Anatomi Ventilator
1. Layar............................................................................................................................................. 1
2. Breathing Circuit.......................................................................................................................2
3. Test Lung.....................................................................................................................................3
4. Circuit Alarm...............................................................................................................................3
5. Water Trap................................................................................................................................ 3
6. Humidifier.................................................................................................................................... 4
7. Filter I&E..................................................................................................................................... 5
8. Kastor.......................................................................................................................................... 5
9. Inlet Oksigen.............................................................................................................................. 6
Fisiologi Ventilator
1. Pengertian.................................................................................................................................. 7
2. Jenis Ventilator........................................................................................................................ 7
3. Jalur Pemasangan Ventilator............................................................................................. 8
4. Indikasi Pemasangan Ventilator....................................................................................... 11
5. Tanda & Gejala........................................................................................................................ 12
6. Cara Kerja Ventilator.......................................................................................................... 13
7. Parameter Ventilasi Mekanik............................................................................................ 16
8. Mode Ventilasi Mekanik....................................................................................................... 26
9. Trauble Shooting.................................................................................................................... 31
10. Weaning................................................................................................................................... 32
11. Komplikasi................................................................................................................................ 34
12. Hal yang perlu diperhatikan............................................................................................. 36
Macam-Macam Ventilator..................................................................................................... 38
Daftar Pustaka........................................................................................................................... iii
Anatomi Ventilator
1. Layar
a. Tampilan
Menampilkan layar perangkat lunak sistem ventilator. Layar ini memfasilitasi pengguna dapat
memilih dan mengubah pengaturan dengan menyentuh layar jika touch screen atau menggunakan
tombol.
Lampu indikator alarm menunjukkan prioritas alarm aktif dengan mengedipkan warna yang
berbeda pada frekuensi yang berbeda. Lampu indikator akan menyala berdasarkan prioritas
masalah baik dari mesin maupun pasien.
c. Kenop Kontrol
Kenop kontrol dapat ditekan untuk memilih item menu atau mengonfirmasi pengaturan dan
memutar searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam untuk menggulir item menu atau
mengubah pengaturan pada layar ventilator.
Tombol ini berfungsi untuk memulai audio paused selama 120 detik, sehingga nada alarm yang
aktif akan dimatikan. Jika audio paused melebihi 120 detik, status audio paused akan berhenti
secara otomatis dan nada alarm terdengar kembali. Jika alarm baru terpicu di bawah status
audio paused, status audio paused akan berakhir secara otomatis dan nada alarm terdengar
dipulihkan. Dibawah status audio paused, tekan tombol ini untuk kedua kalinya untuk
menghentikan status audio paused.
1
e. Lampu indikator baterai
Merupakan lampu untuk menunjukan kondisi batrei pada ventilator. Jika Baterai terisi daya maka
lampu indikator menyala “hijau’. Lampu indikator berwarna “orange” maka ventilator tidak
menggunakan batrei dan tidak terhubung ke sumber listrik. Jika lampu indikator berwarna
“merah” menandakan baterai habis dan harus segera dihubungkan ke sumber listrik.
f. O2 Cell
O2 cell pada ventilator memiliki peran sebagai pendeteksi konsentrasi kadar oksigen. O2 yang
telah terdeteksi ventilator selanjutnya masuk dan di proses ke pin ADC mikrokontroler dan
ditampilkan pada layer monitor.
g. Flow sensor
Flow sensor sebagai pendeteksi laju aliran oksigen pada ventilator, selanjutnya masuk dan di
proses ke pin ADC mikrokontroler dan ditampilkan pada layar monitor.
2
3. Test LUNG
4. Circuit Arm
5. Water Trap
3
6. Humidifier
Humidifier berfungsi untuk menghangatkan dan melembabkan gas yang dialirkan ke
pasien yang menggunakan ventilator.
adalah suatu sistem yang menghangatkan dan melembabkan udara yang menghasilkan
kondensasi air pada tubing. Pada sistem ini, udara berisi oksigen yang sudah melewati
sistem boling water akan dibawa menuju pasien melalui inspiratory breathing sircuit.
Pada sirkuit ini terdapat dua sensor monitor suhu pada sambungan port pasien dan
outlet ruang humidifikasi untuk mengontrol suhu udara yang masuk ke dalam tubuh
pasien sesuai dengan yang diinginkan. Pada sistem ini, pelembab dan perangkap air
harus diposisikan lebih rendah dari ETT untuk mencegah air kondensasi masuk kedalam
jalan napas. Sistem humidifikasi atau kelembaban pada ventilator harus dapat
memberikan paling sedikit 30 mgH2O/L kelembaban pada kisaran suhu 31°C - 35°C.
Pengaturan suhu pada alat humidifier adalah 35°C sampai 37°C dengan pengaturan
alarm suhu maksimal 37°C, sehingga suhu udara inspirasi yang masuk tidak lebih dari
37°C.
