adipala District. The classification of vulnerability is divided into five classes,
namely very vulnerable, prone, somewhat prone, safe and very safe using the
overlay method based on the Geographic Information System (GIS). Each
parameter is given a weight and a vulnerability score. Data processing of
regional vulnerability to tsunamis is used to obtain maps of regional vulnerability
to tsunamis. The very vulnerable class is in the Gombolharjo village, Bunton
village , Karanganyar village, Glempangpasir village, Welahan Wetan village
Widarapayung Kulon village, and Wlahar village, the vulnerable class are
Adiredja Wetan village , Penggalang village, and Karang Benda village, the
somewhat vulnerable class is Pedasong village, the safe class are in the
Karangsari village, Adiredja Kulon village and Doplang village and the very safe
class is Kali Kudi villages. With the parameters that have been determined,
namely, the distance from the coastline, the distance from the coast from the
earthquake source, the slope of the topography, the height of the land, the
morphology of the coastline, the existence of barrier islands, the distance from the
river, and land protection. Almost all districts that are located on the coast are
very low areas in Adipala District. In general, some of these low-lying coastal
areas will be badly affected by tsunami waves due to their proximity to the coast
or the sea.
Key words: Tsunami, GIS, Hazard

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan Usulan Seminar Geologi Tipe 1 yang berjudul “Zonasi Uji
Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi
Kasus Daerah Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah”.
Proposal seminar ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengambil seminar
geologi di Program Studi Teknik Geologi, Departemen Teknik, Institut Teknologi
Nasional Yogyakarta.
Dalam kesempatan ini penyusun haturkan ucapan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis.
2. Bapak Dr. H. Ircham, M.T., selaku Rektor Institut Teknologi Nasional
Yogyakarta.
3. Bapak Dr. Ir. Setyo Pambudi., M.T., selaku Dekan Fakultas Teknik Mineral
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta.
4. Bapak Ignatius Adi Prabowo, ST., M.Si., selaku Ketua Program Studi Teknik
Geologi Institut Teknologi Nasional Yogyakarta dan selaku dosen pembimbing
seminar atas segala bimbingan, masukan dan ilmu dalam penyusunan proposal.
5. Orang Tua, Mba Ayas, Mba Della, Mas Acan, Mas Maul , Kailla, Abil dan
Billal yang senantiasa menjadi penyemangat dan tempat berkeluh kesah .
6. Hanu, Refi , Ditha, Nobel, Powerpuffgirl yang selalu menjadi support system
7. Teman – teman JABIGER dan PACIFIC.
8. Pihak-pihak lain yang telah mendukung penyusunan seminar ini.
Besar harapan penulis, semoga proposal seminar geologi ini dapat
dipertimbangkan. Penulis juga memohon dukungan, kritik dan saran dari
pembaca, demi terlaksananya seminar geologi sesuai dengan usulan ini. Akhir
kata dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan terima kasih.
Yogyakarta, 09 Oktober 2021

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
SARI ...................................................................................................................... iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................2
1.3. Batasan Masalah ....................................................................................2
1.4. Maksud dan Tujuan ...............................................................................2
1.5. Lokasi Penelitian ...................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1. Tsunami .................................................................................................4
2.2. Faktor dan Tanda-Tanda Terjadinya Tsunami ......................................5
2.3. Sistem Informasi Geografis (SIG).........................................................7
2.3.1 Komponen Dasar Sistem Informasi Geografis ............................8
2.3.2 Metode Overlay .........................................................................10
2.4. Geologi Regional Daerah Penelitian ...................................................11
2.4.1 Fisiografi Regional ....................................................................11
2.4.2 Stratigrafi Regional Daerah Penelitian ......................................12
2.5. Penentuan Parameter Yang Digunakan ...............................................15
2.5.1 Jarak Pantai Dari Sumber Gempa ..............................................16
2.5.2 Ketinggian Daratan ....................................................................16
2.5.3 Kelerengan Topografi ................................................................16
2.5.4 Jarak dari Sungai ........................................................................17
2.5.5 Keterlindungan Daratan .............................................................17

vi
2.5.6 Keberadaan Pulau Penghalang ..................................................17
2.5.7 Morfologi Garis Pantai ..............................................................18
2.5.8 Jarak Dari Garis Pantai ..............................................................18
2.5.9 DEMNAS ..................................................................................18
2.5.10Data Rupabumi Indonesia tahun 2016 ......................................19
2.5.11Data Kegempaan BMKG tahun 2018-2020 ..............................19
2.5.12Rumus Penentuan Tingkat Kerawanan Tsunami.......................19
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................21
3.1. Tahap Persiapan ..................................................................................21
3.2. Tahap Pengambilan data .....................................................................21
3.3. Tahap Analisa ......................................................................................21
3.4. Tahap Evaluasi Data............................................................................22
3.5. Hasil Akhir ..........................................................................................22
BAB IV HASIL,PEMBAHASAN DAN MITIGASI ............................................23
4.1. Hasil ....................................................................................................23
4.1.1 Ketinggian Daratan ....................................................................23
4.1.2 Jarak Dari Garis Pantai ..............................................................24
4.1.3 Kelerengan Topografi ................................................................26
4.1.4 Jarak Dari Sungai .......................................................................27
4.1.5 Jarak Pantai Dari Sumber Gempa ..............................................28
4.1.6 Morfologi Garis Pantai ..............................................................30
4.1.7 Keterlindungan Daratan .............................................................30
4.1.8 Keberadaan Pulau Penghalang...................................................30
4.2. Pembahasan .........................................................................................30
4.3. Mitigasi Bencan Tsunami ...................................................................31
BAB V KESIMPULAN .........................................................................................35
5.1. Kesimpulan..........................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................33

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi Penelitian (Sumber : Pemerintah Kabupaten Cilacap, 2011)


..........................................................................................................3
Gambar 2. 1 Proses Tsunami Akibat Gerakan Tanah(Sumber :Hamzah Latief,
2007) ............................................................................................... 5
Gambar 2. 2 Peta fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur (Bemmelen, 1949).
Kotak Merah adalah daerah penelitian. ..........................................12
Gambar 2. 3 Kerangka tektonik daerah Jawa Tengah Bagian Selatan (Sujanto
dan Roskamil, 1975).......................................................................12
Gambar 2. 4 Peta Geologi Lembar Banyumas (Asikin dkk, 1992) ....................13
Gambar 2. 5 Stratigrafi Regional Kabupaten Cilacap (Asikin dkk, 1992) .........14
Gambar 3. 1 Diagram alir metode penelitian ..................................................... 22
Gambar 4. 1 Ketinggian daratan Kecamatan Adipala ........................................ 24
Gambar 4. 2 Garis Pantai Kecamatan Adipala ....................................................25
Gambar 4. 3 Peta Kelerengan Kecamatan Adipala .............................................26
Gambar 4. 4 Peta Jarak dari Sungai Kecamatan Adipala ....................................27
Gambar 4. 5 Jarak pantai dari sumber gempa .....................................................30

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Jarak Pantai Dari Sumber Gempa (Diposaptono 2008 dalam Subardjo
dan Ario, 2015) ...................................................................................16
Tabel 2. 2 Ketinggian Daratan (Lida 1963 dalam Subardjo dan Ario, 2015) ......16
Tabel 2. 3 Kelerengan topografi (Darmawan dan Theml 2008 dalam Pangaribuan
dkk., 2019)...........................................................................................17
Tabel 2. 4 Jarak dari sungai (Hajar (2006) dalam Subardjo dan Ario, 2015) ......17
Tabel 2. 5 Keterlindungan daratan (Hajar 2006 dalam Subardjo dan Ario, 2015) ..
.............................................................................................................17
Tabel 2. 6 Keberadaan pulau penghalang (Hajar 2006 dalam Subardjo dan Ario,
2015)....................................................................................................18
Tabel 2. 7 Morfologi garis pantai (Hajar 2006 dalam Subardjo dan Ario, 2015) 18
Tabel 2. 8 Jarak Dari Garis Pantai (Bretschneider & Wybro 1976 dalam Subardjo
dan Ario, 2015) ...................................................................................18
Tabel 4.1 Uraian Arah Gempa, Jarak Gempa dan Total Nilai Akhir…………..29
Tabel 4.2 Faktor Dan lndikator Jalur Evakuasi Tsunami………………………33
Tabel 4.3 Faktor Dan lndikator Lokasi Evakuasi Tsunami…………………….33
Tabel 4.4 Faktor Dan lndikator Fasilitas Pendukung Evakuasi Tsunami……...34
Tabel 4.5 Faktor Dan Indikator Kesiapsiagaan Masyarakat…………………...34

ix
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko bencana
tertinggi di dunia (Djalante et al., 2017), hal ini salah satunya dipengaruhi oleh
letak wilayah Indonesia yang berada pada pertemuan 3 lempeng yang memiliki
aktivitas teknonik yang masif hingga saat ini, pertemuan lempeng tersebut yakni
lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia di sepanjang barat hingga
selatan Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara dan lempeng Pasifik dengan
lempeng Eurasia di utara Papua hingga Halmahera (Zakaria, 2007), dikarenakan
pertemuan lempeng tersebut menjadikan Indonesia sering mengalami bencana
tsunami (Juhadi dan Herlina, 2019). Bencana tsunami yang terjadi di Indonesia
merupakan salah satu bencana yang sangat berbahaya. Tercatat bahwa selama
periode 1629 sampai 2000 telah terjadi 108 tsunami, yang terdiri dari 98 (90,7%)
tsunami yang disebabkan oleh gempabumi, 9 (8,3%) oleh erupsi gunung api, dan
(1%) karena longsoran (Tejakusuma, 2012).

