Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PELEDAKAN

STUDI KASUS

Disusun Oleh :

1. JEFFRY CANDRA SURANTA S (112200002)


2. RIZKY FEBRYANTO (112200009)
3. LAODE MUSAPRIL U (112200011)
4. DONI FERDYANAN (112200018)
5. FERNANTI ARYA SAPUTERA (112200058)
6. NAUFAL NIDA (112200125)
7. MEDINA AZAHRA (112200126)
8. RADITYA AJILUHUR (112200146)

LABORATORIUM TEKNIK PELEDAKAN


PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN

ACARA VII
STUDI KASUS

SENIN / 28 NOVEMBER 2022


SESI I / 19.00 WIB

Disusun Oleh :
JEFFRY CANDRA SURANTA SEMBIRING
112200002

Disetujui untuk Praktikum Teknik Peledakan


Laboratorium Teknik Peledakan
Program Sarjana
Program Studi Teknik Pertambangan
Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Tanggal Pengesahan : Desember 2022


Asisten Praktikum Asisten Praktikum

(Rezky Aditya Langkadja) (Marchellinus Kevin Bagaskara)


112190007 112190056
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya. Laporan ini disusun
agar mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar teknik peledakan beserta aplikasi
teknik peledakan dalam dunia pertambangan.
Dengan telah tersusunnya laporan ini, maka saya selaku penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Raden Hariyanto, M.T., selaku Kepala Laboratorium Teknik
Peledakan TA. 2021/2022, Program Sarjana Program Studi Teknik
Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran”
Yogyakarta.
2. Dr. Ir. Singgih Saptono, M.T., sebagai dosen pengampu mata kuliah
Teknik Peledakan.
3. Rezky Aditya Langkadja dan Marcellinus Kevin Bagaskara , selaku
Asisten Laboratorium Teknik Peledakan dan Asisten Laboratorium
lainnya yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama
praktikum.
Penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan
kedepan. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermandaat dan memberikan ilmu
bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 8 Desember 2022


Penyusun

Jeffry Candra Suranta S


112200002

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pegunungan Kulon Progo tersusun atas batuan yang berumur Eosen
sampai Miosen (van Bemmelen, 1949).Urutan stratigrafi batuan dari tua ke muda
adalah Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Formasi Jonggrangan, Formasi
Sentolo dan Endapan Alluvial. Beberapa peneliti lain menamakan Formasi
Andesit Tua sebagai Formasi Kebo Butak (Rahardjo dkk, 1977) atau Formasi
Kulon Progo dengan Anggota Ijo (Suroso dkk., 1986) dan Kompleks volkanik
Progo dengan Formasi Kaligesing/Formasi Dukuh (Pringgoprawiro dan Riyanto,
1988)
Andesit mempunyai sifat massive dan keras sehingga untuk produksi perlu
dilakukan penanganan dengan pemberaian massa batuan. Pemberaian massa
batuan dilakukan dengan pemboran dan peledakan. Kegiatan pemboran lubang
ledak merupakan salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam suatu
operasi peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah lubang
ledak yang nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakan.
Salah satu kunci keberhasilan pencapaian target pembongkaran dapat dilihat dari
jumlah lubang ledak dan kedalaman lubang ledak yang berhasil dibuat dalam
periode waktu kerja yang ditetapkan (Putri, 2017).
Kelancaran operasi peledakan tergantung pada kegiatan pemboran yang
dilakukan. Kegiatan pemboran dipengaruhi oleh kinerja alat bor, sifat-sifat batuan
yang di bor, serta kemampuanoperator dalam melakukan pemboran, sehingga
perlu dilakukan suatu kajian terhadap kemampuan produksi alat bor (Supratman,
2017).

1.2 Keadaan Umum

Rizki Febryanto / 112200009 / Studi Kasus 1


Lokasi penelitian studi kasus ini terletak di IUP PT Perseroan Kecamatan
Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk luasan
IUP dari PT Perseroan ini sebesar 87,4433 Ha dengan komoditas batu andesit.
Kecamatan Kokap sendiri berbatasan langsung dengan Kecamatan Grimulyo
di utara, Kecamatan Temon di selatan, Kecamatan Pengasih di timur, dan
Kabupaten Purworejo di barat. Lokasi penelitian ini berada 46,5 Km dengan
estimasi waktu tempuh 1 Jam 24 menit dari Kampus I Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

1.3 Keadaan Geologi


Kulonprogo merupakan batas barat dari dataran rendah
Yogyakarta, sebuah daerah pegunungan dan perbukitan yang tersusun atas
batuan volkanik dan batuan sedimen yang memiliki rekaman struktur
geologi yang panjang. Kehadiran batuan sediman tua berumur Eosen,
batuan volkanik berumur Oligosen-Miosen, batuan sedimen karbonat
berumur Miosen di Kulonprogo kemungkinan di kontrol oleh struktur-
struktur geologi tertentu.
Berdasarkan kajian intepretasi struktur geologi dari Peta Citra yang
dilakukan Widagdo, dkk (2016), daerah Pegunungan Kulon Progo terbagi
atas beberapa arah kelurusan struktur geologi. Arah kelurusan tersebut
didelineasi berdasarkan arah kelurusan punggungan bukit, lembah sungai
yang diintepretasi dikontrol oleh tektonik (Gambar 2). Secara dominan,
kelurusan yang mengontrol daerah Pegunungan Kulon Progo memiliki
arah utara – selatan dan baratlaut – tenggara. Daerah penelitian termasuk
yang dipengaruhi oleh adanya kelurusan arah baratlaut – tenggara.

Rizki Febryanto / 112200009 / Studi Kasus 2


Secara fisiografi Pulau Jawa dibagi menjadi 7 bagian :
1. Pusat depresi Jawa dan Zona Randublatung
2. Antiklinorium Bogor – Serayu utara – Kendeng
3. Dataran aluvial Jawa utara
4. Pematang dan Dome pusat depresi
5. Pegunungan Selatan
6. Antiklinorium Rembang – Madura
7. Gunung api Kuarter
Secara regional daerah penelitian termasuk dalam Jalur Pematang
dan Dome pada Pusat Depresi. Disebelah timur berbatasan langsung
dengan dataran Purworejo. Pematang dan Dome pada Pusat Depresi ini
disusun oleh dua kelompok besar batuan yaitu batuan vulkanik dan batuan
karbonat, dengan jurus perlapisan relatif berarah barat-timur dengan
kemiringan ke selatan. Stratigrafi Sebaran batuan di kulon Progo dikontrol
oleh struktur tubuh gunung api dan struktur sekunder berupa sesar. Secara
regional tatanan stratigrafi di wilayah Kabupaten Kulonprogo ditempati
oleh batuan-batuan berumur dari Eosen hingga Kuarter.
Formasi Nanggulan
Penyusun batuan dari formasi Nanggulan terdiri dari Batupasir
dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit,
sisipan napal dan Batugamping, batupasir dan tuff serta kaya akan fosil
foraminifera dan moluska. Diperkirakan ketebalan formasi ini adalah 300
meter .Formasi Nanggulan didominasi struktur geologi yang berkembang
adalah sesar yang berarah dengan pola Meratus dan pola Jawa .
Formasi Kaligesing atau Formasi Andesit Tua
Formasi ini dicirikan oleh adanya batuan volkanik klastik tebal,
yang teridiri dari breksi volkanik (laharik), dengan sisipan lava andesit dan
batupasir tufaan. Bagian bawah dicirikan oleh perselingan breksi andesit
dan lava andesit. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan atas hubungan
stratigrafi dengan dua satuan batuan yang mengapitnya, karena tidak
mengandung fosil penunjuk umur, sehingga diperkirakan berumur
Oligosen Akhir – Miosen Awal, diendapkan pada lingkungan darat,
berupa endapan lahar yang terpilah buruk dalam matrik relatif halus dan