4
b. System heating wire
8. Kastor/Rem Ventilator
5
9. Inlet O2 Tekanan Tinggi
Ketika ventilator terhubung ke suplai O2 bertekanan tinggi, tekanan suplai gas
kerja normal adalah 280-600KPa. Jika tekanan suplai gas kurang dari 280KPA, ini
akan mengganggu kinerja ventilator dan bahkan menghentikan ventilasi. Jika
tekanan pasokan gas antar 600 ~ 1000KPA, itu akan mengganggu kinerja
ventilator tetapi tidak akan menimbulkan bahaya karena gas bertekanan tinggi.
6
Fisiologi Ventilator
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk memfasilitasi
transport oksigen dan karbondioksida antara atsmosfer dan alveoli, untuk tujuan
meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Burden dan Stacy Laugh, 2010).
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang lama
(Sudana, 2014)
Penggunaan ventilasi mekanik dibagi dalam dua cara, yaitu dengan menggunakan tube
atau selang dalam trakea untuk menghantarkan proses ventilasi yang disebut ventilasi
mekanik invasif dan dengan menggunakan mask atau sungkup muka yang disebut
ventilasi mekanik non invasif (Kelompok Kerja Keperawatan Intensif PP HIPERCCI,
2021).
2. Jenis Ventilator
a. Ventilator tekana negative (NPV)
Prinsip ventilasi tekanan negatif adalah memberikan tekanan pada dinding toraks dan
abdomen untuk mencapai tekanan di bawah tekanan atmosfir saat inspirasi.
Tekanan ini menyebabkan rongga toraks mengembang dan terjadi penurunan tekanan
di pleura dan alveolar sehingga menimbulkan perbedaan tekanan yang memungkinkan
udara masuk ke alveoli.
Saat ekspirasi, tekanan dinding toraks kembali sama dengan tekananatmosfir dan
ekspirasi terjadi secara pasif dengan daya elastik rekoil paru (Suwardianto dan
Astuti, 2020).
7
b. Ventilator tekanan Positif (PPV)
Ventilasi tekanan positif menggunakan sungkup atau alat pengubung (interface) untuk
menghantarkan udara dari ventilator tekanan positif melalui hidung atau mulut
sehingga udara masuk jalan napas.
Prinsip ventilasi tekanan positif adalah memberikanudara dengan tekanan positif atau
diatas tekanan atmosfir secara intermiten ke dalam jalan napas, meningkatkan
tekanan transpulmoner sehingga terjadi pengembanganparu.
Proses ekspirasi terjadi secara pasif karena daya rekoil paru dan bantuan otot bantu
napas.
Penggunaan ventilasi tekanan positif tergantung dari sistem ventilator yang digunakan
dan dirancang secara efektif supaya penderita merasa nyaman saat memakai sungkup
dan kebocoran udara dapat dikurangi.
Ventilasi tekanan positif dapat digunakan pada keadaan gagal napas akut maupun
kronik (Suwardianto dan Astuti, 2020).
Intubasi intubasi endotracheal tube (ETT) adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke
dalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira di
pertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea (Dachlan, 2007 dalam
Fredianto, 2016).
Intubasi endotrakea dapat dilakukan melalui beberapa lintasan antara lain melalui
hidung (nasotrakeal), dan mulut (orotrakeal)
8
b. Trakeostomi
Pada awalnya trakeostomi sering dilakukan dengan indikasi sumbatan jalan napas atas,
namun saat ini sejalan dengan kemajuan unit perawatan intensif, trakeostomi lebih
sering dilakukan atas indikasi intubasi lama (prolonged intubation) dan penggunaan
mesin ventilasi dalam jangka waktu lama (Dina, 2015).
Keputusan untuk melakukan trakeostomi pada umumnya dapat dilakukan dalam waktu 7
hari dari intubasi (Charles, 2010).
9
b. Nasal mask: Masker hidung hanya menutupi hidung.
Masker ini dikaitkan dengan pengiriman tekanan yang
kurang dapat diandalkan karena memungkinkan lebih banyak
kebocoran udara melalui mulut
d. Helmet: Helmet adalah perangkat khusus yang dirancang untuk memuat kepala pasien
sepenuhnya dan memberikan segel di leher pasien. Helm mungkin memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan mask lainnya. salah satunya adalah memungkinkan gerakan kepala
yang relatif bebas sambil mempertahankan segel yang baik tanpa kompresi di wajah atau
kepala. selain itu mengurangi titik tekanan pada wajah serta menghindari komplikasi yang
terkait dengan penggunaan masker wajah: intoleransi, nyeri dan nekrosis kulit
(Suwardianto dan Astuti, 2020).
10
Kontraindikasi ventilasi non invasif bertekanan positif:
11
Sedangkan menurut Chulay & Burns (2010), indikasi penggunaan ventilator meliputi:
1) Gangguan sistem saraf yang menyebabkan kelemahan otot pernapasan, koma, atau
stroke.
2) Gangguan paru-paru berat, seperti gagal napas, ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome), asma berat, pneumonia, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis), dan
pembengkakan paru (edema paru).
3) Gangguan pada jantung, seperti gagal jantung, serangan jantung, atau henti
jantung.
6) Cedera berat, misalnya luka bakar luas dan cedera kepala berat.
7) Syok berat.
12
6. Cara Kerja Ventilator
Prinsip Dasar Ventilasi Mekanik Menurut Hudak & Gallo (2010) terdiri dari:
1) Pressure Cycle
Prinsip dasar ventilator tipe ini adalah siklus nya menggunakan tekanan.
