D. Contoh penggunaan HR Metric dalam rekrutmen di Kemenkeu yaitu cost per hire,
Metric ini mengukur berapa biaya rata rata yang dikeluarkan untuk posisi yang di hire.
Semakin tinggi biaya perekrutan, tentu makin tidak efisien. Dengan menggunakan metric
ini, perekrut bisa menjaga efektifitas dari cost yang dikeluarkan dari setiap kali melalukan
proses hiring. Pengeluaran yang bisa dikurangi costnya menjadi penting untuk efisiensi
cost per hire. Rumusnya:
(TOTAL SELURUH BIAYA YANG DIKELUARKAN / TOTAL KARYAWAN YANG DI
REKRUT)
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
2. A. Analisa cost benefit program pelatihan tergantung dari tujuan umum pelatihan yang
ingin dicapai apakah penambahan pengetahuan dan wawasan atau peningkatan
keterampilan atau perubahan sikap peserta maupun tujuan lain yang ditetapkan.
Penentuan tujuan tersebut berdampak pada perancangan program terkait dengan
materi, instruktur, dan lamanya pelatihan.
Pelatihan dengan tujuan perubahan sikap dan peningkatan keterampilan berjangka
waktu lebih lama dibandingkan pelatihan untuk perluasan wawasan. Di sisi lain lokasi
atau tempat penyelenggaraan pelatihan akan berdampak pada biaya perjalanan dan
akomodasi baik bagi instruktur maupun peserta. Lokasi yang jauh dari tempat kerja dan
penyelenggaraan di hotel/ wisma/gedung yang mewah tentunya membutuhkan biaya
yang mahal dan lebih besar dibandingkan pelatihan di tempat kerja. Materi dan
peralatan belajar dengan konten dan kemasan yang berkualitas tentunya juga menyita
biaya besar. Demikian pula dengan instruktur, semakin profesional dan berkualitas,
honor yang dibayarkan lebih mahal. Oleh karena itu, auditor harus mendapatkan data/
informasi yang rinci terkait dengan perhitungan setiap item penilaian.
dari pemaparan pada tabel, didapatkan informasi bahwa setelah menjalani pelatihan
tersebut terdapat peningkatan keuntungan ditandai dengan peningkatan kualitas panel,
keteraturan area pabrik, penurunan tingkat kecelakaan setelah pelatihan senilai
Rp2.208.000.000,-. Dengan total biaya pelatihan mencapai Rp328.360.000,-, maka ROI
pelatihan sebesar 6.7%. Namun sebenarnya dalam tabel tersebut terdapat beberapa
biaya yang sebenarnya dapat ditekan lebih sehingga total biaya pelatihan dapat
diturunkan dan meningkatkan ROI Pelatihan. Beberapa biaya seperti fringe benefit,
biaya material, biaya refreshment, top manajemen time dan dukungan umum
perusahaan, dapat dihilangkan atau dikurangi didasarkan pada tingkat kepentingan
dalam pelatihan tersebut.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
B. Pelatihan tersebut dilakukan di sebuah hotel yang berlokasi dekat dengan pabrik,
program pelatihan dirancang oleh konsultan dan menggunakan videotape dan instruktur
pelatihan juga dari lembaga konsultan. Pelatihan tersebut terbukti meningkatkan
keuntungan perusahaan dengan ROI pelatihan sebesar 6,7%. Menurut kesimpulan yang
dapat saya Tarik, pelatihan tersebut efektif dalam meningkatkan kinerja perusahaan
namun kurang efisien karena dalam pelatihan tersebut terdapat beberapa biaya yang
seharusnya dapat ditekan atau tidak dikeluarkan, terlebih juga pelatihan tersebut
mengorbankan operasional perusahaan dengan tetap memberikan gaji peserta (tidak
bekerja selama pelatihan) sehingga beban perusahaan semakin besar. Seharusnya
pelatihan tersebut dibuat secara berkala dengan operasional perusahaan yang tetap
dapat berjalan tidak terganggu dengan pelatihan.
