Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Bank

Pengertian Bank berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

adalah:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari


masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Beberapa pengertian bank menurut para ahli, yang berbeda-beda namun

mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebagai berikut :

Pengertian bank menurut Darmawi, Herman (2011 : 27) :

“Bank adalah perusahaan yang kegiatan pokoknya adalah menghimpun


uang dari masyarakat dan memberikan kredit kepada masyarakat.”

Pengertian bank menurut Hasibuan, Malayu (2011 : 27) :

“Bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang
kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta
bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuantungan
saja.”

Pengertian bank menurut Rivai, dkk (2013 : 1) :

“Bank adalah suatu organisasi yang menggabungkan usaha manusia dan


sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsi bank dalam rangka
melayani kebutuhan masyarakat dan untuk memperoleh keuntungan bagi
pemilik.”

13
Menurut Kasmir (2016: 4) bank merupakan lembaga keuangan yang

kegiatannya adalah:

1. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan,


maksudnya dalam hal ini bank sebagai tempat menyimpan uang atau
berinvestasi bagi masyarakat.
2. Menyalurkan dana ke masyarakat, maksudnya adalah bank memberikan
pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan.
Dengan kata lain bank menyediakan dana bagi masyarakat yang
membutuhkannya.
3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang (transfer),
penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clering),
penagihan surat-surat berharga dari luar kota dan luar negeri (inkaso),
Letter of credit (L/C), Safe deposit Box, bank garansi, bank Notes,
travelers cheque dan jasa lainnya.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa bank adalah badan usaha yang kegiatan usahanya menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada

masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya serta memberikan jasa

bank lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

2.1.2. Kesehatan Bank

Pengertian Kesehatan bank menurut Kasmir (2012:41) adalah :

“Tingkat kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank


untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan
mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara
yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.”

Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian atas berbagai aspek

yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank. Penilaian terhadap

faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian secara kuantitatif dan/atau

kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgment yang didasarkan atas

materialitas dari faktor-faktor penilaian, serta pengaruh dari faktor lain seperti

14
kondisi industri perbankan dan perekonimian. (Ikatan Bankir Indonesia, 2016:

10).

Bank Indonesia telah menetapkan kebijakan mengenai tingkat kesehatan

bank umum dengan metode CAMELS (Capital, Asset Quality, Management,

Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk). Peraturan ini tercantum pada PBI

No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004. Bank Indonesia kemudian

menyempurnakan metode penilaian kesehatan bank dari metode CAMELS

menjadi metode RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings and

Capital).

Metoda CAMELS tersebut sudah diberlakukan selama hampir delapan

tahun sejak terbitnya PBI No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004. Dengan

terbitnya PBI dan SE terbaru ini, metode CAMELS dinyatakan tidak berlaku lagi,

diganti dengan model baru yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan

penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan

pendekatan risiko RBBR (Risk Based Bank Rating) baik secara individual maupun

secara konsolidasi.

Selanjutnya, sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor

14/SEOJK.03/2017 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang

merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

4/POJK.03/2016 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 5840), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK/03/2016

tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor

15
5861), dan ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi

bagi bank yang melakukan pengendalian terhadap anak perusahaan, antara lain

diatur bahwa Bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self-assesment)

Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan RBBR (Risk Based

Bank Rating) baik secara individu maupun secara konsolidasi, dengan cakupan

penilaian meliputi :

1. Penilaian profil risiko (risk profile)

Penilaian faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren

dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional

bank. Risiko yang dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis risiko, yaitu :

1) Risiko kredit

2) Risiko pasar

3) Risiko likuiditas

4) Risiko operasional

5) Risiko hukum

6) Risiko reputasi

7) Risiko stratejik

8) Risiko kepatuhan

2. Penilaian Tata Kelola (Good Corporate Governance)

Penilaian faktor Tata Kelola merupakan penilaian terhadap kualitas

manajemen Bank atas penerapan prinsip Tata Kelola yang baik. Prinsip

Tata Kelola yang baik dan fokus penilaian terhadap penerapan prinsip Tata

Kelola yang baik berpedoman pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan

16
mengenai Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum dengan

memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.