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap,


Kabupaten Cilacap merupakan daerah rawan bencana tsunami karena posisinya
sangat dekat dengan pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia
dengan jarak 150 Kilometer (Sumarwoto, 2012), di tingkat nasional Kabuaten
Cilacap merupakan satu dari tiga daerah paling rawan tsunami (Finesso, 2013).
Diantara wilayah-wilayah di Kabupaten Cilacap, beberapa kecamatan 8
berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, yakni Kecamatan Adipala,
Kecamatan Binangun dan Kecamatan Nusawungu, sementara wilayah lainnya
terhalang oleh Pulau Nusakambangan. Kecamatan Adipala dipilih menjadi lokasi
penelitian dengan pertimbangan desa tersebut berhadapan langsung dengan
Samudera Hindia, ditambah pula dengan keberadaan sungai yang meningkatkan
risiko tsunami yakni Sungai Adiraja dan Sungai Tipar dimana sebagian
wilayahnya bahkan diapit percabangan sungai tersebut.

1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Parameter apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya tsunami ?
2. Mengetahui tingkat kerawanan di Kecamatan Adipala, Cilacap ?

1.3. Batasan Masalah


Sesuai dengan judul yang dipilih maka batasan masalah dalam penyusunan
draft seminar ini akan membahas kajian mengenai Zonasi Uji Kerawanan
Terhadap Tsunami dengan Metode Overlay Berdasarkan Sistem Informasi
Geografis (SIG) di Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).

1.4. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan parameter yang
mempengaruhi kerawanan wilayah tsunami pada Kecamatan Adipala,
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Membuat kelas kerawanan tsunami
2. Mengetahui daerah kerawanan tsunami Kecamatan Adipala, Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah.

1.5. Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian berada pada Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap,
Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap terdiri dari 24 kecamatan yang meliputi 15
desa dan 969 dusun. Secara geografis terletang pada koordinat UTM -
7.667959, 109.164220 dengan luas Kecamatan 4,4887Km2.
Jarak dari Kota Yogyakarta ke lokasi penelitian (Gambar 1.1) yaitu
Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap memiliki waktu tempuh kurang lebih
3 jam 46 menit menggunakan kendaraan.

2
Kec.Adipala

Gambar 1. 1 Lokasi Penelitian (Sumber : Pemerintah Kabupaten Cilacap,


2011)

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang “tsu” berarti lautan, “nami” berarti
gelombang ombak. Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa
yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempabumi (BNPB
No.8 Tahun 2011). Menurut Bakornas PB (2007), Tsunami dapat diartikan
sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan
impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsive tersebut bisa berupa gempabumi
tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Berdasarkan analisis tektonik, pantai-
pantai yang rawan terhadap bencana tsunami di Indonesia dapat dibagi menjadi
enam kelompok berdasarkan sifat-sifat tektonik daerah yang bersangkutan
(Sudrajat, 1996), yaitu Kelompok Pantai Barat Sumatra dan Selatan Jawa,
Kelompok Pantai Nusa Tenggara Barat, Kelompok Pantai di sekitar Laut Banda,
Kelompok Pantai di Sulawesi Utara dan Maluku bagian Utara, Kelompok Pantai
di Selat Makasar yaitu pantai barat Sulawesi dan pantai timur Kalimantan Timur
dan Kelompok Pantai di Irian bagian Utara.
Tsunami merupakan peristiwa dengan frekuensi kejadian yang rendah tetapi
memiliki kekuatan destruktif yang besar, sehingga dapat mengakibatkan jumlah
korban jiwa yang tinggi dan kerusakan yang parah pada infrastruktur pesisir
(Aguirre-Ayerbe et al., 2018). Goff dan Dominey-Howes (2013) menyebutkan
bencana tsunami dapat pula disebabkan karena peristiwa meteorologi dan benda-
benda luar angkasa, sementara penyebab terjadinya tsunami yang paling umum
adalah gempa bumi. Namun tidak semua gempa tektonik berakibat pada tsunami,
kriteria gempa bumi yang dapat menyebabkan tsunami adalah sebagai berikut
(BMKG, 2012):

1) Gempa tektonik terjadi dibawah laut,

2) Kedalaman gempa kurang dari 100 Km

3) Kekuatan 7 Skala Richter atau lebih,

4) Pergerakan lempeng tektonik terjadi secara vertikal, mengkibatkan dasar

4
laut naik atau turun, dan mengangkat atau menurunkan kolom air
atasnya.

2.2. Faktor dan Tanda-Tanda Terjadinya Tsunami


Tsunami dapat dipicu oleh banyak gangguan dengan skal besar terhadap air
laut, seperti gempa bumi, gesekan antar lempeng, letusan gunung api bawah laut,
longsor yang terjadi dibawah samudera, serta tumbukan benda langit. Tsunami
terjadi apabila dasar laut bergerak dan mengalami perubahan vertikal (Hertanto,
2020). Menurut Hertanto (2020) dan Hamzah Latief (2007), faktor pemicu
terjadinya tsunami yaitu:
1. Gempa
Gempa bumi merupakan sumber terbanyak penyebab terjadinya tsunami
yaitu sebesar 72%. Pergerakan lempeng yang terjadi dapat menyebabkan
gesekan atau tumbukan antar lempeng hal ini mengakibatkan gempa. Besar
kecilnya gelombang tsunami ditentukan oleh karakteristik gempa. Gempa
yang sering menimbulkan tsunami adalah gempa dengan kekuatan 6.0 skala
Richter dengan kedalaman <60 km.Sesar aktif menimbulkan gempa dengan
luas displacement lebih dari ratusan ribu kilometer persegi juga dapat
menimbulkan tsunami Peristiwa longsornya daratan didalam atau ke dalam
laut juga dapat menyebabkan tsunami.

Gambar 2. 1 Proses Tsunami Akibat Gerakan Tanah(Sumber :Hamzah


Latief, 2007)

5
2. Jatuhnya benda luar angkasa ke laut

Tumbukan antar benda luar angkasa, misal meteor dengan permukaan


air laut dapat menyebabkan terjadinya tsunami. Namun, tsunami yang
disebabkan oleh benda luar angkasa ini kejadiannya sangat cepat dan
jarang sekali terjadi.
3. Letusan gunung api di dasar laut atau di tengah laut
Selain menyebabkan terjadinya subduksi, tumbukan antar lempeng
juga memicu terbentuknya vulkan atau gunung api. Gunung api yang
aktif dapat menyebabkan teradinya tsunami jika gunung tersebut
mengalami peristiwa vulkanisme. Peristiwa vulkanisme dapat
menyebabkan naiknya air laut sehingga dapat memicu terjadinya
tsunami.
Adapun untuk mengenali tsunami menurut Hertanto (2020), ada beberapa
ciri dari gejala alam yang terjadi, yaitu :
1. Saat terjadi gempa atau letusan gunung api, maupun longsor di dasar
laut maka air laur seketika berangsur surut dan mendadak mengalami
kenaikan dari garis pantai.
2. Biasanya diawali gempa yang kuat di dasar laut lebih dari 6.0 skala
Richter. Guncangan dapat dirasakan apabila dekat dengan pusat
gempa, atau tsunami dapat terjadi meski tidak merasakan guncangan.
3. Gelombang laut mengalami perisitiwa pasang dengan amplitudo
tinggi 30 m dan panjang gelombang hingga beberapa kilometer.
Namun ini terjadi dipantai saja, di tengah laut tidak merasakan
tsunami.
4. Saat terjadi gempa atau letusan gunung api, maupun longsor di dasar
laut maka air laur seketika berangsur surut dan mendadak mengalami
kenaikan dari garis pantai.
5. Biasanya diawali gempa yang kuat di dasar laut lebih dari 6.0 skala
Richter. Guncangan dapat dirasakan apabila dekat dengan pusat
gempa, atau tsunami dapat terjadi meski tidak merasakan guncangan.
6. Gelombang laut mengalami perisitiwa pasang dengan amplitudo

