Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filipina menjadi negara yang paling lama dijajah oleh Eropa di wilayah

Asia tengara. Filipina mendapatkan kolonialisasi Spanyol dan Amerika yang

berusaha melakukan integrasi politik formal pada aspek sosial, budaya,

pendidikan, pemerintahan, dan hukum. Selepas kemerdekaan Filipina dan

hilangnya pengaruh kolonialisme, faktanya pemerintahan Filipina berupaya

melanjutkan kebijakan koloni Amerika melalui semboyan Filipinisasi dan

Kristenisasi. Hal tersebut menyebabkan awal mula kegelisahan kalangan muslim

Moro di wilayah Selatan Filipina.

Mindanao merupakan kawasan Filipina dengan mayoritas penduduk

beragama Islam dengan kondisi yang memprihatinkan. Sebab, Filipina Selatan

identik dengan kawasan berbahaya, konflik, basis kekerasan, miskin dan tidak

terurus. Permasalahan inti dari konflik tersebut adalah isu ketidakadilan ekonomi,

politik dan perlakuan buruk oleh Pemerintah Filipina atas Bangsamoro di

Mindanao. Sempat terjadi peperangan antar orang Filipina yang

mengatasnamakan misi suci, yang menimbulkan rasa benci dan tidak percaya

antara kaum Muslim dan Kristen. Pada konteks ini, Spanyol menerapkan politik

devide and rule (pecah belah dan kuasa) serta mission-sacre (misi suci

kristenalisasi) terhadap kaum Islam di Mindanao.

1
Konflik Bangsamoro merupakan konflik antara Pemerintah Filipina

dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF) karena adanya ketidakcocokan

pada prinsip dan ideologi. Konflik ini berkepanjangan dan melibatkan muslim

minoritas yang ada di Filipina Selatan atau disebut sebagai Bangsamoro. Filipina

merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang mendapat pengaruh oleh

kebudayaan Islam-Melayu, hal ini dapat dikaitkan dengan letak negara Filipina

yang dekat dengan Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Berbeda dengan negara Malaysia dan Indonesia yang mayoritasnya

beragama Islam, di Filipina muslim menjadi minoritas yang disebut sebagai

Bangsamoro. Di Filipina penganut Islam hanya 10% dan di wilayah tertentu yaitu

Pulau Mindanao, daerah Selatan Filipina. Wilayah muslim tersebut dianggap zona

berbahaya oleh pemerintah Filipina1. Dalam beberapa tahun terakhir, Mindanao

menjadi wilayah yang mendapat perhatian lebih seiring dengan munculnya

organisasi teroris Islamis yang berkaitan erat dengan konflik di Timur Tengah.

Mindanao diyakini menjadi basis kelompok terorisme Abu Sayyaf dan Jemaah

Islamiyah yang kemunculannya memberikan citra buruk terhadap kelompok

pejuang kemerdekaan seperti Front Pembebasan Islam Moro (MILF)2.

Armed Conflict Location and Event Data Project (ACLED) merekam

peristiwa konflik menurut jenis yaitu pada Januari 2016 hingga Juli 2019.

Berdasarkan data tersebut Filipina berada di tengah-tengah “Krisis Hak Asasi

1
Ahmad Suaedy (2012). Dinamika Minoritas Muslim Mencari Jalan Damai (Peran Civil Society
Muslim di Thailand Selatan dan Filipina Selatan). Wahid Institute. Diakses ari
http://lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=20401178 (1/4/2021.06.15 WIB)
2
Al Chaidar, d. (n.d.). Masyarakat Mindanao, Abu Sayyaf dan Masalah Keamanan Kawasan.
Jurnal Cakrawala. Diakses dari https://ejournal.uksw.edu/cakrawala/article/view/2098
(1/4/2021.07.00 WIB)

2
Manusia”. Setidaknya terdapat 3 (tiga) perjanjian perdamaian utama antara

pemerintah dengan kelompok pemberontak yang berbeda namun belum ada yang

memberikan pedamaian berkelanjutan. Pemerintah dan kelompok pemberontak

terbesar Filipina atau disebut MILF menandatangani perjanjian damai saat ini.

Selain itu data menunjukkan peningkatan signifikan dalam ekstremisme kekerasan

di Filipina yang tertinggi pada tahun 2017. Pengambilalihan kekerasan di Marawi

pada 2017 oleh pemberontak pro-ISIS mempersatukan pejuang dari tiga

kelompok etnis terbesar di Mindanao, Tausug, Maranao, dan Maguindanao.

Pertempuran lima bulan menunjukkan jumlah kematian meningkat akibat

ekstremisme dengan lebih banyak kematian per insiden kekerasan pada tahun

2017 dibandingkan tujuh tahun terakhir3.

Pada konteks penelitian ini, Filipina merupakan negara dengan sistem

pemerintahan demokrasi. Dengan adanya konflik Bangsamoro, pemerintah tidak

akan membiarkan wilayah Mindanao ini untuk lepas dari negaranya. Sebagai

negara demokratis, maka pemerintah berupaya untuk selalu memberikan solusi

untuk mempertahankan kesejahteraan rakyatnya. Hal yang menarik adalah

menurut sejarah Negara Filipina merupakan penganut mayoritas Muslim, namun

karena kehadiran Spanyol menyingkirkan masyarakat Muslim menjadi minoritas.

Walaupun demikian, mereka tetap berjuang dan bertahan hingga saat ini dan

menjadi mitra pemerintah Filipina diwakilkan oleh MILF. Upaya perdamaian

antara Bangsamoro dengan pemerintah Filipina telah dilakukan oleh beberapa

3
Sian Herbert (2019). Conflict Analysis of The Philippines. Birmingham: K4D. Dalam
https://assets.publishing.service.gov.uk/media/5d654ce7ed915d53ac85a04c/648_Conflict
_analysis_of_The_Philippines.pdf (1/4/2021.07.06 WIB)

3
rezim diawali oleh Ferdinan Marcos kemudian dilanjutkan oleh rezim-rezim

selanjutnya namun selalu mengalami kegagalan.

Dalam penelitian ini peneliti meletakkan fokus pada kepemimpinan

Benigno Aquino III dan Rodrigo Duterte karena beberapa kesamaan yang

kemudian dapat dijadikan sebagai indikator dalam membandingkan dua

kepemimpinan ini dalam upaya resolusi konflik. Aquino dan Duterte pada masa

kepemimpinannya sama-sama ingin menyelesaikan konflik berkepanjangan ini.

Keduanya menggunakan metode soft power dan sebagai pendekatan terhadap

Bangsamoro tidak terlalu menggerakan militer seperti kebijakan presiden-

presiden sebelumnya. kemudian Aquino dan Duterte berupaya untuk

meningkatkan perekonomian masyarakat di Mindanao. Pertanian dan peternakan

adalah dua sektor yang sangat berpotensi di wilayah Mindanao. Dalam hal ini

Aquino mendorong pertumbuhan ekonomi di Mindanao agar masyarakat

Bangsamoro pulih dan dapat memenuhi kebutuhannya. Hak tanah yang telah

direnggut oleh kepemimpinan sebelumnya yaitu Ferdinan Marcos diberikan

kepada masyarakat yang dapat dicicil selama 15 tahun. Kebijakan ini sangat

berarti dalam membantu perekonomian masyarakat Mindanao. Duterte pada masa

pemerintahannya melihat perkembangan ekonomi yang kian membaik. Ia pun

meneruskan kebijakan ekonomi oleh kepemimpinan Aquino dengan meyakinkan

investor luar negeri. Namun ia tidak begitu menawarkan konsep-konsep ekonomi

4
karena pada dasarnya masyarakat Filipina membutuhkan pemimpin keras untuk

mengeluarkan mereka dari ketakutan4.