3. Penilaian Rentabilitas (Earnings)

Penilaian faktor rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja rentabilitas,

sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan rentabilitas (earnings

sustainability) dan manajemen rentabilitas. Penilaian dilakukan dengan

mempertimbangkan tingkat, tren, struktur, stabilitas rentabilitas, dan

perbandingan kinerja Bank dengan kinerja per group, baik melalui analisis

aspek kuantitatif maupun aspek kualitatif.

4. Penilaian Permodalan (Capital)

Penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan

permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Dalam melakukan

perhitungan permodalan, termasuk mengaitkan kecukupan modal dengan

profil risiko, Bank mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang

mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank

Umum. Semakin tinggi Risiko Bank, semakin besar modal yang harus

disediakan untuk mengantisipasi Risiko tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, adapun beberapa faktor yang akan diteliti

dalam penelitian ini, yaitu : Likuiditas dengan Loan to Deposit Ratio (LDR)

sebagai alat ukurnya, Kualitas Kredit dengan Non Performing Loan (NPL)

sebagai alat ukurnya, Efisiensi Operasional dengan Biaya Operasional Pendapatan

Operasional (BOPO) sebagai alat ukurnya dan Return on Assets (ROA) untuk

mengukur Profitabilitas.

17
2.1.3. Likuiditas

Pengertian Likuiditas menurut Ikatan Bankir Indonesia (2016: 48) :

”Likuiditas adalah kemampuan bank untuk menyediakan uang kas untuk


memenuhi kewajiban dengan biaya wajar. Bank perlu menyediakan
likuiditas dalam jumlah cukup untuk dapat melayani nasabah dan
beroperasi secara efisien”.

Menurut Pandia (2012:113) Likuiditas adalah kemampuan bank untuk

memenuhi kewajiban jangka pendek. Suatu bank dianggap likuid apabila bank

tersebut mempunyai kesanggupan untuk membayar penarikan giro, tabungan,

deposito berjangka, pinjaman bank yang segera jatuh tempo, pemenuhan

permintaan kredit tanpa adanya suatu penundaan (kredit yang direalisasi).

Likuiditas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan

persediaan uang tunai dan aset lain yang dengan mudah dijadikan uang tunai.

Bank dianggap likuid kalau bank tersebut mempunyai cukup uang tunai atau aset

likuid lainnya, disertai kemampuan untuk meningkatkan jumlah dana dengan

cepat dari sumber lainnya, untuk memungkinkannya memenuhi kewajiban

pembayaran dan komitmen keuangan lain pada saat yang tepat. (Darmawi, 2011 :

59). Ada dua konsep untuk indikator likuiditas, yaitu :

1) Konsep Persediaan

2) Konsep Arus

Untuk mengukur likuiditas dari sudut pandang persediaan, orang harus

membandingkan jumlah aset yang likuid dengan kebutuhan likuiditas yang

diperkirakan ini merupakan konsep likuiditas yang agak sempit karena konsep ini

tidak mempertimbangkan bahwa likuiditas dapat diperoleh dari pasar kredit dan

18
arus pendapatan. Melihat likuiditas dari pendekatan arus, orang memperhatikan

tidak hanya kesanggupan untuk mengubah aset menjadi likuid tapi kesanggupan

bank itu untuk meminjam dan memperoleh uang tunai dari hasil operasinya.

Untuk memperoleh penilaian yang wajar atas posisi likuidtas bank diperlukan :

1) Suatu ramalan kebutuhan uang tunai yang tepat

2) Tingkat aset likuid yang diperkirakan

3) Arus penerimaan uang tunai selama jangka waktu tertentu

Dengan demikian, suatu ukuran likuidtas yang baik harus

memperhitungkan konsep arus kas, tapi ukuran likuiditas yang paling banyak

dipakai didasarkan atas konsep persediaan, yaitu :

1. LDR (Loan to Deposit Ratio)

Salah satu ukuran likuid dari konsep persediaan adalah rasio pinjaman

terhadap deposit. Kalau rasio meningkat ke tingkat yang lebih tinggi

secara relatif bankir kurang berminat untuk memberikan pinjaman atau

investasi. Selain itu, mereka menjadi selektif dan kalau standar dinaikkan

dan kredit menjadi lebih sulit, maka suku bunga cenderung naik.