6
tinggi 30 m dan panjang gelombang hingga beberapa kilometer.
Namun ini terjadi dipantai saja, di tengah laut tidak merasakan
tsunami.
7. Saat terjadi gempa atau letusan gunung api, maupun longsor di dasar
laut maka air laur seketika berangsur surut dan mendadak mengalami
kenaikan dari garis pantai.
8. Biasanya diawali gempa yang kuat di dasar laut lebih dari 6.0 skala
Richter. Guncangan dapat dirasakan apabila dekat dengan pusat
gempa, atau tsunami dapat terjadi meski tidak merasakan guncangan.
9. Gelombang laut mengalami perisitiwa pasang dengan amplitudo
tinggi 30 m dan panjang gelombang hingga beberapa kilometer.
Namun ini terjadi dipantai saja, di tengah laut tidak merasakan
tsunami.
10. Gelombang laut bergerak cepat dengan kecepatan mencapai 500
km/jam, tergantung pada kedalaman laut dengan waktu tempuh
gelombang tsunami untuk sampai ke pantai adalah 10 hingga 30 menit
tergantung jarak episentrum terjadinya gempa dengan garis pantai.
Gelombang tersebut biasa membawa lumpur dari laut.
11. Gelombang tsunami biasanya berlapis-lapis. Setiap lapisan gelombang
memiliki panjang sekitar 150 m dan membutuhkan periode waktu
sekitar 10 detik.
12. Ada hembusan angin berbau air laut yang sangat menyengat.

2.3. Sistem Informasi Geografis (SIG)


Sistem informasi Geografi merupakan suatu sistem hasil pengembangan
perangkat keras dan perangkat lunak untuk tujuan pemetaan, sehingga fakta
wilayah dapat disajikan dalam satu sistem berbasis komputer. Sistem informasi ini
semua data yang ditampulkan bereferensi spasial (berkaitan dengan
ruang/tempat/posisi absolut) demikian pula dengan data atributnya, karena yang
membedakan sistem ini dengan sistem informasi lainnya terletak di aspek
spasialnya (kaitan dengan ruang), semua data dapat dirujuk lokasinya diatas peta

7
yang menjadi peta dasarnya. Ketelitian lokasi data ditentukan oleh sumber
petanya dengan segala aspeknya antara lain skala, proyeksi, tahun pembuatan, saat
pengambilan (untuk citra satelit), koreksi geometris dan lain sebagainya. Menurut
Prahasta (2001) Sistem Informasi Geografis merupakan sistem yang berbasis
komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-
informasi geografi khususnya data spasial.
Salah satu unggulan pertama SIG adalah terletak pada kemampuan untuk
mendapatkan informasi-informasi yang tidak terprediksi sebelumnya. Penggunaan
SIG terutama untuk pengelolaan sumberdaya alam, yang menyangkut
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian sumberdaya alam dan lingkungan
hidup (Prahasta, 2001).
Secara umum SIG terdiri dari sub sistem berikut ini :
1. Data masukan (input data) : Subsistem ini bertugas untuk
mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari
berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggung jawab dalam
mengkonversi atau mentranformasikan format-format data aslinya ke
dalam format yang dapat digunakan oleh SIG
2. Data keleuaran (Output Data) : Subsistem ini menampilkan atau
menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian data baik dalam bentuk
softcopy maupun dalam hardcopy seperti tabel, grafik, dan peta.
3. Data Manajamene : Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial
maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga
mudah dipanggil, diupdate, dan diedit.
4. Data Manipulasi dan Analisis : Subsistem ini menentukan informasi-
informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, Subsistem ni juga
melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan
informasi yang diharapkan.

2.3.1 Komponen Dasar Sistem Informasi Geografis


a. Hardware
Sistem Informasi Geografis memerlukan spesifikasi komponen

8
hardware atau perangkat keras yang sedikit lebih tinggi dibanding
spesifikasi komponen sistem informasi lainnya. Hal tersebut disebabkan
karena data-data yang digunakan dalam SIG, membutuhkan ruang
penyimpanan yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan
memori yang besar dan processor yang cepat. Beberapa perangkat yang
sering digunakan dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) yaitu: Personal
Computer (PC), Mouse, Digitizer, Printer, Plotter, dan Scanner.
b. Software
Software atau perangkat lunak adalah program komputer yang dibuat
khusus yang memiliki kemampuan pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan,
analisis dan penayangan data spasial. Adapun merk perangkat lunak ini
cukup beragam, misalnya Arc/Info, ArcView, ArcGIS, Map Info, TNTMips
(MacOS, Windows, Unix, Linux tersedia), GRASS, Knoppix GIS dan lain-
lain. Sebuah software SIG haruslah menyediakan fungsi dan tool yang
mampu melakukan penyimpanan data, analisis, dan dapat menampilkan
informasi geografis.
c. Data Spasial
Data spasial adalah data yang bereferensi geografis atas representasi
obyek di bumi. Data spasial pada umumnya berdasarkan peta yang berisikan
interprestasi dan proyeksi seluruh fenomena yang berada di bumi.
Fenomena tersebut berupa fenomena alamiah dan buatan manusia. Pada
awalnya, semua data dan informasi yang ada di peta merupakan representasi
dari obyek di muka bumi.Sesuai dengan perkembangan, peta tidak hanya
merepresentasikan objek-objek yang ada di muka bumi, tetapi berkembang
menjadi representasi objek diatas muka bumi (di udara) dan di bawah
permukaan bumi.
Pemrosesan data spasial pengelolaan, pemrosesan dan analisa data
spasial biasanya bergantung dengan model datanya.Pengelolaan,
pemrosesan dan analisa data spasial memanfaatkan pemodelan SIG yang
berdasar pada kebutuhan dan analitiknya. Analitik yang berlaku pada
pemrosesan data spasial seperti overlay, clip, intersect, buffer, query, union,

9
merge; yang mana dapat dipilih ataupun dikombinasikan. Pemrosesan data
spasial seperti dapat dilakukan dengan teknik yang disebut dengan
geoprocessing (ESRI, 2002), pemrosesan tersebut antara lain:
1. overlay adalah merupakan perpaduan dua layer data spasial,
2. clip adalah perpotongan suatu area berdasar area lain sebagai referensi,
3. intersection adalah perpotongan dua area yang memiliki kesamaan
karakteristik dan kriteria,
4. buffer adalah menambahkan area di sekitar obyek spasial tertentu,
5. query adalah seleksi data berdasar pada kriteria tertentu,
6. union adalah penggabungan atau kombinasi dua area spasial beserta
atributnya yang berbeda menjadi satu,
7. merge adalah penggabungan dua data berbeda terhadap fitur spasial,
8. dissolve adalah menggabungkan beberapa nilai berbeda berdasar pada
atribut tertentu. Pengelolaan, pemrosesan dan analisa data spasial
biasanya bergantung dengan model datanya. Pengelolaan, pemrosesan
dan analisa data spasial memanfaatkan pemodelan SIG yang didasarkan
pada kebutuhan dan analitiknya. Analitik yang berlaku pada
pemrosesan data spasial seperti overlay, clip, intersect, buffer, query,
union, dan merge.

2.3.2 Metode Overlay


Metode overlay merupakan prosedur penting dalam analisis Sistem
Informasi Geografis (SIG). Overlay memiliki kemampuan menempatkan grafis
satu peta di atas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar
komputer atau plot. Overlay menampilkan suatu peta digital pada peta digital
yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya
yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. Overlay secara
sederhana disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer
untuk digabungkan secara fisik (Darmawan dkk., 2017).

