Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MARTHA CHYNTIA SIRAIT

NIM : N1A117116
MATKUL : IPHI

PAPER
KEBERHASILAN PROGRAM SDGS (3,6,12)
SEBELUM DAN SAAT COVID-19

Program SDGS atau Sustainable Development Goals adalah sebuah kerangka agenda
pembangunan dan kebijakan politis selama 15 tahun kedepan mulai 2016 hingga 2030.Terdapat
193 negara anggota PBB yang menyepakati program kerja ini. Pemerintah setiap Negara anggota
PBB baik Negara kaya, mengengah, maupun miskin, baik Negara maju maupun berkembang -
memiliki tanggungjawab mengimplementasikan SDGs untuk mencapai SDGs. Negara adalah
pihak yang memiliki tanggungjawab utama dalam pembangunan sosial dan ekonomi, pembuatan
kebijakan nasional, menentukan strategi pembangunan, yang diperlukan untuk tujuan mencapai
pembangunan berkelanjutan. Pemerintah semua negara diharapkan menerapkan agenda dan
kebijakan politis pembangunan ekonomi nasional, untuk meningkatkan kemakmuran dan
sekaligus melindungi planet bumi.

SDGs secara eksplisit bertujuan memberantas kemiskinan dan kelaparan, mengurangi


ketimpangan dalam dan antar negara, memperbaiki manajemen air dan energi, dan mengambil
langkah urgen untuk mengatasi perubahan iklim. Berbeda dengan MDGs, SDGs menegaskan
pentingnya upaya mengakhiri kemiskinan agar dilakukan bersama dengan upaya strategis untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menerapkan langkah kebijakan sosial untuk memenuhi
aneka kebutuhan sosial (seperti pendidikan, kesehatan, proteksi sosial, kesempatan kerja), dan
langkah kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim dan proteksi lingkungan.

SDGs terdiri atas 17 tujuan dan 169 target, yang meliputi aneka isu pembangunan
berkelanjutan. Nah dari ke 17 point SDGs yang akan dibahas yaitu keberlangsungan serta
keberhasilan poin ke 3,6, dan 12 dari SDGs sebelum dan saat terjadinya pandemic Covid-19.

1. Goals 3 yaitu Kesehatan yang baik dan Kesejahteraan

 Sebelum terjadinya Covid-19 di Indonesia sendiri, banyak hal yang sudah


dilaksanakan pemerintah. Seperti penyediaan Kartu Sehat, asuransi dan lain-
lain yang dapat membantu keberlangsungan derajat kesehatan. Menurunnya
angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Serta banyak juga peningkatan
diantaranya seperti :
1. Pelayanan KB bagi perempuan usia reproduksi : meskipun dari tahun 2018-2020
hampir 10 juta perempuan tidak melakukan layanan KB aktif
2. Meningkatnya cakupan CPR cara modern (Contraceptive Prevalence Rate) ; dimana
ditahun 2018 mencapai angka 74% namun turun 1 % ditahun 2019 dan di tahun 2020
naik kembali 1% yait 74%
3. Meningkatnya cakupan CPR cara modern penggunanaan Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang : dimana ditahun 2019 mencapai angka 47%, ditahun 2018 turun menjdai
38% dan 2020 naik menjadi 46 %
4. Menurunnya jumlah kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun : ditahuhn 2017 terdapa
15 per 1000 WUS 15-19 tahun yang melahirkan namun di tahun 2018-2020 konsisten
menjadi 20 per 1000 WUS
5. Menurunnya rata-rata jumlah anak yang dimiliki oleh WUS sepanjang masa
reproduksinya : dimana tahun 2018-2020 konsisten berada diangka 2,24 per WUS
setiap tahunnya

 Sedangkan dimasa pandemic yang menjadi isu strategis kesehatan yait pada :

- Data kasus : manajemen data kasus yang kurang sistematis, data yang dilaporkan
belum menceerminkan disbanding kondisi actual, detail kasus belum terkumpul
secara sistematis, perlu lebih lengkap lagi analisanya dan Backlog test cukup
tinggi karena keterbatasan reagen
- Perluasaan Test : Kapasitas Test Covid-19 terbatas
- Pengadaan alat kesehatan : eksekusi pengadaan faskes yang cenderung lambat

Saat ini yang dilakukan adalah memperkuat sistem kesehatan nasional yaitu untuk :

