Anda di halaman 1dari 15

PEMANFAATAN POTENSI DAERAH GUNA MENINGKATKAN

STANDAR KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN PENYEDIAAN


AKSES SANITASI LAYAK

Disusun Oleh

Novri Setio Saputra 223050030

Huda Dwi Pangga 223050018

Viendy Aurelya Shifa 223050034

UNIVERSITAS PASUNDAN

TAHUN 2023
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Sanitasi adalah suatu upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk


menciptakan kondisi lingkungan yang baik, terutama di bidang kesehatan
masyarakat dan kebersihan lingkungan yang mencakup udara, air, maupun tanah.
Singkatnya, Sanitasi adalah upaya yang akan membuat hidup masyarakat menjadi
lebih sehat karena tidak ada lagi tempat-tempat yang menjadi sumber penyakit
bagi kita. Banyak penyakit yang ditimbulkan dari kondisi sanitasi yang buruk
antara lain adalah kolera, infeksi pernafasan akut, schistosomiasis, dan demam
tifoid. Meskipun sanitasi yang kurang memadai ini sudah banyak menimbulkan
masalah, tetapi fakta di lapangan masih terdapat beberapa wilayah yang tidak
memiliki fasilitas sanitasi yang memadai, karena masih kurangnya kesadaran
masyarakat akan kesehatan lingkungan dan keterbatasan dana yang dimiliki oleh
masyarakatnya sendiri.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase rumah tangga
atau wilayah yang sudah memiliki akses sanitasi layak hanya sebesar 80,92%
pada tahun 2022. Walaupun persentase ini sudah mengalami kenaikan sebesar
0,63% dari tahun 2021, tapi persentase kenaikan tersebut terbilang kecil
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2020-2021
persentase kenaikan sebesar 0,76% dan pada tahun 2019-2020 yaitu 2,14%. Oleh
karena itu, penyediaan layanan sanitasi yang layak harus diteruskan supaya
tercipta keadaan lingkungan yang sehat dan nyaman untuk ditinggali. Berikut
jenis-jenis sanitasi yang harus tersedia di setiap wilayah adalah sebagai berikut :

1. Sanitasi Air
Sanitasi yang berfokus terhadap pengelolaan kebersihan air untuk
kebutuhan masyarakat sehari-hari.
2. Sanitasi Dasar

1
Sanitasi yang ada di lingkungan rumah tangga atau keluarga. Seperti
penyediaan sarana air bersih, mandi cuci kakus (MCK), pembuangan
sampah, dan pengolahan air limbah rumah tangga.
3. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi yang berfokus terhadap pengendalian faktor lingkungan fisik,
baik yang berpotensi merusak kesehhatan dan mengganggu
kelangsungan hidup manusia. Seperti pembuangan kotoran manusia,
saluran drainase, dan lain sebagainya.

Dengan tersedianya fasilitas sanitasi yang layak disetiap wilayah akan


memunculkan berbagai manfaat bagi masyarakat sekitar. Berikut adalah beberapa
contoh manfaat dari adanya fasilitas sanitasi yang layak :
1. Mengurangi kelangkaan air bersih
2. Mencegah penyebaran penyakit
3. Menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan nyaman untuk
disinggahi.
4. Mencegah adanya pencemaran lingkungan
5. Meningkatkan produktivitas masyarakat

1.2. Identifikasi Topik Permasalahan

Permasalahan sanitasi sangat penting untuk diperhatikan dan selalu


ditingkatkan supaya kesehatan masyarakat lebih terjamin. Di Indonesia sendiri
berdasarkan data dari Joint Monitoring Program (JMP) WHO-Unicef pada tahun
2017 menduduki peringkat kedua dari bawah untuk wilayah Asia Tenggara
terkait dengan kelayakan sanitasi. Sedangkan negara tetangga seperti Singapura,
Malaysia, dan Thailand jauh diatas Indonesia yang sudah mencapai persentase
akses sanitasi sebesar 100%. Bahkan Filipina juga sudah mencapai akses sanitasi
sebesar 91%.