10
2.4. Geologi Regional Daerah Penelitian
2.4.1 Fisiografi Regional
Secara fisiografi menurut Bemmelen (1949), Jawa Tengah terbagi menjadi
tujuh jalur fisiografi dari utara ke selatan, sebagai berikut:
1. Dataran Aluvial Jawa Utara
2. Antiklinorium Rembang dan Madura
3. Zona Depresi Randublatung
4. Antiklinorium Kendeng (Pegunungan Kendeng)
5. Zona Pusat Depresi Jawa (Zona Solo, Subzona Ngawi)
6. Busur Vulkanik Kuarter
7. Pegunungan Selatan.
Menurut Bemmelen (1949), daerah penelitian termasuk dalam fisiografi
jalur Depresi Sentral. Daerah Cilacap dan sekitarnya merupakan daerah dataran
rendah pesisir yang dipengaruhi oleh aktivitas tektonik dari Lempeng Eurasia
dan Lempeng Indo-Australia yang berada di sebelah selatan daerah ini.
Aktivitas tektonik tersebut membentuk Tinggian dan Rendahan yang secara
tidak langsung menjadi pembatas daerah Cilacap dan sekitarnya (Gambar 2.3).
Tinggian dan rendahan yang berkembang di sekitar Kota Cilacap adalah
Tinggian Besuki, Rendahan Citanduy, dan Tinggian Gabon yang berada dan
membentang di sebelah barat daya serta barat laut Kota Cilacap (Sujanto dan
Roskamil, 1975). Kota Cilacap terletak pada Rendahan Citanduy yang dibatasi
oleh Tinggian Gabon di selatan, Tinggian Besuki di utara, dan Rendahan Kroya
di timur (Sujanto dan Roskamil, 1975). Daerah tersebut banyak diisi oleh
sedimen darat dan sedimen laut (Simanjuntak, T, 1979; Untung dan Yato,
1978).

11
Fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur pada Gambar 2.2 dibawah sebagai
berikut.

Gambar 2. 2 Peta fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur (Bemmelen,


1949). Kotak Merah adalah daerah penelitian.

: Daerah Penelitian

Gambar 2. 3 Kerangka tektonik daerah Jawa Tengah Bagian Selatan


(Sujanto dan Roskamil, 1975)

2.4.2 Stratigrafi Regional Daerah Penelitian


Stratigrafi regional daerah kabupaten Cilacap disusun oleh beberapa
Formasi. Formasi batuan tertua pada kabupaten Cilacap adalah Formasi Gabon
berupa batuan hasil kegiatan gunung api yang terdiri dari breksi gunung api
dengan fragmen andesit, basal, dan tuf. Kemudian Formasi Kalipucang yang
terdiri dari batu gamping terumbu. Selanjutnya Formasi Pamutuan yang terdiri
dari batu pasir, napal, tuf, batulempung, dan batu gamping. Setelah Formasi
Pamutuan, diendapkan Anggota breksi Formasi Halang dan Formasi Halang itu

12
sendiri yang merupakan sedimen turbidit, disusun oleh perselingan batu pasir,
batu lempung, napal, dan tuf dengan sisipan breksi. Formasi batuan terakhir
penyusun daerah penelitian adalah endapan Kuarter aluvium dan endapan pantai
berupa lempung, lanau, pasir, kerikil, dan kerakal. Endapan tersebut dapat
ditemukan di dataran rendah Cilacap dengan lingkungan pengendapan estuari,
pematang pantai, dan lagoon (Praptisih et al., 2001). Endapan Kuarter tersebut
yang dominan menyusun daerah penelitian. Stratigrafi regional Cilacap pada peta
geologi lembar Banyumas di bawah ini yaitu pada Gambar 2.4 sebagai berikut.

Gambar 2. 4Peta Geologi Lembar Banyumas (Asikin dkk, 1992)


Sebaran formasi pada lokasi penelitian sebagai berikut:
1. Aluvium (Qa) endapan pantai berupa lempung, lanau, pasir, kerikil,
dan kerakal. Endapan tersebut dapat ditemukan di dataran rendah
Cilacap.

13
Stratigrafi regional daerah penelitian di tandai kotak merah pada Gambar 2.5
berikut:

Gambar 2. 5Stratigrafi Regional Kabupaten Cilacap (Asikin dkk, 1992)

Ragam formasi di Kabupaten Cilacap diurutkan dari bawah ke atas, yaitu


yang berwarna tua hingga muda sebagai berikut:
a. Formasi Gabon
Formasi Gabon tersusun oleh breksi gunungapi, lava andesit, tuff,
lapilli dan material laharik berumur Miosen Awal dan Oligosen Akhir.
Matriks tufa banyak yang terubah menjadi tras dan bentonit. Intrusi andesit
(Tma), berumur Miosen Awal- Tengah dijumpai pada Formasi Gabon
yang diperkirakan sebagai sumber bijih besi (Asikin dkk., 1992).
b. Formasi Kalipucang
Formasi Kalipucang tersusun oleh batugamping foraminifera dengan
sisipan tipis napal. Fromasi Kalipucang berumur Miosen Tengah
berdasarkan zonasi Blow (1969) dari beberapa fosil seperti Globorotalia
fohsi, Globorotalia siakensis, dan Globigerinoides subquadratus.
c. Formasi Pamutuan
Formasi Pamutuan tersusun oleh batupasir, kalkarenit, napal, tuf,

14
batulempung, dan batugamping. Namun di beberapa tempat, Formasi
Pamutuan didominasi oleh kalkarenit dan batugamping klastika berselingan
dengan napal. Formasi Kalipucang ini terendapkan pada umur Miosen
Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal yang tebalnya
diperkirakan mencapai 150 meter (Supriatna dkk., 1992).
d. Formasi Halang
Formasi Halang tersusun oleh perselingan batu pasir, batu lempung,
napal, dan tuf dengan sisipan breksi. Formasi Halang merupakan batuan
sedimen jenis turbidit dengan struktur sedimen yang jelas seperti perlapisan
bersusun, konvolut laminasi, seruling dan lain-lain. Ketebalan formasi ini
seluruhnya mencapai 2400 meter. Fosil ini berupa fosil moluska, koraldan
foraminifera. Berdasarkan fosilfosil yang ditemukan dalam formasi, maka
umur formasi halang ini adalah Miosen Akhir (Kastowo, 1975).
e. Aluvium
Endapan alluvium pantai menutupi bagian pesisir selatan wilayah
Kabupaten Cilacap. Endapan alluvium yang menempati bagian utara daerah
penelitian terdiri atas lanau, lempung, pasir, kerikil, kerakal; serta material
batuan hasil erosi Pegunungan Karangbolong yang diendapkan melalui
aliran beberapa sungai ke daerah tersebut. Adapun endapan alluvium pantai
yang menempati bagian selatan daerah penelitian terdiri atas pasir yang
terpilah baik-sedang dan sangat lepas yang menunjukkan kesan perlapisan
dimana ditemukan sumberdaya bahan galian pasir besi (Herman, 2005).

2.5. Penentuan Parameter Yang Digunakan


Pada penentuan parameter ini digunakan ada delapan parameter yang
diantaranya jarak pantai dari sumber gempa, ketinggian daratan, kelerengan
topografi, jarak dari sungai, keterlindungan daratan, keberadaan pulau
penghalang, morfologi garis pantai, jarak dari garis pantai. Kemudian data
DEMNAS, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tahun 2016, dan data Kegempaan
data dari BMKG tahun 2018-2020.

15
2.5.1 Jarak Pantai Dari Sumber Gempa
Jarak pantai dari sumber gempa terbagi menjadi tiga kelas. Tabel 2.1 di
dalam tabel tersebut terdapat tinggi dengan satuan meter, skor, bobot dan total
skor. Berikut tabel jarak pantai dari sumber gempa.
Tabel 2. 1 Jarak Pantai Dari Sumber Gempa (Diposaptono 2008 dalam
Subardjo dan Ario, 2015)
No Jarak (km) Skor Bobot Total
skor
1 0-150 1 10 10
2 151-260 2 10 20
3 >260 3 10 30

2.5.2 Ketinggian Daratan


Ketinggian daratan memiliki lima kelas, diantaranya parameter, skor, bobot,
dan total skor untuk masing-masing kelas ketinggian daratan. Pada Tabel 2.2
sebagai berikut.
Tabel 2. 2Ketinggian Daratan (Lida 1963 dalam Subardjo dan Ario, 2015)

No Parameter Skor Bobot Total skor


1 0-5 1 15 1
5
2 6-10 2 15 3
0
3 11-15 3 15 4
5
4 16-20 4 15 6
0
5 >20 5 15 7
5

2.5.3 Kelerengan Topografi


Kelerengan topografi memiliki empat kelas, pada tabel di bawah disebutkan
lereng dalam %, jenis lereng, skor, bobot dan total skor. Dapat dilihat pada Tabel
2.3 berikut.