1.
2.
3. A. Berdasarkan temuan/bukti yang diperoleh selama audit berlangsung, ditemukan
beberapa fakta diantaranya:
a. Untuk perencanaan bahan baku dimana sebagian besar masih diimpor masih
sering meleset dari kebutuhan, terlebih juga kedatangan bahan baku tersebut
seringkali terlambat sehingga produksi kain menjadi tidak maksimal (hanya 90%
dari pesanan).
b. Supervisoryang memerintahkan produksi untuk terus berjalan dengan
menggunakan bahan baku yang ada terlebih dahulu di pabrik sehingga terjadi
penumpukan persediaan bahan non sutra.
c. Jadwal pemeliharaan yang tidak tertib sehingga menyebabkan mesin produksi
bermasalah dan tidak siap ketika akan digunakan.
d. Jadwal produksi yang berlangsung terus menerus tidak didasarkan pada
pemesanan termasuk pemesanan yang sifatnya mendadak sehingga berakibat
pada tertunda waktu pengiriman.
e. Jadwal penerimaan bahan baku dan perbaikan mesin tidak sesuai dengan
pemesanan dari pelanggan sehingga produksi terlambat.
Berdasarkan fakta tersebut diatas, terlihat beberapa kelemahan dalam produksi pada
Pabrik PT Serat Sutera diantaranya:
a. Perubahan jadwal produksi yang belum mempunyai SOP atau juknis sebagai
dasar pelaksanaan produksi ketika terdapat perubahan pesanan
b. Kurangnya ketaatan bagian prosuksi, purchasing bahan, dan pemeliharaan
yang tidak comply dengan jadwal yang sudah dibuat.
c. Bagian pemeliharaan mesin yang tidak tertib melaksanakan jadwal
pemeliharaan sehingga berakibat pada keterlambatan produksi.
Sebagai perushaan perseroan terbatas sudah sepantutnya PT Serat Sutera memiliki
SOP yang jelas dan ditaaati oleh seluruh staf, supervisor, maupun level manajer
diatasnya. SOP yang belum ada untuk kejadian insidentil seperti SOP
penambahan/perubahan produksi juga menjadi prioritas untuk disusun mengingat
banyak pesanan pelanggan yang sering berubah-ubah.
Selain itu perusahaan juga seharusnya membuat jadwal produksi yang didasarkan pada
rencana pemesanan dan penjualan, yang mana akan terhubung dengan rencana
pengiriman yang terjadwal.
Selain itu perusahaan juga harus membuat rencana/mekanisme penyesuaian ditiap
bagian produksi, purchasing bahan, pemeliharaan, dan juga pengiriman untuk
mencegah keterlambatan produksi dan pengiriman.
Kondisi:
1. Perencanaan kebutuhan bahan baku perusahaan (terutama untuk produk berbahan dasar sutra
yang masih diimpor) sering tidak tepat, sehingga kedatangan bahan baku sering terlambat. Dari
catatan penerimaan bahan baku 2006 rata-rata terjadi kekurangan bahan baku sebanyak 15% dari
kebutuhan produksi, sehingga proses produksi hanya mampu mencapai kuantitas 90% dari produk
yang dibutuhkan untuk memenuhi pesanan pelanggan sesuai jadwal pengiriman yang ditetapkan.
2. Karena proses produksi harus terus berjalan, supervisor memerintahkan untuk memproduksi
terlebih dahulu produk yang bahan bakunya tersedia di lokasi pabrik, walaupun belum waktunya
diproses, yang menyebabkan terjadinya penumpukan persediaan rata-rata sampai 15% untuk
produk non sutra.
3. Jadwal pemeliharaan mesin tidak selalu tepat dengan jadwal penggunaannya, sehingga pada
saat beberapa komponen mesin dibutuhkan sering belum siap karena masih diperbaiki, yang
berakibat terjadinya waktu tunggu rata-rata 1 jam setiap hari.