Walaupun rasio pinjaman terhadap deposit yang tinggi tidak pernah

ditentukan acuannya, tapi rasio tersebut merupakan kekuatan yang

mempengaruhi keputusan pemberian pinjaman dan investasi. Rasio

pinjaman terhadap deposit meningkat untuk semua bank. Peningkatan itu

akan lebih tinggi untuk bank yang lebih besar. Rasio yang lebih tinggi ini

dapat dijelaskan sebagian oleh kesanggupan dan kesdiaan bank untuk


19
mengatasi persoalan likuiditasnya menggunakan manajemen liabilitas,

atau melakukan pinjaman dari pasar uang, dan bukannya semata-mata

menggantungkan diri pada penyesuaian aset, dan sebagian lainnya melalui

usaha bank untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih tinggi.

2. Rasio Kas (Cash Ratio)

Ukuran likuidat lainnya yang mencerminkan konsep pesediaan

mengaitkan aset likuid terhadap total deposit atau total aset. Rasio kas

terhadap total depposit misalnya lebih baik dalam beberapa hal

dibandingkan dengan rasio pinjaman terhadap deposit karena rasio ini

mengaitkan aset yang likuid secara langsung dengan memperhatikan

pinjaman (aset yang paling tidak likuid) terhadap deposit. Kelemahan

utama rasio ini terletak pada kenyataan bahwa sebagian besar kas tidak

benar-benar tersedia untuk memenuhi likuiditas bank. Bagian kas

diperlukan untuk memenuhi permintaan pinjaman. Kelemahan lainnya

adalah kegagalannya untuk memasukan aset likuid lainnya, seperti

Sertifikat Bank Indonesia dan surat berharga likuid jangka pendek lainnya.

Rasio ini tidak memberikan perhatian pada kemampuan bank untuk

mencari dana dari sumber lain.

Menurut Dendawijaya (2009:118), Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah

rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima

oleh bank.

20
Menurut Kasmir (2012:290), Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan

rasio untuk mengujur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan

dengan jumalh dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan.

Untuk menghitung nilai dari Loan to Deposit Ratio (LDR), dapat

menggunakan suatu persamaan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Bank

Indonesia dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor

14/SEOJK.03/2017, yaitu :

Jumlah Kredit yang Diberikan


Loan to Deposit Ratio (LDR) = x 100%
Dana Pihak Ketiga

Kriteria penilaian predikat Bank berdasarkan Loan to Deposit Ratio (LDR)

sebagai berikut :

Tabel 2.1 Predikat Kesehatan Bank berdasarkan Loan to Deposit Ratio (LDR)

No Predikat Rasio
1 Sangat Sehat 50%<LDR≤75%
2 Sehat 75%<LDR<85%
3 Cukup Sehat 85%<LDR≤100%
4 Kurang Sehat 100%<LDR≤120%
5 Tidak Sehat LDR>120%
Sumber : SE OJK No. 14/SEOJK.03/2017 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum

2.1.4. Kualitas Kredit

2.1.4.1. Pengertian Kredit

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

atas undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan


21
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian jumlah bunga.

Menurut Rivai (2013:197), bahwa istilah kredit berasal dari bahasa latin,

credo, yang berarti I believe, I trust, saya percaya atau saya menaruh kepercayaan.

Adapun pengertian kredit menurut Kasmir (2011:72), yaitu kredit berasal

dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan atau dalam bahasa Latin

Creditum yang berarti kepercayaan akan kebenaran.

2.1.4.2. Kualitas Kredit

Sesuai dengan PBI No. 14/15/PBI/2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang

Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum bahwa Kualitas Kredit ditetapkan

berdasarkan faktor penilaian sebagai berikut :

a. Prospek usaha

b. Kinerja (Performance)

c. Kemampuan membayar

Berdasarkan faktor penilaian tersebut diatas, Kualitas Kredit ditetapkan menjadi :

a. Lancar

b. Dalam perhatian khusus

c. Kurang lancar

d. Diragukan

22
e. Macet

Berikut penjelasan penggolongan Kualitas Kredit tersebut diatas

(https://www.kreditpedia.net/bi-checking-dan-penggolongan-kualitas-kredit/) :

a. Kredit Lancar / Pass / Kolektibilitas 1, yaitu tidak terdapat keterlambatan

atau terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai

dengan 30 hari

b. Dalam Perhatian Khusus / Special Mention / Kolektibilitas 2, yaitu

terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah

melampaui 30 hari sampai dengan 90 hari (31 hari s/d 90 hari).