Selain itu Aquino dan Duterte selalu melanjutkan upaya perdamaian yang

telah dibuat sebelumnya. Seperti halnya Aquino dalam pemerintahannya

melanjutkan upaya yang dibuat oleh Presiden Arroyo yaitu cara mediasi seperti

Formal Exploratory Talks. Cara mediasi ini menggunakan positive peace dan

negative peace sebagai upaya perdamaian di wilayah Mindanao. Kemudian

Duterte pada masa pemerintahannya menciptakan lahirnya Undang-Undang

Organik Bangsamoro atau Bangsamoro Organic Law (BOL) pada 27 Juli 20185

sebagai ganti dari Undang-Undang Dasar Bangsamoro atau Bangsamoro Basic

Law (BBL) atas upaya Aquino yang belum berhasil disahkan, serta memperbarui

ARMM menjadi BARMM yang memiliki tujuan perluasan wilayah otonomi

untuk Bangsamoro.

Berdasarkan persamaan kebijakan dari kedua presiden tersebut, maka

perbedaannya dapat dilihat dari berbagai perspektif. Persamaan visi misi

menentukan arah kerja yang berbeda dari kedua pemimpin ini. Lalu pertumbuhan

ekonomi yang keduanya sama mengupayakan menentukan hasil berbeda. Kedua

presiden ini juga menciptakan Undang-Undang otonomi untuk masyarakat

Mindanao namun mencapai hasil yang berbeda.

4
Adminir. (2018). Duterte dan Warisan Kekerasan. Hubungan Internasional UII. Diakses dari
https://ir.uii.ac.id/duterte-dan-warisan-kekerasan/ (1/4/2021.08.08 WIB)
5
Tempo.co (2018). Berdamai, Ini Kronologi Proses Negosiasi Filipina dengan MILF. Diakses dari
https://dunia.tempo.co/read/1114469/berdamai-ini-kronologi-proses-negosiasi-filipina-dan-milf
(1/4/2021.08.50 WIB)

5
Penelitian ini penting untuk melihat bagaimana salah satu konflik yang

memiliki sejarah panjang di Filipina dapat diselesaikan. Resolusi konflik dimulai

sejak tahun 1997 dengan dibukanya dialog damai antara pihak pemerintah Filipina

dengan pihak MILF. Namun baru menemui titik terang resolusi konflik pada

tahun 2014, meski sempat tertunda pada tahun 2015 menyusul terjadinya insiden

serangan komando polisi terhadap markas kelompok separatis, yang malah

menewaskan 44 orang anggota pasukan komando polisi Filipina6. Namun kini

kesepakatan damai sudah terjalin menyusul penandatanganan Undang-Undang

Organik Bangsamoro (BOL) oleh Presiden RodrigoDuterte melalui Kongres

Filipina.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penelitian ini penting dilakukan

untuk mengkaji lebih lanjut terkait penyelesaian konflik Bangsamoro oleh kedua

presiden dengan kebijakan-kebijakan yang diterapkannya. Diharapkan penelitian

ini dapat menjadi referensi untuk melihat sejarah resolusi konflik internal negara

di dalam dua kepemimpinan yang berbeda. Penelitian ini dapat menambah

kajian mengenai kajian konflik dan resolusi konflik yang dapat menjadi acuan

bagi peneliti lain yang hendak meneliti kajian konflik dan resolusi konflik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana perbandingan resolusi konflik Bangsamoro pada

pemerintahan Benigno Aquino III dan Rodrigo Duterte?

6
Ibid(1/4/2021.09.02 WIB)

6
1.3 Tujuan Penelitian

A. Untuk mengetahui resolusi konflik pemerintahan kepemimpinan

Benigno Aquino III dalam penyelesaian konflik Bangsamoro

B. Untuk mengetahui resolusi konflik pemerintahan kepemimpinan

Rodrigo Duterte dalam penyelesaian konflik Bangsamoro

C. Untuk membandingkan resolusi konflik pemerintahan kepemimpinan

Benigno Aquino III dan Rodrigo Duterte dalam penyelesaian konflik

Bangsamoro

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini memberikan sumbangsih keilmuan Hubungan Internasional,

khususnya dalam kajian perbandingan politik, resolusi konflik dan kajian

kawasan Asia Tenggara.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

sumbangan ilmu serta pemikiran tentang resolusi konflik pemerintahan

Benigno Aquino III dan Rodrigo Duterte terhadap konflik masyarakat

minoritas muslim di Filipina yang mana berada di kawasan Asia Tenggara.

1.5 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penelitian terdahulu dibagi menjadi dua kategori, yang

pertama dengan topik kebijakan pemerintah pada saat kepemimpinan Benigno

Aquino III atau Rodrigo Duterte terhadap penyelesaian konflik bangsamoro dan

kedua penelitian dengan konsep perbandingan.

7
Penelitian terdahulu kategori kebijakan pemerintah pada saat kepemimpinan

Benigno Aquino III terhadap penyelesaian konflik bangsamoro yang pertama

ditulis oleh Mohammad Hafiz Suardi yang berjudul Kebijakan Pemerintah

Filipina Di Bawah Presiden Benigno Aquino III dalam Upaya Proses

Perdamaian di Mindanao7. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori oleh

Johan Galtung, yaitu perdamaian dan studi konflik yang mana teori 8 komponen

perdamaian yang diutarakan oleh Johan Galtung merupakan proses perdamaian

yang berasal dari 4 kebutuhan dasar manusia yang harus dicapai da nada 4 hal

yang ditakuti manusia yang harus dihindari dengan cara meniadakan 4 kekerasan

structural dalam proses perdamaian8. Faktor-faktor seperti militer, ekonomi,

politik, dan budaya sanat penting dalam proses perdamaian dalam kebijakan yang

akan dibenuk. Kebijakan dari hal tersebut bisa saja mempercepat atau

memperlambat proses perdamaian. Dalam implementasinya, kebijakan

perdamaian yang dibuat oleh Aquino menggunakan positive peace dan negative

peace.

Metodologi penelitian ini dibagi menjadi tiga yakni jenis penelitian, metode,

dan analisis datata. Yang pertama jenis penelitian deskriptif. Yang mana bertujuan

untuk memperoleh gambaran tentang suatu waktu tertentu. Kemudian

penenelitian ini menggunaka teknik pengumpulan data sekunder yaitu

menggunakan bahan-bahan seperti jurnal-jurnal, buku-buku, artikel dan surat

7
M. Hafiz Suardi (2014). Kebijakan Pemerintah Filipina di Bawah Presiden Benigno Aquino III
dalam Upaya Proses Perdamaian di Mindanao. skripsi : Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Diakses dari http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t40008.docx (3/4/2021.07.02
WIB)
8
Ibid(3/4/2021.07.15 WIB)

8
kabar. Penulisan penelitian ini menggunakan teknik analisa data dari Miles dan

Huberman dengan model interaktif.