2
Di dalam skala nasional, pada tahun 2022 provinsi yang telah mencapai
kategori sanitasi yang layak ialah D.I. Yogyakarta dengan persentase 96,21%,
Bali dengan persentase 95,94%, DKI Jakarta dengan persentase 92,79%, Kep.
Bangka Belitung dengan persentase 91,63%. Kemudian, provinsi yang belum
mencapai kategori sanitasi yang layak ialah Sumatera Barat dengan persentase
69,27% dan untuk provinsi lainnya memiliki presentase rata – rata 81,44%. Dari
hasil nilai presentase yang sudah diuraikan dapat disimpulkan bahwa wilayah
yang terletak jauh dari pusat pemerintahan masih belum mendapatkan fasilitas
sanitasi yang layak.
Sebagai contoh, di Kota Padang yang merupakan Ibukota provinsi dari
Sumatera Barat. Kota Padang sebagai Ibukota provinsi, seharusnya memiliki
akses sanitasi yang memadai salah satunya yaitu jamban sehat, supaya menjadi
contoh yang lebih baik bagi Kabupaten/Kota lainnya yang ada di Sumatera Barat,
yaitu dengan tersedianya fasiliitas jamban sehat 100%. Ataupun dapat mencapai
target minimal pencapaian jamban sehat mencapai target yang telah ditetapkan
oleh Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang tahun 2018, yaitu sebesar 95%. Akan
tetapi menurut data di lapangan, Kota Padang saat ini hanya menempati urutan ke-
5 dalam pencapaian target jamban sehat 100%, yang sudah direncanakan dari 19
Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Barat. Hal ini sudah membuktikan bahwa
kondisi sanitasi yang ada di Sumatera Barat masih sangat rendah karena
Ibukotanya saja tidak dapat mencapai target DKK Padang yang sudah
direncanakan.
Menurut Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2018, semua
kelurahan di Kota Padang saat ini telah melaksanakan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM). Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa angka
capaian akses sanitasi (jamban sehat) di Kota Padang adalah 92,47%. Hal ini
sejalan dengan data monev STBM yang menyatakan bahwa capaian persen akses
sanitasi di Kota Padang adalah sebesar 92,84% diantaranya yaitu, akses Jamban
Sehat Permanen (JSP) 82,51%; akses Jamban Sehat Semi Permanen (JSSP)
5,49%; akses sharing 4,58%, dan akses BABS 7,16%. Berdasarkan data tersebut
dapat disimpulkan bahwa sebanyak 7,16% atau 11.563 ribu jiwa penduduk Kota

3
Padang memiliki peluang untuk melakukan praktik BABS. Kondisi ini
diakibatkan karena secara garis besar provinsi Sumatera Barat hanya
mengandalkan anggaran dana dari pemerintah atau APBN dan APBD.

Isi

Pembahasan

2.1. Pemaparan masalah

Sanitasi merupakan suatu hal penting demi kesehatan masyarakat Indonesia


yang harus dimiliki dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Akan tetapi, fasilitas sanitasi yang baik saat ini belum secara merata dimiliki dan
dirasakan oleh beberapa lapisan masyarakat. Hal ini sejalan dengan kurangnya
pemahaman masyarakat serta wawasan mengenai sanitasi yang baik, dimana
masih banyak masyarakat yang melakukan aktivitas BABS ( Buang Air Besar
Sembarangan). Pada tahun 2022, menurut data Badan Pusat Statistik sekitar
5,86% rumah tangga di Indonesia masih melakukan aktivitas BABS (Buang Air
Besar Sembarangan). Selain itu, adanya keterbatasan anggaran dana dalam
memfasilitasi sanitasi tersebut. Sejauh ini berdasarkan informasi yang didapat,
pendanaan untuk menyediakan fasilitas sanitasi biasanya di dapat hanya dari
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah), CSR (Corporate Social Responsibility), Hibah
dan Pinjaman Luar Negeri (HPLN), serta Perbankan. Oleh karena itu, jika hanya
terus bertopang atau mengandalkan pada anggaran dana tersebut yang dimana
dana tersebut memiliki nominal yang tidak selalu sama setiap tahunnya, hal ini
akan sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk segera
memiliki fasilitas sanitasi yang sesuai standar di setiap wilayahnya.