Rizki Febryanto / 112200009 / Studi Kasus 3


kadang-kadang nampak perlapisan berangsur dan perlapisan sejajar.
Berdasarkan penanggalan radiometri K-Ar berumur Eosen akhir – Miosen
awal (42,73 ± 97,8 – 15,30 ± 0,88) juta tahun yang lalu. Di beberapa
tempat terjadi mineralisasi oleh intrusi batuan beku dan menghasilkan
cebakan mineral.
Formasi Dukuh
Formasi Dukuh disusun oleh selang-seling batugamping bioklastik,
batupasir sedang sampai kerikilan, batulempung, breksi dan konglomerat,
mengandung banyak koral, bryozoa, pelecypoda, gastropoda, dan
foraminifera. Formasi ini selaras diatas Anggota Seputih Formasi
Nanggulan, bersilang jari atau kontak sesar dengan formasi selaras
diatasnya Formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo. Formasi
Jonggrangan Formasi Jonggrangan dicirikan oleh batugamping terumbu
dengan hadirnya koral, moluska, foram besar, batugamping klastik dan
sisipan napal tipis yang mengandung foram plankton dan bentos, Bagian
bawah dari Formasi Jonggrangan ini terdiri dari Konglomerat yang
ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan
lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi batugamping koral.
Formasi Sentolo
Formasi ini pada bagian bawah berupa napal pelagis dan sisipan
batugamping, sedang bagian atas dominan batulempung yang banyak
mengandung foram plankton, bentos, dan foram besar, berumur dan
merupakan endapan laut dangkal hingga laut terbuka dalam. Formasi
Sentolo di bagian bawah, terdiri dari Aglomerat dan Napal, semakin ke
atas berubah menjadi Batugamping berlapis dengan fasies neritik.
Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan umur yang sama
dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur Formasi
Sentolo adalah lebih muda. Di kabupaten kulonprogo formasi ini tersebar
seluas 2.840.890 Ha.
Aluvium
Aluvium disusun oleh material lepas berukuran lempung, pasir,
kerikil dan kerakal yang merupakan endapan sungai, pantai dan rawa,

Rizki Febryanto / 112200009 / Studi Kasus 4


berumur Holosen. Satuan ini menindih secara tak selaras formasi yang
lebih tua lainnya.

Rizki Febryanto / 112200009 / Studi Kasus 5


BAB II
GEOTEKNIK

2.1.Akusisi Data
Berikut merupakan akusisi data yang digunakan untuk kajian geoteknik
Tabel 2.1 Koordinat WIUP
No.
Latitude Longitude
Titik
1 -7.839008549 110.1224047
2 -7.849477614 110.1223827
3 -7.849468957 110.1182426
4 -7.846950162 110.1182479
5 -7.846945415 110.1159851
6 -7.845312787 110.1159885
7 -7.845310143 110.1147307
8 -7.841873371 110.114738
9 -7.84187158 110.1138862
10 -7.838990728 110.1138923

Tabel 2.2 Target Produksi

Grup Produksi Ton Per Tahun


1 1,600,000
2 1,800,000
3 2,000,000
4 2,200,000
5 2,400,000
6 2,600,000
7 2,800,000
8 3,000,000
9 3,200,000
10 3,400,000
11 3,600,000
12 3,800,000
13 4,000,000
14 4,200,000

Jeffry Candra Suranta S / 112200002 / BAB II 1


Tabel 2.3 Tabel has Tabel Hasil Pengujian Batu Andesit

2.2.Analisis Geoteknik
Analisis geoteknik bertujuan untuk mendapatkan factor keamanan dari
jentang yang timbur karna adany deformasi dari batuan,prinsip dasarnya
batuan pada suatu lereng akan selalu mencari titik kesetimbangan. Jika suatu
batuan sudah tidak dapat menahan pembebanan dari bobot batuan itu sendiri
maka akan terjadi runtuhan atau longsoran,maka dari itu perlu dilakukan
kajian geoteknik dalam suatu lereng tambang,berikut merupakan section
lereng yang akan dianalisis dan direkomendasi geometri dari lereng ini
sesuai dengan target produksi dan FK sesuai Kempen 1827/2018

Jeffry Candra Suranta S / 112200002 / BAB II 2


Gambar 2.1 Section jenjang target produksi

Gambar 2.2 Geometri Sayatan jenjang target produksi

Gambar 2.3 bentuk permukaan awal dan gambaran dari rekomendasi lereng setelah
peledakan

Jeffry Candra Suranta S / 112200002 / BAB II 3


Gambar 2.4. Rekomendasi geometri lereng

Gambar 2.3. Analisis Fk Pada Rekomendasi Lereng

Dari hasil kajian geoteknik didapatkan rekomendasi untuk lereng yaitu crest 20 meter, toe
30 meter single slope 9 derajat, Overall Slope 6 derajat ,dengan hal ini didapatkan FK dari
lereng yaitu 2.663. Dimana dengan FK sedemikian sudah dapat dikatakan lereng ini aman.
Kasus Ini tidak di buat kritis mendekati Fk 1 dikarenakan batu andesit yang akan kita
tambang sudah memenuhi volume target per peledakan yaitu 18.000 Ton / 3 Hari dimana
dengan volume peledakan ini diperkirakan sudah memenuhi target produksi.Selain itu kita
juga memperhitungkan dari alat muat yang akan digunakan, apabila dengan keadaan
jenjang terlalu tinggi tidak banyak opsi alat yang dapat kita gunakan,setelah kajian
geoteknik dilakukan, alat muat dari Komatsu Pc Tipe apapun Bisa digunakan untuk
memuat material hasil pembongkaran karna jangkauan yang terbilang tidak dalam, namun
direkomendasikan untuk memilih Komatsu Pc 200 karena dianggap lebih murah dan
spesifikasi yang dimiliki sudah cukup untuk melakukan pemuatan di daerah yang telah
direkomendasikam

Jeffry Candra Suranta S / 112200002 / BAB II 4


2.3.Rekomendasi Penggalian
Rekomendasi penggalian yang di dapat direkomendasikan ialah
menggunakan peledakan dikarenakan material batuan yang terbilang massif dan
keras dimakan untuk pembongkaran dengan alat mekanis akan sulit dilakukan
dan dianggap kurang efisien ,telah di klasifikasi berdasarkan sifat fisik batuan
yang dimiliki kedalam table kriteria penggalian, semua table menunjukkan
bahwa rekomendasi yang bisa dilakukan ialah melalui peledakan.