Penelitian terdahulu ke-dua ditulis oleh Annerah M. Usop yang berjudul

Solution to the Political Problem of Bangsamoro: Maguindanaon Proffeionals

and Employees Association Perspective9. Penelitian ini menggunakan jenis

penelitian deskriptif yang dilakukan dengan obvservasi dan menggunakan

wawancara serta survey dalam mengumpulkan data. Penelitian ini berupaya untuk

menganalisis masalah politik Bangsamoro menggunakan Perspektif MAPEA

(Asosiasi Profesional dan Karyawan Maguindanaon). Perspektif anggota MAPEA

tidak berbeda dengan organisasi lain yang mana juga berharap konflik ini segera

berakhir. Lalu berdasarkan penelitia ini, peneliti memaparkan beberapa

rekomendasi seperti :

1. Pemerintah pemerintah harus serius melakukan konsultasi nasional mengenai

akar penyebab konflik Mindanao, sehingga mereka dapat menghadapi masalah

tersebut secara langsung;

2. para profesional, terutama dari Maguindanao, harus memimpin dalam

membujuk pemerintah melalui semua cara tanpa kekerasan;

3. Organisasi masyarakat sipil harus melanjutkan tindakannya, mereka perlu

mengintensifkan dan memperluas cakupan tindakan dengan berkoordinasi

dengan organisasi masyarakat sipil lainnya di Mindanao.

9
AM Usop (2012). Solution to the Political Problem of Bangsamoro: Maguindanaon Profesionals
and Employees Association Perspective. Sosiohumanika, 5(1) . Diakses dari
https://mindamas-journals.com/sosiohumanika/article/view/463/461 (4/4/2021.08.01
WIB)

9
Penelitian terdahulu ke-tiga ditulis oleh Prakoso Permono yang berjudul Abu

Sayyaf Group di Filipina Selatan setelah Bangsamoro Autonomous Region in

Muslim Mindanao10. Penilitian ini merupakan penelitian eksplanatif dengan

pengumpulan data sekunder. Dalam jurnal ini penulis berusaha untuk menjawab

potensi dampak yang muncul pada ASG setelah dibentuknya BARMM.seiring

berjalannya waktu ASG yang awalnya kelompok pembela Islam menjadi salah

satu mitra teroris.

Dalam penelitian ini peneiti menggunakan jenis penelitian eksplanatif dan

metode pengumpulan data sekunder. Penelitian ini memaparkan mengenai

harapan terciptanya perdamaian dengan adanya keberadaan BARMM yang diikaji

secara spesifik dari salah satu keompok terror yang berkembang di kawasan

Filipina Selatan yakni Abu Sayyaf Group (ASG). Peneitian ini berupaya untuk

menjawab kemungkinan dampak yang muncul pada ASG dengan dibentuknya

BARMM di kawasan Filipina Selatan. Namun hal ini hanya akan tercipta bila

diberlakukan good governance serta penyelesaian persoaan dasar seperti hanya

kemiskinan serta potensi radikalisasi yang terus berkembang. Penguatan kontrol,

penegakan hukum, dan menghadirkan keamanan tidaklah cukup dalam

melemahkan atau bahkan mengalahkan Abu Sayyaf Group. ASG dikenal sangat

kuat dan mandiri dalm hal pendanaan. Penelitian ini lalu membahas mengenai dua

grand strategy oleh BARMM. Yang pertama seperti halnya strategi control,

penegakan hukum, dan stabilitas. Lalu kedua yaitu membangun ekonomi, kohesi

10
P. Permono (2013). Abu Sayyaf Group di Filipina Selatan setelah Bangsamoro Autonomous
Region in Muslim Mindanao. Globa Strategis NO. 2. Diakses dari https://e-
journal.unair.ac.id/JGS/article/view/14050 (4/4/2021.08.23 WIB)

10
sosial, dan kontra radikalisasi-propaganda. Kedua strategi ini secara teoritis dapat

dipercaya mampu melemahkan ASG.

Penelitian terdahulu ke-empat ditulis oleh Yolanda Tandio, Idin Fasisaka Ni

Wayan Rainy, Priadarsini yang berjudul Faktor Pendorong Moro Islamic

Liberation Front (MILF) Untuk Menandatangani Framework Agreement of

Bangsamoro (FAB) dengan Pemerintah Filipina pada Tahun 201211. Penelitian

ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yang mana

mendeskripsikan suatu fenomena atau konflik yang terjadi dalam bentuk narasi.

Penelitian ini menggambarkan konflik yang terjadi di Filipina Selatan, yaitu

antara Bangsamoro dengan Pemerintah Filipina ini sendiri. Penelitian ini

dilakukankarena penulis ingin menggambarkan faktor apa saja yang mendorong

MILF untuk menandatanganni FAB dengan pemerintah Filipina pada tahun 2012.

Pada tahun tersebut merupakan kepemimpinan Benigno Aquino III, yang mana

kebijakan pemerintah yang dibuat padaa saat kekuasannya memberikan dampak

besar sehingga kesepakatan perdamaian terhadap konflik ini terjadi.

Penelitian terdahulu ke-lima ditulis oleh Diar Abdi Hindiarto mengenai Upaya

Pemerintah Filipina Pada Masa Redrigue Duterte dalam Menangani Konflik

Bangsamoro Tahun 2016-2018. Dalam penelitian ini penulis merumuskan tentang

konflik Bangsamoro dibawah kebijakan pemerintahan Duterte. Penulis

menggunakan teori demokrasi untuk memandang ideology Negara sebagai dasar

11
Tandio, Y., Fasiskan, I., & Priadarsini, N. R. (2017). Faktor Pendorong Moro Islamic Liberation
Front (MILF) Untuk Menandatangani Framework Agreement of Bangsamoro (FAB) dengan
Pemerintah Filipina pada Tahun 2012. Jurnal Hubungan Internasional FISIP Universitas
Udayana Vol 1 No 1. Diakses dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/hi/article/view/27453
(4/4/2021.09.32 WIB)

11
dalam upaya penyelesaian konflik. Selain itu, dalam penelitian ini penulis juga

menggunakan konsep konflik dan resolusi konflik dalam memetakan konflik iini

terjadi serta proses pengelolaan konflik oleh pemerintah12.

Dalam tulisan ini penulis memberikan bukti bahwa Presiden Duterte telah

melakukan strategi negosiasi tidak hanya pada salah satu kelompok namun juga

kepada kedua gerakan pemberontak terbesar Bangsamoro yakni MNLF san MILF.

Dalam hal ini Pemerintah Filipina melanjutkan cara mediasi serta negosiasi dalam

mencapai perdamaian dengan gerakan separatis Bangsamoro. Sebagai hasil,

pemerintah Filipina menciptakan hak otonomi daerah kepada Bangsamoro.

Penelitian terdahulu yang ke-enam berjudul Prospects and Challenges of the

Bangsamoro Basic Law under Duterte’s Presidency. Resolution through Inclusive

Governance oleh Dr. Rizal G. Buendia. Buku ini membahas karya sebelumnya

yaitu tentang Hukum dasar Bangsamoro. Dalam makalah sebelumnya usulan BBL

merupakan perwujudan dari perjuangan historis Bangsamoro untuk memerintah

sendiri serta menjalankan hak rakyat untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Kegagalan kongres ke-16 untuk mengesahkan BBL menjadi undang-undang

dibawah mantan Presiden Benigno Aquino (2010-2016) menimbulkan

kegelisahan kaum minoritas muslim atas bagaimana keseriusan pemerintah untuk

mengatasi tuntutan lama mereka atas otonomi politik di bawah negara kesatuan.