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, dibutuhkan alternatif lain sebagai


penunjang dalam pemenuhan sumber pendanaan untuk menyediakan fasilitas

4
sanitasi yang baik secara cepat dan merata. Dimana Indonesia adalah salah satu
negara yang memiliki potensi wilayah yang sangat besar untuk dimanfaatkan oleh
masyarakatnya, ditambah juga rasa semangat gotong royong di Indonesia sangat
besar yang seharusnya dapat mempermudah proses pembuatan fasilitas sanitasi
tersebut. Jadi, upaya yang dapat dilakukan sekarang adakah dengan mendorong
akan kemandirian masyarakat disetiap wilayah dalam memanfaakan potensi-
potensi yang ada di setiap daerahnya, untuk dijadikan sebagai salah satu sumber
pendanaan untuk fasilitas sanitasi tersebut. Masalah ini dapat diselesaikan secara
efektif jika ada kerja sama dari pemerintah dan masyarakat wilayah tersebut. Jadi,
tidak saling kebergantungan satu sama lain.

2.2. Tinjauan Pustaka

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang besar, yang dimana
berdasarkan pemaparan data dari JMP diatas menunjukkan bahwasannya akses
sanitasi yang dimiliki Indonesia masih sangat kurang dan harus segera dibenahi.
Hal ini juga dibuktikan dengan beberapa persentase mengenai akses sanitasi layak
yang dimiliki oleh setiap daerah itu masih belum merata. Terhitung hanya ada 5
provinsi yang sudah mencapai 90% yang lainnya hanya berada dikisaran 70-80%
bahkan ada yang masih bertahan di 60%. Keadaan ini memang terhambat karena
adanya faktor pandemi COVID-19 yang melanda dunia beberapa waktu yang lalu,
termasuk Indonesia. Bukan hanya pandemi Covid-19, tetapi faktor lain seperti
keadaan ekonomi, perubahan iklim, dan kesehatan juga menjadi penghambat
untuk mencapai target yang ingin dicapai.

Mengenai hal ini, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian


PPN/Bappenas Josaphat Rizal Primana sudah menetapkan mengenai target jangka
panjang Indonesia yaitu ”Penguatan Profil Sektor Air Minum dan Sanitasi dalam
Upaya Memenuhi TPB/SDGs” dengan tujuan untuk menciptakan sarana air bersih
dan sanitasi layak sebagai pintu masuk pemulihan ekonomi dan kesehatan
masyarakat pasca pandemi Covid-19 sebagai upaya untuk kembali mengatur
strategi dan target baru untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan kebersihan

5
yang ada di kalangan masyarakat. Selain itu, Direktur Perumahan dan Kawasan
Pemukiman kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti memaparkan
bahwasannya untuk merealisasikan program tersebut terdapat beberapa tantangan
yang harus siap untuk dihadapi. Beberapa tantangan tersebut adalah semua
elemen pemerintah daerah harus saling berkoordinasi supaya bisa sejalan untuk
berkomitmen ke penyediaan fasilitas air bersih dan sanitasi layak, sumber-sumber
pendanaan yang akan digunakan harus pasti, dan yang terakhir adalah tingkat
kesadaran masyarakat akan pentingnya air bersih dan sanitasi yang layak.

2.3. Gagasan/Ide

Menurut uraian-uraian diatas menjelaskan bahwa salah satu faktor


penghambat dalam upaya untuk meningkatkan akses sanitasi yang layak di setiap
daerah tidak terlepas dari permasalahan pendanaan yang secara umum hanya
mengandalkan dari APBN dan APBD, serta dana Hibah baik dari dalam ataupun
luar negeri. Beberapa sumber dana tersebut setiap tahunnya tidak dapat dipastikan
nominal yang diberikan jumlahnya sama, sehingga akan berpengaruh terhadap
upaya daerah dalam penyediaan sanitasi. Oleh karena itu, setiap elemen daerah
harus ikut berperan dalam proses penyediaan sanitasi dengan menciptakan
strategi-strategi untuk menciptakan tambahan sumber pendanaannya secara
mandiri untuk dapat membantu percepatan proses merealisasikan fasilitas
tersebut.

Berdasarkan fakta di lapangan, setiap daerah di Indonesia jika dikelola


dengan baik maka akan memunculkan potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan
sebagai upaya dalam menghasilkan sumber dana tambahan. Berikut adalah cara
atau program untuk mendapatkan sumber pendanaan yang dapat dikelola oleh
instansi desa masing-masing agar target, sasaran, dan kebutuhan dana yang
diperlukan dapat diketahui dengan sesuai.

