Anda di halaman 1dari 13

DASAR – DASAR ANALISIS MUSIK

Disusun untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester Genap


Mata kuliah Dasar – dasar Analisis Musik

Dosen Pengampu : Drs. FX. Purwa Askanta, M.Sn

Oleh :
CINDI APRILIA PURWANDA
211111002

PROGRAM STUDI KARAWITAN


FAKULTAS SENI PERTUNJUKKAN
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
2022
Menganalisa Lagi “Indonesia Pusaka” yang dimainkan oleh Utta Likumahuwa dan Twilite
Orchestra di Sydney Opera House, 2009

1. Analisa bentuk Lagu dan deskripsi


1.1. Wujud
Karya ini berwujud Aransemen. Disebut aransemen dikarenakan karya ini sudah
ada terlebih dahulu, yakni lagu ‘Indonesia Pusaka’ ciptaan Ismail Marjuki, dan
diaransemen ulang dengan penambahan struktur musik, instrumentasi, dan hal-hal lain
sehingga dihasilkan karya ini yang lebih indah dan menarik.
1.1. Motif
Motif merupakan unsur lagu yang terdiri dari sejumlah nada yang dipersatukan
dengan satu gagasan atau ide. Karena merupakan unsur lagu, maka sebuah 14 motif
biasanya diulang-ulang dan diolah. Secara normal, sebuah motif lagu memenuhi dua
ruang birama (Prier, 2011:3). Menurut Stein (1979:3) istilah ‘motif’ terkadang dipakai
sebagai sinonim bersama ‘figur’, disisi lain perbedaan antara figur sebagai pendamping
(musik pengiring) atau pola dari unit dan motif sebagai unsur lagu pokok. Gambar 1:
Mozart, Sonata No.5, K.189h. (Sumber: Stein, Structure & Style. The Study and Analysis
of Musical Form).
Perkecualian terhadap penggunaan motif daripada, atau sebagai sinonim dari,
figur adalah: motif sebagai sebuah porsi tematik dapat terdiri dari dua atau tiga figur, dan
istilah “motive” banyak digunakan untuk mengidentifikasi “subjek” yang pendek dalam
sebuah jenis komposisi invention.
Penjelasan tersebut tentunya akan mengurangi kebingungan dalam membedakan
pengertian “figure” sebagai unit tunggal yang terkecil. Istilah “motivic treatment”
(perlakuan motivis) digunakan hanya untuk menggambarkan prosedur kompositoris
dalam hal karya-karya yang lengkap (misalnya invention atau fugue) atau bagian-bagian
(misalnya yang ditemukan dalam bagian development atau coda) didasarkan atas sebuah
motif tematik. Sama halnya dengan beberapa kombinasi nada dalam membentuk figur,
demikian pula figur-figur membentuk motif, sederetan motif menjadi semi frase, dan
sederetan semi frase menjadi frase.
Motif pertama muncul saat lirik “Indonesia…” di awal lagu, lalu dimuculkan lagi di
kalimat lirik berikutnya dengan kata yang sama, yakni “Indonesia…”, sehingga hal ini
disebut dengan repetisi. Pencipta lagu ini mungkin ingin memberikan ke-khas-an
tersendiri saat kata “Indonesia…” dinyanyikan.