Disini penulis mengarah pada teori konstruktivisme yang mana Duterte

sebagai aktor memiliki peran utama dalam penyelesaian suatu konflik dan

12
Diar Abdi Hindiarto (2019). Upaya Pemerintahan Filipina Pada Masa Rodrigue Duterte Dalam
Menangani Konflik Minoritas Bangsamoro Tahun 2016-2018. Diakses dari
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/28593 (4/4/2021.10.17 WIB)

12
membawa suatu perdamaian. Posisi Duterte sebagai presiden terpilih memberikan

kekuatan yang besar terhadap konflik Bangsamoro. Lalu penulis menjelaskan

tentang peran Duterte yang mungkin beubah dari permainan dapat berasal dari

enam factor utama, yang mana Duterte adalah Walikota dari wilayah selatan,

dimana masyarakat Bangsamoro berada, Ia adalah sosok dengan kekuasaan dan

legitimasi, Duterte dikenal sebagai presiden yang memenuhi janjinya, lalu ia

adalah presiden yang melakukan hal yang benar, ia adalah sosok yang tepat di

waktu yang tepat pula, selain itu Duterte berbeda dari pemimpin-pemimpin

sebelumnya. Dengan demikian penulis menarik kesimpulan bahwasanya Filipina

saat ini berada di puncak perubahan, jika Duterte menjalankan apa yang telah

disampaikan. Duterte membuka peluang baru bagi usulan BBL untuk disahkan

dalam kongres selanjutnya13.

Penelitian terdahulu ke-tujuh berjudul Duterte, the Bangsamoro Autonomous

Region conundrum and its implications oleh Enrico Cau. Penelitian ini membahas

tentang kepemimpinan Duterte yang dianggap sebagai peluru baru untuk

persetujuan Undang-Undang Dasar Bangsamoro (BBL) yang telah tertunda.

Tantangan yang di timbulkan oleh Bangsamoro Autonomous Region (BAR)

kompleks dan beraneka ragam. Di satu sisi terletak kebutuhan moral dan politis

yang mendesak untuk memperbaiki kesalahan historis yang lahir oleh

kolonialisme, membangun kembali hak-hak yang sah untuk muslim Moro dan

13
Buendia, D. G. (2017). Prospects and Challenges of the Bangsamoro Basic Law under
Duterte’s Presidency : Resolution through Inclusive Governance . Manila: Yuchengo
Center. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/321825635_Prospects_and_Challenges_of_the_
Bangsamoro_Basic_Law_under_Duterte's_Presidency_Resolution_through_Inclusive_G
overnance (4/4/2021.11.22 WIB )

13
mengakhiri konflik berkepanjangan ini yang telah terjadi selama beberapa decade.

Penelitian ini memberikan analisis tentang langkah-langkah menuju pembentukan

entitas Bangsamoro dan implikasinya yang berpotensial.

Penelitian terdaulu yang ke-delapan ditulis oleh Ikhwan Rahmatika Latif yang

berjudul Upaya Pemerintah pada Proses Perdamaian sebagai Resolusi Konflik :

Sebuah Studi Komparasi antara Aceh dan Bangsamoro14. Penelitian ini

menggunakan metode perbandingan dengan sumber data kualitatif.

Dalam penelitian ini penulis memaparkan perbandingan mengenai bagaimana

upaya pemerintah dalam proses perdamaian atas konflik muslim yang ada di Aceh

dan Mindanao. Di Aceh ada GAM dan di Mindanao ada MILF sebagai kelompok

pemberontak terbesar. Kedua wilayah ini sama-sama berupaya untuk melepaskan

diri dari negara kesatuannya. Namun tindakan pemerintah untuk mempertahankan

wilayah dari masing-masing negara tersebut berhasil. Di sisi lain pemerintah

memberikan otonomi khusus untuk kedua wilayah tresebut. Nyatanya upaya yang

dilakukan pemerintah juga sama sama mengalami kegagalan atas beberapa

perjanjian yang dibuat. Disini terlihat bahwa pemerintah Indonesia dan Filipina

melakukan pendekatan melalui dialog dengan perwakilan kawsan tersebut.

Sebagai negara yang berdaulat dan menganut system pemerintahan demokrasi,

maka kedua negara ini mengupayakan agar daerah berkonflik tidak melepaskan

diri dari wilayah kekuasaannya.

14
Ikhwan Rahmatika Latif (2020). Upaya Pemerintah pada Proses Perdamaian sebagai Resolusi
Konflik : Sebuah Studi Komparasi antara Aceh dan Bangsamoro. skrpsi UMY. Diakses
dari http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/35766 (4/4/2021.13.28 WIB)

14
Penelitian terdahulu ke-sembilan berjudul Perbandingan Kebijakan

Desentralisasi Asimetris Antara Filipina Selatan dan Indonesia oleh Hafiza

Khaerani. Penelitian yang berbentuk jurnal ini mencoba untuk memberikan

penjelasan bagaimana strategi pemerintah Filipina dalam menyelesaikan konflik

yang ada di Filipina Selatan melalui kebijakan desentralisasi. Konflik ini berupa

keinginan masyarakat muslim monritas di Filipina Selatan yang menginginkan

kemerdekaan. Lalu dalam penelitian ini penulis membandingkan dengan

kebijakan desentralisasi yang telah dulu dilakukan oleh Indonesia dalam

menghadapi konflik di Aceh. Penelitian ini ditulis menggunakan metofe penulisan

eksplanatif-kualitatif. penelitian ini menyimpulkan hasil sementara yaitu

desentralisasi asimettris tersebut diharap dapat memberikan kesejahteraan di

Filipina Selatan belum terlaksana secara baik sesuai dengan direncanakan serta

belum berjalan baik seperti yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia

kepada wilayah Aceh.

Persamaan penelitian terdahulu kategori pertama terhadap penelitian ini

adalah pada bahasannya yaitu pada isu konflik Bangsamoro yang terjadi di

Filipina Selatan. Secara keseluruhan penelitian terdahulu relative mirip namun

akan menjadi sumber data dan informasi atau hasil temuan dalam penulisan

penelitian ini. Perbedaan yang penulis temukan ialah Perbandingan Kebijakan

Pemerintahan Kepemimpinan Benigno Aquino III dan Rodrigo Duterte Dalam

Penyelesaian Konflik Bangsamoro, menggunakan teori komparatif politik dari

hasil perbandingan kebijakan pemerintahan kedua presiden tersebut. Aquino dan

Duterte merupakan presiden Filipina yang memiliki kesaamaan tujuan dalam

15
kepemimpinannya yaitu penyelesaian konflik Bangsamoro. Namun beberapa hal

menyebabkan keberhasilan dan juga kegagalan.

Sedangkan persamaan terhadap penelitian terdahulu kategori kedua yaitu

terletak pada konsepnya yang mana menggunakan perbandingan namun dengan

pendekatan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan topic dari beberapa penelitian

tersebut tidak terkait dengan bahasan topik penelitian ini. Penelitian terdahulu

dapat dirangkum dalam tabel posisi penelitian berikut.