Jeffry Candra Suranta S / 112200002 / BAB II 5


BAB III
PERALATAN DAN PERLENGKAPAN

3.1. Peralatan
Peralatan yang digunakan pada peledakan elektrik yaitu :
a. Circuit Tester

Gambar 3.1.
Circuit Tester

3.2. Perlengkapan
Perlengkapan yang digunakan pada peledakan elektrik yaitu :
a. Dinamit / dodol
b. Detonator Listrik
c. Lead Wire
d. Leg Wire
e. Connecting Wire

Jeffry Candra Suranta S / 112200002 / BAB II 6


Gambar 3.2. Gambar 3.3.
Dinamit / dodol Detonator Elektrik

Gambar 3.4. Gambar 3.5.


Lead Wire Shotgun

Gambar 3.6.
Blasting Machine

Jeffry Candra Suranta S / 112200002 / BAB II 7


BAB IV
RENCANA PEMBONGKARAN

4.1. Pengeboran
Kegiatan pengeboran perlu memperhatikan sistem tambang itu sendiri.
Sistem yang digunakan yaitu sistem tambang terbuka dengan metode quarry, yaitu
sistem tambang terbuka yang diterapkan untuk menambang endapan bahan galian
industri. Dalam sistem tambang terbuka, pola pengobaran yang digunakan pada
studi kasus ini adalah pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi
dalam satu baris lebih besar dibanding burden. Pola ini digunakan karena lebih
mudah dalam menentukan titik yang akan dibor, karena spasi dan burden tidak
sama sehingga penempatan alat bor tidak membutuhkan waktu yang lama. Selain
itu, pengaturan waktu tunda pola bujur sangkar adalah V delay, sehingga hasil
peledakan terkumpul pada suatu tempat tertentu. Pola pengeboran rectangular
pattern dengan posisi lubang ledak vertical (tegak) agar pemborannya lebih mudah,
akurat dan waktu pemboran relative cepat.

Gambar 3.1.
Pola Pemboran Rectangular Pattern

4.2. Metode Peledakan


Metode peledakan yang digunakan yaitu peledakan non elektrik. Peledakan
ini pada prinsipnya adalah suatu sistem peledakan beruntun tanpa menggunakan
listrik (non electric delay system). Tujuan metode ini antara lain ialah
menghilangkan bahaya akibat pemakaian listrik dalam peledakan dan menggurangi
efek noise di permukaan.

Doni Ferdynan / 112200018 / Studi Kasus 1


4.3. Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang ledak
dalam satu baris dengan lubang ledak pada baris berikutnya ataupun antara lubang
ledak yang satu dengan lubang ledak lainnya. Pola peledakan secara umum dibagi
menjadi dua, yaitu berdasarkan urutan waktu peledakan dan berdasarkan arah
runtuhan batuannya . Berdasarkan arah runtuhan batuan, Peledakan yang diterapkan
adalah peledakan non-elektrik dengan pola peledakan yaitu box cut. Hal ini karena
asumsi yang digunakan yaitu pola peledakan untuk pertama kali pada bidang datar
yang hanya memiliki satu bidang bebas, yaitu permukaan yang bersentuhan
langsung dengan udara ke arah vertikal. Pola peledakan ini bertujuan untuk
menghasilkan bongkahan awal seperti kotak (box) dengan control row di tengah-
tengah membagi dua rangkaian.

Gambar 3.2.
Pola Peledakan Box Cut
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
dinginkan, maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan besaran-
besaran geometri peledakan. Adapun perhitungan geometri peledakan ini mengacu
pada rancangan menurut R. L. Ash (1967). Karena pada rancangan menururt R. L.
Ash hasil perhitungan dengan tersebut harus dicoba di lapangan untuk memperoleh
gambaran dan perubahan kearah geometri yang lebih mendekati kondisi
sesungguhnya. Percobaan di lapangan dilakukan dengan cara trial dan error sampai
diperoleh geometri peledakan optimal.

Doni Ferdynan / 112200018 / Studi Kasus 2


4.4. Pembongkaran
4.4.1. Peledakan Produksi
Peledakan jenjang atau yang biasa disebut dengan bench blasting adalah
peledakan memakai lubang bor vertikal atau hampir vertikal. Lubang bor diatur
dalam satu deretan atau beberapa deretan sejajar atau kearah bidang bebas
(freeface). Target produksi PT. Perseroan per tahun sebesar 1.800.000 ton. Pada
studi kasus ini digunakan asumsi dalam satu bulan berlaku 25 hari kerja efektif,
sehingga target produksi harian sebesar 6.000 ton. Kegiatan peledakan dilakukan
setiap 3 hari sekali, sehingga dalam satu kali peledakan harus menghasilkan volume
peledakan untuk produksi 3 hari, kurang lebih sebesar 18.000 ton untuk setiap
peledakan. Dengan demikian untuk mencapai target produksi dalam satu tahun, PT.
Perseroan harus melakukan peledakan sebanyak 100 kali. Adapun asumsi
peledakan setiap 3 hari sekali adalah mempertimbangkan efek peledakan yang
ditimbulkan agar minimal, menghemat cost persiapan peledakan, dan pertimbangan
cuaca.

Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang


dinginkan, maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan besaran-
besaran geometri peledakan. Adapun perhitungan geometri peledakan ini mengacu
pada rancangan menurut R. L. Ash (1967) dan C.J. Konya (1990). Baik R. L. Ash
maupun C.J. Konya, keduanya mengajukan rumusan-rumusan empirik yang dapat
digunakan sebagai pedoman dalam rancangan awal suatu peledakan batuan. Akan
tetapi dalam pelaksanaannya, hasil perhitungan dengan tersebut harus dicoba di
lapangan untuk memperoleh gambaran dan perubahan kearah geometri yang lebih
mendekati kondisi sesungguhnya. Percobaan di lapangan dilakukan dengan cara
trial dan error sampai diperoleh geometri peledakan optimal.

Adapun parameter input dalam perhitungan geometri peledakan sebagai berikut.


Diameter lubang ledak (De) = 4,5 inchi
Target produksi = 18.000 ton per peledakan (3 hari)
Bobot isi batuan (SGr) = 2,48 gr/cm3 = 154.821 lb/cuft
SGr std = 160 lb/cuft
Bobot isi bahan peledak (SGe) untuk ANFO = 0,85 gr/cm3
SGe std = 1,2 gr/cm3

Doni Ferdynan / 112200018 / Studi Kasus 3


Stv = 100
Kecepatan peledakan (VoD) untuk ANFO = 11.480 fps
VoD std = 12000 fps
L (tinggi jenjang) = 10 m
Berat primer Anzomex Power Plus Boosters = 200 gram

Adapun koreksi disesuaikan dengan keadaan di lapangan sebagai berikut.


