Anda di halaman 1dari 49

Nama : Ginna G.

Runtulalo
Nim : 201941456
Mata Kuliah : Teologi Kontekstual
Dosen : Pdt. Dr. Denny Adri Tarumingi. M.Pd.K
Kelas : Selasa 15.00-16.45 ( Tunda Jam 19.00-20..45)

Bab I
Asal Usul Leluhur

Dari Pulau Jawa ke Minahasa ● Kema ● Rawa ● Lembeh Bangka ● Perompak Likupang ●
Pulau-Pulau ● Gunung ● Sungai ● Asal Penduduk ● Sejarah

Tujuan perjalanan saya ialah bagian paling utara Sulawesi, sebuah pulau yang bentuknya
agak ganjil. Bukan maksud saya mengundang para pembaca mengikuti perjalanan yang saya
lakukan, melainkan ingin mengisahkan perjalanan dengan sarana transportasi pribumi,
perahu, yakni alat trasnportasi kuno yang hampir terlupakan di Nusantara. Kini saya berada
pada garis Lintang Utara, sama dengan letak Kema di depan Minahasa.
Waktu itu adalah bulan April, saat peralihan musim atau pancaroba. Peralihan dari musim
kemarau ke musim hujan hanya saja ditandai oleh hujan yang lebat dan petir. Pertanda inipun
tidak memperlihatkan keteraturan musim. Musim hujan dimulai pada bulan Oktober berakhir
pada bulan April, tetapi batas-batas waktu itu tidak begitu pasti.
Kami langsung masuk ke Manado, dan tidak singgah di Pelabuhan Kema, dengan
mengelilingi Pulau Lembeh. Pulau itu adalah pulau pertama yang ingin kami jumpa di dekat
pantai Manado. Pulau Lembeh terletak di sebelah timur laut Kema, dan luasnya hampir sama
dengan Ternate. Selain kaya akan kayu, pulau ini menjadi penting karena menghasilkan
sarang burung. Kegiatan mengumpulkan sarang burung adalah pekerjaan yang berbahaya
karena dekat tebing-tebing tetapi orang tetap menjaga tempat itu agar tidak dicuri orang.
Penangkaran burung ini menjadi milik bersama daerah Likupang dan Manado. Selain di
tempat tersebut, sarang burung terdapat pula di Belang dan Sangi.
Pulau Lembeh sudah dilalui. Sekarang dilanjutkan menuju Pulau Bangka. Tempat ini
merupakan daerah pengasingan untuk penderita kusta yang jumlahnya cukup banyak di
daerah Minahasa. Tetapi kebanyakan penderita tidak mau tinggal di Pulau Bangka sehingga
mereka mencari tempat pengasingan sendir-sendiri. Ketidakamanan Pulau Bangkalah yang
merupakan alasan utama para penderita itu berpindah, disamping itu juga karena letaknya
yang terpencil sehingga menyulitkan tenaga medis menyalurkan bantuan.
Di Pantai Bangka sering terjadi pemberontakan yang dilakukan orang Mindanao. Para
pemberontak ini meresahkan penduduk karena mereka sering datang tiba-tiba lalu pergi
begitu saja tanpa meninggalkan apapun kecuali kerusakan dan kehancuran. Mereka tau
mempergunakan kesempatan. Mereka menyerang sdengan gerak cepat, dan siapa yang tidak
sempat melarikan diri akan ditawan. Mereka dipaksa bekerja keras namun jarang diberi
makan. Perampok tersebut memanfaatkan orang Minahasa yang tertawan sebagai mata-mata
dan menguasai mereka sedemikian rupa sehingga mereka tidak dapat melarikan diri.
Di lihat dari laut atau Likupang, Puulau Bangka sangat indah. Pulau itu memberi
pemandangan serangkaian gunung yang indah. Sebagian besar Pulau ini ditumbuhi oleh sagu
yang kebanyakan terdapat di daerah rawa yang berair banyak. Konon katanya di Pulau ini
kaya akan babi, sejenis babi Belanda. Jenis babi ini tidak asing di Minahasa.
Minahasa menarik karena bukit-bukit dan gunung-gunungnya yang seakan-akan bermunculan
dari permukaan laut. Daerah ini hampir tidak mempunyai pantai yang luas. Dimana-mana di
atas permukaan laut menjulang gunung. Karena itu saya lebih suka menyebut daerah
Minahasa sebagai daerah yang seluruhnya terdiri dari pegunungan. Sepintas lalu tidak ada
keteraturan di daerah yang mengarah ke pegunungan, tetapi pengamat yang cermat akan
melihat adanya keteraturan. Orang dapat melihat jelas naiknya dataran di timur laut serta
kemiringan di sebelah barat laut dan tenggara.
Menjulangnya gunung, curamnya tebing, dan terjalnya tepi kawah memberi petunjuk
mengenai asal usul daerah yang bersifat vulkanis. Sebagian gunung terjadi karena
terbentuknya polip di dataran rendah yang membelah di sebelah bukit karang di sebelah utara
Manado, di selat Bangka, dan di beberapa tempat sepanjang pantai utara.
Sesungguhnya di daerah ini terdapat hgunung berpanorama indah, yaitu Gunung Klabat
(1.380 meter). Bentuk Gunung Klabat menyerupai keruncut dan separo ketinggiannya
ditumbuhi sejumlah tanaman. beberapa orang mengatakan bahwa Gunung Klabat ini
sewaktu-waktu masih dapat memperlihatkan kekuatan yang tersimpan di dalam perutnya
yang se waktu-waktu akan di keluarkan.
Ada pula Gunung Dua Saudara yang di anggap sebagai dua penjaga yang setia. kedua gunung
yang berdiri di tepi laut itu bagai seorang anak yang mengabdi kepada ayahnya dan seorang
ayah pelindung puteranya. Tinggi gunung ini mencapai 923 meter. Menurut cerita rakyat
Minahasa, gunung itu tergenang pada waktu terjadi pasang besar. Karena air pasang itu,
beberapa gunung kehilangan nama. Salah satunya adalah Gunung Masarang yang terletak di
antara Tondano dan Tomohon. Pada saat air pasang, gunung itu meninggalkan sebuah bentuk
yang menyerupai jengger ayam. Ada juga gunung lain yaitu Gunung Tampusu yang terletak
di daerah Sarongsong. Gunung Tampusu ini memiliki tinggi 1.119 meter. Saya hanya
menyebut gunung yang menonjol saja, tidak semua. Selain Gunung Klabat, Gunung Dua
Saudara, ada Gunung Empung, Mahawu, Lokon, Tampusu, Lengkoan, Kaweng, Kalelondei,
Soputan, dll. Kebanyakan gunung tersebut menunjukan aktivita, bahkan ada yang sangat aktif
dan menyebabkan gempa bumi.
Kaya akan Gunung, air pun melimpah, itulah Minahasa. Dimana-mana terdapat air, bahkan
melimpah. Ratusan sungai kecil melintas memotong jalan-jalan. Kadang-kadang terdengar
gemercik air di sebuah danau kecil, deru aliran sungai yang deras, dan deru air terjun. Di luar
Selat Bangka ada sejumlah pulau kecil yang terpencar-pencar. Ada Pulau Ganga, Tindila,
Talise, Lihaga, Kaburuhan, Nain, Siladen dan Bunaken. Menurut cerita, di daerah itulah
berdiri pemukiman yang pertama.
Keadaan serupa berlaku juga untuk pulau yang lebih besar, yakni Manado Tua, sebuah Pulau
yang menyerupai kerucut dan menjulang di atas lautan. Menurut penduduk asli, pulau itu
disebut juga Bobantohe. Pulau-pulau di Utara Minahasa dulu agaknya pernah menyatu
dengan Kepulauan Sangih, dan lebih ke utara lagi dengan daratan yang lebih besar, yang
menurut cerita rakyat Sangihe adalah Filipina. Di Sangihe dan Bolang ada cerita tentang
bekas-bekas pemukiman, dan cerita itu tidak bertentangan dengan letak pulau serta posisi
gunung-gunungnya. Penamaan pulau yang sangat masuk akal berasal dari kata sangi, yang di
hubungkan dengan cerita berikut.
Pada masa lampau di Utara Pulau Sangihe, banjir besar memusnahkan daratan itu. Hanya
Sangi dan Pulau-pulau disekitarnya yang tertinggal. Musibah itu menyebabkan tangis yang
lama, karena itu pulau tersebut dinamakan Sangi. Cerita mengenai pasang besar itu
merupakan cerita yang sangat terkenal di Minahasa, bahkan nama gunung pun berkaitan
dengan cerita legenda tersebut.
Mengenai sejarah negeri ini, hanya ada beberapa catatan kecil, karena disini bukan disini
tempatnya untuk memberi uraian panjang lebar. Daerah ini pernah lama di bawah
pengawasan Sultan Ternate. Saat itu raja-raja Bolang mempunyai hubungan erat dengan
Minahasa dan membantu Minahasa melawan penguasa asing

Bab II
Masyarakat Dan Pemerintahan
Pelabuhan Manado ● Benteng Amsterdam ● Jalan dan Bangunan ● Kampung Cina ●
Kampung Islam ● Pasar ● Rumah Sakit Kusta ● Masyarakat

Teluk Manado terbentang di muka. Teluk ini benar-benar indah. Dari Tanjung Tateli di barat
Laut, ceruk itu menonjol ke dalam dengan lekukan yang halus. Lebih ke dalam lagi, Gunung
Empung membumbung bagai teater laut tanpa puncak yang menonjol, bersama Gunung
Lokon dan ketiga puncaknya. Pemandangan ini sangat mengesankan saat matahari naik.
Lekukan dan lembah tetap gelap, dan di sana-sini terisi awan, sedang bagian-bagian yang
lebih menonnjiol bermandikan sinar lembut si piring emas. Beberapa lokasi tempat asap
terlihat membumbung di tepi pantai, menunjukkan letak Kalasey dan Malalayang.
Penglihatan dapat mengembara lebih jauh melintasi barisan gunung yang bergelombang,
kebun-kebun kelapa yang dari jauh, melalui pantai dan kaki gunung, menghasilkan panorama
yang elok. Anda baru melihat sedikit bagian Manado.
Sekarang kami berada di jalan utama menuju Benteng. Bila kita berjalan melewati Benteng,
yang kita tinggalkan di sebelah kiri, melalui jalan sejajar pantai kita tiba di penjara yang baru.
Gedung itu indah dan kukuh. Kami melalui persimpangan yang mengarah ke bagian atas
kota, yang terletak lebih ke dalam, dan tiba di Gereja. Bangunan itu manis. Gereja ini dibuat
dari kayu dan seperti kebanyakan rumah disini, dibangun di atas panggung. Bagian dalamnya
lebih bersih dan tertata rapi. Bangunan ini mempunyai langit-langit melengkung dan sebuah
mimbar yang cukup besar, dan dipelihara dengan rapih.
Bila kita lebih jauh mengikuti persimpangan tersebut, disebelah kiri ada sebuah sekolah
Melayu milik pemerintah. Kami tinggalkan rumah itu dan sampai di Kampung Cina, lewat
suatu jalan agak sempit yang sangat berbeda dengan jalan-jalan lain yang kami lalui. Rumah-
rumah yang berhimpitan satu sama lain seperti di kota-kota besar di Eropa. Ditempeli tulisan-
tulisan Cina yang besar di atas pintu atau di mana ada tempat yang hanya cukup untuk itu.
Yang juga menarik adalah, kebanyakan orang Cina merokok, berbaring, atau berteriak di
jendela atau balkon.
Rumah ibadah dengan segala patungnya, besar dan kecil dalam citra orang Cina tetap
merupakan cita rasa yang terbaik. Namun, rumah ibadah disitu tidak dapat dibandingkan
dengan yang lain. Ibu-ibu Cina duduk sambil membasuh diri dan memandikan bayi mereka,
serta sesekali berendam bersama si bayi. Bila bukan keturunan Cina para wanita itu adalah
penduduk setempat. Tetapi di antara mereka yang merasa terhormat mempunyai ikatan
dengan orang Cina.
Untuk sampai di Kampung Islam, kami harus melalui jembatan besar yang melintasi Sungai
Manado, yang merupakan suatu karya besar tersendiri bila memperhatikan peralatan kerja
yang tersedia bagi si pembangun. Apabila kita berjalan dari Kewedanaan Manado melalui
Sinkil, tempat orang Bantik yang nanti akan dibicarakan melalui Sindulan, kita akan tiba di
Kampung Islam. Disana pengaruh Minahasa dalam penataan kampung dan pembagian
halaman sangat besar dan tidak dapat diingkari.
Ada dua pasar disini, satu untuk barang kering , lebih di khususkan untuk penjualan pakaian,
dan yang lain untuk barang basah, seperti ikan dan rempah-rempah. Di sana Anda dapatkan
pemandangan perdanganan kecil penduduk pribumi. Untuk para pembeli disini disediakan
sejumlah meja bambu, tempat barang dagangan dijajankan, dan bangku tempat para penjual
duduk ataupun berbaring.
Barang yang dijual adalah semua produk yang dihasilkan tanah daerah ini dan barang yang
didatangkan dari luar: nanas, pisang, ketimun, tembakau, cengkih, pala, lada, cermin, sisir,
sirih, pinang, kapur, sayur,ikan, pisau, garpu, gunting, jarum, benang, dan ikat pinggang.
Semua itu berbaur dengan berbagai macam makanan berlemak, kue dan nasi, atau ikan yang
telah dipotong-potong
Dulu, bagi orang Ternate berkunjung ke daerah ini merupakan wisata yang sangat
menyenangkan. Bahkan bukan hanya menyenangkan, karena paling sedikit mereka berada di
luar pengawasan sultan mereka, lagi pula mereka dapat berkunjung pula disini mereka dapat
bebas berkeliling kesana-kemari dengan kora-kora. Lebih jauh menyusuri pantai, tidak
banyak terlihat pemandangan Kampung Ternate yang menyenangkan. Di kejahuan tampak
daerah Sindulan yang terlindungi di belakang pohon kelapa dan pojhon buah-buahan lain.
Bila pepohonan itu tidak ada, dengan jelas anda dapat melihat perkembangan Kewedanaan
Manado dengan ibunya kota Manado. Perkembangan itu berbeda dengan perkembangan di
daerah lain di Minahasa.
Mulai dari tempat ini, pantai memiliki pemandangan yang lebih menawan. Di sana tumbuh
lebih banyak pepohonan, dan lekukan teluk lebih mencolok keluar. Seluruhnya lebih alamiah,
tanpa terlihat atap yang rusak dan membosankan, serta tanpa disela gubuk dan rumah yang
ditambal-tambal. Di tempat itu pula menjulang Gunung Tumpah yang bersih dan penuh
pepohonan. Di kakinya tersembunyi Tumumpah, lembaga penyakit kusta. Kami turun dari
kapal dan segera disambut oleh dua pengawas. Penyambut tertua memberikan jawaban yang
lengkap, bahkan lebih dari lengkap atas setiap pertanyaan. Ia adalah salah seorang yang
memiiki catatan sejarah dalam otaknya, dan bermalam-malam dapat memikat anda dengan
riwayat keluarga, cerita-cerita yang menarik pandangan. Dia adalah warga dunia pantai
Maluku. Pergaulannya dengan para penderita kusta yang harus ia awasi mungkin tidak akan
anda sukai.
Disini aspek perasaan kurang dihiraukan, dan para penghuni umumnya tidak pernah
mengeluh. Luka para penderita kusta dapat sembuh seluruhnya atau sebagian, dengan daun
hura crepitians brasiliesis. Anggota tubuh yang hilang (jari kaki atau tangan), jatuh karena
kering tanpa rasa sakit dan tanpa meninggalkan luka yang mengerikan. Penanganan medis
yang teratur sangat membantu meringankan para penderita, dan tinggal bersama di satu
kampung dengan perawatan yang benar-benar cermat membuat kehidupan mereka
menyenangkan. Rumah dari kayu, dengan dinding bambu yang sangat kukuh serta ditata
secara sehat dan baik. Setiap rumah dipisahkan oleh halaman dan dikelilingi oleh bermacam-
macam pohon buah. Mereka juga berkesempatan menanam tanaman untuk kebutuhan sendiri,
atau memelihara ayam. Disamping itu mereka mendapat beras, pakaian, sayur, dan ikan.
Di tempat lain mereka tidak akan mendapatkan pelayanan seperti itu. Tetapi bayangan akan
diasingkan adalah penyebab utama mengapa para penderita kusta lainnya di Minahasa
bersembunyi di rumah, kebun, atau hutan. Di kota kecil kadang-kadang terdapat suasana
yang kaku. Bentrok yang berawal dari dendam yang terpendam lama selalu terungkit
kembali, dan karenanya mudah terulang. Keadaan ini membuat hidup terasa pahit dan tidak
menyenangkan. Keadaan seperti ini tidak terjadi di Manado. Biasanya hal-hal yang kurang
menyenangkan atau kesalahpahaman akan berakhir dengan musyawarah, dan dengan
demikian persoalannya cepat selesai.
Letak Manado seolah-olah berada disudut bumi yang terjauh, tetapi komunikasi yang teratur
menghubungkan penduduk daerah ini dengan seluruh Kepulauan Nusantara dan dunia.
Manado adalah tempat tersehat di Minahasa. Manado bangga mempunyai sekolah dasar
berbahasa Belanda yang telah bertahun-tahun mendapat kehormatan dan terkenal sebagai
salah satu pendidikan terbaik di daerah itu. Kebanyakan penduduk Manado memeluk agama
Kristen, disamping ada beberapa penduduk pemeluk agama Islam yang bukan merupakan
penduduk asli Minahasa. Kristen sudah dikenal sejak lama. Dengan demikian Kristen sudah
ada sejak zaman Montanus dan Valentjin yang menerobos masuk ke daerah sangir dan
Manado. Anggota jemaat sesekali dikunjungi oleh pendeta.
Penduduk kepulauan Talaud merupakan penduduk yang paling terasing. Rakyat yang
jumlahnya kecil ini sebagian besar berada di bawah penguasaan Raja Sangi. Mereka adalah
warga yang suka membangkang. Orang Sangir dan Kekristenannya adalah yang menarik
untuk di ketahui. Sebagian besar penduduk Kepulauan Talaud masih animis, dan usaha
pertaama untuk mengkristenkan mereka belum sepenuhnya berhasil.
Untuk daerah Manado disediakan seorang kontrolir, yang memerintah kewedanaan Manado,
Eris, Tondano-Tulian, Tondano-Tuliambot, serta Tomohon, Sarongsong, Romboken, Kakas,
dan Langoan. Dibawah Amurang sekarang termasuk Sonder, Kawangkoan, Tompaso,
Tombasian, dan Rumoong. Dalam Bolaang dimasukkan pula Tonsawang, yang dulu berada
di bawah Amurang, lalu juga Pasan, Ratahan, dan Ponosakan. Kema tetap tidk berubah,
terdiri dari Tonsea, Likupang , Tombasian, dan Klabat Atas. Untuk pengawasan dan
keteraturang jalannya pemerintahan, organisasi ini sangat perlu dan tepat. Bila para pejabat
menggunakan kedudukan mereka dengan baik, yakni demi kepentingan penduduk, mereka
adalah pelindung bawahan mereka terhadap para kepala negeri yang sudah terlalu memeras
rakyat. Untuk pengawasan pembuatan jalan, jembatan, dan terutama untuk urusan
kebudayaan, keberadaan mereka di tengah penduduk diperlukan.

