Anda di halaman 1dari 121

PERBANDINGAN ADNEX RISK MODEL DENGAN RMI (RISK

OF MALIGNANCY INDEX) 3 DALAM MEMBEDAKAN TUMOR

OVARIUM JINAK DAN GANAS PRABEDAH

THE COMPARISON OF ADNEX RISK MODEL WITH RMI (RISK

OF MALIGNANCY INDEX) 3 IN DISCRIMINATING

PREOPERATIVE BENIGN AND MALIGNANT OVARIAN MASS

YOHANES IDDO ADVENTA

(C 105 216 203)

DEPARTEMEN OBSTETRI & GINEKOLOGI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
ii

TESIS

PERBANDINGAN ADNEX RISK MODEL DENGAN RMI (RISK


OF MALIGNANCY INDEX) 3 DALAM MEMBEDAKAN

TUMOR OVARIUM JINAK DAN GANAS PRABEDAH

THE COMPARISON OF ADNEX RISK MODEL WITH RMI


(RISK OF MALIGNANCY INDEX) 3 IN DISCRIMINATING

PREOPERATIVE BENIGN AND MALIGNANT OVARIAN MASS

Sebagai salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan dokter


spesialis dan mencapai gelar spesialis

Program Studi
Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Disusun dan diajukan oleh

YOHANES IDDO ADVENTA

DEPARTEMEN OBSTETRI & GINEKOLOGI


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Yohanes Iddo Adventa

No. Pokok : C105216203

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul

PERBANDINGAN ADNEX RISK MODEL DENGAN RMI (RISK


OF MALIGNANCY INDEX) 3 DALAM MEMBEDAKAN

TUMOR OVARIUM JINAK DAN GANAS PRABEDAH

adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di

dalam naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diterbitkan

sebelumnya, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan

disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ternyata di dalam naskah tesis ini dapat

dibuktikan terdapat unsur – unsur penjiplakan, saya bersedia menerima

sanksi atas perbuatan saya tersebut dan diproses sesuai dengan hukum

yang berlaku

Makassar, 14 Mei 2020

Yang menyatakan
v

PRAKATA
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadapan Tuhan Yesus,

atas segala berkat, karunia serta perlindungan-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan tesis ini sebagaimana mestinya sebagai salah satu

syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 pada

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Makassar.

Penulis bermaksud memberikan informasi ilmiah mengenai

PERBANDINGAN ADNEX RISK MODEL DENGAN RMI (RISK OF

MALIGNANCY INDEX) 3 DALAM MEMBEDAKAN TUMOR OVARIUM

JINAK DAN GANAS PRABEDAH yang dapat menjadi bahan rujukan

untuk penelitian selanjutnya.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Dr. dr. Sharvianty Arifuddin, SpOG(K) sebagai

pembimbing I, dr. Syahruni Syahrir, SpOG(K) sebagai pembimbing II,

dan Dr. dr. St. Nur Asni, SpOG pembimbing statistik atas bantuan dan

bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap

permasalahan penelitian ini, pelaksanaan sampai dengan penulisan tesis

ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Syahrul

Rauf, Sp.OG (K) dan dr. Rudy B. Leonardy, Sp.OG(K) sebagai

penyanggah yang memberikan kritik dan saran dalam menyempurnakan

penelitian ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-


vi

besarnya kepada :
1. Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Prof. Dr. dr. Syahrul Rauf, Sp.OG(K)

;Ketua Program Studi Dr. dr. Deviana Soraya Riu, Sp.OG(K);

Sekretaris Program Studi, Dr. dr. Nugraha Utama Pelupessy,


Sp.OG(K), seluruh staf pengajar beserta pegawai di Departemen

Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin yang memberikan arahan, dukungan dan motivasi

kepada penulis selama pendidikan.

2. Penasihat akademik penulis dr. Eddy Tiro Sp.OG(K) yang selalu

mendukung dan memberikan arahan selama mengikuti proses

pendidikan dan penelitian untuk karya tulis ini.

3. Teman sejawat peserta PPDS-1 Obstetri dan Ginekologi atas

bantuan dan kerjasamanya selama proses pendidikan

4. Paramedis dan staf Departemen Obstetri dan Ginekologi di seluruh

rumah sakit jejaring atas kerjasamanya selama penulis mengikuti

pendidikan.

5. Istri saya, Margaret Diana serta kedua orang tua penulis, Alan dan

Heroe Samodro yang telah memberikan restu untuk penulis


melanjutkan pendidikan, disertai dengan doa, kasih sayang, dan

dukungan yang luar biasa selama penulis menjalani pendidikan.

6. Adik kandung penulis, saudara-saudara dan keluarga besar yang

telah memberikan kasih sayang yang tulus, dukungan, doa dan


vii

pengertiannya selama penulis mengikuti proses pendidikan.

7. Pasien yang telah bersedia mengikuti penelitian ini sehingga

penelitian dapat berjalan sebagaimana mestinya.

8. Semua pihak yang namanya tidak tercantum namun telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga tesis memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu


pengetahuan pada umumnya serta Ilmu Obstetri dan Ginekologi pada

khususnya di masa yang akan datang.

Makassar, 14 Mei 2020


viii

ABSTRAK

PERBANDINGAN ADNEX RISK MODEL DENGAN RMI (RISK OF


MALIGNANCY INDEX) 3 DALAM MEMBEDAKAN TUMOR OVARIUM
JINAK DAN GANAS PRABEDAH
Yohanes Iddo Adventa, Sharvianty Arifuddin, Syahruni Syahrir, St. Nur
Asni, Syahrul Rauf, Rudy B. Leonardy

Latar Belakang : Kanker ovarium merupakan masalah yang masih


menjadi perhatian di bidang ginekologi onkologi. Berbagai macam metode
untuk mengevaluasi risiko kanker ovarium telah diusulkan. Penelitian ini
menganalisis perbandingan ADNEX (Assesment of Different NEoplasias in
the adneXa) Risk Model dengan RMI (Risk of Malignancy Index) 3 dalam
membedakan tumor ovarium jinak dan ganas prabedah

Metode: Penelitian ini adalah analitik komparatif dengan pendekatan


potong lintang. Data dan sampel darah diambil dari semua perempuan
dengan tumor ovarium pada rumah sakit jejaring pendidikan dengan total
sampel mencapai 63 orang. Dilakukan penilaian ACC, SENS, SPEC, PPV
dan NPV pada kedua prediktor serta analisis statistik dengan
menggunakan Chi Square untuk uji hubungan status menopause dan
paritas.

Hasil : Dari total 63 sampel, terdapat 40 tumor ganas dan 23 tumor jinak
berdasarkan hasil patologi anatomi. ADNEX Risk Model dan RMI 3
memprediksi 35 tumor ganas dan 28 tumor jinak. Nilai ACC, SENS, SPEC,
PPV dan NPV dari RMI 3 (79.37, 77.5, 82.6, 88.6, dan 67.9%)
lebih tinggi dari ADNEX Risk Model (73.02, 72.5, 73.9 82.9 dan 60.7%).
RMI 3 memiliki hubungan yang signifikan secara statistik terhadap semua
status menopause dan paritas (p = 0.0001 untuk premenopause, p =
0.0054 untuk pascamenopause, p = 0.000 untuk nulipara dan p = 0.0046
untuk paritas >1) untuk sedangkan ADNEX Risk Model signifikan pada
status semua status paritas dan kelompok premenopause saja (p =
0.0004 untuk premenopause, p = 0.0633 untuk pascamenopause, p =
0.001 untuk nulipara dan p = 0.0275 untuk paritas >1).

Kesimpulan: Kedua alat prediktor memiliki sensitivitas dan spesifisitas


yang baik dalam membedakan tumor ovarium jinak dan ganas prabedah.
RMI 3 lebih sensitif dan spesifik dalam dalam membedakan tumor ovarium
jinak dan ganas dibanding ADNEX Risk Model.

Kata Kunci: ADNEX Risk Model, RMI 3, tumor ovarium, keganasan


ix

ABSTRACT
THE COMPARISON OF ADNEX RISK MODEL WITH RMI (RISK OF
MALIGNANCY INDEX) 3 IN DISCRIMINATING PREOPERATIVE
BENIGN AND MALIGNANT OVARIAN MASS
Yohanes Iddo Adventa, Sharvianty Arifuddin, Syahruni Syahrir, St. Nur
Asni, Syahrul Rauf, Rudy B. Leonardy

Background: Ovarian carcinoma remains one of mayor problems in


Oncology Gynecology. Many methods have been proposed to evaluate
ovarian carcinoma risks. This study analyzes the comparison between
ADNEX (Assesment of Different NEoplasias in the adneXa) Risk Model
with RMI (Risk of Malignancy Index) 3 discriminating preoperative benign
and malignant ovarian mass.

Methods: A comparative analytic cross-sectional study on 63 participants.


Data and blood samples were taken from women with ovarian tumor
diagnosis in associated hospitals. ACC, SENS, SPEC, PPV dan NPV were
evaluated in both predictors and statistical analysis was performed using
Chi Square to evaluate menopausal and parity status correlation.

Results: From 63 total samples, consist 40 malignant and 23 benign


tumors from pathology anatomy diagnosis. Both ADNEX Risk Model and
RMI 3 predict 35 malignant and 28 benign tumors. The value of ACC,
SENS, SPEC, PPV and NPV from RMI 3 analysis (79.37, 77.5, 82.6, 88.6,
and 67.9%) higher than ADNEX Risk Model (73.02, 72.5, 73.9 82.9 and
60.7%). RMI 3 correlates significantly with all menopause and parity status
(p = 0.0001 for premenopause, p = 0.0054 for postmenopause, p = 0.000
for nulipara and p = 0.0046 for parity >1). ADNEX Risk Model statistically
significant in all parity status and premenopause group (p = 0.0004 for
premenopause, p = 0.0633 for postmenopause, p = 0.001 for nulipara and
p = 0.0275 for parity >1).

Conclusion: Both predictor tools have good performance in discriminating


preoperative benign and malignant ovarian mass. RMI 3 is better in
discriminating preoperative benign and malignant ovarian mass than
ADNEX Risk Model.

Keywords: ADNEX Risk Model, RMI 3, ovarian tumor, maligancy


x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................. i

HALAMAN PENGAJUAN....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii


PERNYATAAN KEASLIAN TESIS......................................................... iv

PRAKATA.............................................................................................. v

ABSTRAK .............................................................................................. viii

ABSTRACT............................................................................................ ix

DAFTAR ISI .......................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv


DAFTAR LAMPIRAN. ............................................................................ xvi

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN....................................... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 7

A. Tumor Ovarium....................................................................... 7

B. Faktor Risiko........................................................................... 9

C. Patogenesis Tumor Ovarium .................................................. 10


xi

a. Status Paritas dalam Patogenesis Tumor Ovarium............ 14

b. Status Menopause dalam Patogenesis Tumor Ovarium .... 16


D. Evaluasi terhadap Keganasan dan Diagnosis ....................... 19

a. Anamnesis ......................................................................... 22

b. Studi Radiologis ................................................................. 25

c. Studi Laboratorium ............................................................. 27

E. RMI………………………..………………………...…………..... 29

F. ADNEX Risk Model ................................................................ 35

G. Kerangka Konsep.................................................................... 42

H. Hipotesis ................................................................................ 42

I. Definisi Operasional ................................................................ 43

BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................... 47

A. Rancangan Penelitian ............................................................ 47

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 47

C. Populasi Penelitian ................................................................. 47

D. Sampel Penelitian................................................................... 48

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................... 48

F. Besaran sampel...................................................................... 49

G. Alur Penelitian ........................................................................ 51

H. Cara Kerja .............................................................................. 52


I. Pengolahan dan Penyajian Data............................................ 57

J. Aspek Etis .............................................................................. 58

K. Waktu Penelitian..................................................................... 59
xii

L. Personalia Penelitian ............................................................. 59

M. Anggaran penelitian. .............................................................. 60


N. Jadwal Penelitian.................................................................... 60

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………….. 61

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN………………………………………….. 79

A. Simpulan………………………….…………............................... 79

B. Saran………………………………………………………………. 79

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 81

I. LAMPIRAN…………………………………………………..……..88
xiii

DAFTAR TABEL

nomor halaman

1. Karakteristik Umum Sampel 62

2.Diagnosis Histopatologis Massa Adneksa 65

3.

4. Diagnosis TumorOvarium 67

5. Hasil Luaran RMI dan ADNEX Risk Model Tumor Ovarium 68

6. Kemampuan prediksi ADNEX Risk Model dan RMI

berdasarkan status menopause dan paritas 72


xiv

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1. Faktor Risiko Perkembangan Tumor Ovarium Epitelial 10

2. Hipotesis Ovaluasi Tanpa Hambatan 12

3. Stimulasi Gonadotropin 13

4. Deplesi Folikel 13

5. Evaluasi dan Tatalaksana Massa Adneksa 24

6. Kalkulasi RMI I 32

7. Perbandingan variabel M dan US pada RMI 1, 2 dan 3 34

8. Tampilan Penginputan dan Prediksi ADNEX Risk Model 36

9. Tampilan Hasil Prediksi ADNEX Risk Model 36

10. Karakteristik USG ADNEX Risk Model 37

11.Kerangka Teori 41

12.Kerangka Konsep 42

13. AlurPenelitian 54
xv

DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

1. Naskah Penjelasan untuk Responden 88

2. Formulir Pesetujuan untuk Mengikuti Penelitian 92

3. Formulir Penelitian 93

4. 9 prediktor ADNEX Risk Model 96

5. Dummy Table 97
xvi

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

lambang / singkatan arti dan keterangan

ACC Accuracy

ADNEX Assesment of Different Neoplasias in the

Adnexa

AUC Area Under Curve

BRCA Breast Cancer Gene

CA 125 Cancer Antigen 125

CA 19-9 Cancer Antigen 19-9

C Celcius

CI Confidence Interval

CT Computed Tomography

ECLIA Electro-chemiluminescence immunoassay

EFSUMB European Federation of Societies for

Ultrasound in Medicine and Biology

FSH Follicle Stimulating Hormone

IOTA International Ovarian Tumor Analysis

IMT Indeks Massa Tubuh

JCI Joint Comission International

KB Keluarga Berencana

KOE Karsinoma Ovarium Epitel

LH Luteinizing Hormone

LR2 Logistic Regression 2


xvii

ml mililiter

mm milimeter

NICE National Institute for Health and Care

Excellence

NPV Negative Preditive Value

OVA1 Pemeriksaan darah untuk mendeteksi risiko

karsinoma ovarium

PA Patologi Anatomi

PK Patologi Klinik

PPDS Program Pendidikan Dokter Spesialis

PPV Positive Preditive Value

RI Republik Indonesia

ROCA Risk of Ovarian Cancer Algorithm

ROMA Risk of Malignancy Algorithm

RMI Risk of Malignancy Index

RMIP Risk of Malignancy Index Parity

RS Rumah Sakit

RSWS Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

SENS Sensitivity

SIGN Scottish Intercollegiate Guidelines Network

SPES Spesifivity

SpOG Spesialis Obstetri Ginekologi

TOA Tubo Ovarian Abcess


xviii

U Unit

Unhas Universitas Hasanuddin

USG Ultrasound Sonography


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker ovarium merupakan salah satu masalah yang masih menjadi

perhatian di bidang ginekologi onkologi. Hal ini dikarenakan masih banyak

ditemukan pasien tanpa adanya gejala yang nyata hingga terjadinya

metastasis (Hippisles-Cox & Coupland, 2012). Di dunia, pada tahun 2008,

kurang lebih 225.000 perempuan didiagnosis kanker ovarium dan 140.000

meninggal karena kanker ini. Di Amerika kanker ovarium merupakan kanker

penyebab kematian terbanyak dalam tumor ginekologi. Kanker ovarium

merupakan kanker keganasan ginekologi kedua terbanyak di negara

berkembang dengan insiden 9,4 per 100.000 perempuan dan mortality rate 5,1

per 100.000. Ada juga yang mengatakan di negara berkembang kanker

ovarium merupakan keganasan ginekologi terbanyak ketiga dengan insiden

5,0 per 100.000 dan mortality rate 3,1 per 100.000 (Chen, et al., 2017). Di

Indonesia sendiri berdasarkan Estimasi Jumlah Kasus Baru dan Jumlah

Kematian Akibat Kanker di RS Kanker Dharmais Tahun 2010 – 2013, kanker

ovarium menempati urutan keempat (Kementrian Kesehatan RI, 2015).


2

Rata-rata usia didiagnosis kanker di Amerika adalah 63 tahun dimana


merupakan kelompok usia menopause dengan insiden usia 50 – 59 tahun

adalah 21,8 – 28,3 per 100.000; 60 – 69 tahun adalah 36,2 – 41,5 per 100.000;

dan ≥70 adalah 47,6 – 56,7 per 100.000. Mayoritas kanker ovarium didiagnosis

pada stadium lanjut dengan metastasis sebanyak 61%. Risiko kanker ovarium

meningkat 2% tiap tahunnya pada usia <50 tahun dan 11% pada usia ≥ 50

tahun. Menopause terlambat (setelah usia 52 tahun) berkaitan dengan

peningkatan terjadinya tumor ovarium (Calster, et al., 2014).