Koreksi terhadap jumlah baris (Kr) = 0,9
Koreksi terhadap posisi lapisan batuan (Kd) = 1,0
Koreksi terhadap struktur geologi (Ks) = 1,1
Koreksi burden (Kb std) = 30
Koreksi spasi (Ks) =2
Koreksi stemming (Kt) = 0,8
Koreksi subdrilling (Kj) = 0,3
Koreksi kedalaman lubang ledak (Kh) = 3,6

Adapun berdasarkan hasil perhitungan geometri peledakan, diperoleh hasil


geometri peledakan yang mirip. Akan tetapi pada studi kasus ini dipilih rancangan
geometri menurut C.J. Konya. Meskipun perhitungan C.J. Konya lebih kompleks,
tetapi juga lebih representatif karena menyesuaikan dengan keadaan lapangan,
dilihat dari faktor koreksi. Berdasarkan hasil perhitungan, hasil volume peledakan
untuk rancangan C.J. Konya lebih besar dan nilai Powder Factor (PF) lebih kecil.
Kebutuhan bahan peledak juga lebih sedikit, sehingga dapat menghemat biaya
peledakan. Perbandingan hasil perhitungan menurut rancangan C.J. Konya dan
R.L. Ash dinyatakan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 3.1.
Hasil Rancangan Geometri Peledakan R.L. Ash
Geometri R. L. Ash
True Burden (Bc) 3,003 m
Spasi (S) 6,01 m
Stemming (T) 2,40 m
Subdrilling (J) 0,90 m

Doni Ferdynan / 112200018 / Studi Kasus 4


Tinggi Jenjang (L) 10,00 m
Kedalaman Lubang Ledak (H) 10,91 m
Panjang Kolom Isian (PC) 8,49 m
Panjang Jenjang 46,525 m
Jumlah Baris 9
Jumlah Lubang Ledak/Baris 10
Jumlah Lubang Ledak 90
Kebutuhan Handak/Lubang 85,040 kg
Kebutuhan Total Handak 7.653,63 kg
Volume Peledakan 15.425,52 m3
Powder Factor (PF) 0,4961 kg/m3

4.4.2. Fragmentasi Batuan


Pengukuran fragmentasi batuan hasil peledakan dilakukan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan suatu proses peledakan tersebut. Tingkat fragmentasi yang
akan dihasilkan dalam rancangan peledakan perlu diketahui, sehingga rancangan
peledakan dapat dipertimbangkan. Untuk memperkirakan fragmentasi yang akan
dihasilkan dapat menggunakan model Kuz-Ram. Model Kuz-Ram adalah gabungan
dari dua persamaan, yaitu: Persamaan Kuznetsov untuk memperkirakan ukuran
fragmentasi rata-rata dan Persamaan Rossin Ramler untuk menentukan persentase
material yang lolos pada ukuran tertentu. Dengan memasukkan parameter kajian
dari Persamaan Kuznetsov-Ramler maka dapat ditentukan ukuran fragmentasi rata-
rata, karakteristik boulder, indeks keseragaman dan persen material yang tertahan
ayakan pada ukuran tertentu.

Parameter input perhitungan fragmentassi batuan adalah sebagai berikut.


Burden (B) = 3,003 m
Spasi (S) =6m
Tinggi Jenjang (L) = 10 m
V0 (B x S x L) = 180,415 m3
Bahan Peledak yang digunakan (Q) = 85,04 kg (per lubang ledak)
Rock Mass Description (RMD) = Blocky (20)
Joint Plane Spacing (JPS) = Intermediate (20)

Doni Ferdynan / 112200018 / Studi Kasus 5


Joint Plane Orientation (JPO) = Strike Normal to face (30)
Hardness =7
Specific Gravity Index (SGI) = 0,05 x 81,74 = 4,087
Powder Charge = 8,498 m
Diameter Lubang Ledak (De) = 4,5 inchi = 114,3 mm
Bahan peledak (ANFO), E = 100

Adapun nilai W pada perhitungan indeks keseragaman merupakan standar deviasi


lubang bor yang menunjukkan tingkat keseragaman ukuran dari lubang bor.
Dimana ini tidak mempengaruhi, karena tidak ada penyimpangan data.

Adapun persebaran ukuran material disajikan dalam tabel berikut.


Tabel 3.2.
Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan

Ukuran Ayakan (cm) %Tertahan %Lolos

10 87.64% 12.36%

20 51.38% 48.62%

30 17.97% 82.03%

40 3.47% 96.53%

50 0.35% 99.65%

Gambar 3.8.
Grafik Distribusi Fragmentasi Batuan

Doni Ferdynan / 112200018 / Studi Kasus 6


BAB V
EFEK PELEDAKAN

5.1. Fly Rock


Fly rock disebabkan oleh tekanan gas yang berlebih yang dihasilkan bahan
peledak. Gas akan masuk melalui retakan dan memperluas radius ledakan,
kemudian tekanan gas akan menyebabkan fragmentasi terangkat keluar bench.
1. Faktor yang mempengaruhi Fly Rock
a. Penggunaan high explosive pada high energy density.
b. Penggunaan delay yang tidak tepat antara lubang ledak pada baris yang
sama atau antara baris dengan baris.
c. pemuatan bahan peledak yang tidak tepat pada lubang ledak.
d. Penggunaan stemming yang salah, karena fungsi stemming adalah.
kukungan/confinement dan mencegah keluarnya gas bertekanan tinggi dari
lubang bor.
e. Desain peledakan yang buruk
f. Pengaruh kondisi dan struktur geologi
2. Alat Ukur Fly Rock

Pada dasarnya untuk mengukur fly rock ada 2 cara yaitu Metode empirik
berdasar teori Richard dan Moore (2005), dan Ludborg (1981).dan metode analisis
dimensi didasarkan oleh teori Ebrahim Ghasemi (2012).untuk mengukur fly rock
sebenarnya hanya mengukur jarak lempar batuan yang terfragmentasi dari area
peledakan, untuk dari itu alat yang digunakan biasanya adalah GPS (Global
Positioning System), yaitu sistem navigasi berbasis satelit yang terdiri dari
setidaknya 24 satelit. Tujuannya ialah mengetahui radius lemparan batuan yang
terfragmentasi / untuk mengukur jarak lemparan maksimum fly rock.
Swedish Detonie Research Foundation (1975) mengemukakan teorinya
dalam menghitung jarak maksimum yang terjadi pada fragmentasi batuan pada
kondisi optimum. Hubungan antara jarak maksimum lemparan batuan dengan
specific charge diuraikan sebagai grafik berikut ini :

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 1


Gambar 5.1.
Grafik Hubungan Jarak Maksimum Lemparan dengan Specific Charge

Lmax = Maximum Throw x De

Tb = 0,1 x De2/3
Keterangan:
L max = Jarak Maks, m
Tb = Ukuran fragmentasi, m
De = Diameter lubang ledak, inch

Diameter lubang ledak 4,5 inch maka : Lmax = 419,9475 x 4,5” = 48 m


Diameter fragmen batuan : Tb = 0,1 x D2/3 = 0,1 x 4,52/3 = 0.2725 m

3. Ground Vibration
Ground vibration merupakan pergerakan seismik pada tanah yang dihasilkan oleh
peledakan. Energi yang dihasilkan bahan peledak dimaksudkan untuk memecah
batuan, tetapi beberapa energi menyebar ke segala arah sebagai gelombang seismik
dengan frekuensi yang berbeda. Gerakan seismik ini adalah bentuk transportasi
energi melalui tanah yang menyebabkan kerusakan pada struktur terdekat ketika
melampaui ambang batas maksimum.

Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastis. Pada daerah
ini tegangan yang diterima mineral lebih kecil dan kuat tarik mineral sehingga
hanya menyebabkan bentuk dan volume. Sesuai dengan sifat elastis material maka
bentuk dan volume akan kembali pada keadaan semula setelah tidak ada tegangan

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 2


yang bekerja. Perhitungan besarnya getaran yang ditimbulkan akibat dari peledakan
menurut teori Berta (1990).