Bab III
Cakalele Dan Masyarakat Cina
Kedatangan Gubernur Jendral ● Persiapan Penyambutan ● Tarian pribumi dan Tari Perang
(Cakalele) ● Seni Lukis Cina ● Kunjungan ● Faedah Kunjungan
Kami telah menyaksikan keadaan Manado sehari-hari. Tentu akan menarik apabila dilukiskan
Manado dalam keadaan yang istimewa. Kami dapat kesempatan itu saat Gubernur Jendral
datang berkunjung. Orang-orang berlomba untuk menunjukkan kebolehan mereka untuk
memeriahkan seluruh rangkaian acara tersebut. Ratusan bendera dan umbul-umbul
berkibaran di sana-sini, ribuan lampu menyala, dan sejumlah gerbang di hias. Ada juga tarian
Cakalele. Pada tarian ini orang Minahasa yang lemah lembut dapat membringas seketika
seakan-akan mau memakan orang hidup-hidup.
Tarian ini merupakan tari dari Spanyol yang telah mengalami perubahan di Ternate dan
kemudian masuk ke Minahasa. Cakalele yang penyebutan asli dalam dialek Minahasa disebut
mahasasau. Menarik sekali mereka menantang musuh, mengejar, dan menghindari mereka.
Dengan satu gerakan ke kiri serta ke belakang, atau dengan lompatan menyerang, mereka
berteriak-teriak seolah-olah telah mengalahkan musuh. Semua itu seolah-olah berlangsung
dengan semangat bertempur atau berkelahi.
Sambil terus berjalan, akhirnya sampailah kami di perkampungan Cina. Orang Cina
mendirikan dua pintu gerbang yang bagus. Gerbang terbesar tersusun tiga, dengan atap yang
menjorok keluar membentuk spiral, yang diberi berbagai kain dan kertas seperti lazim
dipakai orang Cina. Berbagai karikatur dan patung kecil berupa makhluk mengerikan yang
mereka lukiskan, sedikitpun tidak dapat memuaskan cita rasa keindahan kami.

Bab IV
Mapalus
Perjalanan ke pegunungan ● Kuda di Minahasa ● Pagi di pantai ● Negeri Baharu ●
Jembatan ● Pekerjaan ladang ● Mapalus ● Pajak ● Penampilan orang Alifuru
Udara sejuk untuk bekerja menguatkan dan mengembirakan setiap orang bahkan mereka
yang lesu dan sakit. Tidaklah mengherankan bahwa disini juga banyak orang terlihat
memandangi gunung-gunung yang mengharapkan penyegaran. Orang-orang pun banyak
mengabadikan kesempatan itu, dan saya tidak percaya bahwa orang pernah mengeluhkan
perjalanan di daerah pegunungan. Mapalus diterapkan di perkebunan manakala orang
membuka, membersihkan, dan menanami lahan, serta menuainya. Bila mapalus akan dimulai,
dibicarakan dahulu jam mulai dan jam berakhirnya, karena setiap pemilik kebun harus
menyediakan makanan bagi setiap pekerja. Kadang-kadang dipilihlah seorang pengawas atau
kepala mapalus yang mengatur dan mengawasi para pekerja. Di Minahasa umumnya padinya
lebih halus dibandingkan dengan padi Jawa.