c. Kurang Lancar / Substandard / Kolektibilitas 3, yaitu terdapat

keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui

90 hari sampai dengan 120 hari (91 hari s/d 120 hari).

d. Diragukan / Doubtful / Kolektibilitas 4, yaitu terdapat keterlambatan

pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 120 hari sampai

dengan 180 hari (121 hari s/d 180 hari).

e. Macet / Loss / Kolektibilitas 5, yaitu terdapat keterlambatan pembayaran

pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari (>180 hari).

23
2.1.4.3. Kredit Bermasalah

Menurut Ismail (2009:224), kredit bermasalah adalah suatu keadaan

dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh

kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.

Menurut Rivai (2013:237), pengertian kredit bermasalah terdiri dari

beberapa pengertian, yaitu :

a. Mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya

baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau

pembayaran bunga, denda keterlambatan, serta ongkos-ongkos bank

yang menjadi beban debitur yang bersangkutan.

b. Kredit dimana terjadi cedera janji dalam pembayaran kembali sesuai

perjanjian sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di

perusahaan debitur sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko

di kemudian hari bagi bank dalam arti luas.

c. Kredit golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet

serta golongan lancar yang berpotensi menunggak.

Ikatan Bankir Indonesia (2016: 35) bahwa parameter kualitas kredit dapat

diukur dengan rasio NPL (Non Performing Loans) yang dirumuskan sebagai

berikut :

Total Kredit Bermasalah


Non Performing Loans (NPL) = x 100%
Total Kredit

24
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 2.2 Predikat Kesehatan Bank berdasarkan Non Performing Loans


(NPL)

No Predikat Rasio
1 Sangat Sehat 0% < NPL < 2%
2 Sehat 2% ≤ NPL < 5%
3 Cukup Sehat 5% ≤ NPL < 8%
4 Kurang Sehat 8% < NPL< 11%
5 Tidak Sehat NPL > 11%
Sumber : SE OJK No. 14/SEOJK.03/2017 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum

Berdasarkan tabel diatas, Bank Indonesia menetapkan nilai NPL sehat

adalah berkisar antara 2% sampai dengan 5%, apabila bank melebihi batas yang

diberikan maka bank tersebut dikatakan tidak sehat.

2.1.5. Efisiensi

Efisiensi menurut Kamus Besar Ekonomi (2003 : 178) adalah :

”hubungan atau perbandingan antara faktor keluaran (output) barang dan


jasa dengan masukan (input) yang langka di dalam suatu unit kerja, atau
ketetapan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak
membuang-buang waktu, tenaga, biaya).”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001 : 284) menyatakan bahwa

efisiensi adalah :

25
“ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (tidak
membuang waktu, tenaga, biaya), kedayagunaan, ketepat gunaan, serta
kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat.”

Menurut Hasibuan (2005 : 233) yang mengutip pernyataan H. Emerson

bahwa efisiensi adalah :

“perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil


antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti
halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang
terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.”

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

efisiensi adalah suatu ukuran keberhasilan sebuah kegiatan yang dinilai

berdasarkan besarnya biaya yang digunakan untuk mencapai hasil yang

diinginkan.

Menurut PBI No. 14/26/PBI/2012, Bank Indonesia mempertimbangkan

pencapaian tingkat efisiensi Bank dalam menyetujui jumlah Jaringan Kantor yang

direncanakan dibuka oleh Bank sesuai RBB (Rencana Bisnis Bank). Pencapaian

tingkat efisiensi Bank antara lain diukur melalui rasio Biaya Operasional terhadap

Pendapatan Operasional (BOPO).

Menurut Veithzal, dkk (2013: 131) BOPO adalah perbandingan antara

biaya operasional dengan pendapatan operasional dalam mengukur tingkat

efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.