16
Tabel 2. 3 Kelerengan topografi (Darmawan dan Theml 2008 dalam
Pangaribuan dkk., 2019)
No Lereng (%) Jenis Lereng Skor Bobot Total
skor
1 8 Landai 1 10 10
2 8-25 Agak miring 2 10 20
3 25-40 Miring 3 10 30
4 >40 Curam 4 10 40

2.5.4 Jarak dari Sungai


Jarak dari sungai memiliki enam kelas. Pada tabel di bawah disebutkan
klasifikasi jarak dalam satuan meter, skor, bobot dan total skor untuk masing-
masing jarak. Dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2. 4Jarak dari sungai (Hajar (2006) dalam Subardjo dan Ario, 2015)
No Jarak (m) Skor Bobot Total
skor
1 0-450 1 10 10
2 451-900 2 10 20
3 901-1350 3 10 30
4 1351-1800 4 10 40
5 1801-2250 5 10 50
6 >2250 6 10 60

2.5.5 Keterlindungan Daratan


Keterlindungan daratan memiliki dua kelas. Pada tabel di bawah
terdapat skor, bobot dan total skor. Dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.

Tabel 2. 5Keterlindungan daratan (Hajar 2006 dalam Subardjo dan Ario,


2015)

No Keterlindungan Daratan Skor Bobot Total skor


1 Terbuka/Terlindung 1 15 15
2 Terlindung 3 15 45

2.5.6 Keberadaan Pulau Penghalang


Keberadaan pulau penghalang memiliki tiga kelas. Pada tabel di bawah
tertera skor, bobot dan total skor untuk masing-masing kelas. Dapat dilihat pada
Tabel 2.6 berikut.

17
Tabel 2. 6 Keberadaan pulau penghalang (Hajar 2006 dalam Subardjo d an
Ario, 2015)
No Keberadaan Pulau Penghalau Skor Bobot Total
skor
1 Tidak ada 1 10 10
2 Ada dengan ukuran kecil 2 10 20
3 Ada dengan ukuran besar 3 10 30

2.5.7 Morfologi Garis Pantai


Morfologi garis pantai memiliki dua kelas. Pada tabel di bawah tertera skor,
bobot dan total skor untuk masing-masing kelas. Tabel 2.7 sebagai berikut:
Tabel 2. 7 Morfologi garis pantai (Hajar 2006 dalam Subardjo dan Ario,
2015)
No Bentuk garis pantai Skor Bobot Total
skor
1 Pantai berteluk 1 10 10
2 Pantai tidak berteluk 2 10 20

2.5.8 Jarak Dari Garis Pantai


Jarak dari garis pantai memiliki lima kelas. Pada tabel dibawah terdapat
skor, bobot dan total skor untuk masing-masing kelas. Tabel 2.8 sebagai berikut:
Tabel 2. 8 Jarak Dari Garis Pantai (Bretschneider & Wybro 1976 dalam
Subardjo dan Ario, 2015)
No Jarak (m) Skor Bobot Total
skor
1 >556 1 20 20
2 557-1.400 2 20 40
3 1.401-2.404 3 20 60
4 2.405-3.528 4 20 80
5 >3.528 5 20 100

2.5.9 DEMNAS

Data DEMNAS diunduh pada website https://tides.big.go.id merupakan data


citra yang disediakan oleh badan informasi geospatial (BIG) Indonesia sebagai
data yang dapat digunakan masyarakat/user untuk mendapatkan informasi cinta
lidar yang dapat digunakan sebagai analisis pemberdayaan lingkungan dan atau
analisis sumberdaya. DEM Nasional dibangun dari beberapa sumber data meliputi

18
data IFSAR (resolusi 5 m), TERRASAR-X (resolusi 5 m) dan ALOS PALSAR
(resolusi 11,25 m), dengan menambahkan data Masspoint hasil stereo-
plotting. Resolusi spasial DEMNAS adalah 0.27-arcsecond atau 8 m dan akurasi
vertikal Linear Error 90% (website tides.big.go.id dalam teguh 2019). Dalam
penelitian ini data DEMNAS dilakukan ekstraksi untuk mendapatkan data
ketinggian daratan dan kemiringan lahan, morfologi garis pantai, keterlindungan
dataran, keberadaan pulau penghalang.

2.5.10 Data Rupabumi Indonesia tahun 2016


Data rupabumi Indonesia yang biasa disingkat RBI ini dapat di unduh di
website https://tides.big.go.id data yang digunakan berupa batas administrasi,
inprastuktur, tatagunalan pada tahun 2016. Dalam penelitian ini data RBI
dilakukan ekstraksi untuk mendapatkan data jarak dari garis pantai, dan data jarak
dari sungai.

2.5.11 Data Kegempaan BMKG tahun 2018-2020


Aktivitas kegempaan yang terjadi di area laut bagian selatan, diasumsikan
sebagai faktor penyebab terjadinya tsunami, data gempa dua tahuan terahir
(Januari 2018–Oktober 2020) digunakan sebagai parameter analisis kerawanan
terhadap tsunami dapa daerah penelitian, data gempa yang diunduh di website
BMKG kegempaan dan diekstraksi untuk mendapatkan data intensitas lokasi
dominan gempabumi, dan intensitas besar magnitudo.

2.5.12 Rumus Penentuan Tingkat Kerawanan Tsunami

Rumus yang digunakan untuk mencari nilai rentangan skor untuk kelas
kerawanan. Hasil dari perhitungan yang didapatkan merupakan hasil akhir
tingkat kerawanan tsunami. Perhitungannya didapatkan dari total skor tertinggi
dan terendah, jumlah total skor tertinggi dikurangi jumlah total skor terendah
dibagi dengan jumlah kelas kerawanan atau dapat ditulis sebagai berikut :

19
𝛴(𝑏𝑖 𝑥 𝑠𝑖) max − 𝛴(𝑏𝑖 𝑥 𝑠𝑖)𝑚𝑖𝑛
𝑅𝑠 = ...... (2,1)
5

Keterangan :
Rs = Rentang Skor
Bi = Bobot pada tiap kriteria
Si = Skor pada tiap kriteria

20
BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tahap Persiapan


Tahapan ini digunakan sebagai data pendukung lapangan yang berupa
pengumpulan semua hasil studi dari peneliti terdahulu dengan beberapa literatur
mengenai geologi regional Kulon Progo serta semua studi tentang daerah
penelitian.

3.2. Tahap Pengambilan data


Tahapan pengambilan data dalam penelitian ini yaitu:
1. Persiapan peta-peta dan data pendukungnya, kemudian dilaksanakan
image processing;
2. Ekstraksi data spasial dari citra, DEM, RBI (Rupa Bumi Indonesia), data
gempa BMKG dan data data pendukung lainnya.

3.3. Tahap Analisa


Tahapan analisa data dalam penelitian ini yaitu:
1. Pengolahan data peta digital dan data citra satelit dilakukan dengan
bantuan komputer dan perangkat lunak (software). Input data yang diolah
berupa peta digital dan data citra satelit.
2. Ekstraksi dilakukan mula-mula dengan mengklasifikasikan semua
keberadaan faktor-faktor yang mempengaruhi tsunami sebagai informasi
yang akan di overlay. Informasi tersebut diperoleh dari pengolahan citra
satelit, data DEM, peta rupa bumi, dan data pendukung lainnya dengan
menggunakan bantuan software. Hasil ekstraksi tersebut dimasukkan ke
basis data untuk dilakukan analisis spasial untuk menghasilkan peta
tingkat kerawanan bencana tsunami.
3. Dalam menunjang sistem analisis komputer, maka semua masalah harus
disajikan dalam suatu bentuk model matematis agar dapat memberikan
gambaran tentang sistematika yang jelas. Pemodelan matematis yang
dipakai dalam pendefinisian masalah dapat dilakukan dengan model
pembobotan. Sistem pemberian bobot dan skor untuk setiap parameter

21
dan klasifikasi.
4. Dalam penentuan daerah kerawanan bencana tsunami, dilakukan dengan
melaksanakan metode tumpang susun (overlay method) dan permodelan
data. Metode tumpang susun atau overlay method dilakukan dengan
menggabungkan data grafis parameter-parameter yang mempengaruhi
tsunami untuk menghasilkan daerah rawan tsunami.