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Getaran Peledakan


Faktor yang mempengaruhi getaran peledakan dibagi menjadi dua variabel,
yaitu variabel yang dapat dikontrol dan variabel yang tidak bisa dikontrol. Variabel
yang tidak bisa dikontrol type and depth of overburden yang tidak memberikan
dampak pada ground vibration. Adapun variabel yang bisa dikontrol yaitu:
a. Charge weight per delay
Banyaknya bahan peledak yang digunakan pada tiap satu baris lubang ledak
yang memiliki delay yang sama akan berpengaruh pada ground vibration akibat
peledak.

b. Delay interval
Delay interval yang terlalu dekat akan menghasilkan ledakan yang terlalu
berdekatan bahkan bisa terjadi secara serentak sehingga dapat berakibat
menimbulkan ground vibration yang besar.
c. Arah inisiasi
Arah inisiasi peledakan harus disesuaikan dengan arah face peledakan agar
energi peledakan dapat tersalurkan sesuai dengan volume batuan yang dibongkar.
d. Charge confinement
Merupakan kondisi dimana energi bahan peledak yang ketika diledakkan
mengalami suatu kurungan atau hambatan yang diperankan oleh burden dan spasi
lubang ledak, dimana harus disesuaikan tebal dan geometrinya agar sesuai dan tidak
ada energi yang hilang menjadi ground vibration.

1. Klasifikasi Gelombang Seismik


Gelombang seismik berupa rambatan energi yang disebabkan karena adanya
gangguan di dalam kerak bumi, misalnya adanya patahan atau adanya ledakan.
Energi ini akan merambat ke seluruh bagian bumi dan dapat terekam oleh
seismometer. Terdapat tiga jenis ground vibration direction, yaitu:
a. Gelombang Transversal, yaitu gelombang dengan arah yang tegak lurus dengan
arah getarannya

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 3


b. Gelombang Vertikal, yaitu gelombang dengan arah gerakan naik atau turun dari
gelombang
c. Gelombang Longitudinal, yaitu gelombang dengan pergerakan pada arah
horizontal.

2. Hukum Scaled Distance (SD)


Tinjuan hukum Scaled Distance pada kegiatan peledakan menyangkut beberapa
faktor yang berhubungan dengan perkiraan tingkat getaran peledakan berdasarkan
pada berat isian bahan peledak dan jarak suatu bangunan atau daerah dari tempat
peledakan. Cara praktis dan efektif untuk mengontrol getaran adalah dengan
menggunakan scaled distance yang memungkinkan pelaksana di lapangan
menentukan jumlah isian bahan peledak atau jarak aman yang digunakan agar
menghasilkan getaran peledakan yang diizinkan.

Peledakan tunda (delay blasting) adalah suatu teknik peledakan dengan cara
meledakkan sejumlah muatan bahan peledak tidak sebagai suatu seri dari muatan-
muatan yang lebih kecil. Getaran yang dihasilkan dari getaran tunda merupakan
kumpulan dari getaran-getaran kecil dan bukan satu getaran besar.

Peledakan tunda mengurangi tingkat getaran setiap waktu tunda menghasilkan


masing-masing gelombang seismik yang kecil dan terpisah. Gelombang hasil
peledakan tunda pertama telah merambat pada jarak tertentu sebelum peledakan
tunda selanjutnya terjadi. Dalam menentukan jumlah muatan bahan peledak agar
tidak menimbulkan getaran yang dapat merusak suatu struktur bangunan harus
diperhatikan dua hal:
1. Besaran getaran yang merupakan fungsi dari jumlah bahan peledak, jarak
struktur dari titik ledak, dan sifat media penghantar gelombang.
2. Kriteria kerusakan struktur itu sendiri, misalnya perpindahan maksimum yang
masih diizinkan, kecepatan dan percepatan partikel maksimum.

Mengingat belum adanya teori yang tepat dalam menentukan besarnya getaran
pada berbagai jarak dengan memperhitungkan sifat-sifat penting batuan, maka
salah satu jawaban yang dapat diambil adalah penyelesaian secara empiris, dengan
mengambil asumsi:
1) Massa batuan bersifat elastis, homogen, dan isotrop.

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 4


2) Rambatan gelombang yang terjadi mempunyai bentuk muka gelombang yang
3) Datar dengan pulsa berbentuk sederhana (bujur sangkar atau persegi empat).
4) Jenis gerakan partikel yang terjadi adalah gerak harmonis sederhana.
5) Energi yang dihasilkan bahan peledak setara dengan beratnya.

Berdasarkan asumsi diatas, dengan melakukan analisis dimensional


berdasarkan teori Buckingham, terlihat bahwa ada hubungan antara jarak dari titik
ledak dengan energi yang dihasilkan dalam peledakan, yaitu pengaruh jarak akan
setara dengan akar pangkat tiga dari energi peledakan. Apabila energi dalam hal ini
diekuivalensikan dengan jumlah bahan peledak, maka parameter yang dihasilkan
yaitu SD (Scaled Distance) dapat digunakan sebagai salah satu variabel penentu
dalam perkiraan getaran akibat peledakan. Hukum SD untuk kontrol getaran akibat
peledakan ada dua macam:

1. Menurut analisis dimensional, SD dinyatakan sebagai:


𝑅
𝐶𝑅𝑆𝐷 = 1
𝑊3
Keterangan:
CRSD = cube root scaled distance, ft/𝑙𝑏 ⅓
R = jarak dari sumber ledak, feet
W = berat isian bahan peledak per delay, lb
Hukum CRSD ini digunakan untuk pendugaan kerusakan struktur bangunan
akibat peledakan pada jarak < 30 meter dari sumber ledakan.
2. Menurut USBM (United State Bereau of Mine), SD dinyatakan sebagai :
𝑅
𝑆𝑅𝑆𝐷 = 1
𝑊2
Keterangan :
SRSD = square root scaled distance, fb/𝑙𝑏 ½
R = jarak dari sumber ledak, feet
W = berat isian bahan peledak per delay, lb
Hukum SRSD ini digunakan untuk pendugaan kerusakan struktur bangunan
akibat peledakan pada jarak > 30 meter dari sumber ledakan.
Perhitungan SD akan menghasilkan suatu angka tertentu yang digunakan
untuk memperkirakan tingkat getaran peledakan, apabila tidak ada pengukuran

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 5


seismik. Menurt Nicholls, Johnson, dan Duval dalam Buletin USBM, 656 (1971)
SD yang disarankan sebagai batas aman adalah minimal 50, jika alat seismograf
tidak dipergunakan atau tidak tersedia. Tingkat getaran pada SD tersebut berkisar
antara 0,08 – 0,15 ips. Secara umum harga SD yang besar (SD > 50) menunjukkan
kondisi getaran yang aman atau kerusakan yang terjadi kecil.