Menurut Pandia (2012: 72) bahwa BOPO (Biaya Operasional Pendapatan

Operasional) ratio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk

mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional

terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien

26
biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga

kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

BOPO dapat dirumuskan berdasarkan ketentuan Otorisasi Jasa Keuangan

(OJK), sebagai berikut :

Beban Operasional
BOPO = x 100%
Pendapatan Operasional

Biaya Operasional dihitung berdasarkan penjumlahan total beban bunga

dan total beban operasional lainnya. Pendapatan Operaional adalah penjumlahan

dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Kategori

peringkat yang akan diperoleh bank dari besaran nilai Biaya Operasional terhadap

Pendapatan Operasional (BOPO) yang dimiliki, sebagai berikut :

Tabel 2.3 Predikat Kesehatan Bank berdasarkan BOPO

No Predikat Rasio
1 Sangat Sehat 83% < BOPO < 88%
2 Sehat 89% < BOPO < 93%
3 Cukup Sehat 94% < BOPO < 96%
4 Kurang Sehat 97% < BOPO < 100%
5 Tidak Sehat 100% < BOPO
Sumber : SE OJK No. 14/SEOJK.03/2017 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum

2.1.6. Profitabilitas

Pengertian profitabilitas menurut Hasibuan (2011 : 100) adalah sebagai

berikut :

”Rentabilitas atau profitabilitas bank adalah suatu kemampuan suatu bank


untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam presentase. Rentabilitas
pada dasarnya adalah laba (Rp) yang dinyatakan dalam % profit.”

27
Profitabilitas adalah suatu alat untuk mengukur kemampuan bank dalam

menghasilkan laba dengan membandingkan laba dengan aktiva atau modal dalam

periode tertentu. Profitabilitas juga menunjukkan bagaimana manajemen

perusahaan mempertanggungjawabkan modal yang diserahkan pemilik modal

kepadanya, hal itu ditunjukkan dengan berapa besarnya dividen (Pandia, 2012 :

65).

Menurut Fahmi (2013 : 135), rasio profitabilitas adalah rasio untuk

mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar

kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan

penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik

menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan.

Menurut Pandia (2012: 71) Return on Assets (ROA) adalah rasio yang

menunjukan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total aset bank,

rasio ini menunjukan tingkat efisiensi pengelolaan aset yang dilakukan oleh bank

tersebut. ROA merupakan indikator kemampuan perbankan untuk memperoleh

laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh bank.

Penilaian rasio Return on Assets (ROA) berdasarkan Surat Edaran

Otorisasi Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.03/2017 tanggal 17 Maret 2017

adalah Return on Assets (ROA) yang nilainya berkisar antara 1,25% sampai

dengan 2% yang termasuk dalam bank sehat. Return on Assets (ROA) secara

sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Kasmir, 2012 : 201) :

Laba sebelum pajak


Return on Assets (ROA) = x 100%
Total asset rata-rata

Predikat Bank berdasarkan ROA adalah sebagai berikut :


28
Tabel 2.4 Predikat Kesehatan Bank berdasarkan Return on Assets (ROA)

No Predikat Rasio
1 Sangat Sehat 2% < ROA
2 Sehat 1,25% < ROA ≤ 2%
3 Cukup Sehat 0,5% < ROA ≤ 1,25%
4 Kurang Sehat 0% < ROA ≤ 0,5%
5 Tidak Sehat ROA ≤ 0%
Sumber : SE OJK No. 14/SEOJK.03/2017 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum
2.2. Kerangka Pemikiran

2.2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian tentang Loan to

Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loans (NPL), Biaya Operasional

Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Return On Assets (ROA) dimana hasil

penelitiannya akan penulis gunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan

dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut :

Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Model Kesimpulan


Penelitian Analisis

Nur Aini Pengaruh CAR, NIM, Regresi linier CAR


(2013) CAR, NIM, LDR, NPL, berganda mempunyai
LDR, NPL, BOPO, KAP pengaruh
BOPO, dan dan terhadap
KUALITAS Perubahan perubahan
AKTIVA Laba laba, NIM
PRODUKTIF tidak
TERHADAP berpengaruh
PERUBAHAN terhadap
LABA (Studi perubahan
Empiris Pada laba, LDR
Perusahaan berpengaruh
Perbankan tidak
29
yang terdaftar signifikan
di BEI) Tahun terhadap
2009-2011 perubahan
laba, NPL
berpengaruh
positif tidak
signifikan
terhadap
perubahan
laba, BOPO
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
perubahan
laba, dan KAP
berpengaruh
signifikan.