Bab V
Perkebunan Rakyat
Lota ● Penginapan ● Rumah ● Rumah jaga ● Pembagian waktu ● Jalan ● Pedati ●
Kebudayaan ● Kemajuan di Minahasa ● Pandanhan ke Manado
Lota adalah ibu kota Kewedanaan Kakaskasen. Nama kewedanaan Lini diambil dari nama
sebuah negeri yang merupakan bagian dari kewedanaan yang terletak di daerah pegunungan
ini, yang sebelumnya tentu juga merupakan ibu negeri. Di Lota berdiam wedana berpangkat
hukum besar yang mendiami rumah sendiri. Penginapanlah yang per tama-tama menarik
perhatian kami. Gedung seperti itu dapat ditemui di setiap ibu negeri. Bangunan tersebut
disediakan untuk residen, kontrolir, dan warga sipil yang sedang dalam perjalanan.
Penginapan di Lota tidak tergolong indah dan baik, tetapi masih lebih baik dari semua
pesanggrahan di Jawa. Kami perlu menaiki tiga anak tangga untuk dapat beristirahat di
serambi. Kebiasaan membuat rumah panggung tentu sangat baik untuk melindungi rumah itu
dari serangan rayap sekaligus melindungi penghuninya dari uap berbahaya yang keluar dari
tanah. Tetapi saya ragu, apakah per timbangan itu yang melahirkan kebiasaan tersebut. Yang
lebih mendasar adalah keterangan penduduk sendiri bahwa kebiasaan itu bersumber pada
dendam berkepanjangan dan perang-perang kecil yang dulu pernah dilakukan penduduk
sebagai akibat dendam. Untuk melindungi diri dari serangan malam, orang harus membuat
tempat tinggalnya jauh di atas tanah, dan pada malam hari tangga rumah diangkat ke atas.
Kadang kadang orang masih melilit tiang rumah mereka dengan ranting berduri dan
menancapkan batang-batang bambu yang berujung runcing ke dalam tanah. Tetapi semua itu
telah berlalu. Bila kami tidak merasa nik mat disuguhi cerita dari zaman dulu oleh seorang
lanjut usia, kami akan mengakhiri perjalanan di Minahasa tanpa menemukan jejak
peninggalan masa lampau.
Bagi rakyat, rumah jaga itu, apalagi dahulu, adalah tempat yang paling menyenangkan di
seluruh negeri, seperti tempat tukang besi di negeri saya. Di sana pada malam-malam
panjang, di dekat api yang menjilat-jilat, datang seorang tua yang dengan bersemangat
mengisah kan kebesaran para leluhur, cerita yang menghilangkan kantuk mereka yang
berbaring dan berjongkok. Di sana dapat Anda ketahui apa yang harus dilakukan demi
kemakmuran negeri atau tanah air! Di samping itu, di sana terdapat ahli administrasi negeri!
Anda dapat mendengar betapa pajak dan pekerjaan menekan mereka, dan bagaimana mereka
menyesalkan berlalunya masa lampau yang gemilang...! Itu semua barulah suatu permulaan.
Kejadian-kejadian di negeri, kewedanaan, dan tanah air, dengan tambahan di sana-sini,
dikemukakan pada kesempatan tersebut. Dengan penuh perhatian orang-orang duduk
mendengarkan untuk keseratus kalinya berbagai peristiwa penting yang dituturkan seorang
sersan dari tulungan, balabantuan dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Dengan mulut
menganga mereka mendengar cerita me ngenai kehebatan seorang remaja yang gagah berani
dan pernah melakukan beberapa perjalanan (sampai ke Jawa) melalui laut, tetapi
mengakibatkan bertambahnya kenakalan, dan sampai sekarang tetap tinggal berkeliaran. Atau
karena suatu kejadian, cerita atau komentar mereka masuk dalam gurauan, tawa mereka yang
terbahak-bahak tidak mudah ditenangkan kembali.
Dari Lota kami mendaki, dan kuda akan merasakan itu. Kami pergi bersama beberapa orang,
kalau tidak, perjalanan mendaki tak henti-hen tinya itu akan membosankan dan melelahkan.
Jalan mengelilingi kaki Empung. Jalan ini sudah lain dibandingkan dengan dua puluh tahun
lalu. Waktu itu jalan tersebut kadang-kadang mendaki dan terkadang menurun dengan curam.
Kondisi semacam itu tentu memberi variasi pada perjalanan. Tetapi saya anggap tidak wajar
jika menginginkan kembali jalan lama itu. Menemukan dan membuat jalan baru itu, yang
menurut penduduk sudah menjadi jalan lama, adalah karya besar Paepke Bulow. Ia
mendapatkannya dengan menyimak gemercik air sungai yang ia ikuti dengan susah, tetapi
yang kelak menentukan arah jalan tersebut. Itu adalah jalan besar pertama di Minahasa.
Dengan mengambil contoh dari usaha tadi, dibuatlah semua jalan besar. Dengan demikian
terbentuklah – pasti di bawah pemerintahan Residen Jansen-‘rangkaian jalan’ yang sekarang
terbentang di seluruh Minahasa Kebanyakan jalan itu dibuat di bawah pengawasan Paepke
Bulow. Dia menentukan para pengawas untuk jalan itu serta meng ajarkan para kepala negeri
dan rakyat membuat jalan, walaupun sesudah itu pembuatan jalan direncanakan dan
dilaksanakan oleh orang lain. Saya kira keterangan seorang residen yang pernah saya dengar
tidak keliru. Katanya, “Jalan-jalan di Minahasa adalah hasil karya Tuan Paepke Bulow.
Mungkin tidak semua ia kerjakan sendiri, namun ia telah mengajarkan orang Minahasa
membuat jalan.” Jalan yang kami tempuh sekarang lebar, kukuh, dan tidak curam. Untuk
penyaluran hasil bumi, selama bertahun-tahun jalan ini telah memberikan banyak jasa baik.
Jalan itu dibuat di tepi sungai di lereng gunung, dan di banyak tempat menimbulkan cukup
banyak kesulitan. Di kiri jalan mengalir sungai yang dalam, dan di seberang menjulang
pegunungan yang agak curam dan penuh tetumbuhan. Di sana-sini, karena banyak kelokan,
kami dapat melihat pemandangan jauh ke depan yang menyenangkan. Sesampai di kilometer
ke-10, di belakang kami terlihat pemandangan Gunung Klabat yang menyenangkan.
Kerucutnya tergambar tajam menjulang di lekungan langit biru. Di sebelah kanan ada lagi
gelombang pegunungan yang lebih rendah, dan di sebelah kiri, mendaki anak pegunungan
Tumpah, antara Manado dan Likupang bagai panggung laut. Sinar matahari menerangi
bagian-bagian yang terbuka, serta membagi keindahan yang lembut dan ramah kepada
bagian-bagian yang gelap. Tidakkah Anda merasakan citra kemuliaan Sang Pencipta?
Saya sudah mendengar bunyi yang menggantikan kesunyian perjalanan, walaupun itu bukan
lagu yang merdu. Setelah melewati tikungan, pasti akan kita lihat tanda-tanda industri dan
kemajuan di Minahasa. Di sana Anda dapati pedati penduduk pribumi. Pedati itu sekarang
dibuat sangat baik. Dahulu poros dan roda – kalau dapat dinamakan demikian berat dan kaku,
terbuat dari kayu. Rodanya dari balok yang diambil dari tunggul pohon. Bagian atas
kendaraan itu juga sama beratnya, tetapi kuat dan diberi atap agar hasil bumi yang diangkut
tidak kena hujan. Keduanya, poros dan roda, berputar bersama. Sekarang, dalam semua hal,
telah ditemukan banyak perbaikan. Dengan bantuan dan penyuluhan, terutama dari Penginjil
N.P. Wilken, orang mulai membuat poros besi yang tidak berputar sehingga hanya roda yang
berputar. Di samping itu, roda telah diberi ban besi yang berat. Penduduk pribumi segera
dapat melihat keuntungannya, dan karena Residen Jansen memerintahkan, tidak ada pedati
lain yang boleh dibuat kecuali mengikuti bentuk yang telah ditentukan. Orang langsung
melihat bahwa pembaruan kendaraan itu mengurangi kerusakan jalan. Kemudian orang juga
mendatangkan kendaraan dari Jawa, dengan roda biasa berikut pelek dan kisi-kisi, tetapi
kendaran ini umumnya kurang memenuhi syarat. Mungkin daya tahannya di pegunungan
kurang. Bunyi ciut-ciutan, teriak dan jerit pedati sebelumnya sangat tidak menyenangkan,
tetapi sekarang hal itu berkurang.
Itulah kemajuan besar yang telah dicapai. Pada masa lalu, semuanya barang bawaan
diletakkan di atas punggung kuda atau manusia. Kedua makhluk itu tentu tidak terlalu
senang. Residen Scherius, pada waktu lalu, sudah menyuruh membuat pedati untuk
mengangkut hasil bumi, khususnya kopi. Sebagai hewan penarik, dipakai sapi jantan. Dalam
beberapa tahun saja orang melihat di beberapa kewedanaan muncul banyak kendaraan seperti
itu. Penduduk pribumi pun belajar menjinak kan sapi jantan, melubangi hidungnya dan
melatihnya menarik pedati. Kendaraan tersebut terutama berguna untuk mengangkut kopi,
tetapi kadang-kadang juga beras. Sekarang kendaraan ini sudah digunakan untuk segala
macam keperluan, bahkan untuk melakukan perjalanan pen dek, sekali-sekali tidak kurang
dari sepuluh orang mengambil tempat di dalamnya. Di sana-sini tampak kendaraan kecil yang
ditarik kuda atau, bila tidak ada penarik lain, dipakai juga anjing atau bahkan manusia. Malah
di jalan-jalan ke kebun, orang dapat membawa muatan separuh perjalanan dengan kendaraan,
dan sekali-sekali mengangkat muatan atau kendaraan ke suatu ketinggian atau menariknya
dari lumpur.
Penanaman kopi di sini kurang mendapat tanggapan dan keengganan itu belum hilang sama
sekali. Hanya di beberapa kewedanaan – sudah sedemikian parahnya pemeliharaan kebun
yang telah dibuka dengan susah payah bergantung pada keinginan mereka. Dari segala
kemajuan yang akan dirasakan, hanya tuan-tuan residen dan kontrolir yang men dapat
kehormatan, karena perhatian seperti yang mereka berikan pada usaha pemeliharaan hidup ini
segera akan merana dan menghilang. Penanaman dan pengolahan kopi serta pemeliharaan
kebun kopi telah sampai pada tingkat yang dapat dijadikan contoh. Saya mendengar para ahli
menerangkan bahwa dalam hal ini Minahasa lebih maju dari Jawa, kecuali Priangan. Kebun-
kebun yang rapi dan teratur itu, yang tidak diseling tanaman lain, memberikan pemandangan
baris-baris lurus pohon kopi yang hanya diselingi walantakan atau dadap pada jarak tertentu
untuk melindungi pohon-pohon itu dari terik matahari. Sungguh indah. Di sini semuanya
teratur dan tertib. Tanah yang dengan penuh perhatian dipelihara dan dibersihkan
membuktikan bahwa tangan manusia dapat mempertahankan apa yang sekali telah ditanam
dalam keadaan yang baik. Hal seperti ini selalu ada di mana-mana, tetapi di sini orang lebih
banyak dapat memuji daripada menggerutu.
Banyak orang mempertanyakan apakah kopi memang memerlukan perhatian sedemikian
besar, dan terlebih lagi, apakah penjagaan kebersihan kebun, seperti yang dipahami di sini,
tidak lebih merugikan daripada menguntungkan. Saya mencoba tidak mengeluarkan suara
dalam perbedaan pendapat ini. Tetapi tidak dapat disangkal, bahwa pemerintahan terakhir –
Residen Bosch – banyak memberi penyuluhan mengenai hal ini. Di bawah pemerintahannya
dilakukan per cobaan untuk tidak membersihkan kebun seperti yang dilakukan sebelumnya.
Akibatnya, pohon-pohon kopi itu dikelilingi rumput dan hampir tidak ada buah yang terlihat.
Jadi, percobaan itu dapat dikatakan gagal.
Oleh rakyat peraturan itu disambut baik. Mereka merasa sangat tidak tertarik pada
penanaman kopi. Tanpa perhatian dan pengawasan pemerintah, usaha ini akan cepat berakhir.
Bahkan pemberian bibit kopi dengan Cuma-Cuma pun barangkali tidak memberi cukup
dorongan untuk membudidayakan tanaman ini, sebab dengan banyaknya pengawasan dan
persiapan pada penanaman kopi, rakyat tidak memperoleh keuntungan yang akan dapat
mereka nik mati. Di sini orang memetik kopi yang sudah dan belum masak ber samaan. Atau
lebih baik dikatakan, mereka membersihkan semua buah sekaligus dari tangkai dengan
menggundulinya. Di tempat lain, orang membiarkan buah itu jatuh sendiri dan membusuk.
Dan di tempat lain lagi, orang memetik dan membawa kopi itu pulang ke rumah, tetapi
membiarkannya membusuk. Apa yang telah mereka pelihara dan ker jakan sendiri dengan
susah payah, dengan keringat dan penuh perhatian, dapat dengan tak acuh dan sikap dingin
mereka biarkan rusak dan hilang sehingga membuat orang tidak sabar dan kecewa. Bila Anda
mem bicarakan hal itu, Anda akan menjadi korban kepedulian dan perhatian Anda sendiri.
Anda akan sedih karena berbicara dalam bahasa lain. Sedang mereka? Mereka akan heran
mengapa Anda memberi perhatian pada hal tersebut. Kadang-kadang saya iri pada mereka.
Bila saja saya dapat pada hal-hal yang akibatnya berada di luar kemampuan kami, maka
banyak hari sedih yang dapat saya lalui dengan perasaan agak lain. Tetapi saya tahu: dalam
kepasrahan mereka tidak ada kekuatan atau pun kebajikan. Itu adalah kecerobohan.
Kata orang, cara mengerjakan kopi di sini adalah cara Brazil, hanya bedanya, di sini orang
tidak mempunyai alat untuk pengerjaan besar-be saran, yang di sini kemungkinan untuk itu
juga kurang memadai. Buah yang baru dipetik dari pohon ditumbuk dalam lesung supaya
lembut, dan esok paginya dicuci dalam keranjang. Daging buahnya dibersihkan, lalu dijemur.
Jika kulit yang membalut bijinya cukup keras, kopi itu ditum buk dalam sebuah bakul rotan
berbentuk kerucut yang ditempatkan dalam lubang di tanah. Bakul tersebut dibungkus
gemutu dan ditempat kan dengan kuat di tanah. Pekerjaan ini dilakukan sebelum kopi sampai
pada kekeringan dan kekerasan tertentu. Sesudah itu kopi yang telah terkupas dikeringkan
kembali sampai sangat keras. Proses ini tidak sulit, menghindari kerugian dan pecahnya biji,
serta memberi kopi itu warna yang diinginkan. Jika kopi itu tidak mempunyai warna yang
diinginkan, pucat, keabu-abuan, atau hitam, itu disebabkan karena yang dipetik adalah buah
yang tidak masak, atau musimnya yang tidak mengun tungkan, atau kurang hati-hati ketika
mengeringkannya. Kopi Manado banyak dicari, dan bagi pemerintah serta rakyat merupakan
sumber keuntungan yang baik.
Dari sepikul (125 pon Amsterdam) kopi yang mereka serahkan di Manado atau Amurang,
penanam memperolch lima belas gulden tem baga, dan dari jumlah itu, tiga gulden menjadi
bagian kepala negeri. Tetapi sesudah tahun 1852, oleh Residen Scherius dibangun gudang
gudang kopi di pedalaman, dia peroleh 10,075 untuk setiap pon, jadi 19,375 gulden untuk
setiap pikul. Dari jumlah tersebut tidak ada yang harus mereka serahkan. Jumlah ini,
walaupun lebih kecil, tetap lebih menguntungkan jika diingat bahwa dengan membawa 1/3
pikul, yang sering dilakukan tanpa bantuan hewan pemikul, mereka kadang-kadang
kehilangan waktu tiga hari.
Karena ketentuan baru itu, jumlah kopi yang diserahkan juga bertam bah, sebab orang dapat
menyerahkan kopi dengan lebih mudah. Di samping itu, para penanam juga menerima f0,07
tiap satu setengah kilometer per pikul untuk pengangkutan kopi dengan pedati mereka. Dari
pembayaran itu, banyak yang memperoleh pendapatan yang baik. Karena perluasan dan
pengawasan yang ketat, jumlah kopi yang dulu, di bawah Residen Jansen, hanya sepuluh
sampai tiga belas ribu pikul, meningkat sampai dua puluh ribu pikul atau lebih setiap tahun.
Orang Bantik tidak dapat diikutsertakan dalam penanaman kopi, sebab itu bukan kebiasaan
mereka. Tetapi juga tidak pasti, apakah mereka punya tanah yang baik untuk menanam kopi.
Hal yang sama mungkin berlaku untuk Tonsea dan beberapa daerah di pegunungan, yang
juga tidak mempunyai kopi. Sejak dulu hanya di beberapa tempat orang menanam beberapa
pohon kopi sendiri. Kebun kopi tidak dikerjakan sendiri-sendiri, tetapi oleh seluruh daerah
atau negeri pada saat yang sama. Pada waktu-waktu terakhir tam paknya hal itu berlaku
umum. Para penanam bekerja sama dan mereka memperhatikan dengan cermat siapa yang
ikut mengerjakan dan siapa yang tidak. Siapa yang tinggal di rumah tanpa alasan yang sah
dihukum oleh kepala negeri. Apalagi pada masa lalu, sudah jadi kebiasaan sepulang dari
kebun kopi orang datang ke rumah mereka yang tidak ikut serta, dan mengambil seekor
ayam, sebuah belanga, sebuah alu, atau barang-barang lainnya dari mereka. Itu adalah suatu
perampokan yang sah, dan yang dirampok tidak berani mengadu. Pemetikan juga dilakukan
bersama, tetapi masing-masing memetik untuk dirinya sendiri. Tetapi dengan cara itu terjadi
sesuatu yang sangat tidak adil. Mereka yang mempunyai anak atau anak angkat, membawa
semua anaknya dan menyuruh mereka memetik kopi sebanyak mungkin. Perbuatan itu
merugikan mereka yang bekerja hanya untuk diri sendiri. Dalam pengerjaan kebun mereka
