Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Strukturalisme

Strukturalisme pada dasarnya ialah pandangan atau perspektif yang menolak adanya
teori modernisasi yang menyatakan bahwa pembangunan ekonomi ialah masalah internal
yang dialami oleh setiap negara. Selain itu, strukturalisme juga menyanggah asumsi teori
modernisasi yang menganggap bahwa kemunduran negara-negara Dunia Ketiga disebabkan
oleh faktor internal, dengan menyatakan bahwa faktor eksternal dan struktural lah yang
menjadi penyebabnya. Strukturalisme pada awalnya digunakan dalam menganalisis
kelambatan ekonomi yang terjadi di negara-negara Amerika Selatan. Strukturalisme juga
menyanggah teori keuntungan komparatif bahwa setiap negara wajib fokus melakukan
spesialisasi produksi. Strukturalisme menyatakan akan ada satu pihak yang dirugikan dan
satu pihak yang diuntungkan dengan berdasarkan teori keuntungan komparatif.
Dilihat sekilas, perspektif strukturalisme ini mirip dengan kacamata marxisme yang
berfokus pada dua kelas sosial, yaitu kelas pemilik modal dan alat yang disebut borjuis dan
kelas pekerja yang disebut sebagai proletar. Hampir sama dengan marxisme, perspektif
strukturalisme ini sendiri beranggapan bahwa terdapat dua jenis negara di dunia, yaitu
negara core dan negara periphery. Negara core adalah negara-negara maju sedangkan
negara periphery ialah negara-negara yang terbelakang atau negara pinggiran. Konsep
negara core dan negara periphery ini hadir sebagai efek negatif dari adanya perdagangan
bebas atau liberalisme yang mana adanya ekspor impor. Negara yang mengekspor dianggap
akan diuntungkan sedangkan negara yang mengimpor disebut akan mengalami
ketergantungan dengan negara importir. Dalam asumsi strukturalisme, negara-negara core
ini acapkali mengeksploitasi baik Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya
Manusia (SDM) negara periphery.1

Studi Kasus:
Seperti dilansir dari Jakarta, CNN Indonesia, Indonesia masih memiliki
ketergantungan yang besar terhadap impor bahan baku dari China. Saat ini, impor dari
negara tirai bambu tersebut mencapai lebih dari seperempat total impor Indonesia. Hal ini
dinilai berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan data neraca perdagangan

1
Teori Ekonomi Politik Radikal: Strukturalisme Dependensia - Portal-Ilmu.com | Read More Learn
More
Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis (15/6), defisit perdagangan antara Indonesia dan
China per Mei 2017 mencapai US$5,89 miliar. 2
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS M. Sairi Hasbullah mengatakan, impor
barang konsumsi, bahan baku serta barang modal Indonesia per Mei 2017 meningkat jika
dibandingkan dengan Mei 2016. Impor bahan baku tercatat mengalami kenaikan tertinggi
yakni 17,63 persen dari US$40,16 miliar menjadi US$47,24 miliar. Hasbullah mengatakan,
peningkatan impor bahan baku tersebut didominasi oleh barang-barang yang berasal dari
China, mencapai US$13,67 miliar atau meningkat 26,12 persen. Impor dari China,
menguasai lebih dari 25 persen dari total barang impor yang masuk ke Indonesia.3
Sebenarnya, kasus impor dari China ini sudah menjadi hal yang biasa sejak
zaman dahulu. Sistem perdagangan Indonesia tidak pernah absen dari yang namanya
ekspor-impor dari negara tirai bambu ini. Dapat dilihat secara jelas hingga saat ini, masih
banyak barang-barang atau produk buatan China yang mendominasi di Indonesia. Contoh
barang yang paling banyak diminati dan terus ada di pasar Indonesia dari China adalah
barang elektronik. Ini dikarenakan ketidaksiapan industri elektronik Indonesia yang sudah
terlihat jelas pada serbuan produk elektronik impor yang terus meningkat, kontribusi ekspor
elektronik Indonesia yang terus menurun, dan lambatnya pertumbuhan serbuan elektronik
dari dalam negeri.4
Menurut Ketua Umum Federasi Gabungan Elektronik (Gabel) Rachmat Gobel,
ini dapat mengakibatkan sebagian besar produk-produk di pasar domestik adalah hasil
assembling (perakitan). Meski ada juga yang manufaktur, lanjut dia, tetap saja sebagian
komponennya masih impor. Misalnya kulkas, komponen intinya adalah kompresor, tapi
sampai saat ini masih diimpor. Televisi (TV) dengan aplikasi teknologi canggih juga masih
tergantung pada pasokan komponen impor hingga 70-80%. “Ini berarti struktur industrinya
kuat di luar negeri, bukan di sini, meski pasar terbesarnya ada di Indonesia. Pemerintah
seharusnya bisa membaca”. 5
Ada permasalahan yang terjadi jika Indonesia terus menerus mengimpor barang
dari China. Menurut situs https://kemenperin.go.id/, banjir produk China, dapat membunuh