Herry Banking NPL, LDR, Regresi linier LDR


Achmad intermediation, BOPO dan berganda berpengaruh
Buchory operational ROA negatif tapi
(2015) efficiency and tidak
credit risk in berpengaruh
the Banking signifikan
Profitability terhadap
ROA; BOPO
memiliki efek
negatif dan
signifikan
terhadap
ROA;
sedangkan
NPL
berpengaruh
positif namun
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap ROA

Heri Analisis Rasio CAR, CR, Regresi Linier CAR, NPL


30
Susanto, Keuangan LDR, NPL, Berganda dan NIM
terhadap NIM, BOPO berpengaruh
Nur Kholis Profitabilitas dan ROA signifikan
(2016) pada terhadap
perbankan ROA, dan
Indonesia variabel CR,
LDR dan
BOPO tidak
berpengaruh
terhadap
ROA, dan
variabel NIM
memiliki
pengaruh
dominan
terhadap ROA

Anti Suryani, Pengaruh CAR, BOPO, Regresi linier CAR, BOPO,


Suhadak, Rasio Capital LDR, NIM, berganda LDR, NIM
Raden Adequacy NPL, ROA dan NPL
Rustam, Ratio, Biaya secara
Hidayat Operasional simultan
(2016) Per berpengaruh
Pendapatan signifikan
Operasional, terhadap
Loan to ROA. Secara
Deposit Ratio, parsial hasil
Net Interest penelitian ini
Margin dan menunjukkan
Non bahwa
Performing variabel CAR
Loan terhadap dan NPL tidak
Return on berpengaruh
Assets (Studi secara
pada Bank signifikan
Umum yang terhadap
terdaftar di ROA,
Bursa Efek sedangkan
Indonesia variabel
Periode 2012- BOPO, LDR
2014) dan NIM
berpengaruh
31
signifikan
terhadap
ROA.

Jordi Pengaruh CAR, NPL, Regresi linier CAR


Suwandi, CAR, NPL, BOPO dan berganda berpengaruh
Hening Widi BOPO, dan LDR negatif tidak
Oetomo LDR terhadap siginifikan
(2017) ROA Pada terhadap
BUSN Devisa ROA, NPL
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
ROA, BOPO
berpengaruh
negatif
signifikan,
dan LDR
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
ROA. NPL
menunjukkan
pengaruh
dominan dari
semua
variabel bebas
CAR, BOPO,
dan LDR.

Hussein Fajri Pengaruh CAR, BOPO, Regresi linier CAR, BOPO,


Muttaqin CAR, BOPO, NPL, LDR, berganda NPL, dan
(2017) NPL dan LDR ROA LDR
Terhadap ROA berpengaruh
Pada Bank signifikan
Konvensional terhadap
Di Indonesia ROA, Hasil
(Studi Kasus pengujian
Pada Bank secara parsial
Konvensional menunjukkan
32
Yang Terdaftar bahwa CAR
Di BEI) tidak
berpengaruh
secara
signifikan,
NPL
berpengaruh
tidak
signifikan,
dan LDR
berpengaruh
signifikan
terhadap
ROA.
Diantara
empat
variabel
independen
yaitu, CAR,
BOPO, NPL
dan LDR,
variabel
BOPO
memiliki
pengaruh
yang paling
dominan
terhadap
ROA.

Randi Aditia Pengaruh LDR, CAR, Regresi linier Secara parsial


Nugraha Likuiditas, BOPO, ROA berganda LDR
(2018) Kecukupan berpengaruh
Modal dan dan signifikan
Biaya terhadap
Operasional ROA, dan
Terhadap BOPO
Pendapatan berpengaruh
Operasional dan signifikan
(BOPO) terhadap
Terhadap ROA. Secara
Profitabilitas simultan
33
Pada Bank LDR, CAR,
BUMN di dan BOPO
Indonesia berpengaruh
(Periode signifikan
Tahun 2012- terhadap
2016) ROA.

Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian

2.2.2. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Pasal 29 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah

dengan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, bank wajib memelihara

tingkat kesehatannya sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset,

kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas, serta aspek lain yang

berkaitan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan

prinsip kehati-hatian.

Selanjutnya, sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor

14/SEOJK.03/2017 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang

merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

4/POJK.03/2016 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 5840), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK/03/2016

tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor

5861), dan ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi

34
bagi bank yang melakukan pengendalian terhadap anak perusahaan, antara lain

diatur bahwa Bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self-assesment)

Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan RBBR (Risk Based

Bank Rating) baik secara individu maupun secara konsolidasi.

Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan tingkat kemampuan bank

dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun bank. Batas aman Loan to

Deposit Ratio (LDR) suatu bank secara umum adalah sekitar 75-85 % (Peraturan

Otoritas Jasa KeuanganNomor 18/POJK.03/2016). Besar kecilnya rasio Loan to

Deposit Ratio (LDR) suatu bank akan mempengaruhi profitabilitas bank tersebut.

Semakin besar jumlah dana yang disalurkan kepada nasabah dalam bentuk kredit

maka jumlah dana yang menganggur berkurang dan penghasilan bunga yang

diperoleh akan meningkat. Hal ini tentunya akan meningkatkan Loan to Deposit

Ratio (LDR) sehingga profitabilitas bank juga meningkat. Dengan kata lain Loan

to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif terhadap profitabilitas.

Menurut Ismail (2009:226) “NPL (Non Performing Loan) adalah kredit

yang menunggak melebihi 90 hari. Dimana NPL terbagi menjadi kredit kurang

lancar, diragukan, dan macet. “ Besarnya”Non Performing Loan (NPL) yang

diperbolehkan Bank Indonesia saat ini adalah maksimal 5%. Semakin tinggi

tinggi tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tidak professional dalam

pengelolaan kreditnya sehingga bank mengalami kredit macet yang akhirnya akan

berdampak pada kerugian bank (Subramanyam, 2010:92). Dengan kata lain

semakin besar NPL suatu bank, mengakibatkan semakin rendah profitabilitas,

sehingga NPL berpengaruh negatif terhadap profitabilitas.

35
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) merupakan

rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Lukman

Dendawijaya, 2009:67) Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional

(BOPO) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam

mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Dengan kata

lain semakin rendahnya rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional

(BOPO) menjadikan semakin efisiensi bank tersebut dalam mengendalikan biaya

operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh

akan semakin besar (Dendawijaya, Lukman, 2009:162). Dengan demikian BOPO

berpengaruh negatif terhadap profitabilitas.

Berdasarkan uraian di atas maka dibuat kerangka pemikiran yang

ditunjukan pada gambar 2.1. dan paradigma penelitian pada gambar 2.2. sebagai

berikut :

BANK

TINGKAT KESEHATAN

LIKUIDITAS KUALITAS EFISIENSI


KREDIT

PROFITABILITAS

36
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
H1
LIKUIDITAS

H2
KUALITAS
KREDIT PROFITABILITAS

H3
EFISIENSI

H4

Gambar 2.2. Paradigma Penelitian

Keterangan Gambar 2.2 :

: Hipotesis Parsial

: Hipotesis Simultan

2.3. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2012:159), bahwa hipotesis adalah sebagai jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena

jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan tetapi belum

pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Bertitik tolak dari kerangka pemikiran di atas, maka peneliti menetapkan

hipotesis sebagai berikut:

37
1. Hipotesis 1 (H1) : Likuiditas diukur dengan Loan to Deposit Ratio (LDR)

berpengaruh positif terhadap profitabilitas bank bjb periode tahun 2006 -

2018.

2. Hipotesis 2 (H2) : Kualitas kredit diukur dengan Non Performing Loan (NPL)

berpengaruh negatif terhadap profitabilitas bank bjb periode tahun 2006 -

2018.

3. Hipotesis 3 (H3) : Efisiensi diukur dengan Biaya Operasional Pendapatan

Operasional (BOPO) berpengaruh negatif terhadap profitabilitas bank bjb

periode tahun 2006 - 2018.

4. Hipotesis 4 (H4) : Terdapat pengaruh likuiditas, kualitas kredit dan efisiensi

secara bersama-sama terhadap profitabilitas bank bjb periode tahun 2006 -

2018.

38

Anda mungkin juga menyukai