mengerjakan bagian yang sama, tetapi dalam pemetikan, yang seorang mendapat dua atau
tiga kali lebih banyak dari yang lain. Sekarang, dengan adanya pembagian pohon, hal itu
tidak terjadi lagi. Pengeringan dan pengupasan kopi dilakukan sen diri-sendiri.
Selain budi daya kopi yang diharuskan ini, masih ada tanaman lain. Yang dapat disebut
tanaman bebas karena tidak menguntungkan pemerintah. Tetapi dalam arti yang sebenarnya
tanaman itu tidak bebas. Sejak dahulu yang termasuk tanaman bebas adalah cokelat. Pada
awalnya usaha ini memberi keuntungan yang cukup besar karena buah nya dibeli oleh orang
Cina dari Manila seharga 150 sampai 180 sepikul atau 125 pon Amsterdam. Karena itu, di
beberapa tempat ada pepatah yang mengatakan, jika orang akan memberi pinjaman kepada
orang lain, terlebih dahulu perlu dihitung berapa pohon cokelat yang dimiliki si calon
peminjam. “Hm, yang mempunyai lima atau sepuluh pohon, de ngan aman dapat dipinjami
f10 sampai £20.” Karena itu Residen Jansen sampai pada pemikiran untuk mendorong dan
memimpin usaha tersebut. Hanya beberapa orang yang meng gunakan kesempatan baik ini
untuk memperoleh keuntungan. Bila orang hendak memajukan seluruh rakyat, diperlukan
dorongan dari pemerin tah. Orang kecil belum mengenal banyak kebutuhan, mereka belum
mengerti apa yang bermanfaat baginya, dan umumnya mereka menger jakan tidak lebih dari
apa yang harus dikerjakan. Jadi, dengan perintah terbentuklah kebun cokelat di mana-mana,
yang bersih dan tumbuh de ngan baik, serta menjanjikan masa depan yang baik bagi
penduduk.
Tetapi sejak dulu, ‘sesudah gempa tahun 1845’, menurut penduduk pribumi, timbul gejala-
gejala yang mencemaskan. Buah yang dipetik dari pohon, yang dari luar kelihatan seolah-
olah sangat baik, ternyata dihinggapi penyakit. Pemerintah menyangka bahwa ini adalah
akibat kelalaian rakyat, oleh karena itu pemerintah pantang mundur. Tetapi ter nyata,
tanaman yang baru dan dipelihara lebih baik pun tidak luput dari penyakit itu. Kadang-
kadang orang menemukan tanaman yang batangnya sudah terjangkit sehingga diduga
penyakit itu adalah semacam penyakit akar. Kemudian orang melihat bahwa ranting-ranting
yang halus di ujung tangkai berlubang. Daunnya terlihat kering dan layu. Orang menduga
bahwa penyebabnya adalah ulat. Orang menemukan di beberapa tempat kumpulan ulat di
bawah kulit. Di tempat lain lagi, kulit dan tangkainya baik, tetapi buahnya rusak oleh ulat-
ulat halus. Isinya habis dimakan, tanpa menyebabkan kulitnya menjadi kering. Akhirnya
orang mendapatkan buah yang kulit berikut seluruh isinya sudah dimakan, dan seluruh
kerangkanya sudah mengering. Orang pun hanya memetik sebuah sarang semut yang
tergantung. Pohon-pohon muda yang masih kuat melawan penyebab penyakit yang datang
dari luar itu hanya menderita sedikit.
Orang telah mencoba berbagai cara. Beberapa di antara mereka semula memberi harapan
akan hasil yang baik. Tetapi suatu cara yang radikal untuk menghindari atau membasmi
penyakit itu belum ditemukan. Dahulu penyakit itu hanya ada di Minahasa, tetapi sekarang
sudah ada pula di Gorontalo.
Residen Jansen kemudian menyuruh atau mendorong rakyat supaya mencoba lebih banyak
cabang usaha tani yang sedikit banyak telah dikenal. Saya sebut di antaranya kofo, kapas,
jarak, pala, dan kacang Priangan.
Kofo (Musa textilis) adalah semacam serat, yang jika dikerjakan de ngan baik akan menjadi
lebih halus, lebih putih, dan lebih kuat daripada serat yang terdapat di Eropa. Hasil itu
diperoleh bukan dari pisang liar seperti yang pernah disangka orang, tetapi dari semacam
pohon yang masih termasuk keturunan pisang (Musa), yang buahnya tidak dapat dimakan.
Yang dinamakan pisang liar (juga disebut pisang monyet) turn buh di hutan-hutan di seluruh
Minahasa. Pohon kofo pasti berasal dari tempat lain.
Usaha ini sangat mudah, serta sedikit sekali memerlukan tenaga dan waktu. Pohon ini
dikembangbiakkan melalui tunas yang tumbuh di sebelah pohon. Karena itu, dalam waktu
singkat terbentuk ‘kursi tanaman’. Orang juga dapat mengembangbiakkan tanaman ini
melalui bijinya, tetapi pohon yang pertama tidak dapat dipakai. Hanya yang tum buh dari
tunas yang dapat dipakai.
Untuk mengeluarkan jantung buahnya, pohon itu harus ditebang, kemudian dikupas, dan
setiap kulit dipotong empat keping atau lebih. Pada lapisan kulit paling luar ada benang yang
kasar, pada lapisan yang lebih dalam terlihat benang yang lebih halus. Dengan menggunakan
sc pasang pisau potong yang tumpul, lebar, dan saling menempel, lapisan kulit ditarik.
Dengan cara ini, diperoleh banyak benang, sedangkan bu-. bur dan seratnya terkumpul di
sebelah luar. Alat dan cara pengerjaannya bermacam-macam tetapi kegunaan utamanya sama.
Penarikan tadi diu lang. Benang yang dihasilkan kemudian dibersihkan dan dianginkan.
Kadang-kadang bisa dihasilkan benang sepanjang dua elo (1 elo = 0,688 meter) atau lebih. Di
Manado harganya pernah mencapai 20 gulden.
Saya katakan 'pernah' karena betapapun bagus dan menguntungkan usaha itu pada awalnya,
pada akhirnya rakyat tidak mengecap keuntung an, yang semula disangka akan mereka
peroleh. Pengerjaan akhir usaha ini pasti memerlukan kekuatan, kerajinan, dan kecepatan
agar bisa menguntungkan. Orang Alifuru umumnya tidak sanggup melakukannya. Dengan
demikian, kebun penuh dengan pohon kofo yang tidak diker jakan. Keuntungan tidak
diperoleh, dan usaha itu hilang. Tambahan lagi, Perusahaan Dagang menutup cabangnya di
sini, dan daerah penjualannya menjadi sangat tidak menentu. Kesalahan utama yang
menyebabkan tidak berhasilnya usaha ini adalah kekurangan peralatan yang cocok. Di Manila
alat-alat itu ada sehingga usaha ini sangat menguntungkan. Satu percobaan lain juga
dilakukan dengan penanaman katun, yang di sini dinamakan kapas. Pohon kapas, kalau saya
tidak salah bernama Gossypium indicum," menghasilkan katun yang cukup baik. Sayangnya
hanya ditanam di halaman, dan sehari-hari digunakan untuk sumbu lampu atau benang halus
untuk pancing. Di Bentenang juga dipakai untuk menenun kain belacu yang kasar. Residen
Jansen pernah juga menyuruh mendatangkan jenis yang lain, khususnya dari Fernambuco -
G. Peruvianum dan membuat percobaan, antara lain di pantai tenggara. Percobaan tersebut
rupanya berhasil, tetapi kemudian ternyata orang tidak memperluas usaha ini.
Kapuk di sini tumbuh baik, dan akhir-akhir ini lebih mendapat nama di Eropa. Kapuk cocok
untuk pengisi kasur dan bantal. Pohon yang menghasilkannya tumbuh di mana-mana, tetapi
yang terbanyak dan ter baik tumbuh di pantai. Pohon kapuk menghasilkan banyak serat halus,
tetapi karena pohon dan buahnya sangat ditelantarkan, angin mener bangkan serat itu ke
mana-mana. Tanpa susah payah, dengan menanam pohon kapuk di sepanjang jalan di pantai,
orang dapat membuka sumber keuntungan.
Di pantai ada pula penanaman kelapa secara besar-besaran, namun belum cukup banyak
menghasilkan minyak untuk memasak dan per sediaan penerangan. Untuk mencukupi
kebutuhan akan minyak kelapa, tiap tahun penduduk Kepulauan Sangi datang dengan minyak
kelapa mereka yang berbau busuk, yang pembuatannya tidak sempurna dan kotor. Karena
bertambah mahalnya harga minyak yang dijual orang Sangi, maka penanaman pohon kelapa
di sini bertambah maju. Dalam hal demikian, Residen Jansen ingin menujukkan pada rakyat,
kekayaan apa yang tersembunyi dalam tanah mereka. Sekarang di mana-mana ter lihat
penanaman kelapa yang baru, yang diusahakan oleh daerah di dataran rendah dan banyak
menguntungkan penduduk.
Bagi dacrah pegunungan tumbuhan tersebut tidak secara langsung memberikan keuntungan.
Pohon kelapa tumbuh juga di sana, tetapi lam bat, dan lebih lambat pula menghasilkan buah
yang kurang mengandung minyak. Karena itu, Residen Jansen mencoba, mungkin rakyat di
pegunungan lebih diuntungkan dengan jarak (Ricinus communis), yang banyak tumbuh di
Jawa. Minyaknya banyak dan nyalanya tidak terlam pau terang. Bagaimanapun cepatnya
bibit diperoleh, orang membiarkan usaha ini berlalu. Saya tidak percaya bahwa rakyat
menderita banyak kerugian karena itu. Saya menyadari bahwa dengan ramainya lalu lintas
antara pantai dan pegunungan, orang di pegunungan berangsur-angsur akan menjadi mudah
dan biasa membekali diri dengan minyak dari pan tai yang terdekat. Upaya mendorong
penanaman kelapa memperlihatkan masa depan yang lebih baik.
Masih di bawah perintah residen yang sama diadakan percobaan penanaman pala. Sejak dulu
pihak partikelir – penduduk Manado – telah membuka perkebunan pala. Tanaman ini masih
terlalu baru untuk dapat dibicarakan hasilnya. Mutu pala dari tanah partikelir, yang telah
diperoleh selama beberapa tahun, ternyata tidak kalah dari mutu pala Banda. Buahnya
memang lebih kecil, tetapi kekuatan dan keharumannya sama, juga bertahan baik selama
masa pengiriman.
Akhirnya, saya akan membicarakan kacang Priangan, yang penanamannya juga dianjurkan
oleh residen tersebut agar dapat mem buka sumber pendapatan baru untuk penduduk
pegunungan. Tumbuhnya tanaman ini umumnya luar biasa. Harganya f8 per pikul di
Manado, atau dikurangi ongkos jika diserahkan di gudang di pegunungan. Hasil ini, saya
kira, kebanyakan dikirim ke Ambon, dan jarang dijual oleh pen duduk pribumi kepada pihak
partikelir di Manado.
Atas prakarsa sendiri, orang Bantik juga mengusahakan penanaman tembakau. Tetapi
hasilnya tidak lebih dari apa yang dibutuhkan untuk keperluan di daerah sendiri. Mereka
sendiri yang membawa hasil itu ke Manado dan tempat lain untuk dijual, dan dari
perdagangan tersebut mereka memperoleh keuntungan yang sangat besar. Karena itu juga
mereka sangat makmur, sebab kebutuhan mereka lebih sedikit diban dingkan dengan
penduduk dari daerah yang lebih maju. Mutu tembakau yang mereka hasilkan dapat bersaing
dengan tembakau terbaik dari Jawa.
DENGAN demikian, saya telah menyinggung bagian terpenting dari pengolahan tanaman di
sini. Kesibukan yang tampak dalam berbagai hal menunjukkan bahwa rakyat mulai bangkit
dan telah mengayunkan langkah pertama pada jalan kemajuan. Minahasa sedang bergerak
maju, dan rakyat menginginkan hal itu. Perkembangan bebas sebenarnya merupakan
kebutuhan terbesar di sini.
Semua itu bukan berarti nasib rakyat secara keseluruhan diserahkan kepada mereka sendiri.
Tidak, mereka masih membutuhkan bimbingan. Orang tidak dapat membiarkan mereka
dengan diri mereka sendiri. Kalau hal itu dilakukan, maka yang paling belakang segera akan
tertidur karena dorongan untuk berjuang maju belum tertanam secara mendalam. Orang
Minahasa masih memerlukan banyak dorongan. Mereka harus belajar bekerja, belajar
menggunakan waktu dan tenaga, belajar me ngenal kekayaan yang tersimpan dalam tanah
mereka, belajar mema hami bahwa dengan peradaban yang lebih tinggi kebutuhan akan
meningkat, dan belajar memenuhi kebutuhan itu secara jujur. Dengan usaha sendiri mereka
tidak akan mencapai tujuan itu. Bagaimana dengan orang Bantik? Orang Bantik merupakan
perkecualian, dan ini ada alasan-alasan yang mendasar. Tidak dapat disangkal, bahwa dalam
pendidikan masyarakat dan pribadi, banyak ikatan yang menghalangi perkembangannya.
Saya juga tidak bermaksud menganjurkan untuk mempertahankan suatu keadaan secara
paksa. Rakyat Minahasa memang sudah terasing dari segala jenis pengembangan diri karena
banyaknya ikatan di antara mereka selama berabad-abad. Dengan tidak mengenal perasaan
bebas dari segi apa pun, orang kecil tidak akan melakukan apa pun kecuali atas perintah.
Untuk keluar dari keadaan itu sepantasnya orang mengangkat mereka, dan dalam hal ini
pemerintah sedang berusaha meningkatkan pengembangan diri tersebut. Pengangkutan hasil
bumi atas kemauan sendiri, misalnya, adalah salah satu bukti.
Syarat pertama untuk pengembangan diri lebih lanjut adalah kebebasan memiliki hasil tanah
tanpa kecuali. Juga pembukaan jalan raya untuk memudahkan hubungan ke daerah terpencil,
dan seterusnya peradabanlah yang akan melanjutkan. Melalui jalan itu akhirnya mereka juga
tanpa dipaksa akan belajar mencari keuntungan.
Orang Bantik adalah contoh hidup mengenai hal tersebut. Sebelum kekuasaan Eropa masuk
di daerah ini, mereka berada di bawah pemerin tahan Mongondo, dan lebih merupakan budak
langsung Raja. Ia me nyuruh penduduk menanam tembakau, membuat tembikar, dan
menganyam sosiru. 10. Ketika Kompeni berkuasa di sini, Raja menarik diri kembali ke
daerahnya yang sekarang, tetapi orang Bantik tetap tinggal di sini.
Sekali terbiasa dengan pekerjaan itu, mereka terus melanjutkannya demi kebaikan mereka
sendiri, dan keberadaan mereka di Manado, yang mudah dicapai, adalah dorongan langsung
untuk tidak membiarkan kesempatan itu lewat. Mereka tidak menambah cabang usaha tani
atau bidang industri yang lain. Bahkan usaha pemerintah terbentur pada penolakan mereka
yang tidak tergoyahkan dengan mengatakan, “Itu tidak biasa bagi kami.”
KAMI berada di kilometer ke-15.
Adalah suatu kenikmatan tersendiri bagi seseorang yang melakukan perjalanan bila di
sepanjang jalan ia temui tonggak jarak. Berangsur angsur orang akan mengetahui gerak maju
perjalanannya, bertambah gairah, dan mendapat dorongan di tengah rasa lelah. Manusia
memer lukan itu. Dalam kehidupan sehari-hari kita kadang-kadang melewatkan nya tanpa
sadar, dan merugikan diri sendiri. Daerah ini sejak dahulu bernama ‘Jembatan Sonder’.
Generasi men
Datang pasti tidak akan mengenalnya lagi. Dahulu, pada waktu pem buatan jalan, setiap
kewedanaan yang berkepentingan membangun sebagian jalan itu berikut jembatan. Beberapa
dari jembatan itu sekarang tidak ada lagi, termasuk Jembatan Sonder. Di tempat ini sekarang
telah dibuat jalan, dan di bawahnya air mengalir melalui sebuah lubang ber bentuk kubah. Di
sana-sini orang bebas memilih pembangunan jembatan atau jalan melalui jurang, sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Umumnya orang memilih yang pertama. Tetapi
kemudian orang sadar bahwa pembuatan jembatan membawa banyak beban. Lagi pula,
sebuah jembatan harus dipelihara dan memerlukan banyak perhatian. Pada suatu ketika
datang seorang gila yang melakukan suatu perbuatan bodoh, tetapi membawa akibat yang
positif. Ia membakar habis sebuah jem batan. Lalu orang sekali lagi dihadapkan pada pilihan
disertai ketakutan akan pemeliharaan dan kebakaran. Akhirnya orang memutuskan mem
bangun bendungan setinggi dan selebar jalan. Setelah itu menyusul banyak bendungan lain.
Dengan demikian, kami melewati jalan yang dulu di beberapa tempat memiliki jembatan, dan
sekarang berubah men jadi bendungan yang bagus.
Di sini hawa gunung yang segar mulai bertiup menyongsong. Sesaat sesudah melewati
kilometer ke-15, jika kita berpaling ke belakang, akan tampak pemandangan pelabuhan
Manado yang indah. Dari sini Anda dapat melihat atap rumah di sepanjang pantai. Indahnya
pemandangan laut mengingatkan kami pada es musim dingin di atas lapangan dan genangan
air di luar kota. Di pesisir tampak ‘salju’ yang datang tertiup. Itu adalah buih ombak yang
didorong angin ke pantai.
Di kejauhan mata mendapatkan titik istirahat pada pulau-pulau yang indah, bulat dan
memanjang. Warna hijau tua itu indah mencolok di atas laut yang berkilauan. Benar, di sini
sungguh indah, dan orang dibawa pada perasaan untuk memuja Sang Pencipta. Perjalanan
sekarang menjadi kurang melelahkan. Memang masih Harus mendaki, tetapi kami juga
berkesempatan bernapas di sana-sini. Dekat tonggak kesebelas Anda mendengar deru yang
kuat di kedalaman. Di sini sungai membentuk dua air terjun yang besar, tetapi keduanya
sukar didekati. Satu pal di depan kami terletak negeri pertama pada jalan di pegunungan ini.