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170615144618-92-221977/indonesia-masih-ketergantunga
n-impor-dari-china
3

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170615144618-92-221977/indonesia-masih-ketergantunga
n-impor-dari-china
4
https://kemenperin.go.id/artikel/10188/Industri-Elektronik-Indonesia-Belum-Siap-Hadapi-MEA
5
https://kemenperin.go.id/artikel/10188/Industri-Elektronik-Indonesia-Belum-Siap-Hadapi-MEA
industri lokal. Sangat sulit sepertinya untuk Indonesia tidak mengimpor bahan baku dari
China karena seperti yang kita ketahui bersama-sama, hampir seluruh produk China
memiliki harga yang relatif lebih murah, tersedianya beragam level kualitas, dan memiliki
banyak stok produk, sehingga warga Indonesia banyak yang memilih untuk tertarik dengan
produk dari negara tirai bambu tersebut dibanding dengan produk lokal maupun produk
Eropa. Kalau masyarakat Indonesia masih tetap pada produk buatan impor khususnya dari
China seperti ini, maka, semua perusahaan lokal akan tutup dan mengakibatkan
pengangguran di Indonesia bertambah kritis.
Selain produk elektronik, contoh barang-barang yang masih sangat tinggi yang
diimpor dari China adalah mesin-mesin/pesawat mekanik, mesin/peralatan listrik, besi, dan
baja, dan bahan kimia organik. Data BPS menyebut, impor terbesar dari China berupa
mesin-mesin/pesawat mekanik senilai US$2,33 miliar. Disusul impor mesin/peralatan listrik
yang mencapai US$1,92 miliar, besi dan baja US$645 juta, dan bahan kimia organik sebesar
US$368 juta. "Pasokan bahan baku untuk industri kita cukup tinggi, namun di lain pihak
kita perlu cermati angka-angka ini karena negara yang menjadi sumber impor kita terbatas
dan 25 persen impor dari China," ujarnya, Kamis (15/6).6
Komoditas impor terbesar adalah mesin dan pesawat mekanik senilai 11.076,3
juta dollar AS. Jika dibandingkan dengan media yang sama tahun 2017, ada peningkatan
sebesar 31,97 persen dari sebelumnya 8.392,8 juta dollar AS. "Komposisi yang barang
banyak diimpor mesin dan pesawat mekanik untuk barang modal," ujar Kepala BPS
Suhariyanto di kantor BPS, Jakarta, Senin (25/6/2018). Komoditas impor terbesar kedua
yakni mesin dan peralatan listrik senilai 8.904,9 juta dollar AS. Ada peningkatan impor
sebesar 28,16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.7
Impor terbesar ketiga adalah komoditas hasil minyak senilai 6.709,2 juta dollar
AS dengan volume 10.237,2 ribu ton. Nilai impornya meningkat 6,37 persen dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Namun, ada penurunan volume 12,72 persen dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Selebihnya, komoditas yang diimpor ke Indonesia untuk
periode Januari-Mei 2018 yakni minyak mentah senilai 4.038,4 juta dollar AS dengan
volume 8.018,9 ribu ton, gas senilai 1.129,6 juta ton dengan volume 2.181 ribu ton, besi dan
baja senilai 4.284,6 juta dollar AS, kendaraan dan bagiannya senilai 3.406,6 juta dollar AS,
6

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170615144618-92-221977/indonesia-masih-ketergantunga
n-impor-dari-china
7

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/06/26/093600226/5-bulan-pertama-2018-indonesia-paling-ba
nyak-impor-mesin-dan-pesawat-mekanik
serealia senilai 1.442 juta dollar AS, serta gula dan kembang gula senilai 830,5 juta dollar
AS. Ada pula impor komoditas kapal terbang dan bagiannya senilai 618,7 juta dollar AS,
kapal laut dan bangunan terapung senilai 534,4 juta dollar AS, kopi dan teh dan rempah
senilai 260,7 juta dollar AS, serta sayuran senilai 240,7 juta dollar AS. 8

Keterkaitan dengan Strukturalisme:


Dilihat dari studi kasus di atas, keterkaitannya pada strukturalisme pertama kali
terlihat pada kata ‘ketergantungan’. Indonesia disini berperan sebagai periphery dan Cina
sebagai core yang artinya Indonesialah yang bergantung pada Cina. Menurut perspektif
strukturalisme, rasa ketergantungan itu justru menyebabkan kerugian tersendiri bagi negara
periphery sebab negara core akan merasa superior dan baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mengeksploitasi si periphery dengan alasan balas budi atau yang lainnya.
Periphery sendiri merupakan sebutan lain bagi negara berkembang, pinggiran, atau
terbelakang. Sebaliknya, core adalah negara pusat dan maju.
Lanjut ke permasalahan ketergantungan. Teori ketergantungan ini juga berkaitan
dengan teori keterbelakangan. Inilah alasan ketergantungan menyebabkan kerugian. Asumsi
dasar teori ini menjelaskan keterbelakangan yang dimiliki oleh periphery disebabkan oleh
ketergantungan terhadap negara dengan industri maju. Sederhananya kita ambil contoh dari
teknologi industri. Seperti kasus diatas, impor yang paling diminati dari Cina ialah barang
elektronik. Hal ini sesuai dengan kritikan strukturalis mengenai hambatan industri sebab
dengan semakin banyaknya impor barang elektronik, mesin, dan alat industri lainnya
Indonesia jadi kurang berinovasi serta mengembangkan industri lebih baik. Banyaknya
impor ini juga bisa menyebabkan matinya produk lokal, sebagaimana dijelaskan diatas. Kita
sering melihat hasil karya anak bangsa yang kurang diapresiasi karena harganya yang mahal
atau banyak alasan lainnya dikarenakan kita terbiasa menggunakan produk luar terkhusus
Cina yang memiliki harga murah dan kualitas yang lumayan. Inilah kenapa permintaan atau
impor ke Cina semakin besar sedangkan ekspor kita semakin sedikit, jelas ini merugikan.
Pemecahan masalah ini haruslah dengan cara mempercepat industrialisasi agar impor
tersebut dapat dikurangi dan ekspor dapat meningkat.
Selain itu, masih berkaitan dengan kasus di atas tetapi tidak dijelaskan secara
eksplisit. Bentuk lain dari kerugian ekspor impor ke Cina ini adalah ekspor bahan tambang

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/06/26/093600226/5-bulan-pertama-2018-indonesia-paling-ba
nyak-impor-mesin-dan-pesawat-mekanik
yang dilakukan oleh Indonesia. Padahal barang tambang tersebut bisa digunakan menjadi
salah satu bahan pengembangan industri di Indonesia sendiri.9 Dengan adanya ekspor
tersebut, barang tambang di Indonesia akan semakin berkurang dan industri di Cina serta
negara lain yang mendapatkannya akan semakin baik. Eksploitasi ini terjadi dengan kedok
hubungan kerja sama ekonomi ekspor impor dan tampaknya Indonesia belum terlalu
menyadari hal ini sebab masih banyak negara lain yang juga mengeksploitasi tambang kita
untuk keuntungan mereka. Hal ini jelas mempersulit perkembangan industri Indonesia
kedepannya, dari mulai mematikan bisnis lokal hingga eksploitasi bahan tambang untuk
industri. Negara kaya dan maju akan selalu bertindak semena-mena terhadap negara miskin
dan terbelakang ini. Sebaik apapun tindakan mereka pasti ada hal yang diinginkan dan tidak
diberikan bantuan apapun itu secara cuma-cuma. Miskin dalam hal ini maknanya luas bukan
hanya terkait finansial. Oleh karena itu, solusi lain dari hal ini adalah perbaikan kebijakan,
struktur, dan hubungan internasional baik dari segi ekonomi, politik, budaya, keamanan, dan
lain-lain.

Dampak

Berdasarkan keterkaitan diatas, jika masih terus terjadi adanya ketergantungan antar
negara periphery (Indonesia) dan core (China) maka akan terjadinya kerugian pada negara
core. Karena jika masyarakat Indonesia masih tetap tergantung pada produk buatan impor
khususnya dari China seperti kasus diatas, maka sangat memungkinkan semua perusahaan
lokal di negara Indonesia akan tutup dan mengakibatkan angka pengangguran di Indonesia
makin bertambah kritis. Dan juga semakin banyaknya impor dari negara periphery ini juga
bisa menyebabkan matinya produk lokal dari negara core.

Selanjutnya dapat disimpulkan dari ketergantungan kerjasama dua negera tersebut


memiliki kondisi dimana adanya zero sum yaitu terjadinya kerugian dari satu negara
periphery yaitu Indonesia.

9
Ade Miranti, Faisal Basri: Hilirisasi Untungkan Industri China, Sadar Enggak Sih Kita? diakses dari
https://money.kompas.com/read/2020/07/30/130200226/faisal-basri-hilirisasi-untungkan-industri-china-sadar-en
ggak-sih-kita?page=all pada 26 September 2021 pukul 20.07 WIB

Anda mungkin juga menyukai