1. Meningkatkan dan mengelola potensi wisata desa

6
Program ini didasari dengan adanya potensi – potensi dari kekayaan
alam atau kekayaan budaya yang dapat dijadikan sebagai destinasi
wisata. Jika destinasi wisata ini sudah dibentuk dan dikelola dengan baik
maka hasil dari pengelolaan destinasi tersebut dapat digunakan sekian
persen (%) sebagai dana untuk meningkatkan penyediaan akses sanitasi.
Sumber dana ini dapat diperoleh dari penjualan tiket destinasi tersebut
dan biaya sewa atau pajak bagi pedagang yang berjualan disekitar
destinasi tersebut.

2. Membentuk Koperasi Simpan Pinjam Sederhana

Program kedua ini didasari dengan adanya kultur dari masyarakat


indonesia yang dimana menyukai sesuatu yang mudah dan cepat. Oleh
karena itu, dibentuknya Koperasi Simpan Pinjan Sederhana ini dengan
tujuan dapat mensejahterakan serta memberikan kemudahan kepada
masyarakat. Salah satunya dibentuk program “ Pinjam Keren “ yaitu
Pinjam Kreatif dan Modern yang dimana program ini lebih difokuskan
untuk penyediaan akses sanitasi. Pendanaan awal untuk pembentukan
Koperasi ini dapat bersumber dari anggaran pemberdayan masyarakat
yang diberikan oleh APBD. Kemudian, mekanisme untuk
pembayarannya sendiri memiliki tiga metode yakni metode pembayaran
secara harian, bulanan, atau musiman. Berikut adalah penjabaran dari
ketiga metode ini:

a. Metode Pembayaran Harian


Sistematis dari metode pembayaran harian ini ialah dimana
masyarakat dapat membayarkan dana yang dipinjam dengan
minimal 0,5 % dari dana peminjaman dana tersebut selama
8 – 12 bulan.

b. Metode Pembayaran Bulanan

7
Sistematis dari metode pembayaran bulanan ini, masyarakat
dapat membayarkan dana yang dipinjam dengan minimal
15 % dari dana peminjaman dana tersebut selama 5 - 8 bulan.

c. Metode Pembayaran Musiman


Sistematis dari metode pembayaran musiman ini dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dapat berbentuk uang tunai
atau hasil panen masyarakat tersebut. Namun, metode
pembayaran musiman ini harus disesuaikan terlebih dahulu
dengan waktu panen di daerah ( per – triwulan atau per –
enam bulan). Dengan rincian metode pembayaran sebagai
berikut :

➢ Pembayaran secara per – triwulan (3 bulan)


Pembayaran secara triwulan ini masyarakat
membayarkan modal yang dipinjam dengan minimal
27% dari modal peminjaman selama kurang lebih 4
musim atau 1 tahun.

➢ Pembayaran secara per – enam bulan (6 bulan)


Pembayaran secara per-enam bulan ini masyarakat
membayarkan modal yang dipinjam dengan minimal
50% dari modal awal peminjaman dan 2% bunga dari
peminjaman dana tersebut selama kurang lebih 2
musim atau 1 tahun.

3. Membuat program WASERBA (Warung Serba Ada)

Program ini didasari dengan karakteristik masyarakat Indonesia


yang masih bersifat konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya dan
bertujuan untuk memudahkan masyarakat Indonesia dalam memenuhi

8
kebutuhan pokoknya yang tidak ada di wilayah tersebut. Dimana
program ini dikelola langsung oleh masyarakat wilayah tersebut
dibawah naungan BUMDes. Program WASERBA ini menyediakan
beberapa fasilitas kemudahan untuk masyarakat. Salah satunya, adanya
fasilitas untuk tarik tunai dan setor tunai serta pembayaran e-commerce.
WASERBA ini memiliki sumber modal awal yang berasal dari APBD
yang termasuk ke dalam anggaran belanja bagian Pemberdayaan
Masyarakat Desa wilayah tersebut. Setelah program “WASERBA” ini
berjalan dimisalkan bahwa laba kotor dari warung tersebut yaitu Rp
10.000.000 per bulan dimana 10% dari laba kotor tersebut dapat
digunakan sebagai sumber dana penyediaan akses sanitasi di wilayah
desa tersebut.

9
Penutup

3.1. Kesimpulan

Sanitasi negara Indonesia saat ini masih belum bisa dikatakan sanitasi yang
layak dikarenakan masih ada beberapa daerah yang belum memiliki atau dapat
mengakses penyediaan sanitasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari uraian diatas
bahwa masih ada beberapa daerah di Indonesia yang memiliki akses sanitasi yang
buruk. Masih ada masyarakat yang melakukan aktivitas BABS ( Buang Air
Sembarangan). Hal ini dapat terjadi bisa disebabkan karena kekurangan akses
dalam penyediaan air bersih dan kekurangan akses penyediaan fasilitas
sanitasinya, yang membuat masyarakat mencari alternatif lain yang lebih
memudahkan.