BAB VI
SUKU PENGAYAU

Kinilo ● Masa prasejarah ●


Agama orang alifuru ● Mitologi ● Setan ● Foso ●
Imam ● Kakaskasen ● Lokon ● Legenda ●
Masarang ● Sawah ● Kebun Kopi

INILAH Negeri Kinilo. Negeri ini tidak banyak artinya bagi kami. Tetapi, percayakah Anda
bahwa dari negeri inilah cikal bakal rakyat Minahasa, satu yang menonjol dari empat bagian
besar dan yang dikenal dengan nama Toumbulu. Dulu Kinilo pasti suatu negeri yang
berkuasa, dan dari sinilah asal sejumlah kewedanaan di sekitarnya. Di sini pula pusat agama
orang Alifuru.
Sekarang tidak ada sisa yang terlihat dari kebesaran itu. Sejauh mata memandang tidak
terlihat suatu kawasan yang cocok sebagai suatu negeri. Namun kami tetap bisa menerima
bahwa di tempat itu pernah ada negeri besar. Cerita-cerita rakyat memastikan hal tersebut,
dan kami tidak akan terlalu heran jika suatu waktu mendengar secara pasti bahwa negeri itu
dulu terletak di tempat lain.
Dari manakah mereka yang berada di atas rakit kayu dan bambu serta perahu besar dan kecil
datang serta berlayar ke mari? Ragukah mereka akan tujuannya? Jumlah mereka kecil, pria,
wanita, dan anak-anak. Pan dangan mereka ke sekelilingnya berhati-hati dan cara mereka
mencari yang meraba-raba memperlihatkan ketakutan. Dari wajah mereka ter lihat bahwa
bencana telah menghalau mereka dari tempat kelahiran. Mereka mencari tempat berlindung
di tanah yang luas dan tinggi ini, tempat mereka kini tiba.
Selamat datang, hai kalian yang tersesat! Hutan-hutan perawan menyampaikan salam
padamu. Datanglah kernari dan beristirahatlah dari kelelahan penggembaraan kalian. Belum
ada rekan sealam yang pernah menjejakkan kaki di sini, pada tanah perawan ini, dan tidak
ada binatang buas yang akan menganggu ketenangan kalian. Kelimpahan menemani langkah-
langkah kalian. Mereka pun masuk lebih jauh ke pedalaman dan naik ke pegunungan. Tetapi
mereka masih merasa belum aman, lalu mendaki lebih tinggi dan lebih jauh mengikuti
punggung gunung. Lalu mereka tiba pada suatu sungai yang bening, sampai akhirnya tiba di
suatu daerah yang tidak terlalu berombak. Di tempat itu pohon kastanye tumbuh subur,
buahnya berlimpah, dan memberi mereka harapan akan makanan yang diperlukan. Jadi, di
sini mereka beristirahat dari pengem baraan, dan Kinilo (kastanye) akan menjadi nama
tempat tinggal mereka.
TAHUN-TAHUN, bahkan abad-abad, berlalu. Seluruh kisah tersebut masih tetap diselimuti
embun. Saya melihat, dari pantai barat, utara, dan tenggara pengembara berdatangan, serta
mencari tempat perlindungan dan tempat tinggal di pegunungan. Lokasi tempat mereka
menemukan atau melihat negeri cepat mereka tinggal kan. Ada sesuatu yang mencerminkan
ketakutan dalam ketergesaan itu. Alasannya tidak kami ketahui, tetapi mereka saling
memahami. Mereka bukan orang asing satu terhadap yang lainnya. Apakah mereka takut
akan dihina dan diperbudak oleh pihak yang lain?
Negeri yang pertama mengalami perubahan. Suatu kawasan yang lebih luas telah dibuka.
Kami melihat di kejauhan dan di sekitar ham paran ladang padi yang cukup teratur, dan
pucuknya yang bergelombang menunggu jamahan tangan manusia. Di tempat mereka mula-
mula men dirikan gubuk, sekarang berdiri sebuah bangunan besar dan jauh di atas tanah.
Bangunan itu dibuat kukuh tanpa aturan. Sekeping papan yang lebar dan tebal, yakni batang
pohon yang dibelah, bersandar pada ba ngunan besar itu sebagai tangga bagi penghuninya.
Sebuah pesta tengah berlangsung. Semua orang berjalan kian-kemari. Orang Anak-anak
datang dan pergi membawa air dalam bambu, para wanita memasak, dan kaum pria
membawa kayu serta menyembelih babi.
Lihat, bagaimana orang tua beruban itu, dengan tekun dan anggun, menyisihkan sedikit dari
setiap jenis makanan dan meletakkannya di atas meja bambu kecil... Apakah makanan itu
akan dipersembahkan kepada orang-orang besar yang telah meninggal? Atau kepada roh-roh
pelindung? Atau kepada makhluk yang lebih tinggi? Dengar, di sana ia mengangkat suara
perlahan-lahan sambil bernyanyi,
"O empung e wailan! O empung renga-rengan! Kuman wom melep wo lumewa. un sakit, wo
kelukelungan un kelung iyow waatu; wo yayo-ayo mange witi se lokon telu katutaan wo
kalalewir namiy."
O dewa yang berkuasa! O dewa pelindung! Makanlah, minumlah dan ambillah pinang!
Tolaklah penyakit, dan lin dungilah kami sebagai perisai batu; dan buatlah usia dan umur
bahagia kami mencapai ketiga Lokon!
Beberapa abad berlalu lagi. Kami mendekati abad legenda, abad ke emasan orang Alifuru.
Kehidupan memuja para leluhur berkembang pesat. Sebagai anak, mereka semua patuh
kepada yang dituakan, pahen don tua. Dialah yang mengatur kegiatan di negeri dan ladang.
Mapalus berkembang pesat. Hubungan dengan negeri lain telah diperbarui. Orang berburu
babi liar dengan anjing. Kadang-kadang secara berkelompok orang pergi ke Wenang untuk
mencari ikan. Waktu itu kaum prianya bebat. Mereka adalah raksasa yang melakukan
berbagai keajaiban.
Lihat, orang-orang berdesakan dan terjadi sedikit keributan! Terde ngar gemerincing tombak
dan pedang. Perisai berhias kerang berkilauan kena sinar matahari. Pertunjukan bertambah
sengit dan kacau. Mereka memukul dengan marah ke sekeliling. Ada yang memukul di
keham paan, ada yang memukul batang pohon, ada pula yang memukul tanah. Dengan geram
mereka berlari simpang-siur, dan erangan i.......h, iho... ih... yang panjang dan menyayat
bergema ke segala arah. Suatu teriakan perang yang ganas dan menantang melesat i atas
segala-galanya dan se orang penghulu perang menarik seluruh perhatian. Ia ingin ber-maha
sasau! Dia menarik otot, dan biji matanya berputar! Betapa hebat getar an dan ancaman itu!
Dia menghamburkan abu dan sampah di udara! Anda belum melihat semuanya.
Kelesuan besar melanda Kinilo. Ada penyakit dan kematian yang menimpa daerah itu. Di
sana orang sakit berpindah dari satu rumah ke rumah yang lain untuk menghindari roh jahat
yang membawa penyakit.
Ada sekelompok orang sedih, ada orang-orang tua menunjuk ke waruga, ada yang mengambil
tutup batu sebuah jambangan batu lunak, yang ber fungsi sebagai makam, yang setengah
tertanam dalam tanah di belakang rumah. Terdengar orang menangis, tua dan muda. Orang
yang me ninggal ditempatkan dalam jambangan. Benda itu rupanya telah penuh, tapi tidak
apa; penutup yang berat itu akan menyelesaikannya!
Si tua, yang ada di sana, pernah bermimpi. Orang melupakan para empung (dewa). Orang
harus lebih banyak membawa korban bagi dewa. Sesudah itu, para se sakit harus diusir, dan
empung akan membantu.
Orang mulai dengan penyembelihan babi. Semua kegiatan, bahkan berbisik pun, dilarang.
Penyakit itu hilang. Sejak itu orang ber-foso untuk setiap kejadian dan mohon pertolongan
dewa, seperti saat kelahiran, perkawinan, sakit, dan kematian.
Apakah terutama karena penyakit atau kegagalan panen orang ber pisah lagi? Dari waktu ke
waktu sekelompok kecil memisahkan diri. Sebagian dari mereka melewati Lokon, dan tinggal
di tempat yang sekarang terletak Woloan. Kelak, bila jumlah telah bertambah mereka, turun
lagi ke pantai dan mendirikan Kewedanaan Tombariri. Dengan demikian terbentuklah
Tomohon, Sarongsong, dan kewedanaan lain. Kinilo lambat-laun sepi dan telantar, dihuni
olch hanya sebagian kecil manusia, dan akhirnya hilang dari tempat asalnya, sampai turun
derajat menjadi salah satu negeri terkecil dari Kewedanaan Kakaskasen, dan hanya
menyimpan namanya dalam ingatan.
AGAMA orang Alifuru, sebagaimana terlihat pada abad-abad terakhir, dipengaruhi agama
Kristen. Sejumlah legendanya penuh dengan pe ngaruh itu. Cerita mereka tentang penciptaan
dan air bah menggoda kita dengan pertanyaan dari mana cerita itu diambil. Mereka juga
mengenal nama-nama seperti Adam dan Eva, Nowa dan Maria, dan dewa-dewa tingkat kedua
mereka juga pergi ke Castela di Eropa. Mereka juga tahu bahwa Muntuuntu tinggal dalam
suatu rumah, tempat orang Kristen berada di sebelah kanan dan orang kafir di sebelah kiri.
Dengan mata kanan dia melihat ke arah mereka yang menulis di atas kertas, dan de ngan
mata kiri melihat ke arah mereka yang membuat lubang pada daun woka, yang digunakan
pada foso untuk menghitung hari. Mereka tahu anak Maria yang ketika keluar dari gereja
dimarahi oleh Keluarganya karena pergi terlalu lama dan menjadi Kristen, serta memukulnya
de ngan kain kepalanya hingga buta, dan sebagainya. Semua itu jelas menunjukkan pengaruh
Kristen. Hal tersebut juga tercermin pada pengertian mereka mengenai hidup yang akan
datang. Untuk penjelasan dan bukti, saya mengambil sebagian dari cerita yang disusun oleh
scorang mayor, tertanggal 9 Agustus 1843, yang berjudul Tuturan per cayaan Alifuru
daripada kejadian Empung Wailan wangko.
1. Empung Wailan wangko sendirian di bumi. Ketika itu terlihat sebuah pulau yang muncul
dari dalam air. Sebatang pohon kelapa ter dampar di sana, dan sepokok pohon mahawatu
tumbuh di pulau itu.
2. Wailan wangko mengambil pohon kelapa yang terapung itu, dan ketika mematahkannya,
terlihat seorang manusia keluar dari dalamnya, dan Empung Wailan wangko menamakannya
Wangi. 3. Wailan wangko berkata kepada Wangi, "Tinggal saja di dunia atau di pulau ini,
karena Wailan wangko hendak memanjat mahawatu.
4. Wangi setuju.
5. Tetapi kemudian Wangi berpikir kembali, dan memanjat ke atas mahawatu untuk bertanya
kepada Wailan wangko, "Sekarang saya datang pada Empung Wailan wangko untuk bertanya
mengapa saya harus tinggal seorang diri?"
6. Wailan wangko menjawab, "Kembalilah, ambil tanah dan buatlah dua patung: satu pria
dan yang lain wanita." Wangi pun melakukannya, dan kedua patung itu adalah manusia yang
dapat bergerak tetapi belum dapat berkata apa-apa.
7. Ketika itu terjadi, Wangi memanjat lagi ke atas pohon mahawatu untuk bertanya kepada
Empung Wailan wangko, "Bagaimana sekarang?Kedua patung telah jadi tetapi tidak dapat
berkata apa-apa."
8. Dan Wailan wangko berkata kepada Wangi, "Ambil jahe ini. Em buslah kepala dan telinga
kedua patung tersebut dengan jahe itu agar mereka berbicara. Berilah mereka nama. Yang
pria Adam, dan yang wanita Ewa."
9. Dan seterusnya,itu ada di mana-mana.Orang mengatakan bahwa orang Alifuru menerima
adanya suatu makhluk tertinggi. Saya tidak mau membantah tanpa bukti. Tetapi bila yang
dimaksudkan adalah jejak-jejak monoteisme, saya kira kami bolch lebih cenderung
menganggapnya sebagai akibat pengaruh agama Kris ten. Saya pernah mendengar orang-
orang tua pribumi walian, imam -berkata dengan yakin, "Hanya ada satu Allah, tetapi ada
banyak em pung." Beberapa orang tidak mau menerima pernyataan itu, dan mereka
mengatakan bahwa leluhur mereka selalu percaya kepada satu empung saja. Tetapi suatu
penelitian yang lebih cermat mengarah pada hasil yang sangat lain.
Ada satu foso upacara agama-bernama mangorai yang meng haruskan orang menyebut
banyak nama berturut-turut. Kebanyakan mengawali daftar yang panjang itu dengan Empung
Lumimuut, seperti tercermin dalam kisah berikut. Dikatakan, Mutuuntu merupakan kepala
dari semuanya. Dan Karema, menurut beberapa orang, membuat bumi. Jika saya bertanya
kepada orang Alifuru, "Kalau Anda menyebut nama nama itu dalam satu urutan, samakah
mereka semua?" Di Tonsea saya dijawab, "Tidak, yang lain adalah walian." Mereka besar,
berkuasa, dan kaya. "Tetapi, kalau begitu, siapakah Empung (dewa tertinggi) itu?" Di sinilah
letak kesulitannya. Pada setiap nama yang dikemukakan terdapat kesulitan yang sama besar.
Lalu saya menanyakan perbedaan yang khas. Tetapi otak mereka belum sampai.
Saya berkata, "Apakah Anda tidak mengetahui suatu perbedaan? Kalau demikian, saya akan
menyebut mereka semua itu dewa atau manusia.
"Tidak," saya dengar lagi. "Hanya ada satu empung, lainnya adalah leluhur yang besar,
berkuasa, dan kaya."
Tulisan mayor yang saya kutip di atas agak menyimpang dari semua itu. Di sana ada satu
orang kepala, yakni Wailan wangko yang besar dan berkuasa. Tetapi Wangi, yang keluar dari
pohon kelapa, kemudian juga disebut empung. Di beberapa kewedanaan di selatan Minahasa,
bukan kata empung yang digunakan, melainkan kasuruan, dan selalu dalam bentuk jamak
sehingga dengan tambahan se. Di sana orang mengakui kasuruan sama seperti empung di
kewedanaan-kewedanaan yang ter letak lebih ke utara, walaupun di sini dewa yang disebut
dengan nama itu lebih sedikit. Menurut ilmu bahasa, arti kedua kata itu tidak seluruh
dikisahkan sebagai berikut. "Ketika Lumimuut boleh berangkat, ia tinggalkan orang-tua dan
tempat tinggalnya dengan sebuah perahu kecil, serta membawa segenggam tanah. Di tengah
laut ia lempar tanah itu ke laut sambil berkata kepada Tuhan Yang Besar, 'Bila saya adalah
keturunanmu, dari segenggam tanah ini biarkanlah terjadi daratan yang besar, tempat saya
dapat ber diam.' Segera muncullah daratan besar, yaitu Minahasa, dari laut. Tetapi daratan itu
masih lembut dan berlumpur. Di tempat itu Lumimuut memukul sebuah batu besar sampai
terbelah. Dari batu itu keluar Karema.
Lumimuut bertanya kepada orang asing itu, 'Siapakah Anda?" 'Saya imam wanita Karema,"
jawab orang asing itu. "Tetapi siapakah namamu?" tanya Karema.
'Lumimuut."
"Berapa orang menyertai Anda di sini?' imam wanita bertanya lagi. 'Seorang diri," jawab
Lumimuut.
beberapa hari, Karema berkata kepada Lumimuut, 'Arahkanlah pandanganmu ke selatan,' dan
selagi Lumimuut memenuhi perintah tersebut, imara wanita itu berdoa, 'Buahilah, hai,
sumber dari angin selatan, wanita ini." Tetapi Lumimuut tidak merasakan sesuatu. Atas
perintah Karema, Lumimuut mengarahkan pandangannya ke timur, ke utara, dan akhirnya ke
barat, dan setiap kali imam wanita itu berdoa, agar sumber dari angin timur, dari angin utara,
dan dari angin barat sudi membuahi Lumimuut. Doa ini dipenuhi oleh angin barat, dan
Lumimuut segera melahirkan seorang lelaki bernama Toar.
Ketika Toar sudah besar, Karema mengambil dua batang kayu tuis dan assa, memotongnya
sama panjang, dan memberi tongkat batang tuis kepada Lumimuut dan tongkat batang assa
kepada Toar sambil berkata, 'Lihat, di sini ada dua tongkat yang sama panjang, pergilah
Anda, Lumimuut, dengan tongkat Anda ke kanan, dan Anda, Toar, dengan tongkat Anda ke
kiri. Bila bertemu dengan seseorang, ukurlah tongkat mu dengan tongkat orang itu. Kalau
pajang kedua tongkat itu sama, Anda berdua adalah ibu dan anak. Tetapi bila tongkat yang
satu lebih panjang dari yang lain, Anda harus segera datang padaku di sumber (batang) bumi.
Keduanya berangkat dan mengikuti jalan yang telah ditentukan. Sesudah beberapa waktu
Lumimuut dan Toar bertemu, tanpa saling mengenal. Mereka pun mengukur tongkat-tongkat
mereka, dan lihat, tongkat Lumimuut lebih panjang daripada tongkat Toar, karena batang tuis
sedikit mengembang sesudah dipotong. Tetapi hal ini tidak diketahui oleh anak dan ibu
tersebut. Sekarang mereka pergi pada Karema di sumber bumi. Sesudah imam wanita itu
mengukur tongkat tongkat mereka, ia berkata, 'Anda berdua bukanlah ibu dan anak, dan
harus menjadi suami dan istri.' Kemudian ia memberkati mereka, sambil berkata,
'Berketurunanlah kalian dan isilah bumi ini"."
Demikianlah, Lumimuut dan Toar menjadi suami-istri dan memperoleh banyak anak, karena
wanita itu melahirkan 2 kali kembar 9, 3 kali kembar 7, dan 1 kali kembar 3. Ketiga anak ini
adalah Pasiyowan. Satu dari mereka menjadi Leleen (imam) di Warendukan, di angkasa.
Dari kedua Pasiyowan lainnya lahirlah orang Minahasa. Ketika penduduk sudah sangat
banyak dan menyebar ke seluruh dunia, Lumimuut mengadakan rapat di Pinahawetengan. Di
sini dia membangun empat kemah untuk tempat persembahan anak cucunya berikut.
Lumimuut membagi Minahasa menjadi empat bagian besar untuk anak cucunya. Seperempat
di barat laut ia berikan kepada Toumbulu, seperempat di timur laut ia berikan kepada Tonsea,
seperempat di tenggara kepada Toutumaratas, dan seperempat di barat daya kepada
Toutemboan.
Sesuai dengan ketentuan ini orang Toumbulu tinggal di barat laut warua wangko-negeri yang
besar. Keturunan itu segera menjadi banyak schingga tidak mempunyai cukup tempat untuk
ladang padi. Karena itu wilayahnya dibagi lagi menjadi tiga negeri yang lain, Kiailo, Kinupit,
dan Tulau."
Dari cerita di atas Anda dapat mengetahui bahwa semua dewa diper lakukan sebagai
manusia. Memang, menurut ajaran orang Alifuru, orang Minahasa adalah keturunan dewa-
dewa itu, dan semua keluarga terkemuka, ningrat, dapat menyusun daftar keturunannya.
Semua keturunan berasal dari Lumimuut.
10. Sesuai dengan daftar Wilken, silsilah beberapa orang terkemuka di Minahasa adalah
sebagai berikut:
Perhatikan di sini garis keturunan linear Pasiyowan, putri Lumimuut, hingga bersuami
Rumengan,beranak Kinaambangan,Pasiyowan bersuami Mokointempai beranak Manembu
beristri Retawene,Kinaambangan Manembu beranak Winutaan beranak Pandeirot,Winutaan
beristri Rotor beristri Kahuwene beranak Palohun beristri Wenenean,Kalelctua beristri
Leyoho,Pandeirot,Palohun beranak Kaleletua,Karewur beristri Pasiyowan,Kalelekinupit
beristri Aperkalensurn beranak Sampo,Sampo Tiyaw beristri Regilene beristri
Siyowwene,Manangka beristri Mule,Wuwung,Mandagi,Lonto beristri Kinetar beristri
Sumengkar,Topowent bersuami Wenur beristri Konda,Regar beristri Liwun, Manopo beristri
Waibene beranak Tiyaw beranak Manangka Derana beranak Wuwung beranak Mandagi
beranak Karewur beranak Kalelekinupit beranak,beranak Lonio beranak Topowene beranak
Regar beranak Manopo beranak Waworuntu
Jadi, para dewa adalah orang-orang besar, kaya, dan pemberani dari abad-abad lalu:
hulubalang, leluhur utama, orang yang hebat, dan penyelenggara upacara agama yang
terampil Sekarang dewa-dewa itu-besar dan kecil-menetap di angkasa, di gunung-gunung, di
bawah tanah dalam jantung bumi, di pohon yang beristri Sarah beranak Zacharias Albert dan
Johannis Waworuntu, yang disebutkan pertama adalah mayor diSarongsong, yang kedua
adalah mayor di Sonder, dan yang ketiga adalah hukum kedua di Sarongsong.
Perhatikan garis keturunan linear Pasiyowan, putri Lumimuut hingga mayor dari waworuntu ;
Pasiyowan Rinengan,Karmenga Waturiyamassan,Mapalending Ratulangka beristri
Tumampei beristri Tolangngewalelaki bersuami Palapa beranak Rinengan bersuami
Lamainang beranak Rindengan beristri Intoring beranak Menembu,Rindengan beristri
Kinctar beristri Sompawene,Menembu beranak Waturiyamassan beranak Karimenga
bersuami Golembatu beranak Mapalending beristri Ramekahu beranak Ratulangka,beristri
Norotang beranak Rata beristri Rumamei beranak Tomokkan Rata Tomokkan beristri
Rumayan beranak Tombokkanmuri,Tombokkanmuri beristri Koreisina beranak Gonigala,
Gonigala beranak Wuwungan beranak Wuwung,Wuwungan, Wuwung beristri Orei beranak
Worolikan,Worolikan beristri Surei beranak Posuma, Posuma beristri Winuni beranak Supit,
Supit beranak Rondonuwu, Rondonuwu beristri Rangilulanberanak Posumamuri,
Posumamuri beristri Wokki, beranak Manoppo, Manoppo beristri Maria Posumamuri
beranak Wudimbene Posumamuri beristri Rongkon beranak Mamangku (Mamangku menjadi
mayor, kemudian diberhentikan, diganti oleh kemenakannya, Ngantung, putra
Wurimbene yang beranak Rondonuwu, seorang mayor.) beranak Ngantung Wurimbene
beristri Talar bersuami Tolang Ngantung beranak Rondonuwu
Rondonuwu sekarang bernama Roland Ngantung, mayor di Tomohon. Dengan demikian,
setiap orang Alifuru mempunyai silsilah sendiri. Waktu seseorang meninggal, pada malam
duka yang terakhir, Meeres (pemuka agama) membacakan seluruh silsilah, jasa, dan
pengalaman almarhum.