Salah satu faktor resiko utama dari 2 hipotesis yang masih dianut

berdasarkan patogenesis terjadinya kanker ovarium terutama jenis kanker

ovarium epitelial adalah faktor ovulasi. Ovulasi berulang menyebabkan trauma

minor pada epitel ovarium sehingga meningkatkan kejadian transformasi

keganasan. Kehamilan merupakan hal yang bersifat menekan ovulasi secara

periodik sehingga menurunkan insiden kanker ovarium. Risiko terjadinya

kanker ovarium berkurang pada multipara, sedangkan pada nulipara risiko

kejadian kanker ovarium meningkat (Carlson, et al., 2017).

Banyak investigator menggunakan variabel ultrasound sonography (USG)

dalam upayanya untuk memprediksi keganasan, termasuk analisis Doppler.

Sejumlah artikel telah mendiskusikan kanker ovarium dan berbagai macam

tumor marker dalam upayanya sebagai alat diagnostik. Berbagai macam

metode kombinasi untuk mengevaluasi risiko kanker ovarium telah diusulkan.


3

ADNEX (Assesment of Different NEoplasias in the ADNEXa) Risk Model


merupakan suatu alat diagnostik yang dapat digunakan oleh dokter untuk

mendiagnosis tumor ovarium pada perempuan yang memiliki paling tidak 1

tumor adneksa persisten dan dipertimbangkan membutuhkan tatalaksana

operasi. ADNEX Risk Model mengestimasi probabilitas bahwa suatu tumor

adneksa jinak, borderline, kanker stadium 1, kanker stadium II – IV, atau suatu

metastasis sekunder. Model ini dikembangkan oleh International Ovarian

Tumor Analysis (IOTA) berdasarkan data klinis dan ultrasound yang direkrut di

24 senter di 10 negara. ADNEX Risk Model menggunakan 9 prediktor yang

sudah ditentukan oleh IOTA yang terdiri dari 3 variabel klinis, usia, serum CA

125, tipe senter, dan 6 variabel ultrasonografi. ADNEX Risk Model dapat dibeli

secara online sebagai aplikasi di android (Google Play) dan iPhone (iTunes)

dan merupakan suatu alat diagnostik yang praktis (Karimi, et al. 2015).

RMI (Risk of Malignancy Index) merupakan suatu alat diagnostik yang

umum digunakan sejak dekade terakhir ini. RMI merupakan sistem skoring

yang sederhana berdasarkan status menopausal, USG, dan serum CA 125.

RMI terdiri dari gambaran ultrasonografi x tingkat serum CA 125 x status

menopause. Dalam perkembangannya terdapat penambahan indeks hingga

munculnya RMI 2, RMI 3, dan RMI 4 pada tahun 2009. Penggunaan RMI 2

untuk diferensiasi keganasan pada massa pelvik merupakan metode yang

lebih reliabel dalam suatu studi diagnostik Mojgan yang membandingkan 4


4

jenis RMI tersebut. Sedangkan dalam studi perbandingan Erhan tidak


menemukan perbedaan yang signifikan dari keempat jenis RMI tersebut.

Dalam studi Aliya B. Aziz dan Nida Najmi tahun 2015 yang berjudul Is Risk

Malignancy Index a Useful Tool for Predicting Malignant Ovarian Masses in

Developing Countries, RMI dengan cut-off 200 merupakan suatu alat yang

cocok di negara berkembang untuk triage dan rujukan awal ke senter

pelayanan tersier (Muto, et al., 2018).

Dalam hal ini, dilakukan penilaian ADNEX Risk Model membedakan tumor

ovarium jinak dan ganas prabedah dibandingkan dengan salah satu jenis RMI,

yaitu RMI 3 yang banyak digunakan di Departemen Obstetri dan Ginekologi

Universitas Hasanuddin Makassar.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana perbandingan sensitivitas dan spesifisitas ADNEX Risk Model

dengan RMI (Risk of Malignancy Index) 3 dalam Membedakan Tumor Ovarium

Jinak dan Ganas Prabedah?


5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui perbandingan sensitivitas dan spesifisitas ADNEX Risk Model

dengan RMI (Risk of Malignancy Index) 3 dalam membedakan tumor ovarium

jinak dan ganas prabedah.

2. Tujuan Khusus
a. Melihat sensitivitas dan spesifisitas ADNEX Risk Model dengan RMI 3

dalam membedakan tumor ovarium jinak dan ganas prabedah.

b. Melihat pengaruh status menopause terhadap ADNEX Risk Model dan

RMI 3 dalam membedakan tumor ovarium jinak dan ganas prabedah.

c. Melihat pengaruh status paritas terhadap ADNEX Risk Model dan RMI

3 dalam membedakan tumor ovarium jinak dan ganas prabedah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaatpelayanan

Memberikan informasi sensitivitas dan spesifisitas ADNEX Risk Model dan

RMI 3 dalam membedakan tumor ovarium jinak dan ganas prabedah serta

pengaruhnya dengan status paritas dan menopause. Dengan demikian,

keganasan dapat didiagnosis lebih akurat sesuai dengan status paritas dan

menopause pasien.
6

2. Manfaatpenelitian

Sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dalam membedakan

tumor ovarium jinak dan ganas prabedah


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumor Ovarium

Tumor ovarium merupakan salah satu masalah ginekologi umum dan

perempuan mempunyai risiko sebanyak 5 – 10 % untuk dilakukan operasi

akibat dicurigai adanya keganasan di ovarium. Tumor ovarium perlu dibedakan

dengan tumor atau massa adneksa yang terdiri dari massa ovarium, saluran

indung telur dan jaringan penyambung sekitar. Tumor ovarium yang

merupakan bagian dari massa adneksa ini dapat ditemukan di semua usia

mulai dari fetus hingga usia tua dan berbagai macam variasi yang luas dari

massa ini. Secara prinsip, evaluasi tumor ini dilakukan untuk membedakan

antara suatu kondisi yang akut atau suatu keganasan (Muto, 2018).

Di Amerika kanker ovarium mencakup kematian yang lebih banyak

dibanding kombinasi keganasan ginekologi lain. Setiap tahunnya di seluruh

dunia, lebih dari 225.000 perempuan didiagnosis dan 140.00 meninggal

karenanya. Dari angka ini, Karsinoma Ovarium Epitel (KOE) mencakup 90 –

95%, termasuk tumor jenis borderline. Kurang lebih seperempat pasien ada

pada stadium 1 dan memiliki angka harapan hidup panjang yang lebih baik.
8

Bagaimanapun juga tidak ada tes skrining yang efektif untuk kanker iovarium
dan sedikit sekali yang menunjukkan gejala awal. Sebagai akibatnya, dua per

tiga kasus adalah kasus stadium lanjut. Debulking yang agresif diikuti

kemoterapi platinum biasanya menghasilkan remisi klinis. Bagaimanapun juga

80 % dari perempuan ini akan mengalami relaps yang kemudian mengarah ke

progresi penyakit dan kematian (Hoffman, 2016).

Prevalensi tumor ovarium bervariasi tergantung dari dimana studi

populasi dilakukan dan kriteria yang termasuk di dalamnya. Dalam suatu studi

random sample pada 335 perempuan asimtomatik usia 25 hingga 40 tahun,

prevalensi lesi adneksa pada pemeriksaan USG adalah 7,8% (prevalensi kista

ovarium 6,6%). Pada suatu studi lain, dilakukan ultrasonografi transvaginal

pada 8794 perempuan pasca menopause asimtomatik sebagai pemeriksaan

ginekologi rutin dan 2,5% memiliki kista adneksa unilokuler simpel. Adapun

studi yang dilakukan pada 33.739 perempuan di University of Kentucky

Ovarian Cancer Screening Program yang menunjukkan hasil yang serupa

(Muto, 2018).

Satu dari 78 perempuan Amerika (1,3%) akan mendapatkan tumor

ovarium selama hidupnya. Karena insiden semakin berkurang secara perlahan

sejak 1990, kanker ovarium sekarang adalah kanker kesembilan tertinggi pada

perempuan. Pada tahun 2015, 21.290 kasus baru dan 14.180 kematian

diperkirakan, dan kanker ini tetap menjadi penyebab kematian kelima (Siegel,
9

2015). Terestimasi pada tahun 2016, lebih dari 22.000 kasus baru dan lebih
dari 14.200 kematian dari kanker ovarium di Amerika. Insiden dan tingkat

mortalitas telah menurun perlahan selama 4 dekade, hal ini disebabkan oleha

karena penggunaan kontrasepsi hormonal dan menunurunnya penggunaan

hormon pascamenopause (Doubeni, 2016).

B. Faktor Risiko

Tujuan dari evaluasi pasien dengan tumor ovarium sebagai massa

adneksa adalah untuk mengetahui penyebab terbanyak dari massa tersebut.

Ada banyak jenis massa adneksa dan dalam mendiagnosis massa ini sebagai

suatu tumor ovarium seringkali membutuhkan evaluasi operatif. Evaluasi ini

juga dipengaruhi oleh usia dan status reproduktif pasien serta kaitannya

dengan lokasi anatomi massa untuk kemudian menentukan apakah suatu

keadaan yang emergensi atau merupakan suatu keganasan.


10

Dalam kaitannya dengan KOE, beberapa faktor risiko telah

terindetifikasi dan disebutkan oleh Schorge et al., antara lain :

menopause
nulipara menarche awal ras kulit putih
terlambat

residensi di
meningkatnya Amerika Utara riwayat kanker
riwayat keluarga
usia dan Eropa Utara payudara

terapi hormon penyakit radang


etnis
pascamenopause panggul

Gambar 1. Faktor Risiko Perkembangan Tumor Ovarium Epitelial (Schorge et

al., 2010)

C. Patogenesis Tumor Ovarium

Massa tumor ovarium dalam kaitannya dengan massa adneksa muncul

lebih jarang pada perempuan kelompok usia anak dan remaja dibanding usia

reproduktif. Bagaimanapun massa pada populasi ini signifikan dengan suatu

torsi adneksa atau keganasan ovarium sebanyak kurang lebih 10 - 20%. Tumor
11

sel geRMInal merupakan tumor ovarium yang paling sering pada kelompok

usia ini dengan proporsi 35% dibanding dewasa sebanyak 20% (Muto, 2018).

Selain faktor paling penting yaitu riwayat keluarga terhadap kanker

payudara dan ovarium dimana kurang lebih adalah 10%, hipotesis siklus

ovulasi yang tidak terinterupsi selama usia reproduktif mencakup 90%.

Stimulasi ovarium berulang pada permukaan epitel ovarium dihipotesiskan

mengarah pada keganasan ovarium. Nuliparitas berkaitan dengan lamanya

ovulasi repetitif dan pasien yang tidak memiliki anak memiliki risiko meningkat

hingga 2 kali untuk terjadinya tumor ovarium. Pada nulipara, mereka dengan

riwayat infertilitas memiliki risiko yang lebih tinggi, meskipun alasan ini belum

jelas. Sebagai contoh, perempuan dengan infertilitas yang sukses melahirkan

hidup tidak memiliki peningkatan risiko tumor ovarium. Secara umum, risiko

menurun setiap kelahiran hidup, bahkan plateu pada perempuan yang

melahirkan 5 kali. Satu teori mengatakan bahwa kehamilan dapat menginduksi

pertumbuhan sel ovarium premaligna (Hoffman, 2016).

Selain teori ovulasi adapaun teori lain yang terkait yaitu hipotesis

stimulasi gonadotropin. Hipotesis ini menekankan pada perempuan

pascamenopause memiliki ovarium yang tidak lagi dapat memproduksi hormon

serta faktor sehingga lingkaran umpan balik hilang. Kelenjar Pituitari

memproduksi gonadotropin yang menstimulasi dan mempromosi transformasi


12

sel epitel permukaan ovarium. Degradasi membrane basalis adalah hasil

stimulasi gonadotropin. (Rampersad, 2015).

Gambar 2. Hipotesis Ovaluasi Tanpa Hambatan. Pelepasan oosit merusak


epitel permukaan ovarium dan membran basalis. Setelah terjadi ovulasi, sel
epitel permukaan ovarium berproliferasi untuk memperbaiki luka, terjadi
invaginasi permukaan ovarium dan kista inklusi, dan peroliferasi yang
mengarah pda sel prekursor yang membawa perubahan genetik. Peubahan
genetik ini akan berkembang ke transformasi dan pembentukan kanker
ovarium. (Rampersad, 2015)

Gambar 3. Stimulasi Gonadotropin. Pada perempuan pascamenopause,


ovarium tidak lagi memproduksi hormon dan faktor, dan lingkaran umpan balik
tidak ada. Kelenjar pituitari memproduksi gonadotropin yang berlebih yang
menstimulasi dan mempromosikan transformasi sel epitel permukaan ovarium
sehingga terjadi lesi preneoplastik. (Rampersad, 2015).
13

Teori berikutnya yang juga menjadi pertimbangan patogenesis tumor


ovarium adalah hipotesis deplesi folikel. Teori ini mengatakan bahwa deplesi

folikel ovarium meningkatkan gonadotropin, dimana hal itu menstimulasi sel

epitel permukaan ovarium. Hipotesis deplesi ini juga mengatakan terjadi

kehilangan fungsi supresi local pemicu transformasi dan tumorigenesis sel

epitel ovarium (Rampersad, 2015).

Gambar 4. Deplesi Folikel. Deples folikel memiliki prinsip yang sama seperti
teori stimulasi gonadotropin, dimana terjadi peningkatan stimulasi
gonadotropin dan hilangnya fungsi supresi lokal yang mempromosikan
transformasi dan tumorigenesis sel epitel ovarium. (Rampersad, 2015)
14

1. Status Paritas dalam Patogenesis TumorOvarium

Nuliparitas dan paritas rendah berkaitan dengan peningkatan risiko

tumor ovarium. Banyak studi menunjukkan penurunan risiko berkaitan dengan

sejumlah kehamilan cukup bulan. Penurunan risiko tambahan berkaitan

dengan tiap kehamilan berikutnya. Multipara memiliki pengurangan risiko

sebanyak 50% (Vecchia, 2015). Banyak studi berusaha untuk mencari

hubungan dan menjelaskan lebih lanjut hipotesis mengenai stimulasi ovarium

berulang dan kaitannya dengan paritas terhadap tumor ovarium. Dalam studi

terdahulu yang dilakukan oleh Vachon, et al. dalam studinya yang berjudul

Association of Parity and Ovarian cancer Risk by Family History of Breast or

Ovarian Cancer in a Population-Based Study of Postmenopausal Women

dalam usahanya mencari hubungannya dengan riwayat keluarga pada

kelompok pascamenopause ditemukan hal yang mendukung hipotesis

tersebut. Dikatakan nulipara lebih berkaitan dengan peningkatan risiko tumor

ovarium pada perempuan dengan riwayat keluarga kanker payudara atau

ovarium, dibandingkan dengan perempuan yang tidak memiliki riwayat kanker

tersebut (Celine, 2002).

Dalam studi lain yang berusaha mengkaitkan hubungan paritas dengan

tumor ovarium dalam studi yang dilakukan oleh McGuire et al. dalam

penelitiannya yang berjudul Partity and Oral Contraceptive Use in Relation to

Ovarian Cancer Risk in Older Women, juga ditemukan hasil yang serupa.
15

Dengan menggunakan data dari 3 kohort besar di Amerika meliputi 310.290


perempuan usia di atas 50 tahun, dicari hubungan baik paritas dan yang

menggunakan kontrasepsi oral dimana dikatakan lebih rendah risiko

kankernya pada premenopause dibanding pascamenopause. Hasil studinya

mengatakan bahwa memang penggunaan kontrasepsi oral menurunkan risiko

kanker tersebut di semua usia, namun manfaatnya berkurang seiring dengan

bertambahnya usia (Mcguire, 2016).

Kembali hal yang serupa juga dikemukakan untuk mendukung hipotesis

kaitan stimulasi ovarium berulang terhadap paritas seperti pada studi lain yang

dilakukan oleh Moorman et al. dalam menginvestigasi faktor risiko yang

berbeda dalam hal karakteristik reproduktif terhadap tumor ovarium terutama

pada ras Afrika-Amerika dan kulit putih. Ditemukan bahwa penggunaan

kontrasepsi oral, paritas, dan menyusui berbanding terbalik dengan kanker

ovarium dan risiko ini lebih rendah pada usia premenopause (Moorman, 2016).

Koustik et al. juga menunjukkan dukungan terhadap hipotesis yang

serupa dalam studinya yang berjudul Hormonal and Reproductive Factors and

The risk of Ovarian Cancer. Dilakukan percobaaan lebih lanjut untuk

membedakan pengaruh hormon tersebut pada pembagian kanker nya yaitu

Tipe 1 dan 2. Salah satu hasil studinya mengatakan paritas berbanding terbalik

dengan risiko kejadian kanker (Koushik, 2016).


16

2. Status Menopause Dalam patogenesis TumorOvarium

Menarche yang lebih awal dan menopause yang terlambat berkaitan

dengan peningkatan risiko. Berbeda dengan menyusui yang memiliki efek

protektif, hal ini mungkin disebabkan oleh karena amenorea yang memanjang.

Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah tercegahnya ovulasi adalah

kontrasepsi oral kombinasi yang menurunkan risiko hingga 50%. Durasi

proteksi bertahap hingga 25 tahun sejak penggunaan terakhir. Berlawanan

dengan terapi sulih hormon setelah menopause yang memiliki risiko meningkat

(Hoffman, 2016).

Massa adneksa lebih banyak didapat pada kelompok usia reproduktif

dan kebanyakan adalah bersifat jinak. Hal ini disebabkan patogenesis dari

kebanyakan massa adneksa jinak berkaitan dengan fungsi reproduktif.