Motif A

Motif A

Motif A
1.2.Frase
Prier (2011:2) menjelaskan bahwa phrase adalah satu kesatuan unit secara
konvensional terdiri dari 4 birama atau lebih dan diakhiri dengan sebuah kadens. Frase
dibagi menjadi dua yaitu phrase antecedens atau kalimat pertanyaan yaitu awal
kalimat atau sejumlah birama (biasanya 1-4 atau 1-8) disebut ‘pertanyaan’ karena
biasanya ia berhenti dengan nada yang 15 mengambang, maka dapat dikatakan
berhenti dengan ‘koma’; umumnya di sini terdapat akor Dominan. Kemudian phrase
consequens atau kalimat jawaban yaitu bagian kedua dari kalimat (biasanya 5-8 atau
9-16) disebut ‘jawaban’ karena ia melanjutkan ‘pertanyaan’ dan berhenti dengan ‘titik’
atau akor Tonika. Gambar 3: Beethoven, Symphony No.5, first movement (Sumber:
Stein, Structure & Style. The Study and Analysis of Musical Form) (Stein, 1979).
Di samping fakta bahwa istilah tersebut dapat digunakan untuk unit-unit bentuk
yang panjangnya dari dua hingga delapan birama (bahkan kadang-kadang lebih),
adalah juga sering digunakan secara kurang tepat untu berbagai frase-frase subdivisi
atau ganda dari frase-frase tunggal. Richard Strauss dalam mendeskripsikan metode
komposisinya menulis: “... sebuah motif atau sebuah frase melodis dalam dua hingga
empat birama tiba-tiba muncul pada saya. Saya tulis frase tersebut pada kertas
kemudian langsung saya kembangkan menjadi sebuah frase empat, enambelas, hingga
tigapuluh dua birama ...” Walaupun istilah frase ambigu, namun bukannya tidak
mungkin untuk memformulasikan landasan normatif mengenai frase sebagai berikut:
• Frase konvensinal umumnya ialah suatu unit yang terdiri dari empat birama. Pada
beberapa perkecualian bisa lebih pendek atau panjang.
• Frase adalah unit terkecil yang diakhiri oleh sebuah kadens.
• Frase biasanya dihubungkan dengan satu frase lain atau lebih.
• Frase ialah basis struktural bentuk-bentuk homofonis dan adalah juga digunakan
dalam struktur-struktur polifonis tertentu (Stein, 1979).
Frase 1

Frase 2

Frase 3

Frase 4

1.3.Kalimat
Bentuk periode, atau kalimat, biasanya dikaitkan dengan musik era tonal (1600-
1900), walaupun sebenarnya juga terdapat pada sebelum dan sesudah waktu tersebut.
Pada musik tonal, tema ialah basis struktural bentuk-bentuk homofoni, baik pada bentuk
yang besar maupun kecil. Sebaliknya, motif (yang dapat sesingkat-singkatnya setengah
birama) dan subjek (yang seringkali panjangnya satu frase) merepresentasikan basis
struktural bentuk-bentuk imitative kontrapungtal seperti misalnya invention, fugue, atau
motet. Tema, seperti pada sebuah unit homofonis, biasanya dikomposisi untuk satu
periode atau lebih, dan dalam musik dari kira-kira 1600 hingga 1900 didasarkan atas
progresi-progresi yang implisit dalam harmoni tonal. Dalam musik instrumental
sebelum era tonal, tema homofonis pada bentuk kalimat sering dijumpai dalam tarian-
tatian; dalam musik vokal pada umumnya, periode ditemukan dalam seksi-seksi yang
menunjukan bahwa simetri teks mengijinkan atau memberikan kepentingan struktur
kalimat. Bentuk periode atau kalimat terdiri dari dua frase, yang pertama disebut