Tabel 5.2.1
Pengaruh Getaran Tanah terhadap Kerusakan berdasarkan Kecepatan Partikel
Kecepatan (inch/second) Kerusakan
< 2,8 No damage
4,3 Fine cracks
6,3 Cracking
9,1 Serious cracking

Kecepatan partikel dapat juga ditentukan dengan persamaan dari konya sebagai
berikut :

1 −1,6
𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 = 100 (𝑑/𝑊 2 )

Keterangan :
v = kecepatan partikel (inch/s)
d = jarak dari pusat ledakan ke bangunan (ft)
w = berat isian bahan peledak per delay (lb)

3. Persamaan Peak Particle Velocity (PPV)

Peak particle velocity adalah suatu kriteria untuk menentukan kecepatan


rambat gelombang yang berasal dari suatu sumber penghasil gelombang dalam hal
ini ledakan. kecepatan partikel puncak (peak particle velocity) dinyatakan sebagai
kecepatan gerakan partikel batuan dari posisi nol meningkat ke maksimum dan
kembali ke nol, satuan dalam milimeter per detik. Sedangkan, jumlah vektor puncak
(peak vector sum) merupakan resultan vektor dari peak particle velocity gelombang
longitudinal, transversal dan vertikal.

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 6


Tabel 5.2.2
Regresi power
X = SD y = PPV q = log
W (lb) R (ft) p = log ppv pq Q2
(ft/lb(1/2)) (inch/s) SD
749.93 1312.34 47.922 0.205 -0.69 1.68 -1.2 2.82
749.93 1640.42 59.903 0.143 -0.84 1.78 -1.5 3.16
749.93 1968.50 71.883 0.107 -0.97 1.86 -1.8 3.45
749.93 2296.59 83.864 0.084 -1.08 1.92 -2.1 3.70
TOTAL -3.58 7.24 -6.53 13.13

Dari hasil perhitungan nilai PPV dengan SD didapatkan kesimpulan nilai PPV
sebesar <2,8, sehingga dampak bagi ground vibration tidak ada (no damage)

4. Standar Tingkat Getaran Tanah


Standar tingkat getaran tanah di Indonesia mengacu pada SNI 7571:2010
dimana usulan baku tingkat getaran peledakan di tambang terbuka, disusun
berdasarkan hasil pengukuran getaran peledakan di berbagai tempat di Indonesia
dengan mempertimbangkan berbagai kondisi struktur bangunan disekitar lokasi
peledakan dan besarnya nilai baku tingkat getaran peledakan internasional, yang
kondisi struktur bangunannya relatif sama dengan struktur bangunan di Indonesia.

Table 5.2.3
Kelas dan Jenis Bangunan Peak Vektor Sum (RSNI)
Kelas Jenis Bangunan Peak Vector
Sum (mm/detik)
Bangunan kuno yang dilindungi UU benda cagar
1 2
budaya (UU no 6 tahun 2012).
Bangunan dengan pondasi pasangan batu dan
2 adukan saja termasuk bangunan dengan produksi 3
dari kayu dan lantainya diberi adukan semen
Bangunan dengan pondasi pasangan bata dan
3 5
adukan semen diikat dengan slope beton

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 7


Bangunan dengan pondasi pasangan bata dan
4 adukan semen slope beton, kolom rangka diikat 7-20
dengan ring baja
Bangunan dengan pondasi pasangan bata dan
5 >20
adukan semen slope diikat dengan rangka baja

Tabel 5.2.4
Baku Tingkat Getaran Peledakan pada Tambang Terbuka
Kelas Frekuensi PPV (mm/s)
0–5 2
1 5 – 20 3
20 – 100 5
0–5 3
2 5 – 20 5
20 – 100 7
0–5 5
3 5 – 20 7
20 – 100 12
0–5 7
4 5 – 20 12
20 – 100 20
0–5 12
5 5 – 20 24
20 – 100 40

Tabel 5.2.5
Tingkat Efek kerusakan berdasarkan PPV dan frekuensi Menurut Langefors and
Kihilstrom’s
Peak Particle Velocity
Sand, gravel, clay Moraine, slate, Granite, hard
Damage below water level; or soft limestone; limestone, diabase;
Effects c=1,000-1,500 c=2,000-3,000 c=4,500-6,000
m/sec m/sec m/sec
mm/sec in/sec mm/sec in/sec mm/sec in/sec
No noticeable
18 0.71 35 1.4 70 2.8
crack formation
Fine crack and
30 1.2 55 2.2 100 3.9
falling plaster
Crack
40 1.6 80 3.2 150 5.9
formation

Severe crack 60 2.4 115 4.5 225 8.9

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 8


Tabel 5.2.6
Tingkat Efek kerusakan berdasarkan PPV dan frekuensi Menurut Mohamed 2010

Sand, Sandstone Sandstone


Material type gravel and (soft) and (hard) and Visible effects
clay slate slate

Sonic Velocity
1000-1500 2000-3000 4500-6000
(mm/s)
18 35 70 None
30 55 80 Fine cracks
PPV (mm/s)
40 80 150 Cracking
80 115 225 Serious cracks

Tabel 5.2.7
Tingkat Efek kerusakan berdasarkan PPV dan frekuensi Menurut Australia
AS2187
Particle Velocity
(mm/s) Type of building or structure

Commercial and industrial building or structure of


25
reinforced concreate or steel construction

Houses and low rise residential buildings, commercial


10
building not included in the third category

Historic building or monuments and buildings of


2
significance

Tabel 5.2.8
Tingkat Efek kerusakan berdasarkan PPV dan frekuensi Menurut Germany Din
4150 Standard
Maximum result Estimated maximum
Building Class particle velocity vertical particle velocity
Vr (mm/s) Vz (mm/s)
Other similary built in the
conventionl and normal 8 4.8-8
condition
Stall building and normal
30 18-30
condition

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 9


Other building and historical
4 2.4-44
monument

Tabel 5.2.9
Tingkat Efek kerusakan berdasarkan PPV dan frekuensi Menurut South Africa
Bereau of Standard
Maximum PPV
Status of Structure (mm/s)
Heavily reinforced concreate structure 120
Property owned by the concren performing blasting
operations, where min or plaster cracks are 84
acceptable
Strongly masonary walls not affected by public
concern 50
Commercial property in reasonable repair, where
public concern is not an important consideration 25
Private property, where public concern is an
important consideration and blasting conducted on a 10
reguler and frequent manner

4. Air Blast
Suara ledakan (Air Blast) adalah suara yang ditimbulkan oleh atau pada saat
terjadi ledakan. Air Blast tidak seperti yang didengarkan seperti biasa, tetapi
merupakan gelombang tekanan yang terjadi pada atmosfer yang terindikasikan oleh
frekuensi tinggi, frekuensi rendah bahkan yang tidak terdengar sekalipun.
1. Faktor yang mempengaruhi Air Blast
Faktor – faktor yang mempengaruhi air blast yaitu arah angin, kecepatan
angin dan temperatur. Apabila arah angin cenderung mengarah ke lokasi
pengukuran maka akan menghasilkan air blast lebih besar.
1. Arah Angin
Arah angin diukur dalam derajat searah jarum jam dari arah utara.
Akibatnya, angin yang bertiup dari utara memiliki arah angin 0° (360°); angin yang
bertiup dari timur memiliki arah angin 90°; angin bertiup dari selatan memiliki arah
angin 180°; dan angin yang bertiup dari barat memiliki arah angin 270°. Secara
umum, arah angin diukur dalam satuan dari 0° hingga 360°, tetapi dapat juga
dinyatakan dari -180° hingga 180°.