Tabel 1.5.1 Posisi Penelitian

NO Judul dan Jenis Penelitian Hasil


Nama dan Alat
Peneliti Analisa
1. Skripsi : Jenis penelitian : Kebijakan – kebijakan yang dibuat
Kebijakan Deskriptif oleh Presiden Benigno Aquino III
Pemerintah merangkup bidang politik, ekonomi,
Filipina Di Metode : serta militer. Kebijakan ini mendukung
Bawah pengumpulan proses perdamaian konflik
Presiden data sekunder Bangsamoro. Aquino menggunakan
Benigno soft diplomacy sebagai cara yang
Aquino III Analisis data : efektif dalam menyelesaiakan konflik
dalam Upaya model analisis di Mindanao ini.
Proses interaktif (Miles
Perdamaian di dan Huberman)
Mindanao.

Oleh :
Mohammad
Hafiz Suardi
2. Jurnal : Metode Penelitian ini berupaya untuk
Solution to the Penelitian : menganalisis masalah politik
Political Deskriptif Bangsamoro menggunakan Perspektif
Problem of MAPEA (Asosiasi Profesional dan
Bangsamoro: Jenis Penelitian : Karyawan Maguindanaon). Perspektif
Maguindanao Observatif anggota MAPEA tidak berbeda dengan
n Proffeionals organisasi lain yang mana juga
and Sumber Data : berharap konflik ini segera berakhir.
Employees Survei dan Lalu berdasarkan penelitia ini, peneliti
Association wawancara memaparkan beberapa rekomendasi

16
Perspective seperti :
1. Pemerintah pemerintah harus serius
Oleh : melakukan konsultasi nasional
Annerah M. mengenai akar penyebab konflik
Usop Mindanao, sehingga mereka dapat
menghadapi masalah tersebut
secara langsung;
2. para profesional, terutama dari
Maguindanao, harus memimpin
dalam membujuk
3. pemerintah melalui semua cara
tanpa kekerasan;
Organisasi masyarakat sipil harus
melanjutkan tindakannya, mereka
perlu mengintensifkan dan
memperluas cakupan tindakan dengan
berkoordinasi dengan organisasi
masyarakat sipil lainnya di Mindanao.
3. Jurnal : Jenis Penelitian : Dalam jurnal ini penulis berusaha
Abu Sayyaf Eksplanatif untuk menjawab potensi dampak yang
Group di muncul pada ASG setelah dibentuknya
Filipina Metode : BARMM.seiring berjalannya waktu
Selatan setelah Pengumpulan ASG yang awalnya kelompok pembela
Bangsamoro data sekunder Islam menjadi salah satu mitra teroris.
Autonomous Namun nyatanya pembubahan ASG
Region in akan terjadi apabila pemerintah
Muslim melakukan good governance
Mindanao dianyaranya penguatan control,
penegakan hukum, menghadirkan
Oleh : keamanan. Namun ASG memiliki
Prakosos pondasi ekonomi yang sangatkuat
Permono sehingga hal-hal tersebut masih
kurang. Maka dari itu pemerintah
harus mengentaskan kemiskinan di
Filipina Selatan. Dengan demikian
kelompok ASG akan melemah dan
bubar karena masyarakatnya telah
mendapat kecukupan.
4. Jurnal : Jenis penelitian : FAB berisi tentang pembentukan
Faktor Deskriptif sebuah entitas politik baru yang
Pendorong diberikan kepada Bangsamoro. FAB
Moro Islamic Metode : mencantumkan pemberian sebuah
Liberation kualitatif otonomi khusus yang mana
Front (MILF) deskriptif Bangsamoro akan memiliki
Untuk kewenangan lebih dalam mengatur
Menandatanga Jenis sumber wilayah kewenangan lebih luas dalam

17
ni Framework data : sekunder mengatur wilayah mereka sendiri serta
Agreement of memberlakukan hokum dasar
Bangsamoro Bangsamoro akan dicantumkan pada
(FAB) dengan UUD Bangsamoro. Hal ini yang
Pemerintah dikatakan sebagai factor pendodorng
Filipina pada hingga MILF yang berperan sebagai
Tahun 2012. wakil Bangsamoro akhirnya
menandatangangi FAB
Oleh :
Yolanda
Tandio, Idin
FasisakaNi
Wayan Rainy,
Priadarsini
5. Skripsi : Teori : Duterte dalam menyelesaiakn konflik
Upaya demokrasi, minoritas muslim di Mindanao telah
Pemerintah konsep konflik melakukan strategi negosiasi tidak
Filipina Pada dan resolusi hanya terpaku pada satu kelompok,
Masa konflik namun 2 kelompok terbesar yaitu
Redrigue MILF dan MNLF. Pemerintah Filipin
Duterte dalam Jenis penelitian : melanjutkan cara mediai dan negosiasi
Menangani Deskriptif, untuk mencapai perdamaian ini.
Konflik pendekatan Melalui Bangsamoro Organic Law
Bangsamoro kualitatif (BOL) Duterte telah memberikan
Tahun 2016- hokum dasar Bangsamoro yaitu
2018 Metode pengakuan identitas, perluasan wilayah
pengumpulan otonomi, pemerintahan dan untuk
Oleh : Diar data : sekunder keperluan lainnya.
Andi
Hindiarto
6. Buku : Teori : Upaya utama Duterte untuk mengatasi
Prospects and Konstruktivis konflik bersenjata antara negar dan
Challenges of Bangsamoro melalui Roadmap to
the Jenis penelitian : Peace terletak pada tiga alasan
Bangsamoro Deskriptif strategis, pertama, kemampuan
Basic Law Kualitatif Bangsamoro untuk bersatu sebagai
under entitas politik, menyelesaiakn
Duterte’s Metode : permusuhan dan perpecahan antar
Presidency : pengumpulan etnis dan menegosiasikan hak mereka
Resolution data sekunder dalam pennentuan nasib sendiri serta
through memerintah sendiri sbagai suatu
Inclusive bangsa. Kedua dengan adanya Hukum
Governance Dasar Bangsamoro yang dapat
diterima oleh seluruh masyarakat adat
Oleh : dan komunitas Kristen yang tinggal di
Dr. Rizal G. wilayah Bangsamoro. Ketiga,

18
Buendia. menggalang seluruh bangsa untuk
mendukung BBL sebagai dokumen
pemerintah semua orang Moro yang
inklusif di satu sisi, serta
melembagakan dengan cara yang
paling demokratis.
7. Jurnal : Teori : kebijakan BBL dan BAR adalah bagian dari
Duterte, the publik korban geopolitik. Duterte dapat
Bangsamoro berkontribusi pada kegiatan positif dan
Autonomous Jenis Penelitian : membawa manfaat dalam jangka
Region eksplanatif pendek. Kurangnya suara, visi
conundrum bersama, dapat menimbulkan tatangan
and its Metode : baru untuk jangkan panjang.
implications Pengumpulan Perpecahan internal berdasarkan
data sekunder berbagai tujuan politik dan ideologis
Oleh : Enrico menjadikansuatu problematika.
Cau. Ideology yang harus dimiliki BAR
yaitu penciptaan kerangka kerja
institusional dan legislative yang
memberikan keimbangan yang baik
antara tingkat otonomi yang ukup erta
penentuan nasib sendiri untuk
Bangsamoro, perlindungan masyarakat
yang terdiri dari beragam suku di
wilayah tersebut, dan memberi
pemerintah pusat kendali yang aman.
8. Tesis : Jenis Penelitian : Dalam penelitian ini penulis
Upaya Literatur memaparkan perbandingan mengenai
Pemerintah bagaimana upaya pemerintah dalam
pada Proses Metode proses perdamaian atas konflik muslim
Perdamaian Penelitian : yang ada di Aceh dan Mindanao.
sebagai Studi Kedua wilayah ini sama-sama
Resolusi Perbandingan berupaya untuk melepaskan diri dari
Konflik : negara kesatuannya. Namun tindakan
Sebuah Studi Sumber Data : pemerintah untuk mempertahankan
Komparasi Kualitatif wilayah dari masing-masing negara
antara Aceh tersebut berhasil. Di sisi lain
dan pemerintah memberikan otonomi
Bangsamoro. khusus untuk kedua wilayah tresebut.