3.4. Tahap Evaluasi Data


Tahap evaluasi data ini dilakukan untuk penentuan zonasi uji kerawanan
tsunami dengan metode overlay berdasarkan Sistem Informasi Geografis (SIG).

3.5. Hasil Akhir


Tahapan ini merupakan tahapan akhiran dari penelitian dengan keluaran
berupa Peta Kerentanan Tsunami. Kerangka penelitian ditunjukan pada Gambar
3.1 berikut.

Gambar 3. 1Diagram alir metode penelitian

22
BAB IV
HASIL , PEMBAHASAN DAN MITIGASI
4.1. Hasil
Ekstraksi data dilakukan pada semua parameter yang kemudian diubah
menjadi peta tematik dan dilakukan metode overlay (tumpang tindih peta).
Adapun data hasil ekstraksi sebagai berikut:

4.1.1 Ketinggian Daratan


Menurut Subardjo dan Ario (2015), ada lima kelas ketinggian run up
tsunami menurut dari lima kelas tersebut akan menentukan wilayah pesisir yang
mungkin terkena tsunami. Dengan wilayah ketinggian yang rendah akan
berpotensi besar terkena tsunami dibanding dengan wilayah yang datarannya
tinggi. Hampir sepanjang pantai selatan di Kecamatan Adipala memiliki
ketinggian bervariasi. Ketinggian daratan di Kecamatan Adipala terdiri dari
daerah-daerah yang rendah di wilayah pesisir hingga daerah tinggian di sekitar
pegunungan. Dataran rendah yang berada di dekat pantai jelas mempunyai tingkat
kerawanan paling tinggi terhadap bencana tsunami. Pada klasifikasi kelas yang
berwarna hijau tua yang memiliki ketinggian daratannya yang paling rendah yakni
kurang dari 2m , kemudian yang berwarna hijau muda memiliki ketinggian
daratan 2m sampai dengan 6m dan pada warna kuning kehijauan yang memiliki
ketinggian 6m sampai dengan 13m dan pada klasifikasi yang berwarna kuning
yang memilik ketinggian datarannya dari 13m sampai dengan 20m . Pada keempat
kelas klasifikasi tersebut masih digolongkan tidak aman karena ketinggian
daratannya relatif datar. Dan kelas yang sangat aman adalah warna oren dengan
ketinggian datarannya yaitu 20m sampai dengan 55m dan yang berwarna merah
memiliki nilai ketinggian daratan dari 55m sampai dengan 129m yang
menandakan bahwa daerah dengan ketinggian tersebut sangat aman pada daerah
kecamatan Adipala. Semakin tinggi daratan maka semakin kecil akan terkena
gelombang tsunami. Ketinggian daratan Kecamatan Adipala digambarkan pada
peta, dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

23
Gambar 4.1 Ketinggian daratan Kecamatan Adipala

4.1.2 Jarak Dari Garis Pantai


Pada klasifikasi jarak dari garis pantai terdapat lima kelas pembagian
menurut Bretschneider dan Wybro (1976) dalam Petrus dan Ario (2015). Dari
hasil klasifikasi ini dapat diketahui bahwa jangkauan tsunami untuk masing
masing tinggi run up di daerah Kecamatan Adipala. Daerah yang memiliki jarak
yang kurang dari 556 meter termasuk pada klasifikasi zona paling rawan
dari jangakauan gelombang tsunami, sedangkan pada daerah yang

24
memiliki jarak lebih dari 3.528 meter masuk pada zona sangat aman dari
jangkauan gelombang tsunami. Jarak dari garis pantai memiliki 5 kelas
klasifikasi yakni pada warna merah yang memiliki jarak <556 ,warna oren
dengan jarak 556m – 1.400m , warna kuning dengan jarak 1.400m - 2.404m ,
kemudian dengan warna hijau muda dengan jarak 2.404m – 3.528m dan warna
hijau tua yang memiliki jarak dari garis pantai 3.528 meter yang masuk pada
zona sangat aman. yang tertera pada peta jarak dari garis pantai pada Gambar
4.2 berikut.

Gambar 4. 2 Garis Pantai Kecamatan Adipala

25
4.1.3 Kelerengan Topografi
Pada klasifikasi kelerengan topografi ada empat kelas kelerengan menurut
Darmawan dan Theml (2008) dalam Pangaribuan, dkk (2019). Sebagian besar
wilayah pada kecamatan Galur mempunyai kelerengan topografi kurang dari 8%
yang berarti datar dan 8%-25% landai. Pada dua kelas tersebut sangat rawan
sekali oleh gelombang tsunami ditambah daerah yang dekat pesisir akan sangat
mudah gelombang tsunami menerjang daerah pesisir tersebut. Kelerengan
topografi memiliki beberapa kelas digambarkan pada Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4. 3 Peta Kelerengan Kecamatan Adipala

26
4.1.4 Jarak Dari Sungai
Klasifikasi ini menjelaskan tingkat kerawanan bencana tsunami pada suatu
daerah berdasarkan jauh dekatnya daerah tersebut dari sungai. Kelas jarak dari
sungai terdiri dari enam kelas klasifikasi. Sungai besar yang ada pada sekitar
Kecamatan Adipala yaitu adalah sungai serayu dan sungai Bengawan. Daerah
yang berada dekat dengan sungai akan sangat rawan juga terkena tsunami terlihat
pada peta jarak dari sungai yang berwarna merah adalah daerah yang dekat
dengan sungai berdasarkan klasifikasi masuk pada kelas kurang dari 450 meter.
Jarak dari sungai terdapat beberapa kelas, digambarkan pada peta Gambar 4.4
berikut.

Gambar 4. 4 Peta Jarak dari Sungai Kecamatan Adipala

27
4.1.5 Jarak Pantai Dari Sumber Gempa
Klasifikasi ini dapat diketahui dengan cara mengklasifikasikan jarak daerah
penelitian dengan sumber penyebab gempa. Pada daerah penelitian kecamatan
Adipala terdapat kelas jarak pantai dari sumber gempa. Hal ini disebabkan karena
posisi daerah penelitian kecamatan Adipala ini berada sangat dekat dengan laut
lepas yang dimana pantai selatan adalah salah satu pertemuan lempeng. Jadi
apabila ada tektonik pada sekitar laut pantai selatan dengan kekuatan gempa yang
cukup besar, maka bisa saja terjadi tsunami.
Pada parameter jarak pantai dari sumber gempa menggunakan klasifikasi
Diposaptono, 2008 dalam Petrus (2015), dapat diketahui bahwa jarak dari pantai
dari sumber gempa memiliki nilai skor rata-rata 693 km. Selanjutnya analisis arah
gempa pada Gambar 4.5 terdapat 18 titik gempa yang letaknya di tengah laut
dengan beragam arah. Garis coklat muda adalah jarak gempa, garis warna hitam
adalah batas derajat arah gempa dan kotak merah adalah daerah penelitian. Bisa
dilihat beragam jenis titik gempa dan jarak gempa ada yang dekat dengan pantai
dan ada juga yang sangat jauh dari pantai.
Tabel 4.1 adalah tabel jarak pantai dari sumber gempa. Pada arah gempa
90o-135o ada delapan titik gempa, titik gempa tersebut masing-masing mempunyai
nilai jarak gempa. Pada titik 1 jarak gempa adalah 271 km dari pantai, dan titik
gempa 2 mempunyai jarak gempa 418 km dari pantai, titik gempa 3 mempunyai
jarak gempa 400 km dari pantai, titik gempa 4 mempunyai jarak 455 km dari
pantai, titik gempa 5 mempunyai jarak 348 km dari pantai, titik gempa 6
mempunyai jarak 237 km dari pantai, titik gempa 7 mempunyai jarak 275 km dari
pantai, dan titik gempa 8 mempunyai jarak 191 km dari pantai. Selanjutnya pada
arah gempa 135o-180o terdapat satu titik gempa yang mempunyai jarak gempa 463
km dari pantai. Selanjutnya pada arah gempa 180o-225o ada 4 titik gempa. Pada
titik 1 jarak gempa adalah 336 km dari pantai, pada titik 2 memiliki jarak 79 km
dari pantai, kemudian pada titik 3 memiliki jarakn 186 km dari pantai dan pada
titik 4 memiliki jarak 147 km dari pantai. Dan terakhir arah 225o-270o mempunyai
5 titik gempa. Titik gempa yang pertama mempunyai jarak gempa 261 km dari