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 10


2. Kecepatan angin
Kecepatan angin adalah satuan yang mengukur kecepatan aliran udara dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah dan diukur dengan menggunakan anemometer
atau dapat diklasifikasikan dengan menggunakan skala Beaufort yang didasarkan
pada pengamatan pengaruh spesifik dari kecepatan angin tertentu.
3. Temperatur
Temperatur disini merupakan suhu yang berpengaruh terhadap kondisi
kelembapan udara dimana gelombang suara akan lebih mudah merambat pada
medium gas dibanding cair maka akan mempengaruhi dampak air blast yang
timbul.

2. Standar Tingkat Air Blast


Standar tingkat air blast merupakan suara dengan frekuensi maksimum
yang boleh timbul akibat operasi peledakan,untuk itu dibutuhkan perhitungan dan
klasifikasi batas suara seperti dibawah ini
Air Blast diukur dengan satuan dB atau psi, dihitung dengan rumus :
𝑑𝐵 = 20 𝑙𝑜𝑔(𝑃/𝑃𝑜)
Keterangan :
dB = level suara (dB)
P = overpressure (psi),
Po = overpressure pada suara yang paling lemah dapat terdengar 2,9 x 10−9psi
atau 2 x 10−10 bar
P = pressure, psi atau bar 25,57 (𝑊 ⅓ / d), psi atau P = 0,7 (𝑊 ⅓ / d), bar
W = berat bahan peledak per delay, (lb) atau (kg),
d = jarak aman dari pusat ledakan ke bangunan (ft) atau (m)
Tabel 5.3.1
Batas Level Suara

Condition dB psi

Safe 128 0,007

Caution 128-136 0,007-0,018

Limit > 136 > 0,18

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 11


Tabel 5.3.2
Kelas dan Jenis Bangunan serta Peak Vektor Sum (RSNI)
dB kPa Airblast effect
177 14 All windows break
170 6,3 Most windows break
150 0,63 Some windows break
140 0,20 Some large plate glass windows may break
136 0,13 USBM interim limit for allowable
128 0,05 Complaints likely

Dari hasil perhitungan nilai level suara didapat kan sebesar 153,78 db yang artinya
melebihi ambang batas (limit) sebesar 136 db untuk jarak aman 500 meter. Hal ini
perlu adanya penangulangan untuk mengurangi dampak dari peledakan secara
internal ataupun eksternal dari lubang ledak itu sendiri.

5. Lingkungan dan Keselamatan Kerja


1. Cara Penanggulangan Fly Rock
Dari faktor yang mempengaruhi fly rock diatas maka cara yang dapat dilakukan
untuk penanggulangan atau mereduksi fly rock antara lain
3. Mengatur jarak burden antar lubang ledak, tujuannya disini ialah agar
penematan delay pada rangkaian lubang ledak dapat lebih dikontrol ,jikalau
delay pada pola peledakan terlalu cepat akan mengkasilkan ledakan yang
cepat pula ,sehingga energi yang dihasilkan dari peledakan akan besar dan
akan menyebabkan banyaknya fly Rock.
4. Kontrol Isian Handak, kontrol isian handak juga dapat dilakukan sebagai
upaya untuk menanggulangi fly Rock, penentuan jumlah handak , jenis
handak yang sesuai dengan target peledakan akan membantu karena dengan
begitu kita dapat mengontol seberapa besar energi peledakan yang akan
dihasilkan
5. Stemming , stemming akan berperan penting dalam penanggulangan fly
rock karna merupakan bagian atas penutup lubang ledak, dimana yang dapat
dikontrol ialah jenis bahan stemming, kedalaman stemming, kepadatan

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 12


stemming ,hal ini dapat meredam energi peledakan merambat ke permukaan
dari lubang ledak sehingga akan mengurangi fly rock yang timbul.
2. Cara Penanggulangan Ground Virbation
Cara yang digunakan untuk mengurangi ground vibration adalah dengan
memperhatikan kedalaman dan diameter lubang bor ( sesuai dengan daerah sekitar)
membuat arah peledakan menjauhi daerah pemukiman penduduk, menggunakan
jeda delay terbesar, menerapkan cara – cara peledakan yang tepat dan
mengunakan geometri peledakan yang tepat.

Alat ukur getaran tanah adalah seismograf atau sesinometer yang terdiri dari:
1 (satu) buah Standard Transducer yang didalamnya terdapat 3 (tiga) unit geophone
sensor yang dapat merekam gelombang transversal, longitudinal, dan vertikal dan
satu buah microphone untuk merekam suara ledakan. Cara kerja seismograf yaitu
ketika menerima getaran dari peledakan maka akan terbaca oleh geophone yang
dipasang berupa gelombang primer yang memiliki kecepatan rambat tinggi
kemudian gelombang sekunder yang memiliki kecepatan rendah.

3. Cara Penanggulangan Air Blast


Penanggulangan Air blast adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
frekuensi suara ledakan yang dihasilkan, cara yang umum dipakai adalah mengatur
kedalaman lapisan Stemming pada lubang ledak untuk meredam kebisingan yang
terjadi akibat peledakan pada lubang ledak . Semakin tebal lapisan Stemming maka
kebisingan yang dihasilkan juga akan lebih kecil, namun perlu dilakukan kajian.
Lalu Adapun beberapa cara mengatasinya yaitu:

1. Geometri Peledakan

Untuk geometri peledakan sama sekali tidak dirubah karena pertimbangan


fragmentasi yang dihasilkan. Dengan demikian geometri yang digunakan masih
sama yaitu berdasarkan perhitungan RL.Ash.

2. Isian Bahan Peledak per Delay

Pengurangan isian bahan peledak diharapkan mengurangi getaran. Dengan


demikian dilakukan analisis berdasarkan Scale Distance dan PPV.

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 13


3. Pola Peledakan dan Penggunaan Delay

Untuk pemakaian delay yang lebih besar dimaksudkan untuk menghindari


terjadinya peledakan dua atau lebih lubang ledak sekaligus. Untuk usaha tersebut
dapat memanfaatkan software Orica dalam blasting design nya sehingga
diharapkan lubang ledak meledak satu per satu. Dengan keadaan demikian otomatis
hanya satu atau dua lubang yang menghasilkan getaran dalam satu kali waktu tunda.
Inilah yang diharapkan agar akumulasi getaran tersebut tidak membahayakan dan
masih dalam batas aman yaitu dibawah 5 mm/s pada jarak 500 m. Untuk hal ini
dimanfaatkan program Orica Software untuk perancangan pola peledakan.
pemakaian delay lebih besar yaitu 25 ms, 42 ms serta 100 ms dengan rangkaian
zigzag echelon cut .