Oleh :
Ikhwan
Rahmatika
Latif
9. Jurnal : Teori: Dalam penelitian ini terdapat point
Perbandingan Desentralisasi pembahasan untuk diteliti dan

19
Kebijakan asimetris/otonom dibandigkan yaitu dua konflik serupa
Desentralisasi i khusus dengan penyelesaiaannya melalui
Asimetris pemberlakuan kebijakan desentralisasi
Antara Metode atau disebut juga sebagai otonomi
Filipina Penulisan: khusus. Konflik yang pertama yang
Selatan dan Eksplanatif- ada di Filipina selatan yaitu konflik
Indonesia kualitatif Bangsamoro sedangkan di Indonesia
tepatnya di wilayah Aceh. Kedua
Oleh: Metode konflik ini sama-sama melahirkan
Hafiza Pengumpulan kelompok pemberontak yang
Khaerani Data: menginginkan kemerdekaan dan
Studi melepaskan diri dari negaranya. Hasil
Kepustakaan sementara dari penelitian ini adalah
desentralisasi asimetris di Filipina
Selatan belum terlaksana dengan
efektif dan tidak tepat waktu seperti
yang telah diberikan oleh pemerintah
Indonesia terhadap wilayah Aceh.
10. Skripsi : Jenis Penelitian : Dalam penelitian yang akan dilakukan
Perbandingan Literatur ini, memiliki argumen dasar mengenai
Kebijakan perbedaan kebijakan dari
Pemerintahan Metode Pemerintahan Benigno Aquino III dan
Benigno Penelitian : Studi Rodrigo Duterte. Yaitu meskipun
Aquino III Perbandingan pemberian kebijakan pemerintahan
Dan Rodrigo yang diberlakukan kedua presiden ini
Duterte Dalam Sumber Data : memiliki kesamaan tujuan, tetapi BBL
Penyelesaian Kualitatif tidak dapat terlaksana dengan
Konflik bagaimana semestinya. Sedangkan
Bangsamoro dibalik itu keberhasilan BOL tidak
lepas dari adanya BBL yang gagal
karena beberapa faktor. Hal ini
Oleh : dikarenakan BOL merupakan sebuah
Kirana Zakira hasil dari BBL yang belum berjalan
dengan baik.

1.6 Kerangka Konseptual

1.6.1 Resolusi Konflik

Resolusi konflik merupakan upaya untuk menangani berbagai sebab

konflik dan kemudian berusaha untuk membangun suatu hubungan baru yang

20
bisa bertahan lama di antara pihak-pihak yang berseteru15. Disisi lain konflik

muncul atas dasar adanya perbedaan-perbedaan yang dianggap tidak sesuai

dalam segala aspek baik politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam

penerapan teori resolusi konflik harus dipahami dulu bagaimana proses

konflik tersebut terjadi. Dengan memahami konflik maka akan diketahui

bagaimana konflik akan mencapai titik penyelesaian. Penyelesaian konflik

adalah sebagai wujud tercapainya kesepakatan atau bahkan perjanjian atara

pihak-pihak yang terkait dalam mengakhiri konflik. Penyelesaian konflik akan

mengakibatkan adanya perubahan-perubahan dan bertujuan untuk pembaruan

sistem yang akan terjadi sesuai dengan kepakatan tanpa ada pihak yang

dirugikan.

Salah satu bentuk resolusi konflik adalah mediasi. Secara umum mediasi

merupakan upaya menyelesaikan konflik dengan menggunakan pihak ketiga

sebagai mediator. Mediasi bersifat sukarela, mereka harus diterima oleh kedua

belah pihak yang terlibat dalam konflik, hal ini menurut Harris dan Reilly

biasa dikenal dengan kenetralan dan imparsialitas pihak ketiga16. Netral di sini

berarti pihak ketiga harus tidak berpihak dan tidak memiliki kepentingan-

kepentingan dari pihak yang berkonflik. Mediasi ialah komponen dari proses

15
admin. (n.d.). Retrieved April 23, 2020, from Definisi Menurut Para Ahli. Diakses dari
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-resolusi-konflik/ (11/4/2021.16.15
WIB)
16
Henny Lusia. (2010). Mediasi yang Efektif dalam Konflik Internal Studi Kasus: Mediasi oleh
Crisis Management Initiative dalam Proses Perdamaian Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah
Republik Indonesia. Universitas Indonesia. Diakses dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/133456-
T%2027909-Mediasi%20yang-HA.pdf (11/4/2021.18.10 WIB)

21
resolusi konflik dan perdamaian. Dalam mediasi, pihak terlibat dalam sebuah

dialog instruktif (kompromi).

Mediator menggunakan tiga model untuk mengatur kepentingan semua

pihak yang berada dalam konflik, yaitu: komunikasi, formulasi, dan

manipulasi. Ketika mediasi terjadi tanpa adanya keinginan satu atau bahkan

kedua belah pihak untuk menang dari lainnya, mediator dapat menempatkan

dirinya sebagai komunikator untuk menjembatani kepentingan masing-masing

pihak. Namun ketika terjadi perselisihan antar pihak yang mengikuti mediasi,

mediator diharapkan mengambil pilihan kedua sebagai formulator untuk

menghindari konflik yang mungkin terjadi. Sementara pilihan ketiga hanya

akan diambil ketika pihak-pihak tersebut saling berselisih dalam taraf yang

ekstrim17.

Peran mediator dalam proses mediasi adalah mengontrol proses

komunikasi dan menyarankan ide solutif untuk perjanjian antar pihak dengan

beberapa pilihan tertentu atas argumentasi yang jelas. Mediator merupakan

pihak ketiga yang mendorong pihak yang berkonflik untuk memulai

berkomunikasi. Mediator berupaya untuk mengkondisikan proses selama

komunikasi berlangsung. Disini mediator memiliki peran untuk membantu

menghindari perbedaan pendapat dalam persiapan negosiasi untuk pihak yang

berkonflik. Namun, apabila perbedaan pendapat muncul antara pihak yang

berkonflik, maka mediator harus merumuskan penyelesaikan konflik yang

inovatif dan dapat diterima oleh para pihak.