4. Jadwal produksi tidak disesuaikan dengan terjadinya pemesanan dari pelanggan yang sifatnya
mendadak, sehingga belum termasuk dalam jadwal produksi yang telah ditetapkan, yang
menyebabkan tertundanya pengiriman barang yang terjadwal rata-rata 2 hari untuk setiap
pesanan.
5. Jadwal penerimaan bahan baku dan perbaikan fasilitas produksi tidak disesuaikan dengan
terjadinya perubahan pesanan dari pelanggan, yang menyebabkan terhambatnya proses produksi
rata-rata 18 jam dalam seminggu.
Kriteria:
1. Jadwal produksi disusun berdasarkan rencana penjualan, yang secara ketat menghubungkan
rencana pengiriman barang dengan jadwal produksi setiap jenis produk.
2. Jadwal produksi harus mampu meminimalkan:
(a) Biaya persediaan, di mana persediaan maksimum 5% dari produksi setiap bulan untuk setiap
jenis barang,
(b). Biaya penyetelan atau setup mesin,
(c). Upah lembur, dan
(d). Pengangguran sumber daya.
3. Jadwal produksi harus terintegrasi dengan:
(a). Jadwal penerimaan bahan baku; bahan baku sudah tersedia dan siap di lokasi pabrik 6 jam
sebelum proses produksi dimulai,
(b). Pemeliharaan fasilitas produksi; mesin selalu dalam keadaan siap untuk dioperasikan,
(c). Pengiriman barang; barang jadi dikirim paling lambat 7 hari kerja sejak pesanan diterima.
4. Jadwal produksi harus mampu mengoptimalkan tingkat penggunaan kapasitas produksi.
5. Jadwal produksi harus selaras dengan jadwal pada fungsi-fungsi yang lain.
6. Perusahaan harus memiliki pedoman tertulis tentang perubahan jadwal produksi yang
diakibatkan oleh adanya tambahan (perubahan) pesanan pelanggan, agar tidak mengganggu
rencana produksi dan pengiriman yang telah terjadwal.
Penyebab:
1. Beberapa kali terjadi keterlambatan pemenuhan pesanan
2. Saat beberapa komponen mesin dibutuhkan dalam proses produksi sering belum siap karena
masih diperbaiki
3. Perusahaan tidak (belum) memiliki pedoman tertulis sebagai dasar untuk melakukan perubahan
jadwal produksi jika terjadi tambahan (perubahan) permintaan dari pelanggan.
4. Tidak ada mekanisme penyesuaian (cross check) program antara bagian produksi, pembelian
bahan baku dan pemeliharaan fasilitas produksi untuk mencegah terjadinya keterlambatan
produksi.
Akibat:
1. Laba menurun selama 2 tahun terakhir secara signifikan
2. Pengiriman barang yang terjadwal tertunda rata-rata 2 hari untuk setiap pesanan
3. Proses produksi terhambat rata-rata 18 jam dalam 1 minggu
4. Terjadi pembatalan pesanan dan beberapa pelanggan di kawasan Timur Tengah menunda
pembayaran sebagai jaminan bahwa perusahaan akan memenuhi pesanan berikutnya.
5. Proses produksi hanya mampu mencapai kuantitas 90% dari produk yang dibutuhkan untuk
memenuhi pesanan pelanggan sesuai dengan jadwal pesanan yang telah ditetapkan.
6. Pasar dalam negeri mengalami penurunan sebesar 7,5% dari volume penjualan tahun lalu
yang mencapai 525 miliar
Audit yang dilakukan hanya meliputi keterlambatan proses produksi dan pengiriman untuk periode
dua tahun terakhir. Audit mencakup penilaian atas kecukupan sistem pengendalian manajemen
proses produksi, personalia dalam proses produksi, dan aktivitas setelah proses produksi.