Kasus mengenai kesehatan masyarakat memang selalu menjadi


permasalahan yang tidak akan ada habisnya, selagi masih ditemukan adanya
kehidupan. Oleh karena itu, berbagai upaya harus selalu dilakukan terus-menerus
untuk dapat mencapai target penyediaan akses sanitasi yang layak bagi
masyarakat. Sanitasi yang merupakan suatu hal penting dan harus diperhatikan,
serta diberikan perlakuan khusus. Kualitas sanitasi di suatu wilayah sangat
berdampak besar, baik untuk lingkungan maupun untuk kesehatan setiap individu,
yang dimana kita ketahui sanitasi ialah sebuah perilaku yang ada pada
pembudayaan hidup bersih, yang memiliki tujuan untuk mencegah manusia untuk
bersentuhan secara langsung dengan suatu bahan yang berbahaya maupun yang
kotor, dengan harapan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas hidup serta
kesehatan dari manusia tersebut.

Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam penyediaan fasilitas sanitasi


tersebut ialah sumber dana untuk menunjang fasilitas sanitasi itu sendiri.
Beberapa wilayah di Indonesia memiliki kesulitan dalam mendapatkan sumber
dana untuk meningkatkan kualitas sanitasi. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif

10
lain untuk mendapatkan sumber pendanaan sanitasi bagi masyarakat selain dari
anggaran yang diberikan oleh pemerintah.

Sanitasi yang merupakan upaya untuk meningkatkan aspek kesehatan


masyarakat, memerlukan beberapa syarat supaya peningkatan fasilitasnya cepat
mencapai target. Pertama, setiap elemen pemerintah dimulai dari pusat sampai ke
daerah harus saling berkoordinasi sebagai jembatan penghubung antara
masyarakat dengan kondisi lingkungan, bukan hanya saling mengandalkan tapi
juga harus saling bekerja sama untuk mewujudkan tujuan yang sama, khususnya
dalam pemberdayaan lingkungan seperti akses sanitasi yang layak. Hal ini sangat
diperlukan sebagai salah satu upaya kita dalam menjaga keberlangsungan hidup
dan keseimbangan lingkungan yang ada. Dengan terjaganya kondisi lingkungan,
maka segala aspek akan terjaga atau bahkan meningkat seiring dengan
berjalannya waktu baik itu dari segi kesehatan, ekonomi, dan yang lainnya.

Kedua, perlunya keterlibatan masyarakat dalam segala upaya yang berkaitan


dengan lingkungan supaya dapat memunculkan kesinambungan antara program
dan perealisasian di lapangan, serta dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
akan dampak-dampak yang terjadi apabila lingkungan tidak dijaga secara
bersama-sama.
Ketiga, diperlukannya inovasi-inovasi baru dalam upaya memenuhi fasilitas
sanitasi yang layak bagi masyarakat. Sebagai contoh dengan memperluas cara
dalam upaya pemenuhan sumber dana yang diperlukan supaya progres
penyediaan fasilitas sanitasi lebih cepat. Seperti yang sudah diuraikan diatas
seharusnya setiap desa dapat melakukan upaya mandiri untuk menghasilkan
sumber dana tambahan atau alternatif dalam peningkatan akses sanitasi
masyarakatnya. Cara ini sebenarnya dapat lebih efektif karena masyarakat desa
sendirilah yang mengetahui dan merasakan kondisi lingkungannya bagaimana.
Jika sudah diketahui, maka mereka dapat memperhitungkan seberapa besar dana
yang diperlukan dan seberapa banyak pembangunan yang harus mereka capai atau
targetkan.

11
Dengan hal ini, seharusnya akses sanitasi yang layak dapat tersedia dan
dirasakan merata oleh semua masyarakat Indonesia sehingga tingkat kesehatan
juga meningkat.