Pada prinsip ini mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
tekanan yang telah ditentukan.
Pada saat tekanan yang telah ditentukan tercapai, katup inspirasi akan tertutup
dan fase ekspirasi akan terjadi secara pasif.
Kerugian pada pressure cycle apabila terjadi perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang keadaan
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan
pada pasien anak-anak atau dewasa yang mengalami gangguan pada penyempitan
lapang paru (atelektasis, edema paru), pressure cycle ini sangat dianjurkan.
13
2) Volume Cycle
Volume cycle merupakan siklus ventilator yang paling sering digunakan di ruangan unit
perawatan kritis. Prinsip dasar ventilator ini menggunakan volume sebagai siklus
kerjanya.
Mesin akan berhenti bekerja dan ekspirasi akan terjadi bila volume yang telah
ditentukan tercapai.
Keuntungan volume cycle ventilator adalah tetap memberikan volume tidal yang
konsisten meskipun terjadi perubahan pada komplain paru pasien.
Jenis ventilator ini banyak digunakan pada pasien dewasa dengan gangguan paru
secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan
pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis dan edema paru).
Hal ini dikarenakan pada volume cycle, tekanan yang diberikan padaparu-paru tidak
dapat dikontrol, sehingga hal ini dapat menyebabkan terjadinya tekanan yang berlebih
pada paru dan menyebabkan volume trauma. Penggunaan volume cycle pada bayi j u g a
tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga
memiliki risiko tinggi untuk terjadi volume trauma.
14
3) Time Cycle
Pada time cycle, inspirasi akan berakhir bila waktu yang telah ditetapkan telah tercapai.
Dengan mode ini, tidal volume pasien konstan dan tidak tergantung pada kondisi paru.
Walaupun dapat memberikan tidal volume yang konstan, diperlukan tiga integrasi
komponen berikut ini yaitu inspiratory flow rate, inspirasi time, inspirasi expirasi rasio.
4) Flow cycle
Pada prinsip kerja flow cycle, inspirasi akan berakhir bila flow rate yang telah ditetapkan
sudah tercapai.
Flow cycle bekerja dengan menghantarkan oksigen (inspirasi) berdasarkan kecepatan
aliran yang telah diatur sedangkan fase ekspirasinya akan terjadi secara pasif.
Pengaturan ini sering disebut sebagai expiratory trigger sensitivity (ETS) atau
inspiratory cycling off.
Misalnya pengaturan ETS 40% artinya bila flow mencapai 40% dari peak flow maka akan
terjadi cycling, pengaturannya biasanya 25%.
15
7. Parameter Ventilasi Mekanik
Menurut Temple, dkk (2010) pengaturan ventilator umumnya berbeda-beda dan
tergantung pasien. Semua ventilator didesain untuk memonitor sistem respirasi pasien
dengan adanya parameter ventilator. Beberapa alarm dan parameter dapat diatur
untuk mengingatkan perawat/dokter mengenai ketidaksesuaian antara pasien dengan
parameter yang diatur atau menunjukkan keadaan yang berbahaya terhadap pasien.
Frekuensi napas (RR) adalah jumlah napas yang diberikan ke pasien setiap menitnya.
RR diatur 10-12x/menit pada pasien dewasa, 16-20x/menit pada pasien anak.
Parameter alarm RR diatur diatas dan dibawah nilai RR yang diinginkan yaitu 10% -
20% dari jumlah RR yang diatur, sehingga parameter alarm ini akan cepat mendeteksi
terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
Pengaturan RR tergantung dari tidal volume, jenis kelainan paru pasien dan target
PaCO2 pasien.
Parameter alarm RR diatur diatas dan di bawah nilai RR yang diatur. Misalnya jika RR
diatur 10 kali/menit, maka pengaturan alarm sebaiknya diatas 12x/menit dan di bawah
8 x/menit, sehingga hiperventilasi atau hipoventilasi dapat cepat terdeteksi.
Selain itu pasien dengan PPOK yang sudah terbiasa dengan PaCO2 yang tinggi,
sebaiknya PaCO2 yang diharapkan jangan terlalu rendah atau normal.
Pada pasien dengan PPOK (resktriktif) biasanya toleransi dengan RR 12-20 x/menit.
16
2. Tidal Volume (TV)
Tidal volume adalah volume yang diberikan ventilator kepada pasien saat bernapas
yang meliputi volume udara saat inspirasi dan ekspirasi.
Jumlah volumenya tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru.
Pasien dewasa dengan paru-paru normal toleransi terhadap tidal volume 5-10 ml/kgBB.
Sedangkan untuk pasien PPOK dan asma dengan tahanan dan obstruksi jalan napas yang
tinggi, pengaturan awal tidal volume 8-10ml/kgBB.
Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi
> 45mmHg, asal PaO2 normal, dengan cara menurunkan tidal volume yaitu 4-6ml/kgBB).
Tidal volume rendah ini dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma.
Parameter alarm tidal volume diatur diatas dan dibawah nilai yang diinginkan.
Monitoring tidal volume sangat perlu jika pasien memakai Pressure Cycle.