antiseden; dan yang kedua disebut konsekuen. Frase anteseden bersifat interogatif dan
secara umum diakhiri oleh kadens non-final; dalam musik tonal biasanya disebut kadens
setengah. Frase konsekuen bersifat responsive dan, kecuali pada sedikit eksepsi, diakhiri
oleh sebuah kadens yang lebih konklusif daripada akhir anteseden. Dalam musik tonal
dan modal kadens pada akhir frase konsekuen paling sering ialah jenis autentik. (Stein,
1979).
Lagu ini menyajikan 2 periode (kalimat) yang masing-masing memiliki 2 frase di
dalamnya, yakni frase antiseden dan frase konsekuen.
1.4.Menentukan Bentuk Lagu
Dalam musik pengertian kata bentuk musik adalah susunan serta hubungan
antara unsur-unsur musik dalam suatu lagu sehingga menghasilkan suatu kompsosisi
atau lagu yang bermakna (Jamalus, 1988:35). Menurut Banoe (2003:151) bentuk musik
merupakan susunan kerangka lagu yang ditentukan menurut bagian-bagian kalimatnya.
Menurut Prier (2011:5) bentuk musik adalah suatu gagasan atau ide yang nampak dalam
pengolahan atau susunan unsur musik dalam sebuah komposisi (melodi, irama, harmoni,
dan dinamika). Ide ini mempersatukan nada-nada musik terutama bagian-bagian
komposisi yang dibunyikan satu per satu sebagai kerangka.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bentuk musik adalah
susunan unsur-unsur musik dengan pengaturan dan hubungan antara bagian-bagian
musik serta kebebasan proses kreatif penggarapan musik sehingga karya musik
memiliki karakter.
Kalimat-kalimat musik dapat disusun dengan memakai bermacam-macam
bentuk. Bentuk yang paling banyak dipakai adalah bentuk lagu/ bentuk bait (liedform).
Artinya bentuk ini memperlihatkan suatu kesatuan utuh dari satu atau beberapa kalimat
dengan penutup yang meyakinkan. (Prier, 2011:5)
Prier (2011:5) menambahkan bahwa bentuk dalam musik sederhana dibagi
3 macam, yaitu:
• Bentuk lagu satu bagian adalah bentuk lagu yang terdiri atas satu bagian
• berupa kalimat yang utuh/bait saja, tetapi memenuhi satu kesatuan yang
lengkap.
• Bentuk lagu dua bagian: dengan dua kalimat yang berlainan;
• Bentuk lagu tiga bagian: dengan tiga kalimat yang berlainan.
Selain bentuk musik sederhana terdapat pula bentuk musik kompleks. Stein
(1079:58) mengatakan bahwa bentuk kompleks pada sebuah komposisi terdiri dari
beberapa hal, yaitu: (1) introduction atau bagian awal dari sebuah komposisi yang
mendahului pertanyaan pada tema maupun bagian utama, (2) transition merupakan
penghubung satu bagian atau tema ke lainnya, (3) retransition sebagai penghubung
untuk kembali pada bagian atau tema sebelumnya, (4) codetta atau coda kecil yang
berfungsi sebagai penguat kadens, (5) interlude berada diantara tema dan repetisi atau
diantara dua bagian, (6) section merupakan bagian dari komposisi yang ditandai dengan
menggunakan melodi khusus, (7) episode merupakan bagian yang seringkali
menyimpang dari lagu pokok sebelumnya, (8) dissolution merupakan perluasan yang
menggunakan beberapa figure dari tema sebelumnya, (9) coda merupakan akhir dari
sebuah komposisi yang muncul setelah tema atau bagian terakhir, dan (10) postlude
merupakan bagian akhir dari sebuah karya serta digunakan sebagai penjelas coda.