Kebanyakan tipe massa adneksa berkaitan dengan siklus menstruasi ataupun

hormon reproduktif. Tumor ovarium dan juga saluran indung telur muncul lebih

jarang pada kelompok perempuan premenopause dibanding

pascamenopause, namun kemungkinan kegananasan harus dipertimbangkan

pada semua pasien. Insiden tumor ovarium ini meningkat seiring dengan

bertambahnya usia (1,8 – 2,2 per 100.000 wanita usia 20 – 29 tahun banding

9 -15,2 per 100.000 wanita usia 40 – 49 tahun).


17

Ekslusi keganasan juga merupakan prioritas utama perempuan


pascamenopause dengan massa adneksa mengingat usia rata-rata diagnosis

tumor ovarium di Amerika adalah 63 tahun. Banyak dari perempuan akan

membutuhkan evaluasi operatif. Kondisi yang bersifat urgen seperti torsi

adneksa dan abses tuboovarial dapat muncul pada kelompok usia ini, namun

lebih jarang dan lebih berkaitan dengan keganasan (Muto, 2018).

Kanker dapat diinduksi oleh produksi berlebih hormon endogen seperti

halnya substansi eksogen yang terkandung dalam Pil KB Kombinasi dan terapi

sulih hormon. Risiko kanker payudara berkaitan dengan durasi terpaparnya

estrogen dengan risiko meningkat pada paritas rendah, menarche awal,

menopause terlambat dan paparan estrogen lama pada terapi sulih hormon.

Pil KB Kombinasi tidak meningkatkan risiko jika digunakan pada siklus

kehidupan dimana terdapat estrogen natural. Kanker ovarium sendiri berkaitan

dengan sejumlah ovulasi, dan risiko juga meningkat pada nulipara namun

berkurang dengan pil KB Kombinasi dimana penurunanan mencapai 50%

hingga lebih dari 10 tahun. Berbeda juga dengan kanker endometrium pada

perempuan pascamenopause yang meningkat dengan terapi sulih hormon

yang hanya mengandung estrogen atau tamoksifen (Dark, 2013).

Dalam studi yang dilakukan oleh Ko-Hui Tung et al., dicari hubungan

perbedaan faktor risiko pada kelompok premenopause dan pascamenopause

secara case-control yang berjudul Affect of Anovulation Factors on Pre- and


18

Postmenopausal Ovarian Cancer Risk : Revisiting the Incessant Ovulation


Hypothesis. Ditemukan bahwa ovulasi selama kehidupan berpengaruh

terhadap patogenesis tumor ovarium premenopause, namun tidak pada

pascamenopause, sementara efek protektif anovulasi sama baik pada

premenopause hingga pascamenopause. Dalam teorinya, dikutip bahwa

ovulasi bersamaan dengan stimulasi hormon lebih berperan dalam

patogenesis karsinogenesis ovarium premenopause dibanding

pascamenopause. Hal ini dikarenakan efektivitas supresi ovulasi terhadap

tumor ovarium menurun seiring bertambanya usia, terutama mendekati

menopause ketika serum gonadotropin mencapai konsentrasi tertingginya.

Paparan estrogen yang tinggi dan juga progesterion yang tinggi selama

kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral pada usia reproduktif melindungi

kanker, namun terapi sulih hormon pada pascamenopause meningkatkan

risiko. Fungsi ovarium yang hilang selama transisi menopause mengarah ke

penurunan dramatis dari umpan balik negatif steroid gonad dan peptida

hipotalamus dan pituitary (Ko-Hui Tung, 2005).

Studi lain yang berjudul Hormonal Risk Factors dor Ovarian Cancer in

Premenopausal and Postmenopausal Women oleh Moorman et al.

menunjukkan hal serupa lain dimana paritas berlawanan dengan kanker

ovarium premenopause dan tidak pada pascamenopause. Usia lanjut pada

kehamilan berkaitan dengan penurunan risiko baik pada premenopause dan


19

pascamenopause. Analisis pada perempuan pernah melahirkan menunjukkan


bahwa saat kehamilan merupakan prediktor risiko kuat dibanding jumlah

kehamilan. Temuan menunjukkan bahwa asosiasi antara tumor ovarium dan

karakteristik reproduktif bervariasi terhadap status menopause (Moorman,

2008).

D. Evaluasi Terhadap Keganasan dan Diagnosis

Tumor ovarium sebagai suatu massa adneksa harus dibedakan apakah

memerlukan suatu tindakan yang bersifat emergensi. Pasien dengan massa

yang merupakan suatu keganasan membutuhkan evaluasi yang lengkap

dimana dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi panggul berulang dalam

kurun waktu yang lama atau operasi eksplorasi. Hal ini disebabkan keganasan

harus dieksklusi dari massa apapun yang tidak jelas jinak atau tidak, termasuk

massa kompleks yang merupakan suatu massa dengan komponen solid,

dinding tebal, septasi dan gambaran hipereekoik melalui ultrasonografi. Jenis

lain yang bisa ditemukan adalah kista ovarium simpleks yang digambarkan

dengan kavitas kista berisi cairan anekoik dengan dinding tipis, massa ovarium

dengan gambaran ultrasonografi yang jelas (teratoma, endometrioma, kista

hemoragik), atau massa adneksa yang bersifat jinak lain (kista paraovarial atau

paratubal, leiomyoma intraligamenter).


20

Tujuan utama evaluasi massa ovarium adalah untuk menentukan

apakah jinak atau ganas. Tipe massa adneksa ganas tersebut antara lain :

1. Tumor ovarium.
Kanker yang merupakan tipe histologis yang paling sering adalah

Karsinoma Ovarium Epitelial (KOE). Tipe lain dari tumor ovarium

termasuk adalah tumor sel geRMInal dan sex cord-stromal.

2. Karsinoma tuba fallopi atau peritoneal


Perempuan dengan karsinoma peritoneal dapat muncul dengan

atau tanpa massa andeksa. Karsinoma ovarium epitelial tingkat

tinggi, tuba fallopi, dan peritoneal memiliki klinis yang sama dan

begitu pula dengan penanganan serta pathogenesisnya.

3. Metastasis dari kanker primer lainnya.

Menyingkirkan metastasis merupakan suatu tindakan 2 proses.

Evaluasi awal dilakukan untuk menentukan derajat kecurigaan klinis bahwa

massa adalah ganas. Jika ganas kemudian, eksplorasi operatif dilakukan untuk

membuat diagnosis definitif. Kemungkinan massa adneksa adalah ganas

secara utama 1 atau lebih dari faktor di bawah ini :

1. Studi radiologis yang konsisten dengan keganasan

2. Status usia dan menopause


21

3. Faktor risiko

4. Hasil laboratorium

Jika keganasan dicurigai berdasarkan faktor tersebut, eksplorasi

operatif dibutuhkan untuk mendapatkan spesimen diagnosis histologis.

Sayangnya, tidak ada teknik biopsi invasif yang minimal untuk tumor ovarium.

Hal ini dikarenakan pasien dengan penyakit stadium awal mendapatkan

keuntungan dari pengangkatan massa adneksa yang intak, karena membuka

massa dapat berakibat stadium lanjut dan mempengaruhi prognosis. Karena

biopsi dengan panduan kamera tidak dilakukan, mereka yang melakukan

prosedur operatif dengan panduan kamera tersebut, sedikit saja yang

ditemukan memiliki keganasan. Sebagai contoh, pada studi randomized trial

dalam kaitannya skrining tumor ovarium, pada 570 perempuan yang dicurigai

tumor ovarium kemudian dilakukan evaluasi operatif, 20 kasus adalah ganas

(3,5%). Jika massa dapat diangkat tanpa adanya disrupsi dengan teknik yang

minimal invasive, hal ini lebih dipilih.

Lokasi anatomis dari suatu massa membantu untuk mempersempit

diagnosis banding. Kebanyakan massa adneksa adalah ovarium, namun

beberapa berasal juga dari struktur lain, seperti saluran indung telur. Tumor

ovarium sendiri secara umum dapat berupa : kista fisiologis (folikuler atau

korpus luteum), neoplasma ovarium jinak (endometrioma, teratoma matur

[kista dermoid]), atau tumor ovarium yang juga dapat merupakan suatu
22

metastasis. Sedangkan sebagai suatu massa adneksa, tumor ovarium perlu

dibedakan dengan tumor saluran indung telur yang secara umum dapat berupa
: kehamilan ektopik, hidrosalping, atau karsinoma tuba fallopi. Ovarium dan

saluran indung telur diliputi oleh mesosalping atau mesovarium, jaringan

penyambung yang merupakan bagian dari ligamen latum. Beberapa massa

adneksa berasal dari jaringan ini dan dapat melekat serta berkaitan dengan

struktur sekitar lainnya.

Perempuan dengan massa adneksa umumnya memiliki gejala

ginekologis dan massa yang dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

radiologis pada panggul, massa ini dapat ditemukan pada pemeriksaan

panggul atau radiologis secara insidental pada banyak pasien. Pasien dengan

massa adneksa yang diketahui atau dicurigai harus melakukan evaluasi secara

umum untuk melakukan konfirmasi adanya massa dan menentukan

karakteristik serta gejala atau temuan pada pemeriksaan fisik yang berkaitan.

Kemudian harus dinilai apakah membutuhkan intervensi lebih lanjut atau

curiga suatu keganasan.

1. Anamnesis

Usia dan status menopause pasien dapat membantu proses evaluasi,

dengan proporsi keganasan massa adneksa pada perempuan

pascamenopause atau anak-anak dan remaja. Pasien dengan massa adneksa


23

harus ditanya mengenai gejala yang berkaitan dengan kanker. Tumor ovarium
dapat muncul dengan gejala nyeri perut dan panggul, kembung, atau gejala di

system pencernaan dan traktus urinarius. Gejala ini secara tipikal ringan

hingga sedang dan dapat muncul dalam hitungan minggu hingga bulan.

Secara alternatif, adalah umum jika tumor ovarium bersifat asimtomatik atau

muncul pada stadium lanjut dengan gejala akut. Sangat jarang massa ganas

ruptur atau mengalami torsi dan muncul dengan nyeri akut. Tumor ovarium

yang mensekresi hormon dapat muncul dengan gejala yang berkaitan dengan

kelebihan estrogen (perdarahan uterus abnormal) atau kelebihan androgen

(virilisasi atau hirsutisme).

Adanya faktor risiko KOE atau tipe histologis lain dari tumor ovarium

merupakan kunci dari kecurigaan penyakit. Pasien dengan massa adneksa

harus ditanya mengenai riwayat keluarga terhadap tumor ovarium, payudara,

uterus, dan kolon. Mereka dengan riwayat keluarga sugestif sindrom tumor

ovarium herediter (sindrom mutasi gen BRCA atau Lynch) harus dikonseling

mengenai tes genetik. Perempuan dengan sindrom ini memiliki risiko tinggi

tumor ovarium dan harus menjalankan evaluasi operatif jika massa adneksa

yang dicurigai ditemukan.

Adapun algoritma evaluasi dan tatalaksana masssa adneksa yang dapat

diaplikasikan :
24

Gambar 5. Evaluasi dan Tatalaksana Massa Adneksa. Kunci utama adalah


stsatus menopause, gambaran USG dan ukuran massa. β-hCG = beta human
chorionic gonadotropin; CA 125 = cancer antigen 125; RMI = Risk of
Malignancy Index. (Biggs & Marks, 2016)
25

2. Studi Radiologis

Evaluasi massa adneksa dengan ultrasonografi merupakan pilihan utama.

Ultrasonografi relatif tidak mahal dibanding modalitas lain dan kemampuan

diagnostiknya sama. Baik ultrasonografi transvaginal dan transabdominal

harus didapatkan pada kebanyakan pasien. Ultrasonografi transabdominal

lebih ditoleransi dan lebih membantu dalam melakukan visualisasi proses di

abdomen. Ultrasonografi transvaginal memberikan gambaran atau resolusi

yang lebih jelas pada struktur pelvis dengan artifak yang lebih samar dan tidak

membutuhkan kandung kemih yang penuh.

Diagnosis definitif dari tipe massa adneksa dapat dibuat hanya dengan

melakukan evaluasi histologis, tidak dengan radiologis, bagaimanapun, kista

ovarium simple, kista hemoragik, endometrioma, dan teratoma sering memiliki

gambaran ultrasonografi yang memiliki diagnosis histologis dengan preditif

tinggi. Sedangkan MRI harus digunakan sebagai studi sekunder jika

dibutuhkan gambaran lebih lanjut untuk menentukan apakah diperlukan

evaluasi operatif. Massa ovarium dengan gambaran yang sulit ditentukan pada

ultrasonografi secara tipikal adalah massa hemoragik dimana bekuan di

dalamnya dapat beruwujud solid, teratoma matur dengan gambaran atipikal,

atau suatu neoplasma ovarium solid.


26

Ultrasonografi panggul merupakan studi lini pertama untuk evaluasi massa


adneksa. Sensitivitas dari ultrasonografi panggul untuk diagnosis tumor

ovarium berkisar 86 hingga 91% dan spesifisitas antara 68 hingga 83% di

metaanalisis besar. Penggunaan studi radiologis sekunder setelah

ultrasonografi dapat dipertimbangkan jika klinisi tidak dapat menentukan

apakah evaluasi operatif dibutuhkan berdasarkan ultrasonografi atau

komponen evaluasi inisial lainnya. Studi radiologis lain mungkin dibutuhkan

untuk mengevaluasi abdomen atau organ lain pada pasien dengan kecurigaan

tumor ovarium metastasis.

Pada KOE, sonografi transvaginal secara tipikal merupakan pemeriksaan

radiologi yang paling berguna untuk membedakan tumor jinak dan tumor

ovarium stadium awal. Secara umum tumor ganas adalah berlokus-lokus, solid

atau ekogenik, dan besar (>5 cm), dan mereka memiliki septa tebal dengan

area nodul. Gambaran lain dapat berupa proyeksi papiler atau

neovaskularisasi yang didemontrasikan dengan menambahkan Doppler

warna. Meskipun beberapa model presumtif telah dijelaskan dalam usahanya

membedakan massa jinak dari tumor ovarium preoperatif, tidak ada yang

diimplementasikan secara universal. Pada pasien dengan penyakit stadium

lanjut, ultrasonografi kurang membantu. Sonogram pelvik sulit untuk

menginterpretasikan apakah massa besar meliputi uterus, adneksa, dan


27

struktur sekitar. Asites, jika ada, mudah terdeteksi, namun secara umum,

sonografi abdominal terbatas penggunaannya.

Pasien dengan suspek tumor ovarium harus dilakukan pemeriksaan

radiologi toraks untuk mendeteksi efusi paru atau adanya metastasis. Barium

enema juga dapat berguna secara klinis mengeksklusi penyakit diverticular

atau kanker kolon walaupun jarang digunakan (Hoffman, 2016).

3. Studi laboratorium

Serum biomarker berkontribusi dalam mengevaluasi massa adneksa untuk

keganasan, namun kegunaannya sangat terbatas. Pengukuran preoperative

biomarker perempuan dengan kemungkinan tumor ovarium memiliki beberapa

fungsi tambahan. Tingkat baseline dapat digunakan untuk memantau selama

dan setelah tatalaksana. Sebagai tambahan, biomarker dapat menjadi peran

dalam mempresiksi apakah sitoreduksi optimal memungkinkan.

Serum untuk KOE yang paling sering digunakan adalah CA 125. Dalam

praktisnya, dilakukan pengukuran CA 125 pada semua, perempuan

pascamenopause dengan massa adneksa. Pada perempuan premenopause,

dilakukan pengukuran CA 125 hanya jika gambaran ultrasonografi dari massa

curiga ganas dan dibutuhkan pemeriksaan ultranografi ulangan atau evaluasi

operatif. Biomarker yang dapat digunakan untuk merujuk pasien dengan curiga
28

KOE ke ahli ginekologi onkologi dalah OVA1 dan Risk of Malignancy Algorithm

(Muto, 2018).

Berbagai macam kemungkinan marker telah teridentifikasi, namun tidak

ada tes yang tersedia untuk mencapai tingkat akurasi yang memuaskan.

Kebanyakan strategi skrining diarahkan pada karier BRCA1 dan BRCA2, dan

juga perempuan dengan riwayat kanker payudara dan ovarium kuat. Secara

umum, CA 125 bersama ultrasonografi transvaginal telah menunjukan

kesuksesan yang terbatas. Oleh karenanya, karier mutasi BRCA1 dan BRCA2

yang tidak menginginkan operasi profilaksis, strategi skrining dengan

mengkombinasikan pemeriksaan panggul, sonografi transvaginal, dan tes CA

125 direkomendasikan.

CA 125 merupakan glikoprotein yang tidak diproduksi oleh epitel ovarium

normal namun dapat diproduksi oleh tumor ovarium jinak dan ganas. CA 125

disintesis pada sel epitel ovarium yang terkena dan sering disekresi dalam

kista-kista. Pada tumor jinak, kelebihan antigen dilepaskan ke dalam dan

terakumulasi dalam cairan kista. Secara hipotesis, arsitektur jaringan abnormal

berkaitan dengan tumor ganas yang mengijinkan antigen dilepas ke sirkulasi

vaskular. Namun demikian, CA 125 bukan merupakan marker yang berguna

untuk mendeteksi tumor ovarium. Risk of Ovarian Cancer Algorithm (ROCA)

yang lebih sensitive telah ada dan ROCA ini dibuat berdasarkan pengukuran

CA 125 secara serial pada interval yang regular.


29

Pada KOE, CA 125 integral dengan tatalaksana tumor ovarium, pada 90


persen perempuan dengan tumor non musinosus ganas, tingkat CA 125

meningkat. Setengah dari tumor ovarium stadium 1 memiliki CA 125 normal

(negative palsu). Nilai positif palsu dapat berkaitan dengan banyak hal jinak

yang umum, seperti : PID, endometriosis, leiomyoma, kehamilan dan bahkan

menstruasi. Namun demikian, pada perempuan pascamenopause dengan

massa panggul, CA 125 dapat memprediksi kemungkinan keganasan dengan

lebih baik (Hoffman, 2016).

Pada tumor sel geRMInal dan sex cord-stromal dapat mensekresi hormon

atau substansi lain yang dapat dideteksi preoperatif untuk evaluasi diagnostik.

Pada banyak kasus, diagnosis tipe histologis ini dibuat berdasarkan evaluasi

patologi postoperatif ovarium (Muto, 2018).

E. RMI (Risk of Malignancy Index)

RMI adalah salah satu yang paling banyak digunakan dan tersedia

secara luas serta efektif dalam sistem triase pada perempuan dengan tumor

ovarium. Meskipun skor RMI I menggunakan batas nilai 200 (sensitivitas 78%,

spesifisitas 87%) direkomendasikan untuk mempredikasi kemungkinan kanker

ovarium dan merencanakan tatalaksana lebih jauh, beberapa senter

pendidikan menggunakan batas nilai 250 dengan sensitivitas lebih rendah


30

(70%) tapi dengan spesifisitas lebih besar (90%). CT abdomen dan panggul
harus dilakukan pada semua perempuan pascamenopause dengan tumor

ovarium yang memiliki RMI I lebih dari sama dengan 200 dan diarahkan ke

ginekologi onkologi.

Direkomendasikan bahwa penggunaan RMI untuk memandu

tatalaksana perempuan pascamenopause dengan tumor ovarium sebagai

tindakan triase efektif perempuan ke risiko rendah atau tinggi keganasan. RMI

pertama kali dikenalkan oleh Jacobs et al. pada tahun 1990 dan kemudian

berkembang menjadi RMI II, RMI III, dan RMI IV namun tidak ada manfaat

klinis bermakna. RMI I masih menjadi yang paling banyak digunakan, tersedia

secara luas dan efektif sebagai sistem skoring.

Kalkulasi RMI I mengkombinasi 3 variabel preoperatif. Terdiri dari serum

CA 125 (IU/ml), status menopause (M), dan skor ultrasonografi (U) sehingga

kemudian didapatkan rumus RMI = U x M x CA 125.

1. Skor ultrasonografi mendapatkan nilai 1 setiap karakteristik : kista-kista

multilokuler, area-area solid, metastasis, asites, dan lesi bilateral. U = 0

(untuk skor ultrasonografi 0), U = 1 (untuk skor ultrasonografi 1), dan U

= 3 (untuk skor ultrasonografi 2-5)


2. Status menopause mendapatkan skor 1 jika premenopause dan 3 jika

pascamenopause.
31

3. Serum 125 diukur dalam IU/ml dan dapat bervariasi dari 0 dan ratusan

atau bahkan ribuan unit.

Sebuah review sistematis menyimpulkan RMI I adalah yang paling efektif

untuk perempuan dengan kecurigaan keganasan. Sensitivitas dan spesifisitas

kecurigaan hingga 78% (CI 71-85%) dan 87% (CI 83-91%) untuk nilai cut-off

200. Meski demikian, kondisi jinak dapat mengakibatkan peningkatkan skor

RMI dan awal keganasan dapat juga tidak mengakibatkan peningkatan skor

RMI. Ketika keganasan ovarium dipertimbangkan berdasarkan penilaian klinis

dan skor RMI I lebih dari sama dengan 200, maka dilakukan pemeriksaan

radiologi lebih lanjut dengan CT scan pada abdomen dan pelvis serta merujuk

ke ginekologi onkologi.

Tidak ada tes yang sempurna dengan spesifisitas dan sensitivitas

mencapai 100%. Perempuan sebaiknya dikonseling dengan skor kurang dari

25, antara 25-250, dan lebih dari 250 memiliki risiko keganasan kurang dari

3%, sekitar 20%, dan sekitar 75% berturut-turut berdasarkan data validasi

riwayat. Guideline NICE terhadap tumor ovarium merekomendasi RMI I

sebagai pilihan dengan cut-off 250 dan guideline SIGN terhadap tumor ovarium

epitelial menggunakan cut-off 200.

Adapun jenis skoring lain, seperti OVA1 dan Risk of Malignancy Algorithm

(ROMA) yang membutuhkan pemeriksaan spesifik lain, sehingga tidak dapat


32

digunakan secara rutin. Klasifikasi IOTA berdasarkan ekspertise


ultrasonografi, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang komparabel jika

dibandingkan dengan RMI (RCOG, 2016).

Gambar 6. Kalkulasi RMI I. CA 125 = cancer antigen 125; RMI = Risk of

Malignancy Index. (RCOG, 2016)

Dalam studi yang dilakukan oleh Mojgan et al. yang berjudul Diagnostic
Value of the Risk of Malignancy Index (RMI) for Detection of Pelvic

Malignancies Compared with Pathology, dilakukan analisis secara retrospektif


33

pada 200 massa pelvik, pasca operasi, dan yang dirujuk ke departemen
onkologi di RS Shahid Sadoughi di Iran selama kurang lebih 4 tahun. 4 jenis

RMI digunakan secara terpisah untuk menentukan keganasan dengan

menggunakan cut off points, kurva ROC, sensitivitas, spesifisitas, nilai preditif

positif, dan negatif serta akurasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

4 nilai p masing-masing RMI berbeda secara statistic. RMI 2 menunjukkan

akurasi tertinggi. Namun demikian, hubungan dengan penilaian CT scan tidak

ditemukan (Karimi-Zarchi, 2015).

Sedangkan dalam studi Ganiy, et al. yang berjudul The Risk Of

Malignancy Index (RMI) in Women with ADNEXal Masses in Wales dengan

jumlah sampel sebanyak 247 perempuan dengan massa pelvis secara

retrospektif dengan menggunakan nilai threshold 200, didapatkan hasil RMI 1

memiliki sensitivitas dan spesifisitas berturut-turut adalah 66% dan 91%. RMI

2 memiliki sensitivitas dan spesifisitas berturut-turut 74% dan 79%, sedangkan

RMI 3 memiliki nilai 68% dan 85%. Dalam diskusinya disimpulkan bahwa RMI

1 dan 2 memiliki kemampuan prediksi keganasan lebih baik dibanding RMI 3,

meskipun diduga RMI 1 secara keseluruhan memiliki kemampuan terbaik

dalam memprediksi keganasan (Abdulrahman, 2014).

Yauvuzcan et al. dalam penelitiannya yang berjudul Addition of Parity to

The Risk of Malignancy Index Score in Evaluating ADNEXal Masses yang

mengevaluasi kontribusi individual dari paritas ketika dikombinasikan sebagai


34

parameter lain di 4 jenis RMI untuk mendiferensiasi lesi jinak non invasif dari
lesi ovarium ganas invasif. Dalam studinya dilakukan kalkulasi tiap pasien pada

4 jenis RMI dan kemudian mengkalikannya dengan skor paritas (P) untuk

menilai skor RMI parity (RMIP). Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa RMIP

1-3 merupakan alat yang reliable untuk diagnosis preoperatif massa adneksa

invasif jika dibandingkan dengan RMI 1-3 (Yavuzcan, 2014).

RMI 1 RMI 2
M = 1 jika premenopause M = 1 jika premenopause
M = 3 jika pascamenopause M = 4 jika pascamenopause
U = 0 jika tidak ada gambaran U = 0 jika tidak ada gambaran
U = 1 jika ada 1 gambaran U = 1 jika < 1 gambaran
U = 3 jika > 2 gambaran U = 4 jika > 2 gambaran

RMI 3
M = 1 jika premenopause
M = 3 jikapascamenopause
U = 1 jika < 1 gambaran
U = 3 jika > 2 gambaran

Gambar 7. Perbandingan variabel M dan US pada RMI 1, 2 dan 3 (Clarke,

2009)

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Clarke et al. tahun 2009 yang

berjudul Risk of Malignancy Index in the Evaluation of Patients with ADNEXal


35

Masses dikatakan memiliki akurasi yang sama baiknya. Hal ini juga dikatakan
juga pada studi yang dilakukan oleh Clara Ong, et al. dalam penelitiannya di

populasi Asia Tenggara tahun 2013 yang berjudul Comparison of Risk

Malignancy Indices in Evaluating Ovarian Masses in A Southeast Asian

Population, tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara RMI 1,

2 ,3, dan 4. Studi lain yang juga menilai 4 jenis RMI di Jepang tahun 2014 yang

berjudul Comparison of 4 Risk-of-Malignancy Indexes in Preoperative

Evaluation of Patients With ADNEXal Masses : A Prospective Study juga

menyimpulkan hasil yang serupa yaitu tidak ada perbedaan yang bermakna

antara RMI 1, 2, 3, dan 4 secara statistik (Clarke, 2009; Ong, 2013, Yamamoto,

2014).

F. ADNEX Risk Model

International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) telah menerbitkan the

Assesment of Different Neoplasias in the ADNEXa (ADNEX) model. Model ini

merupakan yang pertama yang mampu mendiferensiasikan antara jinak dan 4

tipe tumor ovarium ganas : borderline, kanker stadium I, kanker stadium II – IV,

dan kanker metastasis sekunder. Pendekatan ini bersifat novel jika

dibandingkan dengan alat yang sudah ada sebelumnya yang hanya mampu

membedakan tumor jinak dan ganas.


36

Gambar 8. Tampilan Penginputan dan Prediksi ADNEX Risk Model. (Calster,

2015)

Gambar 9. Tampilan Hasil Prediksi ADNEX Risk Model. (Calster, 2015)


37

ADNEX Risk Model terdiri dari 3 prediktor klinis dan 6 prediktor


ultrasonografi. Prediktor klinis terdiri dari usia (tahun), serum CA 125 (U/ml),

dan tipe senter dimana pasien dirujuk untuk pemeriksaan ultrasonografi. Tipe

senter dibagi menjadi onkologi dan rumah sakit lain. Prediktor ultrasonografi

adalah diameter maksimal dari lesi (mm), proporsi jaringan solid (%), jumlah

proyeksi papiler (0, 1, 2, 3, >3), adanya lebih dari sama dengan 10 lokus kista

(ya/tidak), dan bayangan akustik (ya/tidak). Proporsi jaringan solid

didefinisikan dengan rasio maksimal diameter jaringan terbesar dan diameter

maksimal lesi (Calster, 2015).

Gambar 10. Karakteristik USG ADNEX Risk Model. (Calster, 2015)


38

Dalam studi yang dilakukan oleh Calster et al. dalam judul penelitiannya
Evaluating the Risk of Ovarian Cancer Before Surgery Using the ADNEX Model

to Differentiate Between Benign, Borderline, Early and Advanced Stage

Invasive, and Secondary Metastatic Tumours : Prospective Multicentre

Diagnostic Study, penelitian ini berusaha mengevaluasi model ini secara

preoperatif untuk mendiskriminasikan antara jinak, borderline, stadium I invasif,

stadium II-IV invasif, dan tumor ovarium metastasis sekunder secara

observasional di 24 senter ultrasonografi pada 10 negara. Penelitian ini

menggunakan sampel perempuan dengan massa ovarium termasuk para-

ovarium dan tuba, kemudian diakukan pemeriksaan ultrasonografi standar

sebelum operasi. Dengan menggunakan 3506 pasien tahun 1999-2007 dan

2403 pasien tahun 2009-2012, klasifikasi histologis dan staging operatif

dilakukan. Hasil studi ini mengatakan bahwa ADNEX Risk Model

mendiskriminasikan dengan baik antara tumor jinak dan ganas dan

menawarkan diskriminasi yang baik dari 4 jenis keganasan. ADNEX Risk

Model memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan triase dan keputusan

tatalaksana dan juga morbiditas serta mortalitas berkurang terkait patologi

adneksa (Calster, 2014).

Nilai Area Under Curve (AUC) dari ADNEX Risk Model dalam

membedakan tumor jinak dan ganas adalah 0.954 (95% confidence interval

0.947 – 0.961). dengan menggunakan cut off 10% untuk memprediksi


39

keganasan, sensitivitasnya mencapai 96,5% dan spesifisitas 71,3%. Nilai


sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi ini juga serupa ketika Jumel et al.

membandingkan ADNEX Risk Model dengan alat diagnostik lain yang memiliki

nilai sensitivitas 78.70% dan spesifisitas 93% (Calster, 2014; Jumel, 2017).

Banyak studi lain yang sudah dilakukan dalam mengevaluasi model ini,

dalam studi yang dilakukan oleh oleh Epstein, et al. dalam judulnya Subjective

Ultrasound Assessment, the ADNEX Model and Ultrasound-Guided Tru-Cut

Biopsy to Differentiate Disseminated Primary Ovarian Cancer from Metastatic

Non-Ovarian Cancer, dibandingkan ADNEX Risk Model dengan pemeriksaan

ultrasonografi subjektif. Didapatkan hasil pemeriksaan ultrasonografi dan

model ADNEX sama-sama dapat digunakan untuk memprediksi tumor pelvis

apakah metastatik dan bukan berasal dari ovarium (Epstein, 2016).

Studi lain oleh Meys, et al. yang melakukan validasi performa ADNEX

Risk Model dan membandingkan dengan model lain yang sudah ada yang

berjudul Estimating risk of malignancy in ADNEXal masses: external validation

of the ADNEX model and comparison with other frequently used ultrasound

methods menunjukkan hasil yang bervariasi. Dengan total sampel sebanyak

851, studi ini membandingkan ADNEX Risk Model dengan simple rules, LR2

dan RMI didapatkan hasil bahwa ADNEX memiliki sensitivitas yang paling

tinggi namun spesifisitas terendah dibanding yang lainnya. Dalam kaitannya


40

dengan status menopause, di studi ini dipaparkan bahwa massa ganas lebih

sering muncul pada kelompok pascamenopause (Meys, 2017).

Dalam studi yang berjudul External Validation of the IOTA ADNEX

Model Performed by two Independent Gynecologic Centers yang dilakukan

oleh Sebastian, et al., dilakukan validasi ADNEX Risk Model di dua senter

ginekologi di Polandia dan Spanyol. Studi ini melibatkan 204 pasien di Polandia

dan 123 pasien di Spanyol. Dalam studinya dikemukakan bahwa akurasi

ADNEX Risk Model sangat tinggi dalam mendiferensiasi tumor adneksa jinak

dan ganas. Dalam diskusinya juga dikatakan bahwa di salah satu senter

akurasi diagnostik yang tinggi pada kelompok premenopause, sedangkan

ADNEX Risk Model tidak melibatkan status menopause dalam

perhitungannya, model ini hanya fokus pada usia pasien. Status menopause

ditemukan secara kuat mempengaruhi kemampuan aplikasi diagnostik dalam

mendiferensiasi tumor ovarium dan harus diinvestigasi lebih lanjut (Szubert,

2016).
41

G. Kerangka Teori

usia↑

Kanker ovarium
Ovulasi Trauma Transformasi
berulang epitel keganasan
Faktor risiko

Supresi Kehamilan : Insiden


ovulasi multiparitas kanker ↓

Menarche
awal

Menopause
terlambat

Nuliparitas

diagnosis
anamnesis

pemeriksaan
fisik

Ultrasound-
RMI
sonography
pemeriksaan ADNEX RISK
penunjang Tumor marker : MODEL
Ca - 125

Patologi Diagnosis
Anatomi pasti

Gambar 11. Kerangka Teori


42

H. Kerangka Konsep

Menopause Paritas

ganas
ADNEX RISK
MODEL Tumor
ovarium
jinak
RMI 3

Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat


penyakit lain, riwayat keganasan, riwayat
pengobatan (kemoterapi atau radioterapi)

: variabel bebas : variabel perancu

: variabel perantara : variabel kendali

: variabel terikat

Gambar 11. Kerangka Konsep

I. Hipotesis Penelitian
ADNEX Risk Model lebih sensistif dan spesifik dalam membedakan

tumor ovarium jinak dan ganas prabedah dibanding RMI 3.


43

J. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Pengukuran Alat Skala


Operasional
1. Usia (numerik) Usia pasien saat anamnesis PPDS Obgin numerik
datang ke poliklinik (tahun)
sesuai tanggal lahir
yang tertera pada
kartu identitas dalam
satuan tahun dengan
pembulatan angka ke
bawah jika lebih bulan
dalam usia kurang dari
6 bulan, dan
pembulatan ke atas
jika lebih dari sama
dengan 6 bulan.
2. Usia Usia pasien anamnesis PPDS Obgin kategorik
(kategorik) dikelompokkan (3) >60
berdasarkan usia 30 – (2) 50-59
39 tahun, 40 – 49 (1) 40-49
tahun, 50 – 59 tahun (0) 30-39
dan >60 tahun
3. Paritas Paritas adalah anamnesis PPDS Obgin kategorik
(kategorik) keadaan melahirkan (3) 0
anak baik hidup (2) 1-2
ataupun mati, tetapi (1) 3-5
bukan aborsi , tanpa (0) >5
melihat jumlah anak.
Dikelompokkan
berdasarkan jumlah
persalinan 0, 1-2, 3-5,
dan >5
4. Status Menopause adalah anamnesis PPDS Obgin kategorik
menopause amenorea paling (1) pasca
(kategorik) sedikit 12 bulan. menopause
Pasca menopause (0) premenopause
ditetapkan jika :
1. subjek penelitian
tidak mendapatkan
periode
menstruasi lebih
dari 1 tahun
sebelum
44

pengambilan
darah; atau
2. subjekberusia
lebih dari sama
dengan 5 tahun
dan periode
menstruasi
terakhir tidak
diketahui
Premenopause
ditetapkan jika
1. Subjek penelitian
masih menstruasi
dalam 1 tahun
terakhir; atau
2. Subjek berusia
<50 tahun dan
periode
menstruasi
terakhir tidak
diketahui
5. Skor U Skor USG atau skor U USG PPDS Obgin, Alat USG kategorik
adalah skor dokter SpOG, (1) 3
ultrasonografi yang atau dokter (0) 1
akan diberikan nilai : 0, SpOG (K)
1, 2, dan 3. Parameter
dalam pemberian nilai
adalah : kista
multilokuler, bagian
padat, bukti
metastasis, asites, dan
lesi bilateral.
Apabila < 1 parameter
adalah 1, jika
memenuhi 2-5 maka
skor adalah 3.
6. Skor M Skor M adalah status anamnesis PPDS Obgin kategorik
menopause. Jika (1) 3
premenopause, maka (0) 1
skor adalah 1,
sedangkan jika
pascamenopause
maka skor adalah 3.
7. CA125 (U/ml) CA125 adalah CA125 II Petugas Cobas numerik (1 angka di
penanda tumor ECLIA laboratorium e411 dan belakang koma)
ovarium dinilai (Electrochemilu PK cobas
berdasarkan minescence e601
pemeriksaan darah. Immunoassay)
8. RMI 3 RMI adalah suatu alat matematis PPDS Obgin Kalku- numerik (1 angka di
(numerik) tervalidasi untuk lator belakang koma)
memprediksi suatu
45

tumor ovarium berisiko


jinak atau ganas.
Kalkulasi RMI
mengkombinasi 3
variabel preoperatif.
Terdiri dari serum CA
125 (IU/ml), status
menopause (M), dan
skor ultrasonografi (U)
sehingga kemudian
didapatkan rumus RMI
= U x M x CA 125.
9. RMI 3 Berdasarkan Jacob, Pengelompokan PPDS Obgin kategorik
(kategorik) RMI dibagi 2, yaitu berdasarkan (2) risiko ganas
risiko ganas (jika skor hasil skor RMI (1) risiko jinak
RMI >= 200), dan
risiko jinak (jika skor
RMI <200)
10 ADNEX Risk Alat yang diciptakan Pengelompokan PPDS Obgin Aplikasi kategorik
Model oleh oleh klinisi dan berdasarkan hand- (2) risiko ganas
(kategorik) ahli statistik grup IOTA prediktor yang phone (1) risiko jinak
yang digunakan untuk ada
memprediksi apakah
suatu tumor adneksa
jinak, borderline,
kanker stadium I, II-IV,
atau metastasis.
Terdiri dari 3 prediktor
klinis dan 6 prediktor
ultrasonografi.
Perdiktor klinis terdiri
dari usia (tahun),
serum CA 125 (U/ml),
dan tipe senter dimana
pasien dirujuk untuk
pemeriksaan
ultrasonografi. Tipe
senter dibagi menjadi
onkologi dan rumah
sakit lain. Prediktor
ultrasonografi adalah
diameter maksimal
dari lesi (mm), proporsi
jaringan solid (%),
jumlah proyeksi papiler
(0, 1, 2, 3, >3), adanya
lebih dari sama
dengan 10 lokus kista
(ya/tidak), bayangan
akustik (ya/tidak).
Setelah prediktor-
46

prediktor suatu tumor


ditentukan dan
dimasukkan ke dalam
aplikasi maka secara
otomatis akan muncul
persentase keganasan
tumor tersebut.
Dikategorikan ganas
jika persentase risk of
malignancy 50% dan
dikategorikan jinak jika
persentase chance of
benign tumor 50%.
11. Hasil Penilaian berdasarkan Setelah selesai Dokter Sp. kategorik
pemeriksaan hasil pemeriksaan PA operasi, jaringan PA atau (1) ganas
histopatologi pada tumor. Ganas diperiksa PPDS PA (0) jinak
adalah ditemukan sel melalui
ganas, Borderline pemeriksaan
adalah tumor potensi histopatologi,
maligna rendah, yaitu dan dinilai
ditemukan sel atipik. jenisnya
Jinak adalah tumor
tanpa sel ganas.
12. Tumor Tumor ovarium tanpa Setelah selesai Dokter Sp. Kategorik
ovarium jinak sel ganas, dinilai operasi, jaringan PA atau (8) borderline tumor
berdasarkan diperiksa PPDS PA (7) kistadenoma
pemeriksaan PA pada melalui (6) endometriosis
tumor pemeriksaan (5) teratoma matur
histopatologi, (4) fibroma
dan dinilai (3) struma ovarii
jenisnya (2) leiomyoma
ovarium
(1) pseudomiksoma
(0) salpingoooforitis
13. Tumor Tumor ovarium ganas Setelah selesai Dokter Sp. kategorik
ovarium ganas yang berasal dari operasi, jaringan PA atau (4) kistadeno-
epitelial, dinilai diperiksa PPDS PA karsinoma serosum
berdasarkan melalui (3) kistadeno-
pemeriksaan PA pada pemeriksaan karsinoma
tumor histopatologi, musinosum
dan dinilai (2) kistadeno-
jenisnya karsinoma
endometrioid
(1) clear cell
(0) karsinosarkoma
47
48

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan desain potong lintang

untuk mengetahui besar sensitivitas dan spesifitas serta membandingkan

kriteria skoring menurut RMI 3 dengan ADNEX Risk Model dalam

membedakan tumor ovarium jinak dan ganas prabedah kemudian mencari

hubungannya dengan status paritas dan menopause.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian berlangsung di bangsal Lontara 4 Ginekologi RSWS dan RS

Unhas. Penelitian berlangsung selama 12 bulan mulai dari Januari 2019 –

Desember 2019.

C. Populasi Penelitian
Perempuan dengan massa pelvik yang didiagnosis tumor ovarium, rencana

dilakukan operasi, dan dirawat di bangsal Lontara 4 Ginekologi dan RS Unhas.


49

D. Sampel Penelitian
Perempuan dengan massa pelvik yang diduga tumor ovarium ganas,

rencana dilakukan operasi yang memenuhi kriteria inklusi serta bersedia

mengikuti penelitian.

E. Kriteria Sampel

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien mempunyai massa ovarium yang dibuktikan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi, dan

pemeriksaan USG abdominal dan transvaginal.

b. Massa ovarium tersebut memungkinkan untuk dioperasi.

c. Pasien menjalani operasi pengangkatan massa ovarium.

d. Penentuan keganasan pada massa ovarium dilakukan

berdasarkan pemeriksaan histopatologi pasca pembedahan.

e. Pasien bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani

informed consent setelah mendapatkan penjelasan mengenai

penelitian.
50

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien sedang menjalani pengobatan (kemoterapi atau

radioterapi) untuk keganasan tumor ovarium.

b. Pasien telah didiagnosis keganasan organ lain selainkeganasan

tumor ovarium.

c. Massa ovarium merupakan metastasis keganasan organ lain.

d. Pasien hamil dan sedang menstruasi saat dilakukan

pengambilan darah.

F. Besar Sampel
Besar sampel yang diperlukan untuk pengujian dua sisi diperoleh

dengan rumus sebagai berikut :

2
{𝑍 1 − 𝛼⁄2 √2𝑃(1 − 𝑃) + 𝑍 1 − 𝛽 √𝑃 1 (1 − 𝑃 1 ) + 𝑃 2 (1 −
𝑛 = 𝑃 )}
2 (𝑃1 − 𝑃2 ) 2

2
{2.56√2𝑥0.483(1 − 0.4835) + 1.96√0.667(1 − 0.667) + 0.300(1 − 0.300)}
𝑛=
(0.667 − 0.300)2

𝑛 = 63
51

Berdasarkan hasil penelitian Esfi Triana, et al. (2019) maka :

a. Tingkat kesalahan tipe I dan arah kesalahan tipe I


Kesalahan tipe I (α) yang dipakai sebesar 0,05 atau 5 % dengan arah

kesalahan tipe I (α) dua arah (two sided) sehingga nilai Z sebesar

1.96

b. Kesalahan tipe II
Kesalahan tipe II (β) yang dipakai sebesar 0,01 (1%) sehingga nilai

Z sebesar 2.56

c. P1
Proporsi yang dipakai sebesar 0.667 (66.7%) diperoleh dari

prevalensi RMI > 200 dengan hasil PA malign.

d. P2
Proporsi yang dipakai sebesar 0.300 (30.0%) diperoleh dari

prevalensi RMI > 200 dengan hasil PA benign.

Berdasarkan jumlah sampel minimal yang diperoleh sebesar 63

sampel per kelompok.


52

G. Alur Penelitian

Gambar 12. Alur Penelitian


53

H. Cara Kerja Penelitian

1. Persiapan penelitian

a. Bimbingan dan diskusi dengan pembimbing

b. Penyusunan usulan penelitian

c. Presentasi usulan penelitian

d. Pengajuan persetujuan etika penelitian

e. Pelatihan tim pembantu peneliti :


1) Tim pembantu peneliti terdiri dari dokter konsultan ginekologi

onkologi, PPDS Obgin yang sedang stase ginekologi

onkologi, perawat bangsal Lontara 4 Ginekologi RSWS dan

RS Unhas, petugas laboratorium Patologi Anatomi, petugas

laboratorium, dokter koas ginekologi onkologi, dan

koordinator penelitian.

2) Tim pembantu peneliti akan mendapat pengarahan dan

penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian, alur

penelitian, kriteria subjek penelitian, cara pengambilan subjek

penelitian, informed consent, dan prosedur pengambilan

darah serta pengiriman sampel darah ke laboratorium.

3) Menentukan jumlah tim pembantu peneliti, yaitu dua orang

PPDS Obgin yang bertugas di bangsal Lontara 4 Ginekologi


54

RSWS dan RS Unhas serta dua orang PPDS Obgin yang


bertugas di kamar operasi. Pembantu peneliti akan berbeda

setiap bulan sesuai dengan rotasi perpindahan PPDS dan

tiap pembantu peneliti akan diberi informasi tentang

penelitian ini.

f. Menyediakan status penelitian yang berisi identitas lengkap

pasien, nomor telepon yang dapat dihubungi, kriteria inklusi,

kriteria eksklusi, diagnosis penyakit, kadar serum CA 125, dan

hasil pemeriksaan histopatologi pascaoperasi. Status penelitian

ini wajib diisi oleh dokter yang sedang bertugas di bangsal

Lontara 4 Ginekologi RSWS dan RS Unhas.

g. Menyediakan formulir informed consent yang wajib diisi oleh

pasien yang memenuhi kriteria subjek penelitian.

h. Dilakukan pemantauan berkala untuk mengevaluasi apakah

penelitian berjalan sesuai dengan protokol penelitian.

i. Status penelitian yang berasal dari bangsal Lontara 4 Ginekologi

RSWS dan RS Unhas akan disatukan dalam rekam medis subjek

yang akan diisi kembali oleh peneliti yang bertugas di kamar

operasi.

j. Sertifikasi laboratorium
55

Pemeriksaan histopatologi dilakukan di laboratorium Patologi

Anatomi dan pemeriksaan CA 125 dilakukan di laboratorium.

2. Identifikasi subjek yang berpotensi masuk ke dalam penelitian


Identifikasi subjek dilakukan oleh dokter PPDS yang bertugas di bangsal

Lontara 4 Ginekologi RSWS dan RS Unhas yang sudah dilatih dengan

menggunakan checklist identifikasi subjek penelitian sesuai dengan kriteria

inklusi dan kriteria eksklusi. Pasien akan menjalani anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi, dan pemeriksaan USG

perabdominal. Pemeriksaan ginekologi dilakukan oleh PPDS obgin yang

sudah kompeten. Pemeriksaan USG dilakukan oleh PPDS radiologi atau

dokter konsultan radiologi yang sudah kompeten di ruang radiologi RSWS

atau RS Unhas dengan alat USG yang sama.

3. Informed Consent
a. Tim peneliti (PPDS Obgin atau dokter konsultan ginekologi onkologi)

akan menjelaskan tentang penelitian dan meminta kesediaan subjek

penelitian untuk ikut serta dalam penelitian.

b. Subjek penelitian berhak untuk bertanya kepada tim peneliti hingga

ia mengerti dan tim peneliti wajib menjawab pertanyaan-

pertanyaannya.

c. Jika subjek penelitian bersedia ikut serta dalam penelitian, ia wajib


56

menuliskan nama lengkap, alamat lengkap, nomor telepon yang


dapat dihubungi, serta nomor telepon keluarga yang dapat

dihubungi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan participation rate.

d. Subjek penelitian menandatangani lembar informed consent.

e. Subjek penelitian akan mendapat salinan lembar persetujuan.


f. Jika subjek penelitian tidak bersedia untuk ikut serta dalam

penelitian, ia akan tetap menjalankan prosedur sesuai prosedur

rumah sakit.

4. Pemeriksaan CA 125

a. Sebelum operasi, akan dilakukan pengambilan darah untuk

pemeriksaan CA 125.

b. Pengambilan darah untuk pemeriksaan CA 125 dilakukan di bangsal

Lontara 4 Ginekologi RSWS dan RS Unhas. Darah disimpan dalam

suhu 2-8 oC, dan dikirim ke laboratorium RSWS atau RS Unhas yang

sudah terakreditasi Joint Comission International (JCI) yang berlaku

pada tanggal 20 Januari 2018 – 19 Januari 2021.

5. Perhitungan RMI 3 dan ADNEX Risk Model


Setelah diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium kadar serum CA 125,

dilakukan perhitungan skor RMI 3 dan ADNEX Risk Model. Pengisian

komponen gambaran USG pada RMI 3 dan ADNEX Risk Model dilakukan
57

oleh tim radiologi (residen radiologi dengan supervisi minimal sertifikasi


madya dan konfirmasi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan yang

bertugas saat dilakukan pemeriksaan) di ruang USG RSWS secara real

time pada saat dilakukan pelayanan interpretasi pasien dengan massa

ovarium.

Perhitungan skor RMI 3 dan ADNEX Risk Model dituliskan pada lembar

penilaian skoring ADNEX Risk Model dan disesuaikan dengan hasil

Interpretasi USG pada lembar Hasil Pemeriksaan Radiologi yang diberikan

kepada pasien dan tercatat dalam sistem rekam medis RSWS.

Setelah didapatkan penilaian komponen USG pada RMI 3 dan ADNEX

Risk Model, dilakukan perhitungan secara manual dengan menggunakan

rumus yang ada sesuai dangan teori pada RMI 3 dan secara otomatis pada

ADNEX Risk Model di aplikasi telepon genggam yang sudah diunduh.

Komponen ADNEX Risk Model yang dinilai oleh sejawat radiologi antara

lain : diameter maksimal dari lesi, diameter maksimal bagian padat dari lesi,

apakah jumlah lokus lebih dari 10, jumlah proyeksi papiler, acoustic shadow

dan asites. Kemudian peneliti melakukan penginputan parameter sisanya,

antara lain : usia, rujukan di senter onkologi dan nilai CA-125.

6. Pemeriksaanhistopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi ini dilakukan blinding, yang berarti

petugas pemeriksa histopatologi tidak mengetahui akan dilakukan skoring


58

ADNEX Risk Model dan RMI 3 dalam lembar permintaan pemeriksaan


histopatologi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bias. Berdasarkan

pemeriksaan ini, diketahui apakah tumor ovarium ganas atau jinak, serta

jenis histopatologinya. Laboratorium RSWS dan RS Unhas terakreditasi

Joint Comission International (JCI) yang berlaku pada tanggal 20 Januari

2018 – 19 Januari 2021.

I. Manajemen dan Analisis Data


Data yang dikumpulkan dari subjek dicatat pada lembar penelitian yang

telah dipersiapkan, kemudian dilakukan editing dan coding. Data kemudian

direkam dan dilakukan validasi untuk pembersihan sehingga data lengkap,

konsisten, dan logis. Pada data yang sudah bersih dilakukan pengolahan

statistik dengan paket Stata versi 14 untuk disusun dalam tabel tunggal

maupun tabel silang sesuai tujuan penelitian. Data demografi dan klinik

akan dianalisis secara univariate (distribusi frekuensi) untuk melihat

sebaran data dengan analisis. Analisis dalam penelitian ini terdiri dari

univariate dan bivariat.

a. Univariate

Analisis univariate memberikan deskripsi atau gambaran terkait

variabel dalam penelitian ini. Selain untuk mengetahui gambaran

variabel, dalam penelitian ini dilakukan juga uji diagnostik untuk

mengetahui nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga


59

negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif,


akurasi dari ADNEX Risk Model dan RMI dibandingkan dengan

pemeriksaan histopatologi, dilakukan menggunakan tabel 2 x 2.

Selain menggunakan uji diagnostik, digunakan juga uji konsistensi

Cohen’s Kappa merupakan ukuran yang menyatakan konsistensi

pengukuran antara dua metode pengukuran atau dapat juga

mengukur konsistensi antara dua alat ukur. Koefisien Cohen's

Kappa hanya diterapkan pada hasil pengukuran data kualitatif

(kategorik). Kemudian dilakukan interpretasi secara statistik dan

secara klinis. Secara statistik, interpretasi dilakukan sesuai tabel di

bawah ini. Sementara itu, secara klinis, interpretasi dibandingkan

dengan nilai batas yang diharapkan.

b. Bivariate
Analisis bivariate digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen (paritas dan status menopause) dengan

variabel dependen (hasil pemeriksaan). Uji yang digunakan adalah

uji chi square. Uji ini dipilih karena variable yang digunakan dalam

penelitian ini bersifat kategorik.

J. Etika

Setiap subjek penelitian akan diperlakukan sesuai prinsip etika yang


60

dianut sebagai berikut:

a. Semua subjek penelitian akan mendapat penjelasan mengenai

tujuan, cara kerja, keuntungan, dan kerugian penelitian.

b. Setelah mendapat penjelasan, subjek penelitian berhak untuk

memilih apakah akan ikut berpartisipasi pada penelitian ini atau

menolak.

c. Subjek penelitian yang bersedia mengikuti penelitian mempunyai

hak untuk dijamin kerahasiaan atas setiap jawaban dan data yang

diberikan.

d. Usulan penelitian ini akan diajukan ke komisi etik RSWS.

K. Waktu Penelitian

Persiapan : 2 minggu

Pengumpulan Data : 44 minggu

Pengolahan/analisa data : 4 minggu

Penulisan laporan : 2 minggu

Lama Penelitian : 52 minggu


61
62

L. Personalia Penelitian

Pelaksana : dr. Yohanes Iddo Adventa

Pembantu pelaksana : PPDS OBGIN FK UNHAS

Pembimbing Pertama : Dr. dr. Sharvianty Arifuddin, Sp.OG(K)

Pembimbing Kedua : dr. Syahruni Syahrir, Sp.OG(K)

Pembimbing Statistik : Dr. dr. St. Nur Asni, Sp.OG

Penyanggah Pertama : Prof. Dr. dr. Syahrul Rauf, Sp.OG(K)

Penyanggah Kedua : dr. Rudy B. Leonardy, Sp.OG (K)

M. Anggaran Penelitian
Biaya pembelian aplikasi ADNEX Risk Model di playstore ditanggung oleh

peneliti.
63

N. Jadwal Penelitian

Tahap Jenis kegiatan Waktu

a. Persiapan - Izin penelitian 2 minggu

- Pengurusan Komisi Etis

b. Pelaksanaan Pengumpulan sampel darah pasien 44 minggu

massa ovarium disertai dengan

pemeriksaan CA 125

c. Penyelesaian Pengisian data dan analisa statistik 4 minggu


64

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama periode penelitian bulan Januari 2019 – Desember 2019 yang

dilakukan di beberapa rumah sakit jejaring OBGIN Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin diperoleh subjek penelitian secara purposive sampling

sebanyak 93 sampel yang terdiagnosis tumor ovarium yang kemudian dari total

sampel tersebut didapatkan 63 sampel yang sesuai kriteria inklusi dan

eksklusi. Seluruh subjek dilakukan pemeriksaan RMI 3 dan ADNEX Risk

Model. Diagnosis tumor ovarium ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan USG yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.


65

Tabel 1. Karakteristik Umum Sampel

n (%) mean
usia (tahun)
> 60 tahun 6 (9.5)
50-59 tahun 16 (25.3)
42.51
40-49 tahun 18 (28.5)
30-39 tahun 13 (20.6)
< 30 tahun 10 (15.9)
menopause
premenopause 38 (60.3)
pascamenopause 25 (39.7)
pendidikan
≤ 9 Tahun 35 (55.6)
>9 Tahun 28 (44.4)
pekerjaan
bekerja 9 (14.3)
tidak bekerja 54 (85.7)
IMT
underweight 14 (22.2)
normal 33 (52.4)
21.81
overweight 12 (19.0)
obesitas 4 (6.4)
paritas
0 31 (49.2)
1-2 16 (25.4) 1.60
3-5 12 (19.0)
>5 4 (6.3)
IMT = Indeks Massa Tubuh
66

Berdasarkan tabel karakteristik umum (tabel 1) dapat diketahui bahwa


tumor ovarium lebih banyak pada perempuan usia 40-49 tahun sebanyak 18

sampel (28.5%) dan rata-rata usia 42.51 tahun. Berdasarkan teori, massa

adneksa dapat ditemukan pada perempuan semua usia, dari fetus hingga tua.

Prevalensinya bervariasi luas tergantung pada studi populasi dan kriteria.

Dalam sebuah studi, prevalensi pada sampel random 335 perempuan

asimtomatik usia 25-40 tahun, lesi adneksa pada pemeriksaan USG adalah

7.8% (kista ovarium 6.6%). Pada studi serial lain, dilakukan USG transvaginal

pada 8794 perempuan pascamenopause sebagai pemeriksaan rutin

ginekologis, 2.5% memiliki kista adneksa unilokuler simpel. Pada penelitian ini,

hanya didapatkan 1 sampel saja kista folikuler simpel pada usia

pascamenopause, sedangkan 2 sampel pada usia premenopause.

Massa adneksa muncul lebih jarang pada anak-anak dan remaja

dibanding usia reproduktif. Jika ditemukan pada populasi ini, maka

kemungkinan signifikan adalah sebuah torsi atau keganasan ovarium (kurang

lebih 10-20%). Tumor sel germinal merupakan tumor yang paling umum pada

kanker ovarium anak dan remaja, dengan persentase 35% dibanding dewasa,

20%. Mayoritas terbesar massa adneksa adalah perempuan usia

premenopause (termasuk remaja postmenarche) dan kebanyakan adalah

jinak. Hal ini disebabkan banyak massa adneksa jinak berkaitan dengan fungsi

reproduksi. Hal tersebut juga tampak pada tabel 1, dapat dilihat proporsi
67

sampel premenopause mendominasi total sampel, yaitu 38 sampel (60.3%)

dibanding kelompok pascamenopause, 25 sampel (39.7%).


Jenis neoplasma jinak yang paling sering adalah teratoma matur dan

kistadenoma. Teratoma muncul secara primer pada perempuan usia muda

(10-30 tahun) dengan representasi 70% neoplasma ovarium pada kelompok

ini. Jenis massa adneksa lain berkaitan dengan siklus mentsruasi dan hormon

reproduktif (kista folikuler, endometrioma) dan merupakan hal yang umum

pada populasi pasien ini. Pada penelitian ini (tabel 3) dapat dilihat sebaran

jenis histopatologi tumor ovarium pada sampel, teratoma adalah jenis tumor

jinak terbanyak dengan proporsi 7.9% dibanding tumor jinak lain. Untuk jenis

terbanyak berikutnya adalah kista folikuler dan endometrioma yang masing-

masing memiliki proporsi 4.7% dari seluruh total sampel.

Kanker ovarium atau tuba fallopii lebih jarang terjadi pada

premenopause, dengan kemungkinan keganasan juga harus dipertimbangkan.

Neoplasma ganas pada perempuan premenopause berkisar 6-11%.

Kebanyakan adalah kistik parsial dan berasal dari sel epitel. Insiden kanker

ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya usia (1.8 – 2.2 per 100,000

perempuan usia 20-29 tahun banding 9-15.2 per 100,000 perempuan usia 40-

49 tahun). Sedangkan pada pascamenopuase, keadaan seperti torsi adneksa

atau Tubo-Ovarian Abcess (TOA) juga dapat muncul, namun lebih jarang dan

lebih berkaitan dengan keganasan. Di Amerika, rata-rata usia diagnosis kanker

ovarium adalah 63 tahun. Setidaknya 30% dari massa ovarium perempuan


68

usia di atas 50 tahun adalah neoplasma ganas. Pada tabel 2, dapat kita lihat
bahwa tumor ganas jenis adenokarsinoma serosa dan musin memiliki proporsi

setengah dari keseluruhan total sampel (50.7%), tanpa melihat usia.

Tabel 2. Diagnosis Histopatologis Massa Adneksa


tipe n (%)
Adenokarsinoma serosa 19 (30.1)
Adenokarsinoma musin 13 (20.6)
Adenokarsinoma tipe endometrioid 1 (1.5)
Clear cell 2 (3.1)
Adult granulous cell 3 (4.7)
Sinus tumor endodermal 2 (3.1)
DisgermiInoma 1 (1.5)
Borderline tumor 1 (1.5)
Kistadenoma serosa 4 (6.3)
Teratoma 5 (7.9)
Kista folikel 3 (4.7)
Endometrioma 3 (4.7)
TOA 1 (1.5)
TOA : Tubo-Ovarial Abcess

Pada studi ini juga didapatkan proporsi sampel yang memiliki


pendidikan < 9 tahun dan tidak bekerja lebih besar dibandingkan dengan

proporsi 44.4% dan 85.7%. selain itu dilihat dari IMT, proporsi IMT normal

mendominasi populasi sampel (52.4%). Hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah

yang menunjukkan IMT berkorelasi baik dengan kejadian massa atau


69

keganasan ovarium. Pada studi yang dilakukan oleh Tworoger dan Huang
(2016), secara keseluruhan hubungan antara adiposity dan risiko kanker

ovarium hanya bersifat positif lemah, hubungan yang lebih kuat hanya tampak

pada studi population-based case-control dibandingkan dengan studi

prospektif. Dikatakan juga IMT yang lebih tinggi hanya berkaitan dengan

beberapa subtipe histologis, termasuk low-grade serous dan tumor musin

invasif. Kedua tipe ini memiliki hubungan yang kuat pada studi-studi yang lebih

besar dan meta analisis pada kanker ovarium premenopause, mekanisme

yang menghubungkan adipositas terhadap risiko tidak jelas, peningkatan

biomarker inflamasi dan faktor hormonal (androgen) merupakan hal yang

berkaitan dengan pembentukan tumor musin (Tworoger & Huang, 2016). Pada

sebuah systematic review dipaparkan 14 studi menunjukkan hubungan positif

yang signifikan secara statistik, 26 studi tidak menunjukkan hubungan yang

signifikan dan 3 studi menunjukkan hubungan yang negatif antara risiko kanker

dan IMT yang tinggi (K Wei Foong & Bolton, 2017).


70

Tabel 3. Diagnosis Tumor Ovarium


alat yang hasil pemeriksaan
digunakan ganas jinak
n % n %
diagnosis 40 63.5 23 36.5
histopatologi
ADNEX Risk 35 55.6 28 44.4
Model
RMI 3 35 55.6 28 44.4
RMI = Risk of Malignancy Index

Dari tabel 3 didapatkan dari 63 sampel, jumlah tumor ovarium jinak dan

ganas baik pada ADNEX Risk Model dan RMI 3 memiliki proporsi yang sama,

dengan jumlah tumor dan jinak adalah 35 dan 28 sampel (55.6% dan 44.4%).

Namun, persamaan angka ini belum menunjukkan nilai efektivitas yang sama

pada kedua alat prediktor jika dibandingkan dengan jumlah tumor jinak dan

ganas pada hasil PA.

Berdasarkan literatur, ADNEX Risk Model merupakan pendekatan yang

bersifat novel jika dibandingkan dengan alat yang sudah ada sebelumnya yang

mampu membedakan tumor jinak dan ganas. Nilai sensitivitas dan

spesifisitasnya tinggi jika dibandingkan dengan alat diagnostik lain. Pada

beberapa studi lain, jika dibandingkan dengan simple rules, LR2 dan RMI

dikatakan ADNEX Risk Model memiliki sensitivitas yang paling tinggi namun

spesifisitas terendah dibanding yang lainnya. Studi yang dilakukan Van


71

Calster, et al. mengatakan pada sebuah meta-analisis, IOTA logistic regression


model LR2 dan IOTA simple rules yang sudah umum digunakan, memiliki

performa terbaik dalam mendiskriminasi massa jinak dan ganas, namun

ADNEX Risk Model memiliki kemampuan yang sama, bahkan sedikit lebih baik

(Van Calster, et al., 2014). Sebuah penelitian terbaru di China yang menilai

IOTA ADNEX di senter ginekologi onkologi (senter tunggal) secara retrospektif

selama 8 bulan) dengan 278 pasien mampu membedakan massa adneksa

jinak dan ganas (Chen, et al,. 2019).

Tabel 4. Hasil Luaran RMI 3 dan ADNEX Risk Model Tumor Ovarium

hasil RMI 3
total ACC SENS SPEC PPV NPV nilai p
PA ganas jinak
Ganas 31 9 40
Jinak 4 19 23 79.37 77.5 82.6 88.6 67.9 0.000
total 35 28 63

ADNEX
ganas jinak
Ganas 29 11 40
Jinak 6 17 23 73.02 72.5 73.9 82.9 60.7 0.0002
Total 35 28 63
RMI = Risk of Malignancy Index, ACC = Accuracy, SENS = Sensitivity, SPEC
= Specificity, PPV = Positive Preditive Value, NPV = Negative Preditive Value
72

Dari tabel 4 dapat kita ketahui meskipun jumlah prediksi ADNEX Risk
Model dan RMI 3 memiliki jumlah prediksi tumor jinak dan ganas yang sama,

namun efektivitasnya berbeda. Hal ini dapat diketahui dari perbandingan

masing-masing tumor yang diprediksi jinak atau ganas dengan hasil PA.

Berturut-turut nilai ACC, SENS, SPEC, PPV dan NPV dari RMI 3 (79.37, 77.5,

82.6, 88.6, dan 67.9%) lebih tinggi dari ADNEX Risk Model (73.02, 72.5, 73.9

82.9 dan 60.7%).

Hasil ini berbeda dengan beberapa studi yang mengatakan bahwa

ADNEX Risk Model bersifat novel jika dibandingkan dengan alat yang sudah

ada sebelumnya. Pada studi yang dilakukan oleh Meys, et al. (2017) yang

melibatkan 851 sampel yang dianalisis secara retrospektif dalam

mengestimasi risiko keganasan massa adneksa dibadingkan dengan metode

lain, didapatkan hasil yang berbeda. Nilai SENS, SPEC, PPV dan NPV dari

ADNEX Risk Model berturut-turut adalah 98, 62, 58 dan 98%. Kecuali

spesifisitas, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan RMI yang dianalisis

dalam studi tersebut, yaitu 71, 81, 67 dan 84%.

Studi yang dilakukan oleh Sztuber, et al. (2016) yang melibatkan 204

pasien di Polandia dan 123 pasien di Spanyol juga menunjukkan hal yang

sama dimana ditambahkan nilai ACC dalam penilaian efektivitas ADNEX Risk

Model kemudian membandingkan dengan penilaian USG secara subjektif.

ACC, SENS, SPEC, PPV dan NPV di Polandia berturut-turut 79.9, 94.3, 72.4,
73

dan 64.1. Hal yang serupa juga didapatkan di Spanyol dengan nilai ACC,
SENS, SPEC, PPV dan NPV berturut-turut 81.3, 97.1, 75.3, 60, dan 98.5. Nilai

akurasi ADNEX Risk Model dikatakan juga lebih rendah dalam studi ini

dibandingkan dengan penilaian USG secara subjektif (89.7% di Polandia dan

95.1% di Spanyol).

Pada beberapa studi ADNEX Risk Model memang tidak selalu memiliki

efektivitas yang lebih baik dibanding dengan prediktor lain. Hu, et al. (2017)

dalam studinya yang melibatkan 136 sampel yang dianalisis secara retrospektif

mengatakan akurasi dan sensitivitas ADNEX Risk Model adalah 78.70% dan

93%. Dalam studinya, dibandingkan ADNEX Risk Model dengan pemeriksaan

MRI. Nilai diagnostik keduanya tidak berbeda secara statistik (P>0.05). Nilai

ACC, SENS, SPEC, PPV dan NPV pada ADNEX Risk Model pada studi ini

berturut-turut adalah 78.7, 93.0, 72.0, 60.6 dan 95.7%. ADNEX Risk Model

yang juga dapat menilai setiap stadium keganasan, dikatakan juga tidak ada

perbedaan diagnostik dalam menilai stadium pada kedua prediktor dalam studi

Hu, et al. Dalam konklusinya dikatakan ADNEX Risk Model tidak cukup akurat

untuk diagnosis awal.

Adapun beberapa hal yang bisa diidentifikasi pada alat prediktor ini

dalam menilai keganasan suatu tumor adneksa seperti yang dibahas oleh Hu,

et al. sebagai contoh, prediktor usia dalam ADNEX Risk Model harus ≥14 tahun

dan diameter tumor yang harus lebih dari ≥8 mm. Perbaikan prediktor model
74

ini diharapkan dapat mengakomodasi data di luar rentang yang ada untuk
aplikabilitas yang lebih baik. Seperti dikutip, dapat juga ditambahkan parameter

seperti pemebesaran limfonodus, nodus pada kavitas pelvik dan forniks

posterior, serta sinyal aliran darah dan resistensi jika perlu. Selain itu pada

penelitian ini dilakukan penginputan semua nilai CA 125 pada semua tumor,

walaupun prediksi dengan ADNEX Risk Model bisa dilakukan tanpa menginput

nilai CA 125. Seperti yang diketahui bahwa tumor ganas tipe musin lebih

sensitif terhadap tumor marker jenis (CA19-9), sedangkan pada populasi

sampel penelitian ini, cukup banyak tumor ganas tipe musin (20.6%).

Pada tabel 4, dapat juga kita lihat bahwa perbedaan prediksi yang

terbesar adalah pada tumor ovarium yang diprediksi oleh ADNEX Risk Model

jinak, namun terdiagnosis pada patologi anatomi ganas, yaitu 11 sampel. Dari

11 sampel tersebut diantaranya 5 tumor ganas tipe musin, 1 tipe clear cell dan

1 disgerminoma. Ketujuh tumor ganas dalam tersebut memiliki nilai CA-125

kurang dari 100 dan hanya 2 dari 11 tumor ganas ini yang memiliki CA-125

>600. Hal ini menunjukkan bahwa prediksi sebagian besar tumor ganas tipe

musin, clear cell dan disgerminoma pada prediksi ADNEX Risk Model bersifat

kurang relevan. Selain itu penggunaan tumor marker yang kurang tepat (CA-
125) pada tumor ganas tipe musin dan beberapa tipe non-serosa juga

mempengaruhi hasil prediksi ADNEX Risk Model.


75

Perbedaan prediksi terbesar berikutnya adalah pada prediksi pada


tumor ovarium yang diprediksi oleh RMI 3 jinak, namun terdiagnosis pada

patologi anatomi ganas, yaitu 9 sampel. Kembali ditemukan dari 9 sampel

tersebut diantaranya 6 tumor ganas tipe musin dan 1 tumor yolk sac. Lima dari

6 tumor ganas tipe musin ini merupakan tumor musin yang terprediksi jinak

oleh ADNEX Risk Model namun ganas pada patologi anatomi. Hal ini semakin

menunjukkan bahwa prediksi tumor musin yang tidak cukup akurat, tidak

hanya terjadi pada ADNEX Risk Model, namun juga pada RMI 3. Variabel CA-

125 menjadi variabel yang berpengaruh baik pada perhitungan ADNEX Risk

Model, namun juga pada RMI 3.

Kebanyakan studi seperti yang dilakukan oleh Meys, et al., Sztuber, et

al. dan Hu, et al. adalah studi retrospektif, sehingga parameter yang

dikumpulkan tidak secara ketat mengikuti yang dibutuhkan pada model,

dengan kemungkinan beberapa data diestimasi. Berbeda dengan studi ini yang

bersifat non-retrospektif yang mengevaluasi secara langsung parameter-

parameter USG untuk penilaian model ini. Kelebihan studi-studi mereka adalah

jumlah sampel yang lebih banyak dibandingkan dengan penelitian ini karena

alasan studi retrospektifnya yang bisa mengambil sampel dalam rentang waktu

lebih panjang. Meskipun alat diagnostik ini tidak sempurna, namun ADNEX

Risk Model memiliki kelebihan dalam menilai stadium dibanding alat prediktor

tumor adneksa lain.


76

Tabel 5. Kemampuan prediksi ADNEX Risk Model dan RMI 3 berdasarkan


status menopause dan paritas

status menopause status paritas


pre- pasca- nulipara paritas
menopause menopause >1
nilai p ADNEX 0.0004 0.0633 0.0010 0.0275
Risk Model
nilai p RMI 3 0.0001 0.0054 0.0000 0.0046
RMI = Risk of Malignancy Index

Jika kedua prediktor ini dilakukan analisis hubungan dengan status

menopause dan paritas, pada tabel 5 dapat diketahui efektivitas dari ADNEX

Risk Model kelompok premenopause memiliki nilai p yang signifikan (0.0004)

dibanding kelompok pascamenopause. Nilai p ini bermakna secara statistik.

Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran ADNEX Risk Model lebih reliabel pada

kelompok usia premenopause dalam menilai keganasan. Sebaliknya, pada

RMI 3, baik kelompok premenopause dan pascamenopause, keduanya

memiliki nilai p<0.05 (0.0001 dan 0.0054). Hasil yang bervariasi tampak pada

studi yang dilakukan oleh Nohuz, et al. (2018) dalam menilai reliabilitas skor

IOTA dan ADNEX model pada skrining keganasan ovarium 83 perempuan

pascamenopause selama 5 tahun didapatkan tingkat keganasan 4.3%. Dan

dikatakan kombinasi dari kedua metode menunjukkan sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi (100% dan 98%).


77

Hal ini dikarenakan perhitungan status menopause sebagai salah satu


parameter RMI 3 memang sudah ada dalam penilaian keganasan. Seperti

yang sudah dibahas juga pada studi Sztubert, et al. (2016), meskipun ADNEX

Risk Model mampu membedakan tumor jinak dan ganas dengan baik serta

mampu memprediksi stadiumnya, namun perhitungan status menopause tidak

terlibat dalam model ini. Studi tersebut menemukan bahwa akurasi diagnostik

pada kelompok ADNEX Risk Model premenopause lebih tinggi dibanding

kelompok pascamenopause, sama seperti pada studi ini. Studi grup IOTA tidak

menganalisis kemampuan ADNEX Risk Model terhadap status menopause

pasien. Fokus parameter mereka lebih kepada usia.

Pada tabel 5, juga dapat kita lihat bahwa kedua nilai p ADNEX Risk

Model adalah signifikan untuk kelompok nulipara dan paritas > 1. Nilai p

ADNEX Risk Model kelompok nulipara = 0.001 dan kelompok paritas > 1 =

0.0275, dimana kedua nilai ini bermakna secara statistik. Hal ini menunjukkan

bahwa kalkulasi prediksi keganasan ADNEX Risk Model dapat digunakan

dengan baik pada semua kelompok paritas.

Sedangkan pada kelompok RMI 3 baik nulipara dan non-nulipara,


keduanya memiliki nilai p bermakna secara statistik (0.000 dan 0.0046). Pada

studi sebelumnya yang dilakukan oleh Yavuzcan, et al. (2014) pada 153

sampel secara retrospektif dengan menambahkan parameter paritas dalam

RMI 1-4 dalam evaluasi massa adneksa didapatkan bahwa paritas memiliki

nilai diagnostik yang bermakna saat dikalkulasi bersama-sama dengan


78

parameter RMI terdahulu. Dengan nilai cut-off 300, nilai ACC, SENS, SPEC,
dan PPV, serta nilai p bermakna secara statistik (termasuk RMI 3). Paritas

merupakan faktor protektif yang kuat terutama pada KOE dan efek

intensitasnya meningkat seiring dengan jumlah paritas. Studi Pasalich, et al.

menunjukkan penurunan 60% risiko KOE pada perempuan paritas >3 jika

dibandingkan dengan nulipara. Risiko kanker ovarium menurun hingga 80%

pada paritas >5, dan peningkatan paritas juga melindungi perempuan dari

perkembangan tumor borderline. Hal ini menunjukkan penggunaan RMI 3 dan

ADNEX Risk Model dapat berkorelasi dengan baik dalam analisis dengan

semua status paritas.

Pada studi ini, dilakukan evaluasi pengaruh paritas pada RMI 3 dan

ADNEX Risk Model sebagai determinan paparan estrogen jangka panjang dan

jumlah total ovulasi. Teori yang terlibat adalah ovulasi yang tidak terganggu

dan eksposur pelepasan gonadotropin berlebih diperkirakan sebagai peran

utama pembentukan kanker ovarium. Kontrasepsi oral menghambat ovulasi

dan sebuah laporan komprehensif di tahun 2013 mengatakan penggunaan

kontrasepsi oral efektif dalam mencegah kanker ovarium, namun durasi

penggunaan merupakan determinan yang penting. Kehamilan sendiri

menurunkan risiko KOE dengan mencegah ovulasi dan menghambat sintesis

gonadotropin, efek yang serupa pada kontrasepsi oral. Selain itu kadar

progesteron yang tinggi dapat mencegah kanker ovarium, dengan

mengakselerasi diferensiasi seluler dan promosi apoptosis. Dengan demikian,


79

paritas yang meningkat mengakibatkan durasi ovulasi yang tidak terganggu


menurun. Hal ini juga seharusnya dipertimbangkan pada parameter ADNEX

Risk Model meskipun belum ada studi sebelumnya yang sama dengan

memperhitungkan status paritas pada parameternya (Yavuzcan, et al., 2014).

Semua nilai diagnostik ini mengacu pada sebuah kesimpulan bahwa ADNEX

Risk Model tidak selalu lebih baik dalam menilai keganasan dibanding

prediktor terdahulu. Baik dalam ACC, SENS, SPEC, dan PPV; meksipun studi

terdahulu hanya mampu melihat nilai akurasi dan spesifisitas yang lebih

rendah, pada studi ini efektivitasnya justru lebih baik pada RMI 3. Dalam hal ini

juga RMI yang dipakai dalam penelitian adalah RMI 3, meskipun dikatakan

tidak ada perbedaan yang bermakna pada keempat jenis RMI, namun

beberapa studi mengatakan RMI 1 memiliki kemampuan yang terbaik. Pada

studi Zhang, et al. yang membandingkan 4 jenis RMI dalam membedakan

tumor ovarium borderline dan tumor jinak pada 162 perempuan secara

retrospektif, didapatkan AUC RMI 1 memiliki nilai yang paling tinggi dibanding

3 RMI lainnya. RMI 1 juga memiliki nilai spesifisitas yang paling tinggi,

meskipun sensitivitas RMI 2 pada penelitian tersebut adalah yang terbaik

(Zhang, et al., 2019).


Penjelasan lain mengenai perbedaan efektivitas ADNEX Risk Model

penelitian ini tampak juga pada penelitian Ray, A., et al. yang membandingkan

akurasi diagnostik RMI 1 dengan ADNEX Risk Model untuk membedakan

massa adneksa jinak dan ganas pada 3 Rumah Sakit Pendidikan, didapatkan
80

hasil yang juga mendukung RMI 1. Hasil ini didapatkan dengan menggunakan
cut off 29.29 untuk ADNEX Risk Model yang dikatakan memiliki sensitivitas

75% dan 77.8% untuk RMI 1 (Ray, A., et al., 2019). Perbedaan yang tampak

pada penelitian ini dengan Ray, A., et al. adalah jenis RMI dan nilai cut off value

yang jauh lebih rendah dari yang dipakai. Perbedaan nilai parameter gambaran

USG patologis yang dipakai pada RMI 1 dan 3 memiliki angka yang cukup

bermakna dimana pada RMI 1 menggunakan skor 0 untuk gambaran USG

normal. Hal ini mengakibatkan sedikit saja kesalahan observasi dapat

membuat nilai RMI menjadi jinak. Angka CA-125 and parameter status

menopause menjadi tidak bermakna. Selain itu cut off yang dipakai tentu

membuat kalkulasi ADNEX Risk Model berbeda dengan penelitian terdahulu.

Nilai cut off keganasan yang lebih rendah membuat angka keganasan lebih

tinggi atau bahkan sebaliknya tergantung populasi sampel yang didapat. Hal

ini tampak pada penelitian ini dimana tumor ganas pada ADNEX lebih rendah

dari yang seharusnya ganas pada pemeriksaan PA, begitu juga pada

kelompok RMI. Hal ini juga tampak pada nilai sensitivitas dan spesifisitas yang

berbeda pada penelitian Ray, A., et al yang mencapai angka 100%, sedangkan

tidak demikian pada penelitian Meys, et al. dimana nilai spesifisitas menjadi

kelemahan dari ADNEX Risk Model. Meys, et al. menggunakan cut off >10%

untuk memprediksi keganasan (Meys, et al., 2016).

Berdasarkan penelitian Van Calster, et al. dengan menggunakan cutoff

10%, sensitivitas keganasan mencapai 96.5% dan spesifisitas 71.3%. Pada


81

sebuah senter sangat penting untuk memiliki sensitivitas yang tinggi, dengan
menggunakan cut off yang rendah untuk keganasan (contoh : 5-10%). Untuk

senter lain, mungkin lebih dipilih spesifisitas yang lebih tinggi dengan

menggunakan cut off value keganasan (contoh : 30%). Hal ini bertujuan untuk

membatasi jumlah false positif. Strategi spektrum luas berbeda pada masing-

masing negara dengan sistem kesehatan serta protokol rujukan yang berbeda

juga. Dalam memilih cut off tergantung dari klinis, senter, dan protokol lokal

atau pedoman (Van Calster, et al., 2015).

Selain perbedaan jenis studi terdahulu yaitu kebanyakan studi

retrospektif. Pengaruh kemampuan dan variabilitas interobserver radiologis di

jenis senter tertentu yang menilai massa adneksa juga menjadi salah satu hal

yang mempengaruhi angka yang diinput dalam parameter secara real time.

Studi retrospektif hanya menilai massa adneksa berdasarkan data yang sudah

ada dan dikatakan juga beberapa nilai parameter dilakukan estimasi. Banyak

studi mencoba menilai validasi model ini. Pada studi yang dilakukan oleh Viora,

et al. (2020) yang berjudul The ADNEX model to triage ADNEXal masses: An

external validation study and comparison with the IOTA two-step strategy and

subjective assessment by an experienced ultrasound operator, dalam

membandingkan kemampuan ADNEX dan two-step strategy serta subjective

assessment oleh ultrasonografer berpengalaman (level III) yang bersertifikasi

IOTA, didapatkan ADNEX Risk Model memiliki kemampuan yang sama

bahkan lebih akurat. Dalam penelitian ini, dilakukan validasi ADNEX secara
82

eksternal ketika observer level II (berdasarkan European Federation of


Societies for Ultrasound in Medicine and Biology (EFSUMB)) di senter USG

Rumah Sakit Akademis dibandingkan dengan Simple Rules yang disupervisi

oleh ultrasonografer berpengalaman dan penilaian subjektif ultrasonografer

berpengalaman saja. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian ultrasonografer

menjadi hal yang perlu dipertimbangkan. Dalam salah satu studi validasi

eksternal multisenter sebelumnya oleh pemeriksa dengan berbagai macam

pelatihan dan pengalaman secara kohort cross-sectional di Eropa, didapatkan

nilai AUC 0.937 yang menunjukkan ADNEX memiliki kemampuan validasi yang

baik sesuai dengan studi ADNEX terdahulu (Sayasneh, et al., 2016; Viora, et

al., 2020).
83

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. ADNEX Risk Model dan RMI 3 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang

baik dalam membedakan tumor ovarium jinak dan ganas prabedah.

2. RMI 3 lebih sensitif dan spesifik dalam membedakan tumor ovarium jinak

dan ganas prabedah dibandingkan dengan ADNEX Risk Model.

3. RMI 3 sensitif dan spesifik dalam membedakan tumor ovarium jinak dan

ganas prabedah semua status menopause dan paritas, sedangkan

ADNEX Risk Model sensitif dan spesifik pada semua status paritas dan

kelompok premenopause saja.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian non-retrospektif lebih luas pada penggunaan

ADNEX Risk Model jika akan dibandingkan dengan alat prediktor lain.

2. Perlu dievaluasi lebih lanjut perbandingan berbagai macam nilai cut-off

pada ADNEX Risk Model dengan mempertimbangkan kondisi klinis,

senter, dan protokol lokal atau pedoman yang ada.


84

3. Perlu dievaluasi kembali penggunaan parameter yang sudah ada


maupun parameter tambahan pada ADNEX Risk Model terkait

patogenesis dari kanker ovarium.


85

Daftar Pustaka

Abdulrahman, G., et al. 2014, The Risk Of Malignancy Index (RMI) in Women

with ADNEXal Masses in Wales. Taiwan J Obstet Gynecol. 2014

Sep;53(3):376-81.

Biggs, W.S., & Marks, S.T. 2016. Diagnosis and Management of Adnexal

Masses. Am Fam Physician. 93(8):676‐681.

Calster, B., Hoorde, K. & Valentin, L. 2014. Evaluating The Risk Of Ovarian

Cancer Before Surgery Using The ADNEX Model To Differentiate

Between Benign, Borderline, Early And Advanced Stage Invasive, And

Secondary Metastatic Tumours: Prospective Multicentre Diagnostic

Study. BMJ. 349: 1-5.

Calster, B., et al. 2015. Practical Guidance for Applying the ADNEX Model from

the IOTA Group to Discriminate Between Different Subtypes of

ADNEXal Tumors. Facts Views Vis Obgyn. 2015;7(1):32-41.

Carlson, K. 2017. Screening For Ovarian Cancer. (Online).

(https://www.uptodate.com/contents/screening-for-ovarian-cancer

diakses 12 Oktober 2017).

Chen, L. & Berek, J. 2017. Patient Education : Ovarian Cancer Diagnosis And

Staging (Beyond The Basics). (Online).


86

(https://www.uptodate.com/contents/ovarian-cancer-diagnosis-and-

staging-beyond-the-basics diakses 12 Oktober 2017).


Chen, H., et al. 2019. IOTA ADNEX model for evaluating ADNEXal masses

using data from a gynecologic oncology center in China. Ultrasound in

Obstetrics & Gynecology

Clarke, S.E., et al. 2009. Risk of Malignancy Index in the Evaluation of Patients

with ADNEXal Masses. JOGC. 441.

Dark, G.G. 2013. Oncology at a Glance. Wiley-Blackwell: United Kingdom.

Epstein, E., et al. 2015. Subjective Ultrasound Assessment, the ADNEX Model

and Ultrasound-Guided Tru-Cut Biopsy to Differentiate Disseminated

Primary Ovarian Cancer from Metastatic Non-Ovarian Cancer. ISUOG.

Ultrasound Obstet Gynecol. 2016 Jan;47(1):110-6.

Foong, K. W., & Bolton, H. 2017. Obesity and ovarian cancer risk: A systematic

review. Post Reproductive Health, 23(4), 183–198.

Hippisles-Cox J. & Coupland C. 2012. Identifying Women With Suspected

Ovarian Cancer In Primary Care: Derivation And Validation Of

Algorithm. BMJ. 344: d8009


Hoffman, B.L., et al. (Ed) 2016. Williams Gynecology. Jilid III. McGraw-Hill

Education: United States.


87

Hu, J.M., et al. 2017. Clinical Performance of ADNEX (the Assessment of


Different NEoplasias in the adneXa) Model in Early Diagnosis and

Staging of Benign and Malignant Ovarian Tumors. Yangtze Medicine, 1,

148-156.

Karimi, M., Mojaver, S., & Rouhi, M. 2015. Diagnostic Value Of The Risk Of

Malignancy Index (RMI) For Detection Of Pelvic Malignancies

Compared With Pathology. Electron Physician. 2015 Nov; 7(7): 1505–

1510.
Karimi-Zarchi, M. 2015. Diagnostic Value of the Risk of Malignancy Index (RMI)

for Detection of Pelvic Malignancies Compared with Pathology. Electron

Physician. 2015 Nov; 7(7): 1505–1510.

Ko-Hui Tung, et al. 2005. Effect of Anovulation Factors on Pre- and

Postmenopausal Ovarian Cancer Risk : Revisiting the Incessant

Ovulation Hypothesis. Am J Epidemiol. 2005 Feb 15;161(4):321-9.

Koushik, A., et al. 2016. Hormonal and Reproductive Factors and The risk of

Ovarian Cancer. Cancer Causes Control. 2017 May;28(5):393-403.

McGuire, V., et al. 2016. Partity and Oral Contraceptive Use in Relation to

Ovarian Cancer Risk in Older Women. Cancer Epidemiol Biomarkers

Prev. 2016 Jul;25(7):1059-63.


88

Meys, E., et al. 2017. Estimating Risk Of Malignancy In ADNEXal Masses:


External Validation Of The ADNEX Model And Comparison With Other

Frequently Used Ultrasound Methods. Ultrasound Obstet Gynecol. 2017

Jun;49(6):784-792.

Moorman, P., et al. 2008. Hormonal Risk Factors dor Ovarian Cancer in
Premenopausal and Postmenopausal Women. Am J Epidemiol. 2008

May 1; 167(9): 1059-1069.

Moorman, P. 2016. Reproductive Factors and Ovarian Cancer Risk in African-

American Women. Ann Epidemiol. 2016 Sep;26(9):654-62.

Muto, M. 2018. Approach To The Patient With An ADNEXal Mass. (Online).

(https://www.uptodate.com/contents/approach-to-the-patient-with-an-

ADNEXal-mass diakses 12 Oktober 2017).

Nohuz, E., De Simone, L., & Chêne, G. 2018. Reliability of IOTA score and

ADNEX model in the screening of ovarian malignancy in

postmenopausal women. Journal of Gynecology Obstetrics and Human

Reproduction.

Ong, C., et al., 2013. Comparison of Risk Malignancy Indices in Evaluating

Ovarian Masses in A Southeast Asian Population. Singapore Med J.

54(3) : 136 – 139.


89

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015.


Buletin Jendela Jumlah Data dan Informasi Kesehatan : Situasi Penyakit

Kanker. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Rampersad, A. et al. 2015. Review Article : Menopause And Ovarian Cancer

Risk : Mechanism and Experimental Support. Am J Clin Exp Obstet

Gynecol. 2015;2(1):14-23

Ray, A., et al. 2019. Diagnostic accuracy of the risk of malignancy index 1

compared to the more recent IOTA ADNEX model in discriminating

benign from malignant ADNEXal masses: a multi-centric study.

International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and

Gynecology, 8(3), 1001.Schorge, JO, Modesitt SC, Coleman RL, et al.

SGO White Paper On Ovarian Cancer : Etiology, Screening And

Surveillance. Gynecol Oncol. 2010 Oct;119(1):1-17.

Sayasneh, A., et al. 2016. Evaluating the risk of ovarian cancer before surgery

using the ADNEX model: a multicentre external validation study. British

Journal of Cancer, 115(5), 542–548.

Siegel ,R.L., Miller, K.D., & Jemal A. 2015. Cancer Statistics 2015. CA Cancer

J Clin. 2015 Jan-Feb;65(1):5-29.


90

Spencer, C.P., & Robarts, P.J. 2006. RCOG Green-top Guideline No. 34:
Management Of ADNEXal Masses In Pregnancy. The Obstetrician &

Gynaecologist. 2006;8:14–19.

Szubert, S. 2016. External Validation of the IOTA ADNEX Model Performed by

two Independent Gynecologic Centers. Gynecol Oncol. 2016

Sep;142(3):490-5.

Triana, E., et al. 2019. The Accuracy of Modified Risk Malignancy Index (RMI)

in Predicting Malignancy of Epithelial Type Ovarian Cancer. Indonesian

Journal of Obstetrics and Gynecology. 228-232.

10.32771/inajog.v7i3.900.

Tworoger, S. S., & Huang, T. 2016. Obesity and Ovarian Cancer. Recent

Results in Cancer Research, 155–176.

Vachon, C., et al. 2002. Association of Parity and Ovarian cancer Risk by

Family History of Breast or Ovarian Cancer in a Population-Based Study

of Postmenopausal Women. Epidemiology. 2002 Jan;13(1):66-71.

Vecchia, C. 2015. Ovarian Cancer : Epidemiology and Risk Factors. Eur J

Cancer Prev. 2017 Jan;26(1):55-62.

Viora, E., et al. 2020. The ADNEX model to triage ADNEXal masses: An

external validation study and comparison with the IOTA two-step

strategy and subjective assessment by an experienced ultrasound


91

operator. European Journal of Obstetrics & Gynecology and

Reproductive Biology, 247, 207–211.

Yamamoto, Y., et al., 2014. Comparison of 4 Risk-of-Malignancy Indexes in

Preoperative Evaluation of Patients With ADNEXal Masses : A

Prospective Study. Clinical Ovarian and Other Gynecologic Cancer,

Elsevier. 8 -12.

Yavuzcan, A., et al. 2014. Addition of Parity to The Risk of Malignancy Index

Score in Evaluating ADNEXal Masses. Taiwan J Obstet Gynecol. 2014

Des:53(4):518-522.

Zhang, S., et al. 2019. Diagnostic extended usefulness of RMI: comparison of

four risk of malignancy index in preoperative differentiation of borderline

ovarian tumors and benign ovarian tumors. Journal of Ovarian

Research, 12(1)
92

Lampiran 1

NASKAH PENJELASAN UNTUK RESPONDEN


Selamat Pagi / Siang / Sore, ibu. Saya, dr.Iddo, yang akan melakukan

penelitian mengenai PERBANDINGAN SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS

ADNEX RISK MODEL DENGAN RMI (RISK OF MALIGNANCY INDEX) 3

DALAM MEMBEDAKAN TUMOR OVARIUM JINAK DAN GANAS

PRABEDAH

Kanker ovarium merupakan salah satu masalah yang masih menjadi

perhatian di bidang ginekologi onkologi. Hal ini dikarenakan masih banyak

ditemukan pasien tanpa adanya gejala yang nyata hingga terjadinya

metastasis (Hippisley, 2012). Di dunia, pada tahun 2008, kurang lebih 225.000

perempuan didiagnosis kanker ovarium dan 140.000 meninggal karena kanker

ini. Di Amerika kanker ovarium merupakan kanker penyebab kematian

terbanyak dalam tumor ginekologi. Kanker ovarium merupakan kanker

keganasan ginekologi kedua terbanyak di negara berkembang dengan insiden

9,4 per 100.000 perempuan dan mortality rate 5,1 per 100.000. Ada yang

mengatakan di negara berkembang juga kanker ovarium merupakan

keganasan ginekologi terbanyak ketiga dengan insiden 5,0 per 100.000 dan

mortality rate 3,1 per 100.000 (Chen, 2017). Di Indonesia sendiri berdasarkan

Estimasi Jumlah Kasus Baru dan Jumlah Kematian Akibat Kanker di RS

Kanker Dharmais Tahun 2010 – 2013,kanker ovarium menempati urutan

keempat (Kementrian Kesehatan RI, 2015).


93

Ovulasi berulang menyebabkan kerusakan pada lapisan luar ovarium


sehingga meningkatkan kejadian keganasan. Kehamilan merupakan hal yang

bersifat menekan ovulasi secara periodik sehingga menurunkan insiden

kanker ovarium. Risiko terjadinya kanker ovarium berkurang pada ibu yang

banyak melahirkan, sedangkan pada belum pernah melahirkan risiko kejadian

kanker ovarium meningkat (Carlson, 2017).

Banyak investigator menggunakan variabel ultrasonografi dalam upayanya

untuk memprediksi keganasan. Sejumlah artikel telah mendiskusikan kanker

ovarium dan berbagai macam tumor marker dalam upayanya sebagai alat

diagnostik. Berbagai macam metode kombinasi untuk mengevaluasi risiko

kanker ovarium telah diusulkan. ADNEX (Assesment of Different NEoplasias

in the ADNEXa) Risk Model merupakan suatu alat diagnostik yang dapat

digunakan oleh dokter untuk mendiagnosis tumor ovarium pada perempuan

yang memiliki paling tidak 1 tumor panggul persisten dan dipertimbangkan

membutuhkan tatalaksana operasi. RMI (Risk of Malignancy Index) juga

merupakan suatu alat diagnostik yang umum digunakan sejak dekade terakhir

ini. RMI merupakan sistem skoring yang sederhana berdasarkan status

menopause, ultrasonografi, dan serum CA 125. RMI dihitung dari gambaran

ultrasonografi x tingkat serum CA 125 x status menopause.

Dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengetahui ketepatan ADNEX Risk

Model dalam membedalan tumor ovarium jinak dan ganas dibandingkan


94

dengan RMI 3 yang sudah umum digunakan dan pengaruhnya dengan status

paritas dan menopause.


Karena itu saya berharap ibu bersedia ikut dalam penelitian ini secara

sukarela dan mengijinkan kami mewawancarai ibu dan ibu bersedia mengisi

formulir kuesioner penelitian saya. Bila ibu bersedia, kami mengharapkan ibu

memberikan persetujuan secara tertulis. Partisipasi ibu di penelitian ini bersifat

sukarela dan tanpa unsur paksaan, oleh karena itu ibu berhak menolak atau

mengundurkan diri tanpa risiko kehilangan hak untuk mendapat pelayanan

kesehatan di rumah sakit ini.

Jika ibu setuju untuk berpartisipasi, kami akan menanyakan beberapa

hal antara lain data pribadi ibu, dan mencatat hasil pemeriksaan ibu ke dalam

suatu form untuk dibuat analisis datanya. Kami menjamin keamanan dan

kerahasiaan semua data pada penelitian ini.

Bila ibu merasa masih ada hal yang belum jelas atau belum dimengerti

dengan baik, maka ibu dapat menanyakan atau meminta penjelasan pada

saya: dr.Iddo (082297669494)


95

Jika ibu setuju untuk berpartisipasi, diharapkan menandatangani surat


persetujuan mengikuti penelitian. Atas kesediaan dan kerjasamanya kami

ucapkan terima kasih.

DISETUJUI OLEH KOMITE


Identitas Peneliti ETIK PENELITIAN
KESEHATAN FAK.
nama : dr. Iddo
KEDOKTERAN UNHAS
alamat : PPDS OBGIN FK UNHAS
telepon Makassar, ........................
: 082297669494
96

Lampiran 2

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


SETELAH MENDAPAT PENJELASAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

nama : ...................................................................................

umur : ...................................................................................

alamat : ...................................................................................

dengan ini menyatakan bahwa setelah saya mendapatkan penjelasan serta


memahami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian ini.
Saya menyatakan setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini. Untuk itu,
saya bersedia dan tidak keberatan mematuhi semua ketentuan yang berlaku
dalam penelitian ini dan memberikan keterangan yang sebenarnya. Saya
menyadari bahwa keikutsertaan saya ini bersifat sukarela tanpa paksaan,
sehingga saya bisa menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian ini
tanpa kehilangan hak saya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Saya
juga berhak bertanya atau meminta penjelasan kepada peneliti bila masih ada
hal yang belum jelas atau masih ada hal yang ingin saya ketahui tentang
penelitian ini. Saya juga telah mengerti bahwa keamanan dan kerahasiaan
penelitian ini dijaga sepenuhnya oleh peneliti
Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kedadaran untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
NAMA TANDA TANGAN TANGGAL

1. ..................... ..................... .....................

2. ..................... ................... ..................


Penanggung Jawab Penelitian
dr. Iddo (082297669494)
97

Lampiran 3

FORMULIR PENELITIAN
PERBANDINGAN SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS ADNEX
RISK MODEL DENGAN RMI (RISK OF MALIGNANCY INDEX) 3
DALAM MEMBEDAKAN TUMOR OVARIUM JINAK DAN
GANAS PRABEDAH

IDENTITAS PASIEN
1. nama : ...............................................................
2. rumah sakit/ no. reg : ...............................................................
3. tanggal penelitian : ...............................................................
4. tanggal lahir/usia : ...............................................................
5. pekerjaan : a. tidak bekerja b. bekerja,..............
6. pendidikan : ...............................................................
7. suku bangsa : ...............................................................
8. alamat : ...............................................................
9. nomor handphone : ...............................................................
10. pekerjaan suami : ...............................................................
11. pendidikan suami : ...............................................................
12. BPJS : a. KIS b. mandiri kelas I / II / III
13. nomor BPJS : ...............................................................

I. DATA UMUM PASIEN


1. nerapa kali menikah : ...............................................................
2. lama menikah : ...............................................................
3. G P A : G......P ..... A ..... KET ..... Mola............
4. HPHT : ...............................................................
5. berat badan : ...............................................................
6. tinggi badan : ...............................................................
98

7. KB sebelumnya : ...............................................................
8. riwayat penyakit sebelumnya : ......................................................
9. riwayat alergi : ...............................................................
10.cara datang :- datang sendiri
- pengantar Sp.OG
- pengantar poliklinik
- rujukan dari...........................................
11. diagnosis pada saatMRS :
............................................................................................................
............................................................................................................
...............................................................................................

II. DATA KLINIS


1. keadaan umum : ...............................................................
2. kesadaran :A V P U
3. indeks massa tubuh :
4. tekanan darah : ....................................................mmHg
5. nadi : ...............................................................
6. pernafasan : ...............................................................
7. suhu : ...............................................................
8. saturasi Oksigen : ...............................................................
9. produksi urin : ...............................................................
10. riwayat seksiosesar :
tahun indikasi tempat

1
2
3
99

11.USG ginekologi : ...............................................................


......................................................................................................
12.laboratorium :
HB :....................... PLT : .............. GDS : ...................
WBC : ...................... proteinuria : ............. MCHC : ...................
MCV : ...................... MCH:........................
CA 125 : ...............................
100

Lampiran 4

9 prediktor ADNEX Risk Model

pada PERBANDINGAN SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS ADNEX RISK


MODEL DENGAN RMI (RISK OF MALIGNANCY INDEX) 3 DALAM
MEMBEDAKAN TUMOR OVARIUM JINAK DAN GANAS PRABEDAH
nama pasien : tanggal lahir : RM :
(diisi oleh peneliti)

1. usia pasien saat pemeriksaan tahun


2. dirujuk ke senter Ginekologi Onkologi ya/tidak

(diisi oleh residen/spesialis radiologi)


3. diameter maksimal lesi mm
4. diameter maksimal dari bagian padat mm

5. lebih dari 10 lokus ya/tidak

6. jumlah papil (papillary projections) tidak ada / 1 / 2 / 3 / >3

7. terdapat acoustic shadows ya/tidak

8. asites (cairan di luar panggul) ya/tidak

(diisi oleh peneliti)


9. CA-125 (U/ml)
mengetahui,

peneliti

spesialis radiologi/residen radiologi Yohanes Iddo Adventa


101

Lampiran 5
DUMMY TABLE

Tabel 1. Karakteristik Umum Sampel


n (%) mean
usia (tahun)
> 60 tahun
50-59 tahun
40-49 tahun
30-39 tahun
< 30 tahun
menopause
premenopause
pascamenopause
pendidikan
≤ 9 Tahun
> 9 Tahun
pekerjaan
bekerja
tidak bekerja
IMT
underweight
normal
overweight
obesitas
paritas
0
1-2
102

3-5
>5

Tabel 2. Diagnosis Histopatologis Massa Adneksa


tipe n (%)

Tabel 3. Diagnosis Tumor Ovarium


alat yang hasil pemeriksaan
digunakan ganas jinak
n % n %
diagnosis
histopatologi
ADNEX Risk
Model
RMI 3
103

Tabel 4. Hasil Luaran RMI 3 dan ADNEX Risk Model Tumor Ovarium

hasil RMI 3
total ACC SENS SPEC PPV NPV nilai p
PA ganas jinak
Ganas
Jinak
total

ADNEX
ganas jinak
Ganas
Jinak
Total

Tabel 5. Kemampuan prediksi ADNEX Risk Model dan RMI 3 berdasarkan


status menopause dan paritas
status menopause status paritas
pre- pasca- nulipara paritas
menopause menopause >1
nilai p ADNEX
Risk Model
nilai p RMI 3

Anda mungkin juga menyukai