17
3. Fraksi Oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah oksigen yang dihantarkan atau diberikan oleh ventilator kepada
pasien.
Konsentrasi oksigen pada ventilator dapat ditentukan jumlahnya dan mulai dari 21%
-100%. Pada awal pemberian, pengaturan FiO2 umumnya diberikan 100%, kemudian
diusahakan secepatnya menurunkan fraksi oksigen sampai konsentrasi terendah (21%)
untuk menghindari risiko keracunan oksigen.
Penilaian ini berdasarkan pada hasil pemeriksaan analisa gas darah (AGD) atau pulse
oksimetri yang bertujuan untuk mempertahankan PO2 > 60 mmHg dan saturasi dalam
darah > 90%.
Pada saat pasien mendapatkan suplai oksigen berkonsentrasi tinggi pada periode waktu
yang lama (beberapa jam sampai beberapa hari), maka keracunan oksigen dapat terjadi.
Tanda-tanda awal keracunan oksigen berupa nyeri dada substernal, batuk kering,
dispnea, tidak dapat beristirahat dan letargi. Gejala selanjutnya yaitu perubahan pada
thorax foto, hipoksemia menetap dan progressive ventilator difficulty. Keracunan
oksigen juga dapat menyebabkan alveoli kolaps, kejang dan kerusakan pada retina
(Dennison, 2013).
18
4. Inspirasi: ekspirasi (I:E) Rasio
Inspirasi Ekspirasi Ratio merupakan perbandingan antara waktu inspirasi (TI) dengan
waktu ekspirasi (TE). Pada umumnya I:E ratio yang umum digunakan adalah 1:2, dimana
waktu ekspirasi lebih lama daripada inspirasi. Namun dalam beberapa kasus, diperlukan
fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan fase ekspirasi untuk menaikkan
PaO2 seperti pada ARDS, berkisar 1:1 sampai 4:1.
Satu siklus napas terdiri atas inspirasi, pause time dan ekspirasi. Inspirasi time terdiri
25% dari respirasi time, pause time terdiri dari 10% dari respirasi time sehingga total
waktu yang diperlukan untuk inspirasi dan pause time adalah 35% dari waktu respirasi,
sedangkan ekspirasi time adalah 65% dari waktu respirasi.
Contoh :
RR = 20 dan I : E = 1 : 4
Jawab:
RR 20 = 60 / 20 = 3 detik
Inspirasi Time : 25 / 100 x 3 = 0,75 detik
Pause Time : 10 / 100 x 3 = 0,3 detik
Ekspirasi Time : 65 / 100 x 3 = 1,95 detik
T inspirasi : 1 / 5 x 3 detik = 0,6 detik
T Ekspirasi : 4 / 5 x 3 detik = 2,4 detik
Keterangan :
a. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume tidal atau
mempertahankan tekanan.
b. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi.
c. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara
pernapasan.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal fisiologis
inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang sama atau
lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikkan PaO2.
19
5. Pressure Limit /pressure Inspirasi
Pressure limit merupakan batasan untuk mengatur jumlah tekanan dari volume cycled
ventilator, karena jika tekanan melebihi batas dapat menyebabkan barotrauma, tekanan
yang direkomendasikan adalah peak pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O.
Jika limit ini dicapai maka secara otomatis ventilator akan menghentikan hantarannya,
dan alarm akan berbunyi menandakan limit telah tercapai.
Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan adanya sumbatan/obstruksi jalan
napas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan
normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien
batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator atau kinking pada tubing ventilator,
pneumotoraks, penurunan komplians paru dan batas limit pressure terlalu rendah
Flow rate adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yang diatur selama satu
menit. Rentang flow rate antara 40-100 L/menit. cara menghitung flow rate dapat dilihat
dari nilai RR, TV dan I:E. cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
20
Bila RR = 10, I : E 1:2, VT: 500, maka Flow Rate?
Jawab :
RR= 10 ; 60/10 = 6 detik,.
Inspirasi Time = 1/3 x 6 = 2 detik
Flow Rate = 500 x 60 / 2 = 15000 ml = 15 liter
Artinya: Untuk menghasilkan 500 ml VT memerlukan flow rate 15 liter per menit.
7. Sensitivity/ Trigger
Sensitivity menentukan jumlah upaya napas pasien yang diperlukan untuk memulai/
mentrigger inspirasi dari ventilator.
Semakin tinggi nilainya atau semakin positif nilainya maka semakin mudah mesin
memberikan bantuan ventilasi. Sebaliknya, semakin rendah akan semakin sulit dalam
memberikan bantuan ventilasi.
Penentuan nilai pressure trigger berkisar antara -2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk
flow trigger berkisar antara 2-20 L/menit.
Nilai trigger diset pada angka dibawah PEEP. Semakin tinggi selisih trigger dengan PEEP
akan semakin tinggi usaha nafas pasien agar dapat memicu ventilator untuk membaca
napas spontan pasien.
Flow trigger biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernapas spontan dan memakai
mode PS/spontan/ASB untuk mengurangi work of breathing.
Selain itu, pada pasien PPOK disarankan menggunakan flow sensitivity karena pada PPOK
sudah terdapat intrinsik PEEP pada paru pasien sehingga memakai pressure sensitivity
kurang menguntungkan.