2. Analisa Sajian
2.1. Instrumen yang dipakai
2.1.1. String Section adalah segala jenis alat musik pada orkestra yang mempunyai
senar (string) dan pada umumnya memainkannya dengan cara digesek,
namun beberapa ada juga dengan cara dipetik. Pada ensamble ini string
section meliputi :
• Violin 1
• Violin 2
• Viola
• Cello
• Contrabass
• Harp
2.1.2. Woodwind Section (tiup kayu) adalah segala jenis alat musik pada orkestra
yang terbuat dari kayu dan memainkannya dengan cara ditiup. Pada
ensamble ini woodwind section meliputi :
• Piccolo
• Flute
• Oboe
• Basson
2.1.3. Brass Section (tiup logam) adalah segala jenis alat musik pada orkestra yang
terbuat dari logam dan memainkannya dengan cara ditiup. Pada ensamble
ini brass section meliputi :
• Trumpet
• Trombone
• French Horn
2.1.4. Perkusi adalah segala jenis alat musik pada orkestra yang memainkannya
dengan cara dipukul. Pada ensamble ini perkusi meliputi :
• Timpani
• Glockenspiel
2.1.5. Piano
2.1.6. Vokal solo oleh Utta Likumahuwa
2.2. Instrumentasi
2.2.1. Instrumentasi adalah hubungan antara instrumen yang satu dengan
instrumen yang lain. Pada lagu Indonesia Pusaka yang dibawakan oleh
Twilite Orchestra ini beberapa bagian melodi utamanya diambil oleh
beberapa instrumen, dan instrumen lain sebagai pengiring. Sebagai contoh
saja, pada bagian introduksi flute mengambil potongan melodi utama, lalu
string section sebagai pengiringnya, dsb.
2.2.2. Namun memang vokal lah yang memainkan melodi utama sebagian besar
karena konsep dari ensambel orchestra ini, lalu piano dan string section
pula lah yang sebagian besar mengiring vokal solo yang dinyanyikan oleh
artis senior Utta Likumahuwa ini. Demikian juga saat bagian interlude,
transisi, ataupun coda lagu ini dimana beberapa instrumen seperti
woodwind section, brass setion juga hanya mengambil potongan melodi
utama lagu ini maupun memainkan melodi ornamen/pemanis dari
instrumen lain, string section misalnya, yang mengambil melodi utamanya.
2.3. Jalannya Sajian
No. Birama Keterangan
Introduksi (Birama 1-7) dengan nada dasar A mayor
1. 1-2 Flute memainkan sepotong melodi motif tema lirik
pertama “Indonesia Pusaka”
2. 3-7 Disambung dengan basson, dan string section dengan
beberapa teknik pizzicato dan arco, juga timpani di ujung-
ujung aksen. Flute dengan teknik trill nya di ujung motif.
Ambience yang diciptakan dari bagian ini seakan lebih
damai dengan nuansa di pedesaan
Bagian A (Birama 8-23)
3. 8-11 Vokal solo pria menyanyikan lirik pertama lagu ini dengan
piano saja sebagai pengiring
4. 12-23 String section mulai masuk menghiasi memberikan nuansa
manis
Transisi (jembatan modulasi menuju tangga nada C
mayor sebanyak 1 birama saja)
5. 24 Satu bar musik transisi, dengan iringan oboe, string
section, timpani, dll
Interlude/Bagian B di tangga nada 1=C (15 birama)
String section memainkan bagian ini seakan satu lagu
6. 25-40 penuh, tanpa vokal.
Transisi (jembatan modulasi menuju tangga nada A
mayor sebanyak satu birama saja)
7. 41 Satu bar musik transisi, terdengar bunyi brass section,
timpani, string section, dll
Bagian A’ pada tangga nada 1=A ( 15 birama)
8. 42-54 Vokal solo pria menyanyikan lirik yang sama seperti
bagian A tadi persis, namun kali ini ambience yang
diciptakan lebih megah/ramai. Terdengar glockenspiel dan
harpa memainkan perannya di beberapa ujung aksen.
Demikian juga piano, timpani, woodwind section, dan
brass section ikut turut memunculkan nuansa gempita.
String section selalu tak pernah berhenti mengiring.
9. 55 Satu bar sebelum bar ini, komposer mempersiapkan
nuansa megah menuju klimaks musik (dibantu dengan
crescendo timpani), sehingga pada bar ini dibuat Fermata,
vokal menahan not cukup panjang pada lirik “tua….” Lalu
musik berhenti sejenak
10. 56-57 Dua bar terakhir ini vokal menyanyikan sendiri tanpa
iringan instrumen dengan liriknya “sampai akhir menutup
mata…”
Musik Ending (2-3 birama)
11. 58-60 Melodi nan sederhana namun tetap manis oleh string
setion dan woodwind section menutup serangkaian lagu ini

