Anda di halaman 1dari 4

Judul Buku : Orang-orang Biasa [Ordinary People]

Judul Resensi : Secangkir Kopi Dengan Sebutir Gula

Penulis : Andrea Hirata

Penerbit : Bentang Pustaka

Kota Penerbit : Pedalaman Kota Bengkulu

Tahun Terbit : 2019

Jumlah Halaman : 262 Halaman

ISBN : 978-602-291-524-9

Kabar gembira bagi pecinta novel karya dari Andrea Hintara. Yang dimana, pada tahun 2019
terbitnya sebuah novel yang berjudulkan Orang-orang Biasa. Bagi penggemar membaca
novel dari karya Andrea Hintara, pada buku ini memiliki cerita yang sedikit berbeda dari
novel sebelumnya. Novel pada kali ini bercerita dengan ritme yang kadang cepat dan kadang
lambat. Tetapi ritmenya cukup santai ini berbanding terbalik dengan beberapa bab
menjelang tamat. Andrea Hirata tak lupa menyisipkan pesan-pesan ataupun motivasi di tiap
novelnya.

Disebuah pulau kecil yang sejuk, kehihupan di pulau ini berjalan seperti biasa. Terdapat
sekelompok anak-anak yang menjadi penghuni tetap sekolah dasar. Tohirin, Rusip, Sobri,
Dinah, Debut, dan masih banyak lagi nama anak-anak SD yang tidak memiliki cita-cita untuk
masa depan mereka. Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, waktu terus berlalu, anak-
anak SD ini pun beranjak dewasa. Namun tidak dengan nasih hidup mereka, hanya hidup
sebagai orang yang berkekurangan. Cita-cita dan juga waktu sekolah mereka pun tiada
hanya berlalun begitu saja, tidak tahu tujuan hidup. Mereka hidup dengan keluh kesah yang
tiada taranya. Semasa SD pun mereka sering di-bully oleh anak lainnya.

Dinah, Debut, Handai, Salud, Sobri, Tohirin, Honorun, Rusip, Nihe, dan Junilah. Kesepuluh
kawanan ini orang-orang biasa yang merupakan penduduk kasta bawah dalam segala sistem
sosial yang ada. Disekolah mereka merupakan penghuni tetap, karena tidak sering naik
kelas, dan langganan kena hokum. Terutama Dinah, anak perempuan yang alergi mata
pelajaran matematika itu sangat memprihatinkan dalam pembelajaran. Meskipun Dinah
alergi matematika ia tetap menjalani hidupnya meskipun dalam kekurangan. Tak heran jika
selesai menyelesaikan bangku sekolah, kesepuluh kawanan itu tidak mendapatkan
peningkatan kualitas kehidupan dalam segi ekonomi maupun sosial, seperti halnya yang
biasa terjadi di dalam Negara Indonesia.

Kemudian terjadi perubahan drastis yang merubah segalanya nasib anak Dinah yang
bernama Aini, ia diterima ke Falkutas Kedokteran di suatu universitas. Sangat ajaib bukan?
Anak dari seorang yang alergi dengan mata pelajaran matematika yang berasal dari keluarga
kurang mampu berhasil lolos ujian masuk ke salah satu universitas ternama. Hebatnya lagi,
dia lulus di Falkutas Kedokteran. Kesepuluh kawana pun melakukan segala cara untuk
mencari uang supaya Aini bisa bersekolah di universitas. Apa cara yang akan mereka
lakukan?

Hingga pada suatu saat, terjadi sebuah perayaan tahunan. Yang dimana hal ini menjadi
moment paling diingat dalam sejarah. Tetapi adanya rencana besar, yaitu sebuah tindakan
kejahatan yang luar biasa. Informasi ini diketahui oleh Inspektur Rojali. Ia pun menjadi
antusias, karena hal ini akan menjadi sejarah di Belantik.

Siapakah yang menjadi dalang dari tindakan kejahatan? Apa yang dilakukan inspektur
Rojali? Apa rencana besar yang akan dilakukan? Perampokan ini akan terjadi di Kota
Belantik. Kota Belantik ini sendiri merupakan kota yang bisa dikatakan naif. Alasannya
karena, masyarakat terkenal ramah dan sopan walaupun jenjang pendidikan mereka tidak
tinggi. Namun julukan naif tersebut hilang dengan adanya kasus perampokan, yang terjadi
ketika pawai kemerdekaan, yang dilakulan oleh sekelompok perampok.

Siapakah sekelompok perampok dalam kasus ini? Siapa duga, ternyata perampok tersebut
merupakan kesepuluh kawanan yang melakukan aksi perampokan. Wow! Mereka
melakukan hal ini demi teman anaknya yang bernama Aini anak sulung Dinah, yang diterima
di Fakultasi Kedokteran yang dimana fakultas ini merupakan salah satu kampus ternama.
Hebat bukan? Perampokan ini terjadi setelah acara perayaan tahunan, bayak perlombaan
yang diadakan pada saat itu.

Insiden perampokan muncul dikoran dan Inspektur Rojali telah memgetahuinya. Inspektur
pun melakukan pengecekan di tempat perampokan itu terjadi, mereka melakukan
penyelidikan memggunakan cctv. Setelah menemukan berbagai informasi, inspektur
semakin yakin dengan teorinya. Perampokan mersa lega karena tak tertangkap dan mereka
pun merubah gaya mereka masing-masing.

Segala cara Inspektur Rojali telah lakukan, ia mulai kehabisan cara untuk mengungkapkan
kasus perampokan ini. Inspertur merupakan orang yang giat dan tetap bersyukur dengan
pekerjaan yang ia dapat, menjadi seorang inspektur bukanlah hal yang mudah. Ia dikirimi
sebuah surat, Inspektur merasa semakin dikecohkan perasaannya sendiri setelah membaca
isi surat tersebut, bagaimana tidak merasakan hal seperti itu setelah mencari segala cara
untuk memecahkan kasus ini semuanya gagal begitu saja. Dimana pun ia duduk di Kota
Belantik, ia merasa seakan ia berada di dalam sebuah teater dan semua peristiwa ataupun
kejadian yang terjadi terasa seperti drama. Inspektur mulai bertanya-tanya dalam pikirannya
sendiri.

Siapakah pelakunya? Apa tujuan mereka dalam perampokan ini? Apa hubungannya
perampokan dengan Falkutas Kedokteran? Di surat terdapat kalimat yang tertera bahwa
mereka terpaksa merampok. Terpaksa karena apa? Semua pertanyaan itu selalu
menghantui pikiran inspektur. Inspektur Rojali membutuhkan jawaban itu sesegera
mungkin. Entah kapan semua pertanyaan itu bisa terjawabkan. Bagaimana keadaan
kesepuluh kawanan itu?

Sore ini dimana kesepuluh kawanan itu berjanji akan bertemu di Warung Kupi Kuli karena
aka nada pertunjukkan Orkes Bang Zaitun. Sepanjang sore itu mereka berdendang
menikmati Orkes Melayu Inspektur Rajoli menarik kedua ujung bibirnya ke atas sehingga
menyimpulkan senyuman dan ikut gembiraa menyaksikan orang-orang yang berdendang
itu.

Waktu pun berlalu, tak ada kabar lagi tentang perampokan itu seakan tidak pernah terjadi.
Belantik kembali menjadi kota naif , bagaikan kota yang baru lahir. Angin di udara membawa
awan berwarna hitam ke tengah-tengah kota tersebut. Burung-burung yang terbang
langsung kembali ke tempat sarangnya, begitu juga dengan katak dan kodok mulai
mengeluarkan mantra mereka. Perlahan tetesan-tetesan air yang mulai berjatuh dari awan
dan mengalir di setiap sisi Kota Belantik, seakan membasuh dan membersihkan hati serta
jiwa masyarakat di kota itu sehingga lupa akan cara melakukan tindakan kejahatan.
Kekurangan Dari Novel Orang-orang Biasa

Menurut pandangan saya sendiri mengenai kekurangan pada novel ini. Pertama, terdapat
banyak tokoh yang digunakan dalan cerita. Cukup berjuang ekstra dalam menghafal nama-
nama tokohnya bagi pembaca yang seidikit pelupa. Kedua, adanya kesan terburu-buru di
dalam mengakhiri cerita. Tapi tidak apa-apa. Ketiga, bagaimana debut bisa membeli topeng
sebanyak itu? Yang dimana dia sendiri morat-marit dalam segi ekonomi.

Keunggulan Novel Orang-orang Biasa

Keunggulan ini menurut pandangan saya sendiri juga. Poin yang pertama, Tulisan Andrea
Hirata ini dapat dirasakan seakan kita yang berperan. Kedua, Andrea Hirata selalu
memassukkan nilai-nilai moral di dalam cerita. Yang dimana nilai moral ini menggajarkan
kita untuk selalu bersyukur dengan apa adanya dan tetap semangat dalam menjalani
kehidupan.

Penutup

Saya ingin menyampaikan beberapa pesan terakhir yang menarik dari Andrea Hirata
maupun dari saya sendiri yang saya kutip dari novel Orang-orang Biasa.

“ Mereka yang ingin belajar, tak bisa diusir”

“Fiksi, bukan sekedar mengadakan yang tidak ada, fiksi adalah cara berpikir”

Hidup ini bagaikan keran air yang kadang mengalir deras dan lancer tambah hambatan dan
kadang sebaliknya. Tetaplah berjuang maju terus tanpa rasa takut akan hari esok yang akan
datang. 365 hari 8.760 jam 525.600 menit bukanlah waktu yang sebentar, maka dari itu
gunakanlah waktu yang ada dengan sebaik-baik mungkin.

“Cape sekolah” Cape itu wajar, semua hasil pasti dilalui dengan usaha dan rasa cape dan
membuahkan hasil diluar ekspektasi. “Saya selalu gagal” Tidak selamanya kamu gagal, hanya
saja caranya yang salah, tidak ada kata gagal selagi kamu terus mencoba yang didasari
dengan niat dan usaha. Mencoba lebih dalamlah lagi, karena tidak ada yang tau kapan kamu
berhasil. Hidup itu bagaikan kopi, yang kadang manis kadang pahit. Masalah bagaikan gula
yang diaduk, semakain diaduk maka gula akan larut sehingga kopi yang awalnya pahit
menjadi manis.

Anda mungkin juga menyukai