21
Pada pressure trigger, ventilator akan mendeteksi usaha napas dalam bentuk
penurunan nilai tekanan dasar yaitu Positive End Expiratory Pressure (PEEP) atau
Continuous Positive Airway Preasure (CPAP).
Setelah nilai sensitifitas trigger napas yang telah diatur tercapai, maka ventilator
akan memberikan tekanan positif ke jalan napas pasien dan pasien mulai melakukan
inspirasi.
Pada flow trigger, ventilator akan mendeteksi usaha napas sebagai penurunan aliran
udara kontiniu dalam sirkuit napas.
Bila nilai sensitifitas flow trigger yang telah diatur tercapai, maka ventilator akan
memberikan tekanan positif ke dalam jalan napas pasien dan inspirasi dimulai. Apabila
digunakan pressure trigger diatur antara -2 sampai -6 cmH2O sedangkan flow trigger
diatur 3 sampai 5 liter.
PaCO2 pasien perlu dipertahankan konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka
pengaturan dapat dibuat tidak sensitive pressure tigger – 20 cmH2O. Dengan demikian
setiap usaha napas pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini perlu
diberikan sedasi dan pelumpuh otot karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu
bangun. Namun, jika memakai mode assited atau SIMV atau spontan/PS/ASB, trigger
harus dibuat sessitive.
22
8. PEEP (Positive End Expiratory Pressure)
PEEP adalah sejumlah tekanan yang disisakan oleh ventilator disaat akhir ekspirasi napas
pasien.
PEEP berfungsi untuk mempertahankan tekanan positif jalan napas pada tingkatan
tertentu selama fase ekspirasi.
PEEP dibedakan dari tekanan positif jalan napas kontiniu (continuous positive airway
pressure/CPAP) berlangsung selama siklus respirasi.
Besarnya tekanan PEEP bisa dimulai dari 5-20 cmH2O. PEEP meningkatkan kapasitas
residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan PaO2.
Nilai PEEP selalu dimulai dari 5 cmH2O. Setiap perubahan PEEP harus berdasarkan analisa
gas darah, toleransi dari PEEP, kebutuhan FiO2 dan respon kardiovaskular. Jika PaO2
masih rendah sedangkan FiO2 sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama sampai
nilai15 cmH2O.
Penggunaan PEEP selama ventilasi mekanik memiliki manfaat yang potensial. Pada gagal
napas hipoksemia akut, PEEP meningkatkan tekanan alveolar rata- rata, meningkatkan
area reekspansi atelektaksis dan dapat mendorong cairan dari ruang alveolar menuju
interstitial sehingga memungkinkan alveoli yang sebelumnya tertutup atau terendam
cairan, untuk berperan serta dalam pertukaran gas. Pada edema kardiopulmonal, PEEP
dapat mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri sehingga memperbaiki kinerja
jantung.
23
Pemberian PEEP yang tinggi, lebih dari 10 cmH2O dapat mengakibatkan resiko
hemodinamik seperti penurunan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung,
penurunan nilai CVP (Central Vena Pressure), penurunan PCWP (Pulmonary Capillary
Wedge Pressure), hipotensi, barotrauma dan juga pneumothoraks.
Penggunaan PEEP (Positive End Expiratory Pressure) pada pasien edema paru dapat
membantu perpindahan cairan dari alveolus ke ektrasel.
Namun perlu dipantau juga nilai PIP (Peak Inspiratory Pressure). Jika nilai PaO2 arteri
sudah tercapai (80-100 mmHg) sebaiknya PEEP diturunkan secara bertahap mendekati
optimal. Fungsi dari PEEP adalah redistribusi ekstravaskular paru-paru, meningkatkan
volume alveoli, mengembangkan alveoli yang kolaps (Morton & Fontaine, 2009).
Peak airway pressure adalah tekanan tertinggi di dalam paru ketika ventilator
memberikan volume atau tekanan ke dalam ruang paru.
Beberapa mesin menamai tekanan puncak dengan istilah Peak Inspiratory Pressure
(PIP), Peak Pressure (PP), Peak Airway Pressure (PAP) semua memiliki tujuan yang
sama hanya perbedaan istilah.
Keadaan yang dapat mengakibatkan peninggian tekanan puncak yaitu TV (Volume Tidal),
PS (Pressure Suport), Flow Rate atau PEEP yang tinggi pada pasien dengan komplain
paru yang rendah atau karena sumbatan jalan napas yang bisa disebabkan oleh sekret
pada bronkus, spasme bronkus, akumulasi air didalam ETT atau tubing, ETT yang kinking.
24
Pada pengaturan mode kontrol peak airway pressure merupakan penjumlahan dari
PEEP dan pressure inspirasi.
Pressure yangg direkomendasikan adalah peak pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O.
Jika limit ini dicapai maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya dan
alarm berbunyi. Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya
sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit
ventilator, biasanya akan normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga
dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau
kinking pada tubing ventilator.
Alarm harus diatur pada ventilator saat memulai bantuan ventilasi mekanik meliputi low
expired minute volume alarm, high expired minute volume alarm,low expired tidal volume
alarm, high expired tidal volume alarm, high airway preasure limit, low airway pressure
limit, low oxygen concentration, apnea alarm dan power failure alarm.
Pada pressure ventilation dan tidak ada napas spontan pasien maka pengaturan low
expired minute volume/ tidal volume alarm 10-15% dibawah volume semenit atau volume
tidal yang ditargetkan. Bila pasien napas spontan maka low tidal volume alarm lebih
tepat dijadikan acuan dibandingkan low minute alarm, karena pasien akan
mengkompensasi volume tidal dengan meningkatkan laju napasnya untuk menjaga volume
semenit konstan, sehingga pengaturan low tidal volume alarm pada keadaan ini adalah
20% dibawah rata-rata tidal volume target. Pengaturan oxygen concentration alarm
adalah 5% di atas dan di bawah FiO2 yang sudah di atur.
1) Mode Control
Semua pernapasan, baik berupa pernapasan volume atau pressure semua diatur
(mandatory). Pasien tidak dapat memicu pernapasan sendiri.
Namun tidak dapat dianjurkan untuk tetap mempertahankan mode ventilasi ini tanpa
membuat pasien mempunyai usaha napas sendiri. Ventilasi terkontrol cocok diterapkan
pada pasien-pasien yang tidak sadar karena pengaruh obat, gangguan fungsi serebral,
cedera saraf spinal dan frenikus serta pasien dengan kelumpuhan saraf motorik yang
menyebabkan hilangnya usaha napas volunter.
26
Indikasi: Karakeristik mode control sebagai berikut:
a. Sering digunakan untuk pasien yang a. Start/ trigger berdasarkan waktu
fighting terhadap ventilator terutama
saat pertama kali memakai ventilator. b. Target /limit bia volume atau pressure.
b. Pasien tetanus atau kejang yang dapat c. Cycled bisa volume ataupun time/preessure
menghentikan hantaran gas ventilator (bila volume atau pressure sudah tercapai
seperti yang ditentukan, inspirasi berhenti
c. Pasien yang sama sekali tidak ada menjadi ekspirasi)
trigger napas (cidera kepala berat)
d. Baik pressure/volume, RR dikontrol oleh mesin
d. Trauma dada dengan gerakan paradox.
27
2) Assisted mode
Ventilasi assist-control adalah ventilasi control yang digunakan saat pasien sudah
memiliki napas spontan (assist).
Pasien dapat memicu pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun volume
pressure atau tekanan tetap diberikan pada tiap napas. Dengan mode ini, tiap napas
(pemicu waktu ataupun pasien) merupakan pernapasan yang diatur.
Pemicu dari pasien timbul karena ventilator sensitif terhadap tekanan atau perubahan
aliran pada saat pasien berusaha untuk bernapas.
28
3) SIMV Mode (Syncronized Intermittent Mandatory Ventilation)
Mode ini mengkombinasikan periode ventilasi assist-control dengan periode pernapasan
spontan pasien, dimana ventilator memberikan napas kontrol namun membiarkan pasien
bernapas spontan di antara napas control tersebut.
Contoh :
Jika setting SIMV rate 6, berarti siklus SIMV = 60 : 6 = 10 detik
Jika RR pasien 20, maka Ttotal pasien (periode SIMV ) = 60 : 20 = 3 detik. Periode SIMV
dibuat sama dengan pola napas pasien, dengan cara menghitung dahulu pola napas
pasien.
Tujuan Pressure Support ini bukan untuk memperkuat volume tidal, namun untuk
memberikan tekanan yang cukup untuk mengatasi resistensi yang dihasilkan pipa
endotrakeal dan sirkuit ventilator. Tekanan inflasi antara 5 sampai 10 cmH2O cukup
baik untuk keperluan ini (Marino, 2007).
29
Karateristik mode ini:
Pada mode ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk
menerima gas yang diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus untuk
membuka bila tekanan udara di atas tekanan atmosfir.
CPAP harus dibedakan dengan PEEP spontan. Pada PEEP spontan, tekanan negative
jalan napas dibutuhkan untuk inhalasi. PEEP spontan telah digantikan oleh CPAP karena
dapat menurunkan kerja napas. CPAP dapat meningkatkan FRC dan memperbaiki
oksigenasi. Dalam mode ini diterapkan selama inspirasi dan ekspirasi (Marino, 2007).
30
9. Traubleshooting
Permasalahan yang mungkin terjadi saat penggunaan alat ventilator dan cara
mengatasainya yaitu:
31
10. Weaning
Menurut Sabiston (2011), secepat mungkin pasien dengan ventilasi mekanik
direncanakan penyapihan dari ventilator. Proses untuk mencapai hal itu adalah dengan
mengoreksi penyebab gagal napas, mencegah komplikasi, dan mempertahankan fungsi
fisiologi dan psikologi.