BAB VII
MASYARAKAT ALIFURU

Tomohon ● Penyambutan ● Di meja makan ●


Legenda ● Jalan ● Rumah ● Gereja ● Perkembangan Kristen ●
Gudang Kopi dan Pasar ● Permainan orang alifuru ●
Pertumbuhan penduduk yang kecil ● Kolonisasi

sukar diduga Orang harus pernah melihatnya. Perhatian pada BAGAIMANA kemajuan di
Minahasa selama dua puluh lima tahun, daerah di sudut yang terpencil itu, karena tingkat
kemajuannya yang pesat, bernilai ganda. Daerah itu bagai terkena tongkat sulap yang
ajaib,sehingga tanah liar telah dibangun menjadi ladang, perkampungan yang kotor menjadi
negeri yang bersih, jalan hutan yang sempit dan kasar menjadi jalan yang mudah
dilalui.Kehidupan dan kesibukan telah menyingkirkan rasa segan dan suasana sepi. Ada
keadaan damai dan tenteram, bukan perang dan ketakutan, dan kerajaan kegelapan diganti
oleh kerajaan terang yang diberkati.
Demikianlah keadaan Tomohon. Lokasi negeri ini sangat mengun tungkan, yakni sebagai
titik pusat semua kewedanaan di sekitarnya. Semua orang dari Tondano, Remboken, Kakas,
Langoan, Tompaso, Kawangkoan, Sonder, dan Sarongsong yang ingin pergi ke
Manado,harus ke Tomohon seperti berkumpul di satu titik. Semua pedati ber muatan kopi,
yang telah masuk dalam gudang kewedanaan-kewedanaan tersebut, harus melalui negeri ini.
Karena itu, siapa yang mencari kehidupan dan kesibukan, dapat menemukannya di Tomohon.
Tempat ini adalah ibu negeri Kewedanaan Tomohon. Jumlah pen duduknya sekitar 3.000
orang, jadi ada sekitar 600 keluarga atau dapur.
Jangan heran mengenai perkiraan jumlah penduduk menurut jumlah keluarga, dan bukan
menurut jumlah jiwa. Itu adalah suatu kebiasaan untuk menghitung kekuatan suatu negeri,
sebagaimana di tempat lain di kepulauan ini, di sana-sini orang menghitung menurut belanga.
Pada masa lampau, pajak juga ditentukan menurut cara penghitungan itu. Dengan
penghitungan kasar, orang dapat menganggarkan suatu keluarga atau dapur sebagai lima
orang. Juga dalam hal ini sudah ada perubahan. Walaupun penghitungan menurut dapur
belum ditinggalkan, sekarang orang sudah lebih umum menghitung jumlah jiwa. Dan sebagai
dasar pajak, orang tidak lagi berbicara mengenai keluarga, karena tidak benar para remaja
yang masih tinggal di rumah orang-tua diperhitungkan sebagai pembayar pajak. Ibu kota
kewedanaan umumnya lebih besar dari negeri-negeri lain nya, dan merupakan tempat tinggal
wedana. Ibu kota itu terdiri dari beberapa negeri. Tomohon mempunyai lima negeri, dan
kedua bahkan enam belas. Negeri-negeri di Tomohon adalah Talete dengan 635 jiwa, Kamasi
dengan 520 jiwa, Paslaten dengan 615 jiwa, Kolongan dengan 460 jiwa, dan Matani dengan
766 jiwa. KAMI berhenti di rumah wedana karena di Tomohon tidak ada rumah penginapan
khusus. Dalam beberapa tahun orang sibuk dengan pemba ngunan gedung itu, ketika Residen
Jansen melakukan perjalanan di daerah pegunungan. Pada saat itu dirasa kekurangan gedung
gereja sekolah, dan tempat rapat, suatu kondisi yang mengerikan. Residen menyediakan
rumah penginapan, yang sedang dibangun itu, sebagai gereja, untuk meringankan pekerjaan
rakyat,Ia tidak membiarkan rakyat membangun dan memelihara.
gedung-gedung yang tidak berguna karena orang dapat menginap dengan layak di rumah
mayor yang luas itu. Kami pun akan menggunakan kesempatan itu dengan baik, dan
menginap di situ sambil membicarakan satu dan lain hal mengenai daerah ini dan
penduduknya.Penyambutan terhadap orang Eropa yang mengunjungi daerah pegunungan,
seperti yang dilakukan di sini, dapat dikatakan sangat baik. Anda akan puas dengan sikap dan
kemurahan yang ditunjukkan kepada Anda oleh kebanyakan kepala negeri.Lihat, mayor
menyuruh membawa minuman. Anda mempunyai pilihan antara madera,brendi, dan jenewer.
Itu memang kebiasaan, dan termasuk dalam usaha mempertahankan martabatnya. Untuk
seseorang yang lelah, kepanasan, dan kadang-kadang juga basah karena keringat sesudah
melakukan perjalanan, pelayanan itu cukup menyenangkan. Untuk para kepala negeri,
terlebih di tempat yang banyak dikunjungi, kebiasan itu dapat merusak. Meja makan telah
disiapkan. Dan karena diundang dengan ramah dan malu-malu untuk duduk mengitari meja
itu, tanpa basa-basi kami menerima kebaikan yang disodorkan orang Minahasa itu.Tuan
rumah mengambil tempat di ujung meja. Para kepala negeri umumnya mampu
mempertahankan kehormatan tempat itu. Seorang anak lelaki datang dengan tempat cuci
tangan dan mangkok, air dan handuk, supaya Anda dapat membersihkan tangan. Kami duduk
dan Lihatlah sekeliling Anda: sebuah meja, yang akan membuat banyak orang Eropa merasa
terhormat . Semuanya bersih dan cerah, taplak meja dan serbet, piring, sendok, garpu, pisau,
dan gelas. Dari peralatan peralatan itu, setiap orang mendapat jumlah yang sesuai dengan
peraturan pada meja makan. Di sana-sini Anda melihat barang perak. Anda dapat makan
sepuasnya. Makanan yang disajikan beraneka ragam. Pertama-tama, saya tunjuk kan Anda
sup yang disajikan dalam mangkok besar yang bagus. Di sana ada piring dengan daging babi
hutan yang kelihatan nikmat dan yang dapat Anda makan dengan kentang yang enak. Di sini
ayam, yang digoreng sangat enak, menimbulkan selera Anda. Kemudian ada banyak piring
dengan segala macam masakan daging babi, ayam, dan ikan. Juga ada rebusan buncis,kacang,
kol, dan sayur-sayuran lain, yang dapat tumbuh baik di pegunungan. Akhirnya Anda juga
mendapat sla dan buah-buahan. Semua yang Anda lihat di sini, dan kadang-kadang masih
lebih banyak dari yang disebut tadi, didapat atau dipelihara di daerah ini atau di sekitarnya.
Nasi, yang lebih halus dan menurut saya lebih enak dari nasi di Jawa, mempunyai tempat
utama. Pernah saya katakan,beras itu mungkin dibawa dari tempat lain. Legenda mengenai
penemuan pertama beras didaerah cukup menarik diceritakan di sini. Akan saya beri tahukan
secara harfiah,sebagaimana saya dengar dari seorang pribumi.
LEGENDA ORANG-ORANG di sini dulu tidak biasa makan nasi. Mereka puas de ngan
makan buah klijat yang mereka petik dari dalam hutan. Buah itu sangat mirip pinang. Mereka
membakar buah itu dan memakannya karena tidak ada beras. Lalu mereka minum saguer.Ada
seorang tua, sangat tua. Orang tua itu pergi berjalan-jalan dan tiba di pusat dunia. Disana ada
sebuah batu. Dengan susah ia meng angkat batu itu. Ketika itu ia melihat lubang yang dalam.
Dan ia melihat sehelai daun dari pohon puti weren. Ia juga melihat sebuah tangga yang
sebenarnya hanya scutas rotan yang panjang. Orang tua itu turun ke bawah. Ketika tiba di
sana ia melihat bahwa orang-orang di sana sangat lain dari orang-orang di atas. Hidung
mereka melintang, tidak seperti orang di bumi,yang hidungnya lurus. Lalu orang tua itu terus
berjalan-jalan dan melihat padi yang sedang dijemur. la ambil beberapa butir dan
menyimpannya dalam ikat pinggang cidako² dipinggangnya, dan kembali memanjat ke
atas.Tetapi ketika ia melihat ke bawah, ia melihat banyak orang, yang ber. hidung
melintang,mengejarnya. Orang tua itu mengambil sebuah peda (parang), dan memotong rotan
yang merupakan tangga itu. Dan semua orang jatuh ke bawah, begitu banyak orang! Menurut
cerita, orang tua itu tidak melihat, apakah ada di antara mereka yang mati Dan lubang itu
ditutupnya. Kemudian ia pergi menabur padi yang diperolehnya. Dengan demikian, padi itu
bertambah banyak. Sekarang semua orang makan nasi. Cerita itu berakhir, dan sekarang
orang tahu bahwa orang di Minahasa makan beras hasil curian. Saya merasa cerita-cerita ini
agak aneh, tetapi di sana memang tidak semua murni Bisa saja ada yang lebih buruk.
Bila Anda biasa tidur siang, Anda dapat segera melihat-lihat kamar Anda. Ada banyak
perabot rumah tangga, sebanyak yang Anda butuh kan. Tempat tidur yang baik, digantungi
kelambu dengan tepi yang bagus atau bertepi rumbai, semuanya dari bahan yang baik, seprai
yang bersih, sebuah wastafel, sebuah cermin, kursi-kursi yang baik, tetapi biasanya tanpa
gantungan pakaian. Sesudah istirahat, ada teh dan kopi dengan kue sekadarnya, semuanya
kuc pribumi. Kami tidak akan merinci lebih lanjut kendati perangkat minum teh itu tidak
memalukan jika dibandingkan dengan banyak meja orang Eropa. Sesudah minum teh, kami
berjalan-jalan. Di sini ada banyak jalan yang cukup baik untuk mencari angin, suatu kegiatan
yang cukup menyenangkan pada ketinggian 2.500 kaki di atas permukaan laut. NEGERI-
NEGERI di Minahasa mempunyai sesuatu yang sama dalam penataannya. Bila orang sudah
melihat satu di antaranya, hampir semua. dapat dikenali. Perbedaan hanya pada pagar, sisi
depan rumah, halaman depan rumah negeri, penataan tanaman, rumah-rumah, kebersihan,
dan lainya. Tetapi rencana pembangunannya sama di mana-mana. Di depan loji atau rumah
kalakeran biasanya ada lapangan, dan di situ berkibar si tiga warna pada tiang yang tinggi
pada waktu kunjungan residen, kontrolir, mayor, dan yang lain, serta, seperti di banyak
tempat, pada hari Minggu. Di sekeliling tiang bendera terdapat petak-petak bunga mawar dan
bunga-bunga lain, atau pagar tanaman yang dipelihara rapi dan dipangkas rata, sedangkan di
padang rumput terbentuk bermacam-macam gambar yang dibuat oleh jalan-jalan kecil. Di
belakang rumah negeri,lapangan itu terus melebar. Di sampingnya dan di ujung belakang ada
dapur, kakus,kandang kuda, dan kadang-kadang serta kamar-kamar lain, dan akhimya rumah
jaga, yang sangat diperlukan. Di Tomohon, lapangan tersebut terletak di depan gereja yang
terletak di samping rumah mayor. Jalan-jalan lurus, dan jalan utama biasanya cukup lebar.
Kecuali jalan utama, yang memotong tentah negeri, ada juga beberapa jalan yang sejajar
dengan jalan utama. Dan Ada pula jalan-jalan menyilang yang lurus, yang menghubungkan
jalan-jalan utama itu. Di tepi jalan ada pagar hidup, pagger, yang terdiri dari mawar, bunga
lonceng, bunga burong, atau beluntas atau bellacai. Di tiap negeri, jenis tanaman yang
dipakai untuk pagar seperti itu bergantung pada pilihan para kepala negeri atau kadang-
kadang juga merupakan pilihan penduduk sendiri sehingga penampilannya berbeda-beda.
Tanah dibagi dalam halaman halaman, dan di tengahnya berdiri sebuah rumah putih yang rapi
dengan kisi-kisi dan tiang berwarna biru, yang agak tersembunyi dibelakang tanaman yang
dipelihara di halaman (kintal) rumah. Rumah umumnya mempunyai ruang tamu, dan agak ke
dalam, sebuah ruang terbuka yang dapat kami sebut ruang keluarga, tetapi yang oleh orang
pribumi belakangan ini kadang-kadang disebut porus (dari kata Belanda voorhuis), mengikuti
orang Eropa. Tempat ini umumnya mencakup setengah dari luas rumah. Dalam ruang tamu
terlihat sebuah meja yang buatannya halus, kadang-kadang sangat bagus, atau kasar dan
kadang-kadang sangat kaku. Demikian pula keadaan dua atau tiga kursi atau bangku, yang
dibuat dari kayu, sering pula dari rotan besar, dan terkadang juga dari bambu. Pada kisi-kisi
pintu di sana-sini ditempel ekor ikan besar, yang ditangkap oleh penduduk, atau tulang
rahang babi hutan. Kebersihan tidak merupakan tanda dari rumah dan perabot rumah orang
Alifuru. Orang Alifuru tidak resik. Mereka mengotori tempat duduk dan sandaran kisinya.
Kadang-kadang juga di mana-mana terlihat bekas ludah sirih atau lain-lain. Di ruang dalam
atau beranda depan biasanya juga terlihat sebuah meja dan bangku, sebagai tempat istirahat,
dan di tiap sudutnya diberi tongkat-tongkat bambu, yang di ujung atasnya terdapat langit-
langit sehingga dapat menjadi tempat tidur. Ketertiban dan keteraturan belum terlihat, juga
tidak pada peralatan yang tergantung pada dinding seperti botol, perisai, jala untuk
menangkap ikan atau babi, dan sebagainya. Atasnya tertutup gemutu dan tikar. Ayam yang
berkeliaran dalam rumah tidak mengais dan mencari makan. Di sini disimpan padi, yang
dipetik dari tangkai yang berbuah berlebihan, dan dibawa dari ladang ke rumah. Tong atau
bak padi ini tidak lain dari kulit kayu yang keras, yang dibentuk bulat, diikat, diberi dasar
lepas yang ter diri dari gemutu dan tikar, yang setelah diisi kemudian ditutup kembali. Kulit
kayu yang berukuran besar seperti itu, sangkor (bahasa Alifuru), dapat menampung lebih dari
seratus gantang.
Di sisi lain rumah ada satu atau dua kamar yang dipisah dinding dari ruang keluarga. Dinding
juga merupakan pemisah antara satu kamar dan kamar lainnya. Dalam kamar-kamar itu ada
tempat tidur suami dan istri. Anak-anak umumnya tidur di loteng, tetapi kadang-kadang juga
di ruang keluarga. Tempat tidur tersebut sangat sederhana, tidak lebih dari papan yang
ditutupi tikar, dan sebuah bantal. Kadang-kadang juga dipakai linen (putih atau biru) atau
tikar sebagai kelambu. Dalam kamar tidur juga ada peti atau kotak (kabila), tempat mereka
menyimpan pakaian, uang, dan barang berharga lainnya. Berbagai perbedaan tata ruang
antara satu rumah dan rumah lainnya menimbulkan kesulitan untuk mencakup semua itu
dalam suatu penggambaran. Di banyak tempat, bentuk rumah sangat kecil, panjangnya tidak
lebih dari empat belas kaki, demikian pula lebarnya. Di tempat lain ada juga rumah yang
lebih baik. Di Minahasa terlihat persaingan menata negeri. Keadaan ini adalah suatu
dorongan,kadang-kadang juga berhasil dibiasakan oleh para kepala negeri. Biasanya halaman
disapu sangat bersih, dan dengan itu berpenampilan baik dan menarik. Saya kira Tomohon
tidak termasuk diantara negeri-negeri yang paling resik dan rapi. Secara keseluruhan, tam pak
lebih banyak perhatian pada rumah daripada kerapian halaman. Tanaman di halaman terdiri
dari pohon buah-buahan seperti pisang. berbagai macam jeruk, pinang, serta kopi dan kapas.
Dari tanaman pekarangan ini penduduk mendapat lebih banyak keuntungan, yang tidak
diperoleh di lain dacrah, seperti dibanyak tempat di Jawa, karena di sana orang tidak
mengenal pekarangan sendiri, atau membiarkan pekarangan itu tidak terpakai. Di samping
itu, di pekarangan mereka membuat kebun kecil di sana-sini, tempat mereka menanam
buncis, seledri, bawang, kayu manis, dan lain-lain. Berbagai macam pohon ditanam di kebun
itu, yang macamnya bergantung pada keadaan tanah.Di beberapa tempat, di sana-sini bahkan
dibuatkan bedeng-bedeng bunga diselingi bermacam-macam rumput khusus. Di belakang
rumah biasanya ada rumah panggung kecil setinggi rumah utama yang ber fungsi sebagai
dapur. Bangunan ini kadang-kadang tidak diatas panggung. Di samping dapur, terkadang juga
di samping rumah, tergantung kandang-kandang ayam dari bambu. Pada malam hari ayam di
masukkan ke dalamnya. Agak ke belakang ada kandang babi, dan di situ semua hewan
tersebut gaduh menunggu diberi makan dan air. Negeri yang babi-babinya tidak dikurung
memberi pandangan yang tidak rapi dan kotor, dan di pekarangan pun tidak dapat dipelihara
tanaman. DI TOMOHON, meninggalkan rumah mayor dan berjalan ke arah ne geri, di
sebelah kanan tampak gedung gereja, lambang kedatangan Kris tus di tengah-tengah suku
bangsa ini. Gedung tersebut berada di suatu lapangan terbuka dan menghadap ke barat,
berhadapan dengan jalan dari arah Tanawangko. Ruang dalamnya diatur sangat baik. Gedung
itu kukuh dan dibangun rapi. Dari luar dan dari dalam bangunan ini tampak sederhana, tetapi
merupakan tempat yang cocok untuk pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan agama
Kristen. Di dalam, bangunan ini memberi suasana khidmat dan kesungguhan.
Tempat duduk, kursi pendeta, dan ruang masuknya rapi dan baik. Bila seluruh penduduk
Tomohon telah menganut agama Kris ten dan menjadi pengunjung yang setia, gereja itu akan
terasa kecil. Pada mulanya agama Kristen tidak mudah masuk di sini. Bertahun tahun guru
penginjil hanya bersama keluarga dan tetangga lainnya yang datang mendengarkan Injil.
Memang tidak ada daerah di Minahasa tempat yang dapat dikatakan bahwa agama Kristen
datang, lihat, dan menang'. Tidak, dalam cara bagaimana agama itu dibawa, tidak dipakai
cara penaklukkan, tetapi suatu cara yang bertujuan meyakinkan dengan halus. Dan mereka
yang dipanggil, dibiarkan bebas menerima atau menolak. Cara yang digu nakan tidak akan
merupakan suatu dorongan atau paksaan. Membuat orang beralih dengan cara yang tidak
dapat diterima, tidak terdapat di sini. Hanya kebebasan dan keyakinan sendiri yang harus
menggerakkan orang-orang itu untuk memeluk suatu agama. Karena itu, penerimaan mereka
dibuat tidak mudah. Pandangan ini adalah pandangan para penginjil. Bahwa dari segi lain.
dihalang-halangi oleh para kepala negeri dan imam, itu dapat dimenger ti. Adalah
kepentingan mereka, walaupun dianggap kurang baik, untuk menahan orang agar tetap
berada dalam ketidaktahuan dan kegelapan. Tetapi masa itu hampir berlalu, dan agama
Kristen di mana-mana mencapai kemenangan. Juga di Tomohon terdapat kemajuan besar
pada mereka yang diberkati. Kalau sedikit melangkah ke depan, di sisi kanan kami temukan
rumah guru N. Ph.Wilken, dan di sisi kiri, gedung sekolah yang baru. Tempat tinggal
penginjil ini benar-benar merupakan suatu bangunan yang bagus, besar, dan kukuh!
Penghormatan atas hasil pembangunan nya layak diberikan pada penghuni itu sendiri, karena
seluruh pembangunannya berada di bawah pengawasan dia sendiri, dengan memakai tukang
yang semula tidak dapat menggunakan alat-alat yang harus dipakai. Hasilnya mempersolek
negeri. Bagaimana 'rumah yang ditata baik' seperti itu dapat menjengkelkan orang, tidak
dapat saya mengerti. Semoga orang tidak sungguh-sungguh menganggap bahwa penginjil itu
harus puas dengan keadaan kekurangan dari yang tiap orang Eropa di Nusantara berusaha
miliki, yakni pertama tama, rumah yang sehat dan enak. Saya bukan ingin menyatakan bahwa
kebanyakan dari kami, termasuk penghuni rumah itu, sebelumnya selama lebih dari sepuluh
tahun harus menyesuaikan diri dengan rumah yang sangat sempit tanpa tempat untuk
keluarga. Bila sakit, tidak tahu bagaimana memberi pembaringan yang layak bagi si
penderita, dan harus menolak tamu yang ingin menginap atau memberinya tempat yang tidak
menarik. Suatu pesta rakyat lainnya, ketika foso dilangsungkan secara lebih pantas dan
berarti, adalah pesta 'makan beras baru' (kumankaan weru, bahasa Alifuru). Foso untuk
upacara itu disebut rumeta. Dalam kesem patan ini mereka kadang-kadang sangat gembira
dan minum saguer sa ngat banyak. Saya tidak akan menggambarkan foso ini. Tidak ada yang
khas didalamnya. Hanya perlu diketahui bahwa di beberapa daerah, untuk foso ini, orang
mengambil seekor ayam dewasa dan seekor anak ayam yang sudah cukup besar, mencabut
bulunya hidup-hidup, dan menggantungnya. Sesudah menyembelih ayam atau babi, dan
menyisih kan sedikit nasi, daging, dan saguer untuk para dewa, imam berdoa. Dan akhirnya
orang-orang makan sekenyang-kenyangnya. Ada nyanyian khusus yang dibawakan ketika
sedang memetik padi. Lagu-lagu itu kadang kala merupakan seruan kepada para dewa
seperti:
Empung wana kawiley e rumoros-o-mey, ya owey! Rumoros-o-mey wana bawo um bene en
minareresako wene ya yo momey owey.
Empung yang berada di pohon mangga, turunlah. Turunlah dekat padi, karena padi-padi ini
bertumpuk dan saling menindih (saling mendorong). Dalam perjalanan pulang pada malam
hari mereka berteriak, ber sorak, dan memekik. Tiba di rumah mereka berpesta, dan bulan
terang sangat diinginkan pada waktu itu. Mereka menari maengket. Dalam tarian ini para
wanita dihiasi tangkai padi, yang mereka lingkarkan di atas kepala. Mereka memegang sapu
tangan yang dilambai-lambaikan, dan mereka berpakaian rapi. Mereka menari dan
membentuk lingkaran, di jalan atau di lapangan dinegeri, sambil membawakan lagu-lagu
untuk tarian itu. Lagu-lagu itu semula dipersembahkan dalam pesta hasil panen dan sebagai
ungkapan rasa terima kasih kepada para dewa. Tetapi larik lariknya segera berubah. Beberapa
lagu masih pantas, dan berisi kata kata dengan arti kiasan mengenai perkawinanan secara
umum (perkawinan antara orang kecil dan besar, antara kaum ningrat dan rakyat biasa).
Tetapi akhirnya mereka jatuh ke dalam pernyataan-per nyatan yang sangat tidak sopan, yang
akibat-akibatnya merusak.
Suatu perumpamaan saya sampaikan di sini:
Kentur u Manado wo u Lembeh masuat uman, ey, owey! Saanah masungkud-o makentar-
orombu-rombunan ey-owey.
Gunung Manado dan Gunung Lembeh adalah sama. Bila keduanya menyatu menjadi gunung
yang besar. Dengan kata lain, bila seorang pria dan wanita yang sama-sama keturunan ningrat
kawin, mereka akan mendapat status (yang tinggi).