4. Penggunaan Metode Presplitting

Untuk melindungi bench di sekitar khususnya pada slope akhir diterapkan metode
presplitting yang dibuat satu row sepanjang bagian yang akan berhadapan dengan
bench pada lokasi peledakan. Geometri presplit ini dibuat dengan penyesuaian
lapangan serta mengingat biaya yang digunakan

Naufal Nida Sabila Ridwania / 112200125 / Studi Kasus 14


LAMPIRAN
LAMPIRAN

Perhitungan geometri peledakan adalah sebagai berikut.


a. Menurut pedoman R. L. Ash (1967)
1) Adjustment Factor
3 𝑆𝐺𝑒×(𝑉𝑜𝐷)² 3 0.85×(11480 𝑓𝑝𝑠)²
AF1 = √ =√ = 0,865
𝑆𝐺𝑒 𝑠𝑡𝑑 ×(𝑉𝑜𝐷 𝑠𝑡𝑑) ² 1,2×(12000 𝑓𝑝𝑠)²

3 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 3 160 𝑙𝑏/𝑐𝑢𝑓𝑡


AF2 = √ =√ = 1,01
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑙𝑖 154,35 𝑙𝑏/𝑐𝑢𝑓𝑡

2) Burden (B)
KBstd = high density dan hard rock = 30
KB = KBstd x AF1 x AF2 = 30 x 0,865 x 1,01 = 26,28
𝐾𝐵 𝑥 𝐷 26,28 𝑥 4,5
B = = = 9,85 𝑓𝑡 = 3,03 𝑚
12 12

3) Spasi (S) = Ks x B = 2 x 9,85 ft = 19,70 ft = 6,01 m

4) Stemming (T) = Kt x B = 0,8 x 9,85 ft = 7,88 ft = 2,40 m

5) Subdrilling (J) = Kj x B = 0,3 x 9,85 ft = 2,96 ft = 0,90 m

6) Kedalaman (H) = Kh x B = 3,63 x 9,85 ft = 35,764 ft = 10,901 m

7) Powder Column (PC)= H - T = (10,901 – 2,40) m = 8,5 m

𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
8) Volume target produksi (V) =
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑖𝑠𝑖
34.000 𝑡𝑜𝑛
= = 13.709,6774 m3
2,8 𝑡𝑜𝑛/𝑚3

𝑉
9) Panjang jenjang (P) =
𝑟𝑜𝑤 𝑥 𝐵 𝑥 𝐿
13.709,6774 m3
= = 46,526 m
9 𝑥 3,03 m x 10 𝑚

𝑃−2𝐵
10) Jumlah Lubang Ledak ={[ ] +1} +2 → (pola box cut)
𝑆

46,526−(2 𝑥 3,03)
={ [ ] +1} +2
6,01

= 9,745 lubang = 10 lubang


11) Total Jumlah Lubang Ledak (N) = 9 baris x 10 lubang/baris
= 90 lubang ledak

12) Loading density (de) = 0,508 x De2 x SGe


= 0,508 x (4,5)2 x 0,85 = 9,98 kg/m
,
13) Kebutuhan ANFO per lubang = de x PC
= 9,98 kg/m x 8,498 m = 84,840 kg

14) Kebutuhan primer per lubang = 1 x 200 gr = 0,2 kg

15) Kebutuhan handak per lubang = 84,840 + 0,2 = 85,040 kg

16) Kebutuhan total handak = 85,040 kg x 90 lubang

= 7.653,63 kg = 7,653 ton

17) Volume peledakan = ΣB x ΣS x L


= (9B) x (2B + 7S) x L
= (9 x 3,03) x ((2 x 3,03) + (7 x 6,01)) x 10
= 15.425,523 m3

𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ𝑎𝑛𝑑𝑎𝑘


18) Powder Factor =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑙𝑒𝑑𝑎𝑘𝑎𝑛

7.653,63 𝑘𝑔
=
15.425,523 𝑚3

= 0,4961 kg/m3

b. Perhitungan fragmentasi batuan


1) Blastability Index (BI)
BI = 0,5 × (RMD + JPS + JPO + SGI + H)
= 0,5 × (20 + 20 + 30 + 4,087 + 7)
= 40,932
2) Rock Factor (Rf)
Rf = BI × 0,12
= 40,5435 × 0,12
= 4,865
3) Ukuran fragmen rata-rata (𝑿)
𝑉 0,8 1
𝐸 −19/30
𝑋 = Rf × (𝑄) × 𝑄 6 × (115)
−19
(180,415) 0,8 1
100 30
𝑋 = 4,91 × [ ] × (85,415) ×
6 [115] = 20,3455 cm
85,415

4) Indeks Keseragaman (n)


𝑠
𝐵 𝑊 −1 𝑃𝐶
n = (2,2 − 14 ) × (1 − ) × [1 + (𝐵 2 )] × ( 𝐿 )
𝐷𝑒 𝐵
6,006
3,003 0 −1 8,498
= [2,2 − 14 . 114,3] × [1 − 3,003] × [1 + 3,0032 ] × [ ]
14
= 2,3355

5) Karakteristik Ukuran (Xc)


𝑋 20,3455
Xc = 1 = 1 = 23,804 cm
(0,693) ⁄𝑛
(0,693)2,3355

6) Persentase Material Tertahan Ayakan (R)

x 𝑛
−[ ]
R= e Xc

10 2,33
−( )
R10 =𝑒 23,804 = 0,8405 = 87,64 %
20 2,33
−( )
R20 =𝑒 23,804 = 0,5138 = 51,38 %
30 2,33
−( )
R30 = 𝑒 23,804 = 0,1797 = 17,97 %
40 2,33
−( )
R40 =𝑒 23,804 = 0,0347 = 3,47 %
50 2,33
−( )
R50 =𝑒 23,804 = 0,0035 = 0,35 %
GRAFIK

Grafik Kolleth Berdasarkan


Nilai UCS

Dragline, Shove;, Backhoe

Scraper

Surface Miner

Bucket Wheel Excavator

0 20 40 60 80 100
Uniaxial Compressive Strength - MPa

___________________________________/______________
GRAFIK

Kiteria Penggalian berdasarkan


Kecepatan Seismik Batuan
(Atkinson, 1971)

Stripping Shovel : no blasting


Walking dragline : no blasting

Dragline (Crawler) : no blasting


Bucket Wheel Excavator
Bucket Chain Excavator
Loading Shovel : no blasting
Tractor Scraper : after ripping
Tractor Scraper : no ripping etc
Labourer with pick & shovel

0
0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

KECEPATAN SEISMIK x 1000 m/d

Rippable

Marginal
Impossible

___________________________________/______________
GRAFIK

Kriteria Penggalian berdasarkan


Indeks Kekuatan Batuan termodifikasi
( Pettifier and Fookes, 1994 )
Lunak Agak Lunak
Bongkar dengan Bongkar dengan
Palu Pukulan Palu Kuat Sangat Paling
Agak Kuat
Gores dengan Gores dengan Kuat Kuat
Kuku Pisau

6
Sangat Besar

Peledakan / Peremuka n
Hidrolik + Penggaruan
dengan / face shovel
PERLU PELEDAKAN
Discontinuity Spacing Index, lf (m)
Ukuran Blok - Dimensi Maksimum ( BS 5930 : 1982 )

2
Besar

0,6
Sedang

0,2
Sukar Digali
( CAT 245 )
Kecil

0,1

0,06
Sangat Kecil

Mudah
Digali

0,02
0,1 0,3 1,0 3,0 10,0 30,0

POINT LOAD INDEX, is 50 (MPa)

___________________________________/______________
GRAFIK

Kriteria Penggalian berdasarkan


Indeks Kekuatan Batuan
( Franklin, 1971 )

EH
2
PELEDAKAN
PEMBONGKARAN
VH
0.6
Fracture Index - m

H PELEDAKAN
0.2 RETAKAN
M
0.06
PENGGARUAN
L
0.02
GALI BEBAS
VL
0.006
0.03 0.1 0.3
VL L M 1.0 H 3.0 VH
10
EH

Point Load Index - MPa


VH
EH = Ekstrem Tinggi VH = Sangat Tinggi

___________________________________/______________

Anda mungkin juga menyukai