28
pantai, titik gempa kedua mempunyai jarak gempa 114 km dari pantai, titik gempa
ketiga memiliki jarak 308 km dari pantai, titik gempa keempat memiliki jarak 144
km dari pantai dan titik gempat yang terakhir berjakrak 204 km dari pantai. Dari
angka yang sudah di ketahui kita dapat menyimpulkan bahwa
Nilai total akhir dari jarak pantai dari sumber gempa ini adalah
menujumlahkan hasil dari tiap titik gempa (18 titik gempa) dibagi dengan jumlah
arah (4 arah gempa) maka didapati hasil akhirnya 693 km. Data yang
dikumpulkan adalah data gempa kurun waktu dua tahun, dari tahun 2018 sampai
2020 yang diunduh melaluiweb resmi BMKG–Earthquake Repository
repogempa.bmkg.go.id.
Berikut merupakan jarak pantai dari sumber gempa. Pada tabel terdapat
arah gempa, jarak gempa, dan total nilai akhir. Tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4. 1 Uraian arah gempa, jarak gempa, dan total nilai akhir

Arah Jarak Gempa (Km) Total


Gempa
(°) 1 2 3 4 5 6 7 8

90-135 271.16 418.53 400.71 455.93 348.34 237.45 275.99 191.53


2,599.64
135-180 463.22 - - - - - -
463.22
180-225 336.3 79.977 186.81 147.78 - - -
750.87
225-270 261.31 114.78 308.21 144.63 204.98 -
1,033.91
Rata-rata
693.87

Gambar dibawah menunjukkan persebaran titik gempa dan jarak sumber


gempa dari pantai yang ditandai dengan garis kuning. Dibawah adalah jarak
pantai dari sumber gempa. Gambar 4.5 sebagai berikut.

29
Gambar 4. 5 Jarak pantai dari sumber gempa
4.1.6 Morfologi Garis Pantai
Pada klasifikasi ini adalah menentukan bahaya tingkat tsunami di
Kecamatan Adipala dan pada daerah penelitian ini pantainya tidak berteluk karena
garis pantai lurus.

4.1.7 Keterlindungan Daratan


Pada klasifikasi ini terdapat dua kelas yaitu kelas terlindung dan kelas tidak
terlindung/terbuka. Pada kelas tidak terlindung/terbuka merupakan wilayah yang
berhadapan langsung dengan pesisir pantai atau laut didepannya. Dan kelas
terlindung adalah wilayah yang tidak berhadapan langsung dengan pesisir pantai
atau laut misalnya dengan adanya bukit sebagai penghalangnya.

4.1.8 Keberadaan Pulau Penghalang


Pada klasifikasi ini dilihat dari adanya suatu keberadaan pulau yang dapat
melindungi dan hantaman gelombang tsunami secara langsung atau tidak. Karena
di daerah penelitian tidak ditemukan pulau penghalang maka klasifikasi ini tidak
dipakai dan tidak ada nilai dan skor bobotnya.

4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan Sistem Informasi Geografis

30
menggunakan metode overlay, maka didapatkan hasil lima klasifikasi tingkat
kerawanan bencana tsunami yaitu,daerah sangat rawan, rawan, agak rawan, aman,
sangat aman. Semakin dekat wilayah dari pesisir pantai atau sumber tsunami
semakin besar tingkat kerawanannya begitu pula sebaliknya apabila wilayah jauh
dari sumber tsunami maka tingkat kerawanannya semakin kecil.
Berdasarkan bobot yang diberikan untuk setiap parameter diperoleh total
skor tertinggi dan terendah. Jumlah total skor tertinggi dikurangi jumlah total skor
terendah dibagi dengan jumlah kelas kerawanan maka akan diperoleh nilai
rentangan skor kerawanan. Rumus yang digunakan (seperti yang disajikan pada
persamaan 2.1) sebagai berikut (Subardjo dan Ario, 2015):
𝛴(𝑏𝑖 𝑥 𝑠𝑖) max − 𝛴(𝑏𝑖 𝑥 𝑠𝑖)𝑚𝑖𝑛
𝑅𝑠 = ...... (2,1)
5

Keterangan :
Rs = Rentang Skor
Bi = Bobot pada tiap kriteria
Si = Skor pada tiap kriteria

4.3 Mitigasi Bencana Tsunami

Kecamatan Adipala yang merupakan lokasi studi adalah salah satu


kecamatan di Kabupaten Cilacap yang paling rentan terhadap ancaman bencana
tsunami. Kecamatan ini berada di pesisir Kota Cilacap dan memiliki kepadatan
penduduk yang relatif tinggi. Atas dasar pertimbangan tersebut, kecamatan ini
dijadikan lokasi prioritas pengembangan sistem evakuasi tsunami di Kabupaten
Cilacap. Semakin tinggi aktivitas manusia di kawasan permukiman perkotaan
pada kawasan pesisir, semakin tinggi pula risiko kawasan permukiman tersebut
terhadap bencana tsunami. Oleh sebab itu sistem evakuasi di kawasan rawan
bencana tsunami perlu dikembangkan untuk mengantisipasi berbagai
kemungkinan terburuk apabila bencana tsunami terjadi. Pasca terjadinya tsunami
yang terjadi pada tahun 2006, pemerintah Kabupaten Cilacap termasuk salah satu
pemerintah daerah yang paling aktif dalam merencanakan sistem evakuasi dari

31
bahaya tsunami. Upaya tersebut di antaranya berupa pengembangan : jalur
evakuasi, lokasi evakuasi, bangunan evakuasi, infrastruktur pendukung evakuasi
dan kesiapsiagaan masyarakat.
Langkah-langkah mitigasi yang harus dilakukan meliputi :
1.Identifikasi lokasi rawan bencana tsunami. Tahapan ini menghasilkan nilai
indeks risiko suatu lokasi terhadap ancaman bahaya tsunami. Tingkat risiko
suatu daerah terhadap bencana tsunami secara umum didasarkan pada cakupan
genangan dan ketinggian air laut dengan karakteristik sosio-demografi warga
yang tinggal di lokasi tersebut (BNPB, 2012).
2.Pengembangan sistem peringatan dini (early warning system). Di Indonesia,
INA-TEWS (Indonesian Tsunami Early Warning System) merupakan sistem
peringatan dini terhadap bencana tsunami untuk wilayah pantai barat Pulau
Sumatera dan pantai selatan Pulau Jawa yang di kendalikan oleh Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), beroperasi penuh sejak 2008.
Sistem ini mengintegrasikan berbagai peralatan sensor (seismisitas, GPS, buoy,
dan tide gauges) yang dipasang di laut Hindia, dan menyampaikan informasi
yang diperoleh dari pemodelan dan database tsunami serta data geospasial
(BNPB, 2012).
3.Evakuasi darurat. Dalam upaya mengurangi potensi korban jiwa akibat bencana
alam perlu penerapan konsep comprehensive emergency management (FEMA,
2005). Kesiapsiagaan terhadap bencana dan tanggap darurat adalah dua elemen
penting CEM dalam konsep evakuasi darurat. Dalam kontek Disaster Function
Management merinci konsep evakuasi darurat ini menjadi : transmisi peringatan
evakuasi dan arahan (diperlukan sebelum evakuasi) bimbingan evakuasi dan
rute (diperlukan selama evakuasi) serta tempat evakuasi (diperlukan setelah
proses evakuasi).
Menurut Tammina dan Chouinard (2012), sistem evakuasi tsunami dibagi
ke dalam lima aspek yaitu jalur evakuasi, lokasi evakuasi,bangunan evakuasi,
fasilitas pendukung evakuasi dan siapsiagaan masyarakat.
Faktor-faktor penentu sistem evakuasi tsunami berikut indikatornya dapat
diuraikan sebagai berikut.