3.2. Rekomendasi Penulis

Sebagai negara yang kaya akan potensi dan keanekaragaman, seharusnya


masyarakat Indonesia dapat lebih memaksimalkan potensi-potensi tersebut
sebagai salah satu sarana meningkatkan kualitas daerahnya, terlebih lagi pada
permasalahan kesehatan yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus bagi
semua kalangan. Menjaga lingkungan sebenarnya bukan hanya tanggung jawab
pemerintah, tetapi dimulai dari diri kita sendiri yang harus meningkatkan
kesadaran kita terhadap lingkungan. Karena lingkungan yang bersih dan sehat
akan dapat meningkatkan produktifitas masyarakatnya sendiri. Hal ini terjadi
disebabkan karena lingkungan yang bersih dan sehat dapat meningkatkan
persentase kesehatan masyarakat sehingga aktivitas sehari-harinya berjalan
dengan lancar.

12
Daftar Pustaka

Prov jateng, Yandip. 24 Feb.2020. Dana Desa Harus Digunakan Sesuai Aturan.
Diakses pada 27 Mei 2023, dari
https://jatengprov.go.id/beritadaerah/dana-desa-harus-digunakan-
sesuai-aturan/

Badan Pusat Statistik. 2023. Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan
Memiliki Akses terhadap Sanitasi Layak (Persen), 2020-2022.
Diakses pada 27 Mei 2023, dari
https://www.bps.go.id/indicator/29/847/1/persentase-rumah-tangga-
menurut-provinsi-dan-memiliki-akses-terhadap-sanitasi-layak.html

Updesa.com. Belanja Desa – Pengertian, Ketentuan, dan Jenisnya. Diakses pada


27 Mei 2023, dari https://updesa.com/belanja-desa/

eSkripsi Universitas Andalas. BAB 1 : PENDAHULUAN. Diakes pada 27 Mei


2023,http://scholar.unand.ac.id/59494/2/BAB%201%20%28PENDA
HULUAN%29.pdf

Humas, Fraksi PKS. 2022. Aleg PKS : Indonesia Masih Jauh dari Akses Sanitasi
dan Air Minum Aman. Diakses pada 27 Mei 2023, dari
https://fraksi.pks.id/2022/05/23/aleg-pks-indonesia-masih-jauh-dari-
akses-sanitasi-dan-air-minum-aman/

Mardiastuti, Aditya. 2022. Sanitasi Adalah : Pengertian, Jenis, Manfaat dan


Contoh Penerapannya. Diakses pada 27 Mei 2023, dari
https://www.detik.com/jabar/berita/d-6197674/sanitasi-adalah-
pengertian-jenis-manfaat-dan-contoh-penerapannya/amp

BAPPENAS. 20 Mei 2022. Rampungkan SMM SWA 2022, Indonesia Bidik


Peningkatan Akses Air Bersih dan Sanitasi. Diakses pada 28 Mei
2023, dari https://www.bappenas.go.id/id/berita/rampungkan-smm-
swa-2022-indonesia-bidik-peningkatan-akses-air-bersih-dan-
sanitasi-JoYf0

Rosavinda, Bunga, dan Su Partono. PERAN KOPERASI UNIT DESA (KUD)


TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ANGGOTA (Studi
Kasus KUD “Sri Among Tani” Kecamatan Plosoklaten Kabupaten
Kediri). Diakses pada 28 Mei 2023, dari
https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/197

13
Rahman, Aulia, Fea Firdani, Defrian Djafri, dan Nur Intan Rahmi Andafia. 2021.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sanitasi Lingkungan
Masyarakat Di Rural Area Dan Urban Area Di Provinsi Sumatera
Barat 2020. Diakses pada 28 Mei 2023, dari
https://www.researchgate.net/publication/355285689_Faktor-
Faktor_Yang_Mempengaruhi_Sanitasi_Lingkungan_Masyarakat_
Di_Rural_Area_Dan_Urban_Area_Di_Provinsi_Sumatera_Barat_2
020

Rizaty, Monavia Ayu. 2022. 80,92% Rumah Tangga Indonesia Punya Sanitasi
Layak Pada 2022. Diakses pada 29 Mei 2023, dari
https://dataindonesia.id/kesehatan/detail/8092-rumah-tangga-
indonesia-punya-sanitasi-layak-pada-2022

Pristiandaru, Danur Lambang. 2023. Jutaan Rumah Tangga di Indonesia Masih


BAB Sembarangan. Diakses pada 29 Mei 2023, dari
https://lestari.kompas.com/read/2023/05/27/110000186/jutaan-
rumah-tangga-di-indonesia-masih-bab-sembarangan#.

14

Anda mungkin juga menyukai