17
Ibid(11/4/2021.22.17 WIB)

22
Adapun peran mediator sebagai penengah konflik yang dihadapi para

pihak dan membawa mereka pada 3 (tiga) tahap sebagai berikut:

a. Menfokuskan ada upaya membuka komunikasi antar pihak yang

berkonflik

b. Memanfaatkan komunikasi untuk menjembatani konflik antar pihak

berdasarkan persepsi mereka atas perselisihan sesuai kekuatan dan

kelemahan masing-masing

c. Menfokuskan ada munculnya penyelesaian sengketa18

Terdapat beberapa peran yang sering dilakukan oleh mediator dalam

mediasi konflik, diantaranya dibagi menjadi 3 (tiga) tahap diantaranya yaitu

pra perundingan, proses perundingan dan pasca kesepakatan. Pada awal pra

perundingan, adapun bentuknya meliputi monitor, explorer, reassure,

decoupler, unifier, enskiller, convener. Selanjutnya pada proses perundingan

adapun bentuknya meliputi facilitator, envisioner, enhacer, guarantor,

legitimiser. Pada bentuk pasca kesepakatan meliputi verifier, implementer,

reconciler19. Konsep ini cocok digunakan untuk mediasi yang bersifat

fasilitatif karena menekankan pada mediator yang hanya berperan sebagai

fasilitator upaya perdamaian dan tidak mempengaruhi hasil secara langsung.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa peran mediator untuk

meninjau upaya penyelesaian konflik Bangsamoro yang dilakukan oleh kedua

18
Gatot Soemarno, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia….., 136-137.
19
Christopher R. Mitchell, Conflict, Social Change and Conflict Resolution. An Enquiry (New
York: Polgrave Macmillan Ltd), 20. Diakses dari
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.333.5034&rep=rep1&type=pdf
(13/4/2021.18.27 WIB)

23
rezim pemerintahan antara Benigno dan Rodrigo Duterte. Beberapa peran yang

berfungsi diantaranya yaitu:

a. Explorer, mediator menyiapkan komunikasi kepada para pihak dan

membuat sketsa atau gambaran mengenai solusi yang mungkin terjadi

untuk penyelesaian konflik tersebut.

b. Reasurrer, meyakinkan kepada pihak yang berkonflik bahwa tidak

tidak sepenuhnya mereka bertekad harus menang.

c. Unifier, memperbaiki perpecahan intra-partai dan mendorong

konsensus tentang nilai-nilai inti, kepentingan dan sebuah konsesi

d. Eskiller, mengembangkan keterampilan dan kompetensi untuk

memungkinkan musuh untuk mencapai solusi yang tahan lama

e. Convener, memulai pembicaraan, menyediakan tempat, melegitimasi

kontak bersama para pihak yang berkonflik

f. Facilitator, mempertemukan pihak yang berkonflik untuk membahas

tentang visi, misi dan versi masing-masing

g. Envisioner, menyediakan data, ide, teori dan pilihan untuk pihak yang

berkonflik sebagai bentuk adaptasi

h. Enhancer, menyediakan sumber daya baru untuk mencari solusi

alternatif

i. Guarantor, memberikan asuransi pada gangguan pembicaraan yang

menurun dan menawarkan apapun untuk menyelesaikan permasalahan

dalam jangka waktu yang lama

24
j. Legitimizer, menambahkan prestise dan legitimasi untuk semua solusi

yang disepakati

Wirawan20 menjelaskan terdapat dua pola dalam upaya rekonsiliasi

konflik, yaitu pola tanpa kekerasan (non-violent) dan pola dengan kekerasan

(violent). Resolusi konflik tanpa kekerasan (non-violent) adalah resolusi

konflik yang dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik dengan tidak

menggunakan kekerasan fisik, verbal, dan non-verbal untuk mencapai resolusi

konflik yang diharapkannya21. Resolusi konflik tanpa kekerasan berupaya

sekuat mungkin untuk menghindari konfrontasi yang dapat memicu kekerasan.

Sedangkan kekerasan (violent) didefinisikan sebagai perilaku pihak yang

terlibat konflik yang bisa melukai lawan konfliknya untuk memenangkan

konflik22. Beberapa indikator untuk mengukur tindakan kekerasan adalah

pertama perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan berbentuk kekerasan fisik

(memukul, menendang, dan lain-lain) dan kekerasan verbal (mencaci maki,

mengumpat,menghina, dan lain-lain). Kedua yaitu melukai lawan konflik,

berupa luka fisik atau psikologis. Ketiga yaitu upaya untuk memenangkan total

konflik. Pihak yang melakukan resolusi konflik dengan cara kekerasan akan

kecil kemungkinan mencapai win-win solution.

Peneliti menggunakan mediasi sebagai kerangka konseptual dalam

membandingkan antara pemerintahan Aquino III dan Duterte dalam resolusi

konflik Bangsamoro. Peneliti ingin melihat bagaimana kedua masa

20
Wirawan, 2009. Konflik dan Manajemen Konflik. Salemba Humanika
21
Ibid
22
Ibid

25
pemerintahan tersebut dalam melakukan mediasi terhadap upaya penyelesaian

konflik Bangsamoro. Penelitian ini membahas bagaimana konflik Bangsamoro

mencapai penyelesaiaannya di bawah dua tangan yang berbeda. Seperti halnya

kegagalan BOL yang diciptakan oleh Benigno Aquino merupakan sebuah

proses dari kebehasilan BBL oleh Duterte yang kini diberikan sebagai wujud

pemberian kekuasan kepada Bangsamoro. Sehingga konsep resolusi konflik

terkait mediasi dan rekonsiliasi ini tepat digunakan dalam mengkaji proses

penyelesaian konflik berdasarkan dua kepemimpinan pemerintahan tersebut.

Peneliti menggunakan dua indikator untuk membandingkan resolusi

konflik Bangsamoro yang dilakukan oleh Benigno Aquino III dan Rodrigo

Duterte. Pertama bagaimana pola rekonsiliasi konflik yang dilakukan oleh

Benigno Aquino III dan Rodrigo Duterte terhadap Bangsamoro. Pola ini pun

dikerangkai oleh konsep Wirawan yang membagi menjadi 2 (dua) pola, yaitu

pola tanpa kekerasan (non-violent) dan pola dengan kekerasan (violent).

Kemudian bagaimana upaya mediasi yang dilakukan oleh Benigno Aquino III

dan Rodrigo Duterte terhadap Bangsamoro.

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi perbandingan dimana mengacu pada

penyelesaian suatu konflik dengan meneliti peristiwa dalam berbaai bentuk.

Melalui perbandingan kedua obyek tersebut, maka akan diketahui hal-hal yang

menarik untuk diteliti. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

deskriptif kualitatif yang mana bertujuan untuk mendeskripsikan suatu

26
fenomena atau konflik, perilaku orang, serta kegiatan-kegiatan tertentu secara

mendalam dalam bentuk narasi. Yang dimaksud dengan penelitian deskriptif

adalah suatu penelitian sekedar untuk menggambarkan suatu variable yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti tanpa mempermasalahkan

hubungan antar variabel23. Sebagai mana menurut pandangan Nazir mengenai

penelitian komparatif yaitu mendeskripsikan bahwa penelitian kompratif

adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara

mendasar tentang sebab-akibat dengan menganalisis faktor-faktor penyebab

terjadinya fenomena tertentu mengenai perbedaan-perbedaan ataupun

persamaan-persamaan dalam sebuh kebijakan24.