32
Kriteria kesiapan proses weaning
a. Pasien bangun dan sadar
b. Hemodinamik stabil, resusitasi akurat,
tidak membutuhkan supportvasoaktif
c. AGD dalam batas normal atau sesuai
dengan kondisi pasien: PCO2 acceptable;
pH 7,35-7,45; PO2> 60 mmHg (dalam O2
ruangan); SaO2> 92%
≤
d. FiO2 40%
≤
e. PEEP 5cmH2O
f. RR 15-25x/ menit
g. Tidal volume 5-7 ml/ kgBB
h. Minute volume 5-10 L/ menit
i. Rontgen thorax terakhir perbaikan
j. Tidak ada suara napas tambahan
abnormal
k. Elektrolit dalam batas normal
l. Hematokrit >25%
m. Temperatur36-38ºC
n. Management nyeri/ ansietas dan agitasi
adekuat
o. Adekuat sedasi dan analgetik
p. Tidak ada residu dari obat
neuromuscular blockade
q. Tidak ada distensi abdomen
33
11. Komplikasi
Menurut Hudak & Gullo (2010) komplikasi ventilasi mekanik invasive yaitu:
1) Barotrauma
Hal ini disebabkan tekanan alveolar maksimal yang tinggi, volume tidal yang besar dan
shear injuri. Shear Injury disebabkan karena peristiwa “kolaps dan ekspansi kembali
alveoli” yang terjadi berulang-ulang dan adanya ketegangan pada interfase antara
alveoli yang kolaps dan mengembang. Hal ini mengakibatkan pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumoperikardium, surgical emphysema dan acute lung injury.
Puncak tekanan alveolar ditentukan oleh volume tidal dan PEEP.
2) Gas traping
Terjadi apabila tidak tersedia waktu yang cukup bagi alveoli untuk mengosongkan diri
sebelum napas berikutnya dimulai, dengan demikian hal tersebut lebih mungkin terjadi
pada pasien dengan peningkatan resistensi aliranudara (asma, PPOK), pada kondisi
dimana waktu untuk inspirasi memanjang (dan karena itu waktu ekspirasi relative lebih
singkat) atau saat frekuensi pernapasan tinggi (waktu ekspirasi absolut lebih pendek).
Gas trapping menyebabkan hiperinflasi progersif dari alveoli dan kenaikan progresif
tekanan akhir ekspiras (dikenal sebagai PEEP intrinsik).
3) Toksisitas oksigen
Manusia dengan paru normal kemudian diberi ventilasi dengan dengan
oksigenkonsentrasi tinggi akan mengalami Acute Lung Injury. Hal ini disebabkan efek
toksik oksigen konsentrasi tinggi. Meskipun paparan yang berkepanjangan parumanusia
dengan oksigen konsentrasi tinggi (Fio2 > 0,5) seharusnya dihindari, bila memungkinkan.
34
4) Efek kardiovaskular
(a) Preload
Tekanan positif intrathorak yang tinggi mengurangi aliran balik vena (venous return).
Efek ini diperparah oleh tekanan inspirasi yang tinggi waktu inspirasi yang panjang dan
PEEP.
(b) Afterload
Ventilasi tekanan positif akan menurunkan tekanan di dalam ventikel dan tentunya
afterload, karena ventilasi tekanan positif menaikkan tekananintra pleura.
(c) Curah jantung
Penurunan preload akan menurunkan curah jantung, sedangkan penurunan afterload
akan cenderung meningkatkan curah jantung. Hasil akhir tergantung pada
kontraktilitas dari ventrikel kiri. Umumnya, ventilasi tekanan positif akan mengurangi
akan mengurangi curah jantung pada pasien dengan kontraktilitas normal, namun akan
meningkatkan curah jantung pada pasien dengan penurunan kontraktilitas.
6) Infeksi
Pneumonia nosokomial adalah komplikasi umum pada ventilasi mekanik. Upaya keras
penting untuk mencegah kontaminasi dari pipa endorakeal, kateterpenghisap dan
sirkuit ventilator.
7) Airway: edema laring, trauma mukosa trakea, kontaminasi saluran napas bawah
hilangnya fungsi kelembaban pada saluran napas atas.
35
12. Hal-Hal yang perlu Diperhatikan
Yang perlu diperhatikan saat pasien menggunakan ventilator adalah:
1) Pemasangan awal alat ventilator, sterilisasi alat dan kelengkapan alat,
sambunganoksigen udara, dan pengaturannya.
2) Sistem alarm. Perawat harus berespon terhadap setiap alarm, alarm tidak boleh
dimatikan, ditinggikan atau diturunkan.
4) Selang sirkuit ventilator harus selalu dijaga dari kemungkinan terlepas, tertekuk,
bocor atau tersumbat. Kadang dalam waktu lama selang dapat berisi cairan yang akan
mengganggu aliran udara.
5) Endotrakeal tube, selalu evaluasi tekanan balon ETT dari kebocoran. Perhatikan
plester agar ETT tidak tergeser atau terlepas karena pasien yang berkeringat,
plester basah atau penderita yang selalu bergerak mengakibatkan ETT mudah
berpindah. Hindari tergigitnya ETT dengan memasang pipa orofaring (guedel). Ganti
ETT tiap 1- 2 minggu. Pembilasan ETT dapat dilakukan dengan memasukan NaCl 0,9% di
dalam ETT untuk mengencerkan lendir/slem, sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan,
ganti sirkuit alat setiap 1-3 hari, jaga kebersihan mulut penderita dengan
membersihkan gigi dan rongga mulut tiap pagi dengan cairan antiseptik khusus dimulut.