BAB VIII
TRADISI PEMERINTAHAN

Rencana perjalanan ● pohon sagu ● masalah perbatasan ●


Sarongsong ● pemerintahan pribumi ● Keadaan vulkanis ● Lahendong ●
Danau linow ● Batas ● Empat suku terbesar ●
Bahasa Alifuru

telah menyantap sarapan sederhana yang terdiri atas kopi, kuc K pisang, serta roti, dan akan
melanjutkan perjalanan. Pagi itu segar dan menguatkan tubuh. Udara diselimuti awan tipis,
tetapi tampaknya hari segera akan cerah. Seluruh suasana menarik kami untuk melanjut kan
perjalanan dengan semangat baru. Jika mengikuti jalan yang dilalui ketika datang, pada ujung
negeri itu kami dapat belok ke kiri untuk melihat Tondano seperti yang biasa dilakukan para
wisatawan. Jalan tersebut akan mengundang orang ke sana karena jalan itu adalah jalan
terbaik di Minahasa, yang dibeberapa tempat orang bisa melihat gunung dan danau yang
indah. Kami akan menempuh arah yang lain, belok ke kanan dan terlebih dahulu
mengunjungi Minahasa Selatan. Di kiri kanan jalan terhampar sawah, tanah datar, dan air
yang berlim pah merupakan prasyarat yang baik untuk sawah itu. Orang Tomohon tahu benar
memanfaatkan keadaan tersebut. Penduduknya rajin, dan ka renanya makmur. Seingat saya,
belum pernah terdengar adanya keku rangan bahan pokok. Yang pernah saya dengar justru
orang yang sesekali menjual hasil tanahnya kepada kewedanaan lain, padahal sebagian besar
penghasilan mereka berasal dari ladang yang terbatas. Di antara dan di sekeliling sawah
tumbuh rumpun pohon sagu yang berguna untuk orang Minahasa. Sagu itu sendiri tidak
banyak dipakai olch orang Minahasa. Lain halnya dengan di Ambon dan pulau-pulau di
sekitarnya. Kecuali orang Tonsawang yang menjadikan sagu sebagai makanan utama, orang
Minahasa menyantapnya sebagai makanan pengganti jika panen jagung atau padi gagal.
Tetapi dari segi lain pohon sagu sangat berarti di daerah ini, terutama sebagai atap rumah.
Daun pohon sagu sebagai atap tidak bisa dibandingkan dengan alang-alang di Pulau Jawa,
dan karenanya jauh lebih disukai. Pohon ini berkembang biak melalui dahannya, dan selalu
meluas ke 'sekitarnya, terutama jika orang membersihkan lahan yang mengelilingi nya.
Dahannya tumbuh bagai kipas, keluar dari tanah atau dari batang dengan panjang empat
setengah sampai enam meter. Di setiap sisi rusuk ada daun yang panjangnya satu sampai satu
setengah meter dan lebar tujuh setengah atau sembilan sentimeter. Setiap dahan dapat
memiliki seratus dua puluh sampai seratus lima puluh helai daun. Daun-daun ini lah yang
dijadikan atap rumah. Setelah dipotong dilipat di atas jerami. Kedua ujungnya, dengan
panjang yang sama, dijalin menjadi satu di atas belahan kecil bambu atau jerami, lantas
dianjam dengan belahan rotan setebal tali ikat biasa. Pan jang bambu atau jerami itu kira-kira
dua meter, dan memuat kurang lebih empat puluh helai daun yang disusun tumpang tindih.
Anyaman daun serupa itu disebut faras-katu yang disusun seperti sisik dari bawah ke atas
wuwungan rumah. Sebuah rumah memerlukan tiga sampai lima ratus faras-katu, sedangkan
rumah yang lebih besar memerlukan empat sampai delapan ribu atau lebih. Wuwungan yang
ditutupi dengan katu itu disebut atap. Beberapa kilometer dari Tomohon kami jumpai sebuah
perkebunan kopi yang memberi kesan cukup baik. Para pemuda yang riang berangkat dengan
cangkul mereka dan para pemudi, yang jumlah nya mungkin lebih banyak, menertawakan
sesuatu yang mereka lihat pada Anda, atau memberi komentar mengenai Anda.
Pada malam saat pulang,mereka sangat ramai, dan gurau serta teriak mereka terdengar kurang
pantas. Lewat kebun lagi, di sebelah kanan kami jumpai jalan menuju negeri yang lebih kecil,
Panglombian dan Tondang. Dahulu orang juga menggunakan jalan ini untuk pergi ke
Remboken dan Langoan. Jalan yang lebih baik adalah jalan dari Tomohon melalui Tataaran
ke Remboken, tetapi karena adanya jalan tadi, jalan ini sama sekali tidak dipakai lagi. Sambil
terus berjalan, di kiri kanan jalan tampak ladang-ladang datar yang di kejauhan dibatasi oleh
gunung. Di depan terletak Sarongsong ibu kota Kewedanaan Sarongsong. BATAS Tomohon
mencapai kewedanaan ini. Sekarang batas-batas ter sebut sudah ditetapkan. Sengaja saya
mengatakan ini untuk menegaskan bahwa Semua perbedaan dan ketidaksepakatan mengenai
batas daerah sudah berakhir. Masalah batas daerah mengisi banyak halaman dalam sejarah
Minahasa, yang tidak selalu baik. Setiap kewedanaan lambat-laun meng akui sebagian dari
lahan. Siapa yang lebih dahulu membuka lahan di suatu tempat, kemudian menebang pohon,
memberi tanda pada pohon, atau menanamkan daun tawaan, mempunyai hak milik atas lahan
ter sebut. Peraturan ini berlaku baik untuk satu kewedanaan maupun pekarangan. Mereka
yang nenek moyangnya telah melebarkan sayap secara lebih luas adalah orang yang
beruntung,sedangkan yang tidak beruntung mendapat sisa yang tidak seberapa luas.
Keturunan keturunannya tidak puas dengan warisan orang-tua mereka. Nafsu untuk
menguasai sebidang tanah sudah lama merajalela di antara mereka. Di perbatasan orang
mempertengkarkan hak milik, dan terbukalah peluang untuk berbagai tipu muslihat, yang
menjadi penyebab banyak perang saudara. Peperangan itu sudah dilarang oleh pemerintah,
lalu orang menempuh jalan lain seperti penyuapan, muslihat, pemindahan daun tawaan,
bahkan pemindahan aliran sungai pun dapat terjadi. Panitia yang ditugasi menangani
pekerjaan sulit ini biasanya menyelesaikan per sengketaan dengan musyawarah atau
keputusan yang belum tuntas. Di bawah penguasa yang lama pun tidak ada kemungkinan
penyelesaian. Maka, di suatu tempat sebuah panitia berkumpul. Wakil kedua pihak yang
bersengketa siap membela perkaranya. Pembicara yang terbaik dan beberapa saksi harus
didengar keterangannya. Seseorang, bila mungkin yang tertua dan memegang peranan, maju
ke muka - berdehem beberapa kali, melihat ke sekelilingnya – lalu mulai berbicara, "Opo K.,
dengarlah saya. Saya bersumpah bahwa apa yang akan saya katakan benar. Ya, saya
bersumpah. Sudah demikian lamanya saya menjadi mayor. Saya dahulu adalah...."
Keterangan selanjutnya adalah laporan panjang yang didukung kertas-kertas usang yang
sudah menguning. Akhirnya apa yang diperlukan ditemukan, tetapi tidak menyelesaikan
persoalan, dan bahkan tidak berhubungan dengan soal perbatasan seperti itu. Sekarang
mereka mulai berselisih mengenai pancang yang pernah ditentukan pada zaman kakek A dan
oleh panitia B. Kadang-kadang orang setuju dengan keterangan itu, kadang-kadang juga
timbul perbedaan pendapat. Kali ini menyangkut letak dan nama gunung. Orang mudah saja
mempertukarkan nama sebuah gunung demi kepentingan nya, dan menunjuk puncak lain
dengan nama yang sama, dan seterus nya. Tetapi pihak lawan membantah kesaksian tersebut
dan memberi bukti yang lebih sahih. Tidak jarang mereka saling mencemooh. Mereka
mempermainkan keadaan yang kurang menyenangkan itu. Beberapa orang pun mulai
meraung-raung menyayat hati: O, Tuhan, lihatlah si M... ia ingin merebut lagi tanah kami.
Oh, kasihan! Masa-masa seperti itu sebagian besar sudah berlalu. Kini keadaannya lebih baik.
Pengukuran dikerjakan di seluruh pelosok, perkiraan dan pengukuran segi tiga menentukan
arah dan batas, proses verbal disusun, dan yang lebih berwewenanglah yang kemudian
memutuskan. Kami berada di Sarongsong. Kewedanaan ini tidak mempunyai banyak hal
yang penting. Jumlah penduduknya 2.200 jiwa dan ibu negerinya berpenduduk 1.060 jiwa. Di
daerah ini tinggal penduduk yang tegas, yang tergolong suku Toumbulu. Cara bicara mereka
yang terpatah-patah tidak saya sukai. Betapapun kecilnya kewedanaan ini, pen duduknya
tidak mau mengalah terhadap penduduk kewedanaan lain. Mereka sudah mendirikan loji
yang kukuh tetapi tidak dapat disebut bagus. Residen Jansen memperuntukkan loji itu untuk
gereja Karena letaknya dekat dengan Tomohon, jarang orang menginap di sini. Mayor di sini
mendiami rumah yang sangat baik. Nama Sarongsong dipinjam dari air terjun, yang banyak
dijumpai diMinahasa dan terpancar dari lereng gunung. Negeri itu memberi kesan yang rapi,
walaupun letaknya tidak terlampau baik. Kristen di daerah ini maju yang pesat.
Perkembangan jemaat ber langsung sesuai dengan harapan. Kehadiran jemaat di rumah
ibadah menggembirakan. Para pemimpinnya memberikan contoh yang baik. Secara umum
keadaan ini juga terlihat di negeri lebih kecil yang ter masuk Kewedanaan Sarongsong. DARI
penjelasan di sana-sini dan dari keterangan mengenai kedatang an, pemukiman, dan
kemudian penyebaran penduduk, dapat dipastikan bahwa ada masanya ketika orang
Minahasa tidak terbagi-bagi seperti sekarang. Tidak mudah menjelaskan bagaimana
pemerintahan pada masa lalu dibentuk. Kami harus mengikuti riwayat sejumlah keluarga
terpandang, dan dari situ kami memperoleh pembagian atas dua, dan kemudian atas tiga
kepala negeri dan seterusnya. Keterangan demikian membawa Anda dalam kesulitan karena
setiap keluarga terpandang menceritakan bahwa merekalah yang pertama dan paling
berkuasa. Pemilihan kepala negeri yang dijatuhkan pada orang tertua tentu merupakan tradisi
turun-temurun. Oleh karenanya, masih ada kepala negeri yang sampai kini menyandang nama
pahendon tuwah, 'yang dianggap tertua'. Hubungan pemimpin dan rakyat sama dengan
hubung an ayah dan anak, bahkan sampai sekarang pun para pemimpin menyebut
bawahannya se oki, 'anak-anak'. Kalaupun mereka orang-tua yang keras atau orang-tua yang
mau menang sendiri, yang menuntut jerih payah anak-anaknya untuk dirinya, mereka tetap
bersedia melakukan segala sesuatu yang baik untuk se oki.Bila diteliti lebih dalam lembaga-
lembaga yang hingga kemudian masih dipakai, misalnya mapalus pada pekerjaan kebun,
pembangunan rumah, dan sebagainya, sumakei (penyambutan tamu), ataupun sumuruk
(sumbangan bersama untuk pesta), yang diatur dan diawasi para pemimpin, akan jelaslah
bahwa semua ini adalah peninggalan kehidupan masyarakat sederhana pada zaman nenek
moyang. Pada masa lalu para kepala negeri menyandang sebutan kepala, dan kemudian
menjadi kepala balok, yang artinya meminta balok pada setiap anggota masyarakat untuk
pembangunan gedung pemerintah di Manado. Kini gelar kepala tidak dipakai lagi kendati
masih dipakai untuk kepala negeri secara umum dalam bahasa Melayu atau Alifuru.
Kemudian orang hanya mengenal istilah kewedanaan dan wedana Setiap kewedanaan berada
di bawah kepengurusan kepala negeri pribumi dengan gelar hukum besar atau mayor. Dahulu
sebelum tulungan hanya gelar pertama yang dikenal. Karena pada suatu ketika secara suka
rela pergi ke Jawa atau banyak mengirimkan orang untuk peperangan di sana, mereka
dianugerahi gelar mayor. Kemudian gelar ini diberikan kepada wedana dengan wilayah yang
besar, atau kalau ada kasus istimewa seperti memasukkan paling banyak kopi. Dengan
demikian, saat ini ada tiga belas mayor di bawah dua puluh kepala. Sebagai tanda pengenal,
mereka memakai tongkat berkepala emas atau perak yang diberi ukiran lambang Belanda.
Mereka juga diberi payung dengan triwarna bendera Belanda yang ujung gagang dan tepinya
terbuat dari emas. Penghasilan mereka tidak terlalu besar namun mencukupi jika mereka
menerima semua hak mereka. Mereka mendapat beberapa persen dari hasil kopi. Untuk
beberapa kewedanaan jumlah itu besar, tetapi untuk kewedanaan lain sangat sedikit. Ada
kewedanaan yang hanya sedikit menghasilkan kopi, bahkan ada yang sama sekali tidak
menghasilkan apa-apa. Dari setiap wajib pajak, mereka harus menerima satu gulden dalam
bentuk rempah atau padi. pada umumnya jabatan beralih dari ayah ke putranya bila putranya
itu bekerja sebagai pejabat kewedanaan yang kedua. Kalau tidak, maka keluarga terdekat
wedana yang akan menuntut haknya. Bila ada dua atau tiga anggota keluarga yang pernah
memegang kekuasaan dalam pemerintahan, jabatan yang lowong itu akan menyulitkan
pemerintah setempat karena adanya persaingan urutan peringkat, ketidakjujuran, dan praktek-
praktek jahat yang seharusnya tidak muncul. Pemilihan pejabat menjadi semakin sulit, dan
pemerintah sering harus memilih seseorang yang mungkin bukan warga kewedanaan itu.
Tindakan demikian jarang memuaskan penduduk, dan bila mereka menyetujuinya secara
diam diam, selalu ada beberapa orang yang mencoba menggagalkan keputus an tersebut.
Yang memerintah biasanya keluarga bangsawan. Kepada saya telah diterangkan munculnya
golongan bangsawan ini oleh beberapa ahli secara berbeda-beda. Di satu pihak,saya diberi
tahu bahwa mereka. adalah garis keturunan langsung dari pendatang pertama dan terbesar
yang dinamakan wailan. Di pihak lain, dikatakan bahwa mereka terkenal karena menjadi
pengayau, penangkap babi hutan, pembuka perkebunan yang luas, atau pemilik banyak
budak. Karena itu mereka memperoleh penghargaan serta penghormatan sebagai orang besar
dan berkuasa, ar tinya berhak menjadi wailan, dan keturunan mereka pun mendapat banyak
harta dan kehormatan. Keturunan ini mengagungkan nama dan derajat mereka, dan dengan
demikian terjadilah kebangsawanan mereka. Jika ditinjau secara teliti, keterangan tersebut
tidak bertentangan dan kedua alasan itu dapat diterima Sekarang kebangsawanan tersebut
dapat dibedakan dengan jelas, terutama pada kaum wanita, yang tiga puluh tahun sebelumnya
tidak begitu tampak. Saya menduga, pergaulan dengan orang Eropa dan per sentuhan dengan
dunia peradaban mengakibatkan semakin dikenalnya kebersihan, pakaian yang lebih rapi,
serta berkurangnya pekerjaan ta ngan yang kasar dan berat, yang pada gilirannya
menimbulkan kei nginan untuk meningkatkan kehidupan ke arah kebangsawanan itu.
Peradaban Eropa paling banyak meresap pada golongan bangsawan dan mereka berusaha
menerimanya. Di sini tidak ada orang yang tampil dalam pakaian compang-camping dan topi
segi tiga yang pernah banyak terlihat di Maluku tetapi kini sudah tidak ada lagi. Para lelaki
berpakaian secara Eropa bila keuangan nya mengizinkan, dan mereka tahu bagaimana tampil
menarik dan sopan sehingga melenyapkan karikatur yang mengejek. Para wanita
mengenakan pakaian tradisional yang lebih rapi dengan kain yang lebih halus Dari wajah
mereka tampak bahwa mereka berasal dari keturunan yang baik Budi bahasa mereka halus
dan penampilan mereka pun sopan Kulit mereka yang putih tampak mencolok di antara para
wanita lainnya Gerak-gerik mereka juga lebih lincah Di sini kami dapat berjumpa dengan
wanita cantik. Para bangsawan sangat pandai menunjukkan status mereka, sama baiknya
dengan beberapa bangsawan di Eropa. Dalam urusan per nikahan sangat jelas
dipertimbangkan apakah kedua belah pihak turunan bangsawan. Laki-laki yang bukan
keturunan bangsawan menganggap pernikahan dengan wanita dari keluarga bangsawan suatu
kehormatan, dan wanita bangsawan yang menikah dengan laki-laki yang bukan bangsawan
sangat direndahkan. Sayangnya, keturunan bangsawan ini tidak melengkapi diri dengan
pengetahuan. Dalam segi keagamaan dan tata krama pada umumnya, kaum pria tidak
memperlihatkan kepatutan. Memang ada keistimewaan untuk kaum pria ini, namun sejumlah
besar di antara mereka tidak mempergunakan kesempatan yang ada untuk mengembangkan
dan memperbaiki budi pekerti. Yang lebih tinggi statusnya menikmati pen didikan Eropa dan
tahu memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Yang mereka dambakan adalah suatu
lembaga pendidikan tersendiri untuk anak para kepala negeri. 6. Sebagaimana dulu kopi atau
padi, sekarang pengolahan kayu diserahkan kepada Pemerintah. dan menanam kembali
pohon-pohon dari satu kebun ke kebun yang lain, yang jaraknya kira-kira beberapa ratus
langkah. Seorang warga negeri memikul lima atau enam pohon kecil diikuti seorang
meweteng yang menggenggam tongkat rotan, simbol kekuasaan. Dahulu pengawasan seperti
itu berlangsung lebih ketat daripada sekarang. Kewibawaan para kepala negeri di Minahasa
yang kuat bisa diper lemah oleh pelanggaran yang mereka buat sendiri atau oleh pengaruh
dari luar. Jika saat dibentuk pemerintahan agak lemah dan kemudian diambil alih oleh
pemerintah yang lalim, para kepala negeri akan berlaku adil, menekan, serta memeras harta
dan keringat bawahan mereka. Pemerintah telah melakukan perbaikan, dan sekarang
pemerasan sudah berkurang kendati perbuatan serupa itu diam-diam masih terus berjalan.
Kami lupakan masa lampau dan menyenangkan diri bahwa sebagian besar ketidakadilan
sudah berlalu. Bahwa para kepala negeri masih dapat menjalankan kewibawaannya secara
tegas, dan dalam hal pelanggaran ringan atau pembangkangan, masih dapat menjatuhkan
hukuman. Tanpa kekuasaan serupa itu, seorang kepala negeri tidak akan bertahan di
Minahasa. Demikian pula kelakukan manusia jika amarah mereka memuncak. Mereka akan
menyanyikan lagu berikut: "Anda tidak akan mendapat kannya, Sungai Rano Raindang yang
bebas itu...", sehingga akhirnya pemerintah mengambil keputusan, dan Sarongsonglah yang
menang. Tetapi kebijaksanaan itu belum mendorong mereka berdamai. Masih ada duri di
dalam daging! Tetapi sebaiknya kami tidak mempersalahkan mereka, bukankah demikian?
Sekarang kami arahkan perhatian pada batas pemisah yang lebih luas untuk dua bagian besar
di Minahasa, yang bersama dua bagian lain membentuk empat bagian besar, yang ke
dalamnya rakyat Minahasa terbagi. 10 Pembagian itu tidak dilakukan begitu saja tetapi
berdasarkan bahasa, raut muka, dan watak manusianya.

BAB VIIII
KERAJINAN DAN SENI RAKYAT

Sonder ● Lelima ● sayur mayur ● kolongan atas ●


Mayor tua ● perlawanan terhadap kristen ● industri ●
Tukang kayu ● tukang besi ● tukang batu ● tukang emas ● tukang sepatu ●
Tukang jahit ● menganyam ● Menenun ● menyulam ● keramik ● seni pahat dan seni lukis

Musik vokal dan instrumental ● ilmu perbintangan ● legenda

Kami berada di daerah sonder. Artinya kami telah berpindah dari daerah toumbulu ke daerah
toumpakewa. Ketegapan dan kegagahan orang toumbulu tidak akan terlihat disini. Beberapa
tahun yang lalu seorang residen menjelaskan kepada saya bahwa sonder tertinggal
seperempat abad dibandingkan dengan kewedanan lain. Negeri yang berjarak satu setengah
pal dari sini adalah lelima. Nama itu diambil dari nama sejenis tanaman yang daunnya
digunakan sebagai sayur atau obat cacing.
Kami tidak akan berhenti disini. Negeri ini tampaknya lebih baik dibandingkan dengan tiga
tahun lalu. Waktu itu negeri lelima tidak sehat, rumah-rumahnya buruk,halamannya kotor dan
pagar-pagarnya tidak terpelihara,tidak terlihat adanya kemakmuran dan selama tiga tahun
belum terlihat perubahan.
Ada perbedaan tata krama yang disana-sini tampak diantara orang-orang Kristen dan non-
kristen. Penginjil-penginjil pertama,riedel dan schwarz berusaha memimpin rakyat soal tata
krama ini dan beberapa orang memang mengikuti teladan mereka itu. Dalam masyarakat
yang beradab orang tidak perlu memberi salam kepada siapa pun, kecuali kepada orang yang
dikenal. Tetapi sebagai Langkah awal tata krama yang baik dalam suatu kehidupan
Bersama,yakni belajar menganggukan kepala serta melihat ke sekeliling agar tidak seperti
seekor hewan sekaligus untuk menjernihkan pandangan serta raut muka,saya kira banyak
baiknya. Setelah berkendaraan dua setenga pal kami tiba dikolongan atas. Daerah ini diberi
nama sesuai dengan nama daun yang lebar dan besar yang banyak terdapat disini. Daerah ini
dianggap sebagai bagian dari negeri sonder, walaupun mempunyai seorang kepala negeri
sendiri. Kolongan atas tidak punya sekolah dan anak-anak harus bersekolah di sonder, orang
Kristen pun harus masuk gereja di sonder. Dahulu dekat daerah ini ada sebuah gereja diatas
bukit disini agama Kristen hidup subur. Saya mengenal beberapa orang yang dengan
kesederhanaan mereka menerima kristus dalam hati dan menerimanya sebagai penebus dan
menyaksikan Namanya ditengah rekan-rekan senerginya dan demi kekudusan Tuhan
menghormati kekristenan itu. Kristen masuk di daerah ini dengan banyak kesulitan dan
perjuangan yang tampak sekarang adalah hasil kekuatan,kebenaran dan kemurnian kabar
keselamatan, bukan karena kebenaran dan pertolongan manusia. Tujuannya adalah mencari
lokasi tempat kami dapat melihat negeri sonder dari suatu ketinggian, seperti dulu selalu kami
lakukan Ketika jalan ke pedalaman masih melalui kolongan atas. Di puncak ketinggian itu,
tempat negeri ini dibangun, tampak salah satu pemandangan negeri yang terindah di
minahasa. Dibawah terlihat negeri sonder bagai suatu perkemahan yang tersusun rapi pada
sebuah lembah, ditengah tampak bangunan bagai tenda-tenda besar umtuk kepala pasukan
dalam sebuah perkemahan, rumah-rumah itu membentuk pemandangan indah yang
mengelilingi sebuah danau, Dikejauhan terlihat lembah dikelilingi perbukitan baik yang
ditanami maupun tidak dengan latar belakang gunung yang tinggi. Disebelah kanannya
berdiri gunung lokon yang menawan. Mendirikan negeri ini ditempat tersebut adalah gagasan
berani mayor terdahulu salah seorang yang tertua di minahasa ia memerintahkan banyak
orang pindah dari negeri lain, di antaranya terutama orang dari kihawalana, salah satu daerah
yang tersehat diminahasa. Mereka yang sejak dahulu tinggal dilembah umumnya tahan
tinggal disana, tetapi diantara para pendatang baru selalu ada yang menderita demam
malahan banyak yang meninggal dan dengan demikian menginginkan sebuah negeri yang
lebih besar dan lebih indah. Mayor yang mengetahui kunjungan kami ia pun berdiri diserambi
berpakaian hitam dan bintang penghargaan dari perang Diponegoro tergantung didadanya.
Pandanglah sikapnya yang luwes pada usianya yang sudah mencapai enam puluh tahun, sifat
tidak pernah puas dan sikap rendah diri tergambar pada wajahnya yang menyunggingkan
sebuah senyum. Nafsu ingin berkuasa menyebabkan dia berapi- api nafsu ingin memperkaya
diri. Sebagai tamu kami puas menginap dirumahnya dan ia melimpahi kami dengan
keramahtamahanya jika berbicara, sering ia menatap ke muka dengan tarikan raut muka dan
tangan menelusup dirambutnya yang hitam pekat,lebat dan kejur, atau menusap wajahnya
dan kadang membelalakan matanya. Pengetahuan dia mengenai watak manusia banyak. Cara
dia menilai orang eropa sama dengan cara dia menilai rakyatnya.
Ia menyapa kami dalam Bahasa melayu, “selamat datang, tuan-tuan! Selamat dating
disonder.”
“ Terima kasih, mayor. Apa kabar?”
“ Terima kasih. Ya, seperti biasa. silahkan duduk, tuan-tuan.”
“Terima kasih”
Mayor itu menghilang sebentar dan terdengar memberi perintah Bukan main sifat rakyat yang
patuh dan cerdik disekelilingnya. Mereka membisikan perintah dari yang satu pada yang lain,
lalu lari. Orang tidak memuji hubungan mayor itu dengan rakyatnya, tetapi hubungan tersebut
sangat rapat.
Mayor itu Kembali lagi, “apakah tuan-tuan ingin makan sesuatu?”
“suka sekali, mayor. Ya, mayor, kami telah berkunjung ke danau linou. Alangkah indahnya
pemandangan disana.”
“sayangnya sebelumnya saya tidak tahu bahwa tuan-tuan akan berkunjung kesana”
“silahkan tuan-tua, makan apa adanya.” Ia mengerti pujian kami dan terlihat puas.
Sikap mereka terhadap Kristen baik dengan perbuatan yang langsung dan tidak langsung
menyangkut pekerjaan yang bermanfaat. Kristen didaerah ini juga mengalami banyak
kemajuan, maksud saya penentangan terhadap Gerakan itu banyak orang menarikdiri karena
merasa takut. dahulu Kristen mendapat tantangan keras disana-sini itu adalah suatu kenyataan
yang sudah bisa diduga sebelumnya. Selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad para
pemimpin menjalankan pemerasan tanpa gangguan dan berbagai tipu muslihat digunakan
untuk mendesak masyarakat alifuru yang miskin untuk melaksanakan berbagai macam foso,
Makin besar sebuah foso makin tinggi juga semua pujian dan janji kemakmuran yang diobral
para pemimpin agama. Mereka berwibawa dimata masyarakat berbagai macam ancaman
dapat mendorong orang melakukan foso, apabila rasa takut secara keagamaan tidak ampuh
lagi. Industry,kerajinan tangan dan kerja bukanlah kata-kata yang mudah menggerakan hati
dan menarik perhatian orang minahasa. Orang dapat saja mengumbar kata dan mencoba
mempengaruhi mereka, tetapi jangan berharap akan berhasil. Prinsip yang mereka pegang
adalah : jangan bekerja kecuali terpaksa! Jika berada dalam kesulitan atau mempunyai
maksud tertentu, misalnya mencari uang untuk membayar pajak atau membeli pakaian untuk
seorang wanita, mereka akan menjalankan perintah untuk bekerja dengan giat, kenyataan ini
dapat dilihat dimana-mana di minahasa. Tiap tahun daerah ini dipenuhi kebun jagung dan
sawah dimana pun tampak kebun kopi yang terpelihara baik seluruh Kawasan dikelilingi oleh
jaringan jalan yang baik, kuat dan tertata dengan tertib. Orang minahasa selalu membuktikan
bahwa mereka berbakat dalam melakukan pekerjaan dengan tangan dan alat.
Mereka memang berbakat dalam melakukan segala macam kerajinan tanpa banyak usaha
mereka dapat menjadi tukang kayu, pandai besi, atau tukang mebel yang baik. Biasanya hal
itu terjadi setelah orang yang bersangkutan menghilang selang beberapa waktu untuk
menekuni suatu kerajinan, lalu ingin mempelajari suatu kejujuran (hambak). Usaha
menciptakan sesuatu yang baru kadang-kadang justru menghasilkan sesuatu yang tidak
menguntungkan, sesuatu dengan mudah diubah menjadi bentuk yang aneh dan tidak berpola.
Saya tidak dapat menyebutkan sebuah tempat yang penduduknya berprofesi sebagai tukang
batu. Ini bukan karena orang minahasa tidak dapat mengerjakan pekerjaan tersebut,
melainkan karena di manado belum ada orang yang mengkhususkan diri dalam bidang itu.
Ada tukang emas, tukang cat, tukang sepatu, tukang jahit, umumnya dorongan untuk
mengerjakan industri pada orang minahasa kurang kuat. Ada kekurangan pada tukang kayu
dan tukang besi, yakni kekurangan akan pelayanan yang baik dan cepat kalua ditempat lain
pekerjalah yang melamar pekerjaan, disini pekerja diminta melakukan suatu pekerjaan. Tidak
semua kewedanaan sama keadaannya ada kewedanaan yang dari dulu sampai sekarang tidak
mengerjakan apa-apa, yang terkenal rajin adalah wanita tondano baik sebelum maupun
sesudah menjadi pengikut kristus. Bila pembimbingnya seorang wanita tua penganut agama
Kristen yang alim, kumpulan tersebut tidak mencemaskan, tetapi jika tidak demikian para
orangtua mencemaskan pembicaraan yang tidak etis dan dapat merusak moral para gadis,
Kelompok serupa itu kebanyakan hanya ada di tondano.
Kehidupan industri yang sesungguhnya tidak berkembang di minahasa. Di jawa banyak orang
membuat barang-barang untuk dijual, tetapi di minahasa hal itu tidak banyak terjadi, satu-
satunya alasan masuk akal yang dapat saya bayangkan adalah rendahnya taraf hidup
masyarakat sehingga perkembangan industri tidak dapat diharapkan dari mereka.
Berkembangnya peradaban pada gilirannya akan mendorong lebih banyak kegiatan dan orang
akan lebih banyak menciptakan usaha. Ditempat yang kehidupan industrinya belum
berkembang, peningkatan permintaan belum tentu mendorong peningkatan produksi.
Kekurangan selalu dirasakan oleh beberapa orang dan setelah diteliti ternyata orang hanya
akan dilayani kalua si pekerja berkenan. Dari seluruh penjelasan diatas, menjadi jelas bahwa
seni belum berkembang tetapi pada rakyat terdapat bibit-bibit yang dapat berkembang lebih
baik dan lebih murni, ada suatu rasa keindahan yang tumbuh dalam diri mereka. Tetapi
dengan berlangsungnya perkembangan peradaban, rasa estetis pun akan berkembang, dan
orang minahasa pasti tidak akan tertinggal dibandingkan dengan suku lain di kepulauan
nusantara.
Orang Alifuru tidak mempunyai pemikiran yang tinggi mengenai bintang di langit,
pengetahuan mereka tentang bintang juga terbatas. Kebaikan yang sering dicampakkan
memperoleh kebajikan yang indah dari atas, manusia sering memutuskan sesuatu secara tidak
adil, hanya dewa yang mengenal hati manusia.