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Jenis sumber data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini

adalah sumber data sekunder melalui buku, web resmi, jurnal penelitian,

skripsi, berita, dan buletin. Peneliti akan memilih sumber data sekunder yang

kredibel. Sehingga data yang didapatkan menjadi valid. Peneliti

menggunakan data sekunder sebab tidak memungkinkan untuk melakukan

pengumpulan data primer. Karena lokasinya yang jauh dan tidak terjangkau

oleh peneliti.

23
Sanapiah Faisal (2008). Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers. Diakses dari
http://library.fis.uny.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=2615 (13/4/2021.21.05
WIB)
24
Mohammad Nazir (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

27
1.7.3 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dari Miles dan

Huberman25. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara

terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya yang dikumpulkan sudah

jenuh. Dengan demikian maka peneliti sudah melakukan analisis data selama

proses pengambilan data. Ketika dirasa data belum cukup kompeherensif

menjawab rumusan masalah, maka peneliti akan berusaha terus menggali data

melalui pencarian data sekunder. Ada pun proses analisis data Miles dan

Huberman adalah sebagai berikut:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya26. Peneliti

sudah mulai melakukan reduksi data mulai dari masa pengambilan data.

Sehingga pada saat selesai pengambilan data, peneliti hanya akan melakukan

langkah teknis untuk mempermudah proses penelitian. Peneliti mengkurasi

data yang sekiranya dapat menjawab rumusan masalah.

2. Data Display (Penyajian Data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya27.

Peneliti melakukan menyajian data dalam bentuk pengumpulan sumber data

25
Sugiyono (2017). METODE PENELITIAN Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. ALFABETA
26
Ibid
27
Ibid

28
sekunder. Hal tersebut dilakukan agar peneliti lebih mudah ketika mencari

data. Penyajian data juga peneliti lakukan dengan cara memberi tanda tertentu

pada data yang sudah dikumpulkan untuk mempermudah pencairan data.

3. Conclusion Drawing / Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya28. Peneliti melakukan verifikasi untuk

mencocokan antara dugaan awal dengan hasil pengambilan data. Untuk

kemudian dijabarkan pada bagian pembahasan. Dengan tujuan agar data lebih

kredibel untuk digunakan menjawab rumusan masalah penelitian ini.

1.8 Ruang Lingkup Penelitian

1.8.1 Batasan Waktu

Penelitian ini memiliki batasan waktu yang akan diteliti yaitu pada tahun

2010 (pada saat kepemimpinan Benigno Aquino III) dan sejak Rodrigo

Duterte terpilih pada tahun 2016 hingga tahun 2021 (saat ini).

1.8.2 Batasan Materi

Dalam penelitian ini diperlukan suatu batasan agar apa yang dikaji tidak

terlalu luas sehingga keluar dari topik pembahasan. Dengan demikian

penelitian ini meletakkan fokus pada beberapa parameter yang akan dijadikan

acuan perbandingan. Penelitian ini akan menggambarkan konflik Bangsamoro

itu sendiri serta penyelesaian konflik ini berdasarkan dua kebijakan

28
Ibid

29
pemerintah dari Benigno Aquino III dan Rodrigo Duterte. Penelitian ini

dipilih karena penulis tertarik untuk membandingkan bagaimana penyelesaian

konflik Bangsamoro ini berdasarkan dua kepemimpinan tersebut. Seperti yang

telah banyak dibicarakan sebelumnya bahwa Aquino dan Duterte merupakan

presiden Filipina yang memiliki salah satu keinginan yang sama yaitu

mengakhiri konflik Bangsamoro ini.

1.9 Argumen Dasar

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka argumen dasar

dalam penelitian ini adalah perbandingan upaya resolusi konflik yang dilakukan

oleh Benigno Aquino dan Benigno Duterte menggunakan 2 (dua) pola yaitu non-

violent dan violent. Mediator dalam penyelesaian konflik pemerintahan Benigno

Aquino III adalah International Contact Group (ICG) dan negara Malaysia.

Resolusi konflik dengan pola non-violent adalah penyusunan Framework

Agreement of Bagsamoro (FAB), Comprehensive Agreement on the Bangsamoro

(CAB), dan melahirkan Bangsamoro Basic Law (BBL). selain itu juga penetapan

Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM) yaitu otonomi untuk wilayah

Mindanao. Kemudian resolusi konflik dengan pola violent yaitu penyerangan

Zamboangan oleh MNLF dan juga operasi Oplan Exodus oleh Pemerintah

Filipina yang mengganggu kelulusan BBL di Kongres Filipina. Sementara pada

kepemimpinan Rodrigo Duterte mediator dalam penyelesaian konflik

Bangsamoro adalah Organisasi Kerjasama Islam (OKI). upaya resolusi konflik

dengan pola non-violent yaitu Bangsamoro Organic Law (BOL) sebagai

pengganti BBL dan Bangsamoro Autonomous Region in Muslim Mindanao

30
(BARMM) sebagai pengganti ARMM yang bertujuan untuk pemberian otonomi

yang lebih luas kepada masyarakat Mindanao. Sedangkan resolusi konflik dengan

pola violent yaitu melalui Pertempuran Marawi atau perlawanan antara Pasukan

Keamanan Pemerintah Filipina dan para Militan yang berafiliasi dengan ISIS.

1.10 Sistematika Penulisan

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
BAB I 1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Penelitian Terdahulu
1.6 Kerangka Teori/Konsep
1.7 Metodologi Penelitian
1.8 Ruang Lingkup Penelitian
1.9 Argumen Dasar
1.10 Sistematika Penulisan
GAMBARAN UMUM BANGSAMORO

2.1 Sejarah Bangsamoro


BAB II 2.2 Awal Mula Konflik Bangsamoro
2.3 Kemunculan Gerakan Pemberontak
2.4 Pendekatan Terhadap Bangsamoro
UPAYA RESOLUSI KONFIK BANGSAMORO
PEMERINTAHAN BENIGNO AQUINO III
BAB III
3.1 Gambaran Pemerintahan Benigno Aquino III
3.2 Upaya Mediasi Pemerintahan Benigno Aquino III
Terhadap Bangsamoro
3.3 Pola Rekonsiliasi Konflik yang Dilakukan oleh Benigno
Tarhadap Bangsamoro
3.3.1 Pola Tanpa Kekerasan (non-violent)
3.3.2 Pola Dengan Kekerasan (violent)

UPAYA RESOLUSI KONFIK BANGSAMORO


BAB IV PEMERINTAHAN RODRIGO DUTERTE

4.1 Gambaran Pemerintahan Rodrigo Duterte


4.2 Upaya Mediasi Pemerintahan Rodrigo Duterte

31
Terhadap Bangsamoro
4.3 Pola Rekonsiliasi Konflik yang Dilakukan oleh Duterte
Tarhadap Bangsamoro
4.3.1 Pola Tanpa Kekerasan (non-violent)
4.3.2 Pola Dengan Kekerasan (violent)

ANALISIS PERBANDINGAN UPAYA RESOLUSI


KONFLIK OLEH KEDUA REZIM
BAB V
5.1 Upaya Mediasi Kedua Rezim dalam Penyelesaian
Konflik Bangsamoro
5.2 Pola Rekonsiliasi Konflik yang Dilakukan oleh Kedua
Rezim Tarhadap Bangsamoro
5.2.1 Pola Tanpa Kekerasan (non-violent)
5.2.2 Pola dengan Kekerasan (violent)
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran

32

Anda mungkin juga menyukai