- Kesiapan menghadapi pandemic dan PHEIC (Public Health Emergancy of


International Concern)
- Recovery pasca Covid-19 dan pengendalian masalah kesehatan (TB, Malaria,
kematian ibu dan anak, HIV, Kusta dll)
- Penguatan promotif dan preventif
- Peningkatan anggaran kesehatan pemerintah

2. Goals 6 yaitu Akses air bersih dan sanitasi

 Sebelum covid :
Di Indonesia sendiri, Akses air minum dan sanitasi yang memadai berkontribusi
langsung terhadap tingkat produktivitas manusia. Saat ini, Indonesia telah mencapai
88 persen akses air minum layak dan 75 persen akses sanitasi layak. Meski prestasi
tersebut cukup gemilang, Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk menyediakan
akses air minum layak bagi 32 juta jiwa penduduk dan akses sanitasi layak bagi 67
juta jiwa penduduk. Untuk menegaskan kembali komitmen seluruh pemangku
kepentingan pembangunan sektor air minum dan sanitasi untuk mencapai Tujuan 6.
Untuk air minum yang layak, Indonesia telah berhasil meningkatkan akses layak dari
82,14 persen di 2011 menjadi 87,75 persen di 2018. Indonesia saat ini juga telah
berhasil meningkatkan akses sanitasi air limbah domestik dari 58,44 persen pada
2011 menjadi 74,58 persen pada 2018 dan menurunkan tingkat praktik BABS di
tempat terbuka dari 19,39 persen pada 2011 menjadi 9,36 persen di 2018. Di tingkat
nasional, rumah tangga yang memiliki akses sanitasi dan air minum layak sebagai 2
dari 4 indikator rumah layak huni, baru mencapai 54 persen pada 2018. Agar capaian
akses air minum dan sanitasi yang cukup tinggi dapat memicu peningkatan akses
rumah layak huni tersebut, Pemerintah Indonesia akan menyelaraskan pemenuhan
kebutuhan air minum dan sanitasi dengan penyediaan rumah layak huni, baik dari sisi
program maupun lokasi. 
 Setelah Covid :

- Terjadinya peningkatan kualitas air

Saluran air mengalir jernih, berkurangnya sampah dan menignkatnya


kebersihan di objek wisata, sungai-sunga seperti di Venezia,Italia yang selema ini
tercemar karena lalu lintas kapal wisata yang sangat padat. Setelah lockdown, air
sungai berubah menjadi bening. Ikan-ikan yang berenang di air terlihat jelas dan
burung angsa bermunculan. Bukan hanya diluar negri d inegeri sendiri juga
mengalami banyak perubahan, sampah yang sudah tidak bertebaran lagi dilokasi
wisata, air yang menjadi jernih karena tidak dicemari dan dijamah oleh banyak orang.
Membuat beberapa perubahan kualitas air dan isinya.

3. Goals 12 yaitu Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab

 Sebelum Covid19

- Penerapan produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab perlu peran serta
semua pihak, baik oleh pemerintah, pelaku usaha maupun masyarakat.
Penerapannya pun dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sektor energi
hingga perhutanan.
- Berupaya untuk meningkatkan kelembagaan yang ada di masyarakat agar dapat
mengelola berbagai tanaman menjadi produk-produk hasil hutan bukan kayu,
misalnya jamu dan madu hutan. Pengelolaan ini pun dilakukan semaksimal
mungkin untuk meminimalkan timbulan sampah. Untuk kebutuhan tersebut,
lanjutnya, pemerintah sudah menyediakan lahan untuk dikelola.
- Selain pengelolaan hutan, konsumsi energi juga ditekankan agar dilakukan secara
bertanggung jawab. Haris Sukamto, Kepala Rumah Tangga Direktorat Jenderal
Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan,
jika dikaitkan dengan RECP, cara produksi dan pola konsumsi energi menjadi dua
hal yang perlu diperhatikan.
 Setelah Covid19

- Meningkatkan sampah plastik Medis dan Non-medis

Mirisnya sampah plastic terus meningkat. Salah satu efek terburuk terhadap
lingkungan dimasa pandemic adalah meningkatnya penggunaan plastic sekali pakai
dari peralatan medis, seperti APD termasuk sarung tangan dan masker, hingga
kemasan plastic lainnya Semakin banyak orang memilih makanan yang dikemas,
bahkan cake yang tetap buka tidak lagi menggunakan cangkir yang dapat digunakan
kembali sebagai upaya penghentia penyebaran virus.

Anda mungkin juga menyukai