36
7) Kalibrasi.
Kalibrasi ventilator adalah tindakan pengecekan fungsi internal ventilator (oksigen
sensor, flow sensor, dan test kebocoran).
Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi dan keakuratan ventilasi mekanik sebelum
digunakan kepada pasien sehingga keselamatan dan keamanan pasien dapat dijaga.
Pada umumnya kalibrasi dilakukan sebelum alat digunakan. Adapun cara kalibrasi setiap
ventilator berbeda-beda tergantung jenis ventilatornya dan komponen-komponen yang
ada pada ventilator. Beberapa ventilator di lengkapi dengan kompressor sehingga
tidak membutuhkan medical air, tapi ada juga ventilator yang tidak dilengkapi dengan
kompressor sehingga harus terhubung dengan medical air pada saat di operasikan.
Kalibrasi oksigen sensor adalah kalibrasi alat untuk mengukur apakah kadar oksigen
yang diberikan mesin sudah sesuai dengan yang disetting. Kalibrasi flow sensor adalah
kalibrasi alat untuk mengukur aliran flow yang dialirkan mesin sudah sesuai yang di
setting. Kalibrasi test kebocoran adalah kalibrasi yang dilakukan alat untuk melihat
apakah ada kebocoran disepanjang sirkuit atau selang mulai dari masin sampai kepada
pasien. Ketika semua kalibrasi sudah dilakukan maka ventilator dapat digunakan.
Kalibrasi dilakukan ketika:
37
Macam-Macam Ventilator
Servo 300
American Thoracic Society. (2020). Man agingThe Intensive Care Unit (ICU) Experience: A Proactive
Guide for Patients and Families. Diakses dari
https://www.thoracic.org/patients/resources/managing-the-icu- experience.pdf pada 01 Mei 2021
Burden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing. USA, Mosby Elsevier
Carles, G. Jr. (2010). Traceostomy: Why, when, how. Journal Respirator Care.
Chulay, M & Burn, SM. (2010). AACN Essential Of Critical Care Nursing (2ⁿd ed).
Dina, N. (2015). Proporsi Komplikasi Trakeostomi Dan Faktor Faktor Yang Berhubungan Di
Departemen THT-KL RSUPN Cipto Mangunkusumo Periode 2011-2013.Tesis Universitas Indonesia.
Jakarta:FKUI
Fredianto, K.D. (2016). Pengaruh Waktu Pengukuran Tekanan Cuff Endotracheal Tube (ETT)
Terhadap Efektifitas Waktu Pengukuran Pada Pasien Dengan Airway Definitif Di ICU RSUD PROF. DR.
Margono Soekarjo Purwokerto. Diakses dari KURNIAWAN DEDI FREDIANTO COVER.pdf (ump.ac.id)
pada 28 Mei 2021
Grasselli et al. (2020). Baseline Characteristics and Outcomes of 1591 Patients Infected With SARS-
CoV-2 Admitted to ICUs of the Lombardy Region, Italy. Diakses dari
https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2764365 pada 01 Mei 2021.
Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Kurdani, R.,(2017). Konsep Dasar Ventilasi Mekanik. Diakses tanggal 1 mei 2021 dari
https://www.academia.edu/37854492/RESUME_KONSEP_DASAR_VE NTILASI_MEKANIK
Marino, P.L. (2007). The ICU Book. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.
Marshall et al. (2017). What is an intensive care unit? A report of the task force of the World
Federation of Societies of Intensive and Critical Care Medicine. Diakses dari
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27612678/ pada 01 Mei 2021
Morton, P.G. & Fontaine, D.K. (2009). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia,
Lippincott William & Wilkin. Volume 1.
Parli. (2018). Analisis praktik klinik keperawatan pada pasien Stroke haemoragik terpasang
ventilator mekanik Dengan intervensi inovasi humidifikasi dan manajemen Cuff terhadap perubahan
status hemodinamik di ruang cu rsud abdul wahab sjahranie samarinda. Diakses dari
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/875/KIAN.pdf?sequ ence=1 pada 29 Mei 2021
Peate, I., dan Nair, M. 2011. Fundamentals of Anatomy and Physiology For Student Nurses. UK:
Blackwell Publishing Ltd.
PP HIPERCCI (2021). KEPERAWATAN INTENSIF KOMPREHENSIF. Materi
pelatihan Edisi pertama. Jakarta: pengurus pusat himpunan perawat kritical care Indonesia.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Sabiston, David. (2011). Buku Ajar Bedah Sabiston (alih bahasa : Andrianto P&Timan I.S) , 2011.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins
Suwarsono dkk.,(2020). DESAIN MEKANIK UNTUK VENTILATOR SISTEM KENDALI ADAPTIF. Jurnal
ISSN (Online) 25276050
http://researchreport.umm.ac.id/index.php/sentra/article/view/3940/3816 diakses pada 2 Mei
2021
Tabrani, R., (2010). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media
Temple, Jean S. dan Johnson, Joyce Y. (2010). Buku saku prosedur klinis keperawatan. Alih bahasa:
Esty Wahyuningsih, dan Devi Yulianti. Edisi
5. Jakarta: EGC