2.4. Kesan secara keseluruhan yang ditangkap


Lagu “Indonesia Pusaka” ciptaan Ismail Marjuki merupakan salah satu
Nasional yang cukup fenomenal, dan cukup menjadi favorit masyarakat Indonesia.
Ismail Marzuki dilahirkan pada 11 Mei 1914 di Kampung Kwitang, Jakarta. Seperti
dikutip dari buku '100 Tokoh yang Mengubah Indonesia', ayah Ismail adalah seorang
pemilik bengkel mobil.Namun ternyata, kehidupan Ismail Marzuki jauh dari oil dan
mesin. Dia dianugerahi bakat memainkan alat musik dan suara yang merdu. Bahkan,
pada usia 17 tahun Ismail Marzuki sudah bisa mengarang lagu sendiri. Talentanya di
bidang musik kian terbukti. Hingga akhirnya dia bergabung dengan grup musik 'Kirei
of Jawa' saat masa pendudukan Jepang. Tak salah pilihannya, grup inilah yang
mengantarkannya pada masa kegemilangannya. Menjelang kemerdekaan, Ismail
Marzuki banyak terinpirasi oleh masa-masa heroik dan pratiotisme. Dia pun semakin
produktif dan menciptakan lagu-lagu yang sarat nuansa perjuangan seperti Halo-halo
Bandung, Gugur Bunga, Indonesia Pusaka sampai Sepasang Mata Bola.
Twilite Orchestra adalah kelompok musik simfoni asal Indonesia yang
didirikan pada tanggal 8 Juni 1991 oleh Indra Usmansjah Bakrie, Oddie Agam,
dan Addie MS. Selama kiprahnya, Twilite Orchestra telah menerima panghargaan dan
kepercayaan dari sejumlah artis internasional melalui kolaborasi mereka antara
lain Natalie Cole, David Foster, Richard Clayderman, Robin Gibb, Maxim, Moscow
Rachmaninov, trio Il Divo, dan lain-lain.
Addie Muljadi Sumaatmadja (lahir 7 Oktober 1959) adalah seorang
musikus, komponis, penulis lagu dan produser rekaman Indonesia keturunan Sunda.
Ia saat ini menjadi pengarah kelompok musik simfoni Indonesia, Twilite
Orchestra yang ia dirikan pada tahun 1991. Ketertarikan pertamanya adalah musik
pop, tetapi pada tahun 1991 ia meninggalkan genre tersebut untuk musik klasik dengan
mendedikasikan dirinya sepenuhnya untuk orkestra barunya. Sejak itu, ia terus
memimpin Twilite Orchestra, meskipun ia kadang-kadang menjelajah ke soundtrack
film dan lagu-lagu pop.
Secara pribadi, kesan yang saya rasakan pada lagu ini adalah bangga. Satu kata
yang cukup menjiwai seluruh pemaparan saya terhadap lagu ini. Betapa saya sebagai
generasi muda penerus bangsa merasa bangga melalui lagu ini kita bisa merasakan rasa
cinta dan bangga terhadap tanah air kita tercinta, Indonesia. Lagu ini memang lah salah
satu lagu nasional yang pada umumnya lagu Nasional dibawakan dengan cenderung
kaku, namun lagu ini dibawakan dengan begitu epic oleh Twilite Orchestra yang
dipimpin oleh Addie MS, sehingga lagu ini lebih bisa dinikmati di telinga para
pendengar dan para pecinta musik klasik maupun musik pop.
DAFTAR PUSTAKA
Apel, Willi. 1972. Harvard Dictionary of Music. The Belknap Press of Harvard University Press:
Cambridge, Massachusetts.
Banoe, Pono. 2003. Kamus Musik.Kanisius: Yogyakarta.
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers: Jakarta. _____________.
2007. Penelitian Kualitatif. Kencana: Jakarta.
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. L Departemen
Ilmu Administrasi FISIP-UI: Jakarta.
Jamalus. 1988. Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Departemen ,k,k,k Pendidikan dan
Kebudayaan: Jakarta.
Kawakami, Genichi. 1987. Arranging popular Music: A Practical Guide. Yamaha Music
Fondation: Tokyo, Japan.
Kholil, Syukur. 2006. Metodologi Penelitian Komunikasi. Cita Pustaka Media: … Bandung.
Kodijat, Latifah. 1986. Istilah-istilah Musik. Cetakan Ke-2. Djambatan: Jakarta.
Komaruddin. 2001. Ensiklopedia Manajemen, Edisi ke-5. Bumi Kasara: Jakarta.
Machlis, Joseph. 1955. The Enjoyment of Music. An Introduction to Perceptive .. Listening. W.W.
Norton &Company INC: New York.
Martinus, Surawan. 2001. Kamus Serapan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.
Miles, MB dan AM. Huberman. 1992. Qualitative Data Analysis: A Source Book of …
New Methods. SAGE: Bervely Hills.
Mintargo, Wisnu. 2008. Musik Revolusi Indonesia. Ombak: Yogyakarta.
Moloeng, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung
Ottman, Robert W. 1962. Elementary Harmony Theory and Practice. Prentice-Hall, Inc:
Englewood Cliff, N.J.
Poerwadarminta, W.J. 2001. Kamus Umum B I. Balai Pustaka: Jakarta. Prier, KE. 2011. Ilmu
Bentuk Musik. Pusat Musik Liturgi: Yogyakarta.
Stein, Leon. 1979. Structure & Style. The Study and Analysis of Musical Form. Summy-Birchard
Music:Princeton, New Jersey.
Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. 2007. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Pustaka
Pelajar:Yogyakarta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. CV. Alfabeta : cc Bandung.
Sujarweni, Wiratna. Metodologi Penelitian. PT. Pustaka Baru: Yogyakarta.
Syafiq, Muhammad. 2003. Ensiklopedia Musik Klasik. Adicita Karya Nusa: mm Yogyakarta.
Tambajong, Japi. 1992. Ensiklopedia Musik. PT. Cipta Adi Pusaka: Jakarta.
Tim Penyusun. 1988. Ensiklopedia Nasional Indonesia. PT. Delta Pamungkas: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai