Anda di halaman 1dari 2

Menjaga Lisan agar Selamat

Oleh: Widya Sofiyani

Adakah yang pernah patah hati oleh lisannya seseorang? Atau ada yang pernah
menyesal, sebab telah menggores luka di hati seseorang? Kalau pernah patah, wajar
saja. Selain bagian dari pendewasaan mental, itu juga menyadarkan kita bahwa kita
tidak pernah bisa mengendalikan lisannya seseorang, tidak pernah bisa. Tetapi,
kalaulah pernah menyesal, semoga tidak banyak, semoga itu yang terakhir.

Satu dua tiga detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, setelah kita berbicara.
Ternyata, ada atau banyak hati yang sakit, ada atau banyak jiwa yang tersesat, di luar
islam. Berapa banyaknya orang yang sakit hati oleh perkataan kita? Meski kita rasa
itu hal biasa, canda, atau sekedar tawa. Berapa banyak orang yang
kepercayadiriannya, keberaniannya, kesungguhannya mulai reda? Sebab lisan kita
yang tidak pernah kita jaga. Berapa banyak orang yang semangat nya merosot?
sebab lisan kita yang tak pernah kita jaga.

Berapa banyak orang yang ternyata menjadi rapuh jiwa-raganya atas kedzaliman
kita? Berapa banyak orang yang mimpi-misi nya terhambat? sebab lisan kita yang di
jaga. Berapa banyak orang yang hatinya luka? sebab hati kita yang tidak punya rasa.
Berapa banyak orang yang hatinya jadi tidak lega? sebab tidak ada iman di dada kita.
Berapa banyak, Duhai Muslimah?

Memang, memang semua itu tergantung bagaimana diri mereka masing-masing,


dalam menerimanya. Tapi, kita tidak tahu bagaimana ia dan kehidupannya dahulu.
Kita tidak tahu. Barangkali, mereka pernah punya sesuatu, atau belum punya ilmu.
Sehingga tidak sampai untuk menerima segala hal dari orang lain dengan lapang.
Maka, mari saling menjaga, saling merawat untuk mengendalika jiwa-raga agar tetap
sehat. Kalau begitu, bukan hanya mereka yang selamat, tapi kita juga.

Selamanya, kita memang tidak pernah bisa mengendalikan lisan orang lain. Tapi, kita
bisa, sangat bisa untuk mengendalikan diri sendiri. Kita bisa mendidik hati, agar tak
menyakiti, agar tak ada lagi orang yang hidupnya jadi lebih buruk, sebab lisan kita.
Berbicara tentang ini, bukan dibawa perasaan dan apapun itu. Tapi, hanya ingin
belajar, untuk mendidik diri, mendidik hati, agar tidak lagi menyakiti siapapun.
Sebab, kalau kita punya ilmu, kita tidak akan menyakiti atau memarahi siapapun.
Sebab, marah dan berkata menyakiti itu adalah pilihan. Dengan iman, kita akan tahu
harus memilih yang mana, meski berhadapan dengan yang menjengkelkan.

Atau, kita memang tidak marah, tidak menyakiti hati orang lain. Tapi, lisan kita itu
menyesatkan orang lain. Membuat orang lain jauh dari islam. Itu sama saja, harus
kita didik juga hati dan mulut kita.

Pada akhirnya, mari merenung, sudah berapa banyak lisan kita menyakiti,
menyesatkan orang lain? Coba bayangkan, Duhai Muslimah. Bagaimana jadinya,
kalau kita tidak bisa selamat di dunia-akhirat? Karena ada hati yang tersakiti oleh
kita, ada jiwa yang tersesatkan oleh lisan kita.

Maka, orang biasa seperti kita, orang ketingalan seperti kita, harus mau belajar,
harus mau berjuang lebih untuk mendidik hati, mendidik mulut kita dengan iman,
agar lisan dan raga ada dalam kebaikan. Sehingga, orang lain aman. Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Seorang muslim adalah seseorang yang orang
muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya” (HR. Muslim).

Anda mungkin juga menyukai