32
1. Jalur Evakuasi Tsunami
Berikut ini merupakan faktor-faktor penentu dan indikator jalur evakuasi
bencana tsunami (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Faktor Dan lndikator Jalur Evakuasi Tsunami


No Faktor Indikator
1. Menjauhi garis pantai • Menghindari melewati jembatan
• Memanfaatkan jalur eksisting
2. Aksesibilitas • Menuju jalan dengan lebar yang lebih besar agar tidak
terjadi bottle neck
• Menghidari hambatan atau rintangan
• Pergerakan massa setiap blok diarahkan agar tidak
tercampur dengan blok lainnya untuk menghindari
kemacetan
• Dilarang parkir kendaraan di jalan sehingga tidak
terjadi penumpukan atau kemacetan di jalan utama
3. Pemanfaatan ruang • Tidak terjadi arus balik saat evakuasi
4. Menuju kawasan tinggi • Menuju kawasan tinggi
5. Orientasi bangunan • Pintu darurat bangunan tidak mengarah ke pantai

2. Lokasi Evakuasi Tsunami


Berikut ini merupakan faktor-faktor penentu dan indikator lokasi evakuasi
bencana tsunami (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Faktor Dan lndikator Lokasi Evakuasi Tsunami


No Faktor Indikator
1. Lokasi • Tidak dekat badan air yang terhubung dengan air laut
2. Populasi • Dekat dengan kawasan populasi tinggi
3. Aksesibilitas • Waktu tempuh kurang dari waktu gelombang tsunami
pertama sampai di pantai
• Mudah diakses baik pada siang atau malam hari
4. Topografi kawasan • Berada pada kawasan dengan ketinggian lebih dari
gelombang tsunami pertama sampai dipantai
5. Orientasi bangunan • Pintu masuk berada di depan jalur evakuasi

3. Fasilitas Pendukung Evakuasi Tsunami


Berikut ini merupakan faktor-faktor penentu dan indikator fasilitas
pendukung evakuasi tsunami (Tabel 4.4).

33
Tabel 4.4 Faktor Dan lndikator Fasilitas Pendukung Evakuasi Tsunami
No Faktor Indikator
1. Gambaran umum • Lokasi rawan tsunami
• Topografi lokasi rawan
• Potensi sosial bencana di lokasi rawan tsunami

2. Sistem peringatan dini : • INA-TEWS system


sirine • Shine
3. Fasilitas rute evakuasi : • Peta jaringan jalan
rambu evakuasi • Rambu evakuasi
• Lampu-lampu
4. Fasilitas tempat evakuasi : • Lokasi
Escope Hill, Shelter

5. Kawasan hijau atau hutan • Mangrove


Mangrove • Kawasan hijau
6. Sabuk hijau (green belt) • Deskripsi umum
7. Sea wall - levee - coastal • Lokasi
embankment - coastal • Deskripsi umum
defence • Coastal defence

4. Kesiapsiagaan Masyarakat
Berikut ini merupakan faktor-faktor penentu dan indikator kesiapsiagaan
masyarakat.
Tabel 4.5 Faktor Dan Indikator Kesiapsiagaan Masyarakat
No Faktor Indikator
1. Kualitas kelembagaan • Kapasitas teknik kelembagaan dalam
penanggulangan bencana
2. Kejelasan pembagian tanggung • Ada tidaknya kerangka hukum dan kebijakan
jawab nasional/lokal dengan tanggung jawab
eksplisit yang ditetapkan untuk semua
jenjang pemerintahan
3. Keberadaan sistem peringatan dini • Ada tidaknya keberadaan peringatan dini

4. Penerapan strategi untuk • Ada tidaknya penerapan strategi untuk


membangun kesadaran seluruh membangun kesadaran seluruh komunitas
komunítas
5. Informasi tentang bahaya tsunami • Ada tidaknya informasi tentang bahaya
kepada masyarakat tsunami kepada masyarakat

34
BAB V KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Parameter yang dapat mempengaruhi terjadinya stunami yaitu Gempa
yang sering menimbulkan tsunami adalah gempa dengan kekuatan 6.0
skala Richter dengan kedalaman <60 km, longsornya daratan didalam
atau ke dalam laut , Jatuhnya benda luar angkasa ke laut, dan letusan
gunung api di dasar laut atau di tengah laut.
2. Diketahui daerah sesuai dengan tingkat kerawanan tsunami di
Kecamatan Adipala yaitu Desa Gombolharjo, Desa Bunton,
Karanganyar, Desa Glempangpasir, Desa Welahan Wetan, Desa
Widarapayung Kulon, dan Desa Wlahar merupakan daerah sangat
rawan tsunami, sedangkan pada Desa Adiredja Wetan , Desa
Penggalang, dan Desa Karang Benda merupakan daerah rawan tsunami,
Desa Pedasong merupakan daerah agak rawan tsunami, Desa
Karangsari, Desa Adiredja Kulon dan Desa Doplang merupakan daerah
aman tsunami, dan Desa Kali Kudi merupakan daerah sangat aman
tsunami.

35
DAFTAR PUSTAKA
Aguirre-Ayerbe, I., Martínez Sánchez, J., Aniel-Quiroga, Í., González-Riancho,
P., Merino, M., Al-Yahyai, S., … Medina, R. 2018. From Tsunami Risk
Assessment to Disaster Risk Reduction – The Case of Oman. Natural
Hazards and Earth System Sciences, 18(8), 2241–2260.
Asikin, S., Handoyo, A., Prastistho, B., 1992. Peta Geologi Lembar Banyumas,
Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB). 2007.
Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia.
Jakarta Pusat: Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
Blow, W.H., 1969, Late Middle Eocene to Recent planktonic foraminiferal
biostratigraphy
BMKG. 2012. Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami InaTEWS. Bmkg
(Edisi ke D). Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2010. National Guideline :
Tsunami Risk Assessment for Indonesia. Jakarta : Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2012. Masterplan
Pengurangan Risiko Bencana Tsunami. Jakarta : Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).
BNPB. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 8
tahun 2011 tentang Standarisasi Data Kebencanaan. Yogyakarta: Badan
Nasional Penanggulangan Bencana; 2011.

Darmawan, H., Hani’ah., dan Suprayogi, A. 2017. Analisis Tingkat


Kerawanan Banjir di Kabupaten Sampang Menggunakan Metode
Overlay Dengan Scoring Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal
Geodesi Undip, Vol. 6, No. 1, pp. 31-40.
Djalante, R., Garschagen, M., Thomalla, F., & Shaw, R. 2017. Introduction:
Disaster Risk Reduction in Indonesia: Progress, Challenges, and Issues
(hal. 1–17).

36
Federal Emergency Management Agency (FEMA). 2005. Tsunami Hazards
FEMA Coastal Flood Hazard Analysis and Mapping Guidelines Focused
Study Report. California, Amerika Serikat : FEMA.
Federal Emergency Management Agency (FEMA). 2008. Guidelines for Design
of Structures for Vertical Evacuation from Tsunamis. California, Amerika
Serikat : FEMA
Finesso, G. M. 2013. Cilacap Peringkat Ketiga Daerah Paling Rawan Tsunami -
Kompas. Diambil 24 Maret 2019, dari
https://regional.kompas.com/read/2013/01/15/17382638/Cilacap.Peringkat
.K etiga.Daerah.paling.Rawan.Tsunami
Goff, J., & Dominey-Howes, D. 2013. Tsunami. Treatise on Geomorphology,
(December 2015), 204–218.

Hertanto, H.B. 2020. Membuka Tabir Tsunami. Deepublish, Yogyakarta.


Juhadi, Hernila, M., Kurniawan, E., & Tryhatmoko, E. 2019. Disaster Mitigation
Learning Literacy Towards Earthquake And Tsunami Based On Lamban
Langgakh Local Wisdom For Student At School. International Journal of
GEOMATE.
Latief, H. 2007. Mengenal Bahaya Tsunami Dan Upaya Mitigasinya. Workshop
Pemodelan Tsunami, Ristek
Prahasta, Eddy. (2001), Konsep – Konsep Dasar Sistem Informasi Geografi,
Informatika, Bandung.
Subardjo, P, dan Ario, R. 2015. Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG) di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten
Bantul, Yogyakarta. Jurnal Kelautan Tropis September 2015 Vol.
18(2):82–97 ISSN 0853-7291.
Sumarwoto. 2012. Cilacap di Bawah Bayang-Bayang Bencana Tsunami -
ANTARA Jateng. Diambil 24 Maret 2019, dari
http://183.182.92.148/detail/cilacap-di-bawah-bayangbayang-
bencanatsunami.html
Sujanto, F.X., dan Roskamil, 1975, The Geology and Hidrocarbon Aspects Of
The South Central Java, Indonesia Association of Geologist (IAGI),

37
Bandung.

Tejakusuma I G. 2008. Analisis Pasca Bencana Tsunami Ciamis - Cilacap .Jurnal


Sains dan Teknologi Indonesia. 10 (2). 78-83.
van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia, Volume I A. The Hague
Martinus Nijhoff. Netherland.
Zakaria, Z. 2007. Aplikasi Tektonik Lempeng. Bulletin of Scientific Contribution,
5(2), 123–131.
https://tides.big.go.id
https://cilacapkab.go.id/

38

Anda mungkin juga menyukai