BAB X
WATAK MASYARAKAT

Pemandangan dari sonder ● Berangkat ● Tabiat khas orang Alifuru


Perbedaan penyembah berhala dan orang Kristen ● Sifat baik ● Sifat buruk ● desa orang
Alifuru
Tincep ● Air terjun tincep ● Timbukar ● jalan hutan ● Suluun ● pemandangan indah ●
kalewoan

Pada suatu pagi yang cerah, kami segera akan mandi di pancuran tempat pemandian yang
dulu dibuat untuk menyambut kedatangan yang mulia gubernur jenderal Duymaer van Twist,
Dahulu tempat mandi itu terletak di bawah kaki gunung tepat dimuka loji. Kalua kami
berjalan sedikit ke lapangan terbuka dan membiarkan mata terbuka anda akan mendapatkan
suatu pemandangan yang luar biasa indahnya! Ditempat itu pula tersaji pemandangan yang
paling indah sinar matahari yang lembut mulai merambat ke sekelilingnya dan rusuk gunung
terlihat jelas dari jurang gelap yang melintasinya dari atas hingga ke bawah tidak ada kata-
kata yang memadai untuk menggambarkan pemandangan yang terlihat di sini.
Ada perlunya saya membentangkan beberapa perbedaan yang sudah ditemukan diantara
penyembah berhala dan orang Kristen orang menduga perbedaan itu tidak terlalu besar.
Dalam hidup yang bercorak kekristenan ada suatu dasar kehidupan yang kekuatannya tidak
dapat dihindarkan, dasar ini diterapkan pada setiap pribadi yang dijumpai teristimewa pada
mereka yang menerimanya. Kristen mengangkat, memuliakan dan menyucikan bentuk
masyarakat yang sudah menerimanya akan berubah dan menguatkan firman Tuhan, “lihat,
aku menjadikan semua baru.” Tetapi jangan mengira hal ini terjadi sekaligus . pandangan dan
harapan itu menjadi penyebab banyak kekecewaan banyak orang yang jemu dan kemudian
meragukan ketetapan tugas para penginjil, terlebih pada kebenaran dan kekuatan injil kristus.
Perbedaan antara orang Kristen dan penyembah berhala di minahasa tidak terlampau
mencolok karena sejak awal penyebarannya, Kristen secara tidak langsung mempengaruhi
para penyembah berhala. Masuknya Kristen dan peradaban menyebabkan orang Alifuru
penyembah berhala mulai mengenakan pakaian kendati tidak setiap hari.
Tata krama itu juga mempengaruhi perilaku mereka, dan ini setidak-tidaknya dibentuk oleh
pemerintah yang baik, dengan demikian orang Alifuru menerima bentuk lain dari unsur
Kristen dalam masyarakat mereka. Kuatnya pengaruh Alifuru menyebabkan unsur-unsur
penyembahan berhala masih tampak pada orang kristen.
Kebaikan apa yang saya temukan di minahasa? Peratam-tama sifat lemah lembut mereka,
kelemahlembutan itu tampak di mana-mana. Paling baik adalah melihat mereka dari sisi
kelemahlembutan sejauh ini tidak diartikan sebagai kelemahan. Tetapi jika orang berbicara
dengan keras dan pedas pada mereka, mereka akan terdiam, tidak merasa bertanggung jawab,
dan akhirnya menurut. Bahwa selain itu kelemahlembutan mereka masih dapat
dipertanyakan, tidak dapat saya sangkal mengayau,mencincang manusia,meminum
darah,menganiaya binatang adalah bukti-bukti yang nyata. Sesuai dengan sifat kelembutan
mereka, orang minahasa juga mempunyai sifat penurut, menghormati atasan bagi orang
minahasa merupakan sifat lahiriah.
Disini kelembutan mereka berubah menjadi kebaikan dimana-mana mereka memperlihatkan
sifat penurut mereka di bawah suatu tekanan. Mereka lebih suka memperlihatkan sifat tahan
menderita daripada memperlihatkan sifat suka melawan. Mereka penurut bukan karena sifat
mereka demikian sifat penurut adalah darah daging mereka dan mereka tidak dapat
menyangkalnya. Saya berharap anda tidak memperoleh gambaran yang keliru mengenai
minahasa dan pemerintahannya, seakan-akan orang yang tinggal diluar jalan raya hidupnya
seperti itu. Negeri ini sangat mewakili minahasa purba.

BAB XI
Kebiasaan Lama

KAMI berada di Kapoya, yang mengambil namanya dari buah popaya. Lagi-lagi suatu
pemilihan nama yang aneh untuk menen. tukan tempat suatu negeri. Bila ditinjau lebih baik,
daerah ini sebenarnya adalah suatu jalan pegunungan. Pegunungan menjulang di sisi-sisinya
dengan tidak teratur, dan mungkin di sekitarnya tidak ada tempat yang lebih cocok. Di sana,
di atas gunung, berdiri gedung sekolah, gereja, dan rumah guru. Kami akan ke sana. Guru
adalah orang yang paling terdidik di desa ini karena kepala negeri ini pun, yang masih kafir,
tidak tahu bagaimana harus bersikap, misalnya, bila ada orang Eropa yang jung. Untunglah,
kunjungan seperti itu sangat jarang di sini, walaupun tempat yang terpencil ini sudah cukup
mendapatkan sinar terang. berkunSecara keseluruhan negeri ini kelihatan agak lebih baik.
Rumah guru adalah suatu contoh kebersihan, dan di sini orang-orang tidak lagi melewati
Anda seperti melewati orang dari hutan. Semua itu akibat diperkenalkannya agama Kristen
dan peningkatan peradaban. Penginjil K.F. Herrman mulai bekerja di sini sebagai seorang
guru. Walaupun banyak halangan dari para kepala negeri dan imam, sudah terlihat adanya
kemajuan. Bila saja semuanya kelihatan bersih, tentu Anda tidak akan menolak untuk duduk
makan. Demikian harapan saya. Anda mendapat piring, umumnya berwarna biru, garpu,
pisau, juga sendok walaupun bukan dari perak. Makanan dibawa dari berbagai arah.
Kebiasaan maweteng yang mengatur semuanya, dan membagi tugas masing-masing di antara
mereka. Bila ada sisa, mereka akan mengambilnya kembali. Mereka menganggap dihormati
bila banyak yang dimakan. Di sini Anda memperoleh nasi, udang, belut, telur, ayam, ikan
(gabus dan gete-gete). Mungkin kita juga mendapat babi hutan atau daging sapi. Bagi mereka
yang mempunyai selera makan, semua yang disajikan dapat dinikmati sebanyak-banyaknya,
tetapi mereka yang kurang suka boleh makan sekadarnya. Orang-orang baik itu akan merasa
sangat dihormati jika mereka menerima Anda sebagai tamu. Hari sudah malam. Hujan sudah
berhenti dan kabut, yang mirip sarang laba-laba tergantung di sela-sela gunung, perlahan-
lahan meng hilang. Langit menjadi lebih cerah. Orang-orang di negeri telah menyelesaikan
tugas mereka sehari-hari. Beberapa di antara mereka yang paling berpendidikan, yang dekat
dengan Kerajaan Tuhan ataudi makam untuk memperkuat ketenaran mereka dan untuk
melayani mereka ketika mereka tiba di tempat para dewa di Sinawayan atau Kasendukan
(tempat tinggal para dewa). Kepala-kepala itu disegel. patkan dengan mereka di waruga,
sebagai pelayan mereka.” Di sini kami mencoba memahami penduduk asli dengan cara yang
tidak baik. Hanya sesekali mereka memutuskan untuk menyerang secara terbuka selebihnya
biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Mereka berjaga-jaga di jalan, di semak-
semak, atau di tempat yang curam dan menyerang orang yang lewat tanpa curiga, berkeliaran
dengan pedang atau belati, dan dengan senang hati membawa pulang kepalanya. Mereka juga
terkadang bersembunyi di gubuk terpencil, menyerang orang-orang yang bermalam di taman,
dan membunuh semua orang yang mereka temui. Setiap kewedanaan lain dianggap bersikap
bermusuhan. Bila perlu permusuhan diciptakan, dan mereka tahu apa tindakan selanjutnya.
Setiap peristiwa sepele merupakan dalih yang cukup untuk memulai per musuhan. Dan
alasan-alasan itu mudah dicari. Akibatnya, terjadi lagi perang besar atau kecil, dan dengan
demikian mereka selalu hidup tidak tenang. Itu sebabnya rumah-rumah berada di atas
panggung.

BAB XII
Siklus Hidup

Lihatlah, betapa damai dan lembutnya alam menyandarkan diri dengan santai pada gunung
itu, bagaimana kabut meluncur di atas dan di antara pepohonan. Alam tengah beristirahat.
Mereka menyediakan minuman, kopi tanpa susu, serta kue pisang untuk makan pagi. Lalu
mereka mengucapkan selamat jalan kepada kami. Kami menjumpai jalan yang sangat baik
dari Kapoya ke pantai, dan kemudian tiba di Amurang. Namun, akhir-akhir ini jalan itu tidak
te rawat dengan baik. Andai kata jalan tersebut masih baik, saya tentu tidak akan mengajak
Anda mengikuti jalan itu, sebab kita tidak akan dapat mengunjungi tempat yang sangat
penting dan merupakan pusat Kristen di Minahasa. Oleh sebab itu, lebih baik saya antarkan
Anda melalui suatu jalan yang hampir tidak dapat dilewati, melalui hutan dan kebun, jurang,
dan sungai berbatu, yang tidak akan Anda temukan di peta. Jalan setapak itu licin, tetapi
orang Kapoya, pemandu yang setia itu, dengan lincah menunjukkan jalan kepada kami, dan
dengan gembira serta gesit ia berjalan di muka. Ada kalanya ia menengok ke belakang,
melihat apakah kami masih mengikutinya, dan jika semua lancar, ia ber jalan agak cepat lagi.
Ia berjalan terus, sama cepatnya antara mendaki dan menuruni gunung, dan kuda kami,
bagaimanapun tidak dapat ber jalan lebih cepat lagi. Sekarang kami berjalan lebih ke bawah.
Di sanatampak sebuah jalan setapak, tetapi orang Kapoya itu sudah tidak ter lihat lagi. Ia
telah berada di bawah dan menanti kami di tepi sungai yang agak deras arusnya.
Kami berjalan menurun pertahan-lahan, dan sesekali la mes tawakan kami. Ia menganggap
pekerjaan itu bukan pekerjaan para tuan. Setibanya di tepi sungai, sekali lagi ia tertawa dan
kami mengerti mak mengecewakannya. sudnya. Arus deraslah yang sedang ia pikirkan
berikut kesukaran penyeberangan yang segera akan kami laksanakan. Karena sudah
menempuh perjalanan sejauh itu, kami tidak mau Kami turun ke sungai tersebut. Kuda kami
menolak turun ke air, tetapi orang Kapoya itu sudah terbiasa menangani kuda. Ia pegang
seekor kuda pada tali kendalinya dan menariknya maju. Orang itu sudah masuk ke air
setinggi dada. Arus sungai agak kuat, dan lebih ke tengah arusnya lebih kuat. Seketika ia
memandang kami dengan agak kecewa, tetapi kami mengajaknya maju terus. Kuda itu
dipaksa berenang maju. Akhirnya kami tiba di seberang sungai. Betapa senangnya kuda itu
setelah keluar dari sungai, sehingga dengan sekali tarikan kuda itu membawa kami ke tepi
sungai yang terjal. Setelah melewati sebuah bukit, kami tiba di Negeri Pinamorongan dan
kembali berada di jalan besar. Dari Manado jalan ini mengarah ke selatan, yakni ke arah jalan
yang kami lalui pada awal perjalanan. Dua setengah pal dari sini kami tiba di jembatan yang
melintasi Sungai Sario. Di seberangnya ada dua jalan: yang pertama menuju ke kiri, terus ke
selatan menuju Negeri Lota, Kinilo, Kakaskasen, Tomohon, dan seterusnya. Yang kedua
menuju ke kanan, menuju arah barat menyusuri tepi pantai, melewati Negeri Tanawangko,
Ranowangko, Senduk, Muntai, Lelima, Popontolen, Tum paan, Lopna, Pondang, Ranomea,
dan Bitung terus ke Amurang. Dari Kapoya menuju pantai, kami tiba di jalan dekat Tumpaan.
Di tempat ini masih ada jalan lain ke arah kiri, ke gunung, yang hampir sejajar dengan jalan
menuju Kapoya. Beberapa tahun terakhir, jalan ter sebut direhabilitasi dengan baik, dan
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipakai untuk pengangkutan hasil pertanian. Jalan ini
melalui daerah yang indah serta makmur, dan melewati Negeri Pinamorongan, tempat kami
sekarang berada, terus ke gunung melewati Wuwuk, Ru moong Atas, dan melalui Tombasian
Atas sampai ke Kawangkoan, dan beberapa negeri lain. Sekarang kami berada di
Kewedanaan Kawangkoan.

BAB XIII
Pendidikan dan Pengajaran

AMURANG negeri yang sangat indah dan terletak di teluk yang indah pula. Jalan-jalannya
lebar, halaman-halaman rumah ditanami berbagai tanam an buah-buahan terutama jeruk,
jambu (gora), manggis, berbagai jenis mangga dan langsat. Tampak pula rumah-rumah yang
baik, tetapi gereja dan loji telah dibongkar. Gereja sudah lama diruntuhkan, tetapi loji baru
kemudian. Kedua bangunan ini akan dibangun kembali. Dahulu di tem pat itu ada sebuah
gereja segi delapan yang mungil. Sekarang Kristen sudah lama dikenal di daerah ini, yakni
sejak para pendeta keliling datang membaptis orang-orang yang selanjutnya menentukan
jalannya sendiri tanpa bimbingan dan pengembangan. Penginjil K.T. Hermann, yang
meninggal pada tahun 1851, harus melakukan pekerjaan yang berat karena alih-alih menjadi
sarana pengabaran Injil orang Kris ten di sini malah menjadi batu sandungan. Mereka tidak
mengenal apa apa selain benda-benda mati, itu pun kadang-kadang tidak mereka kenal.
Kemudian perkembangannya lebih baik: beberapa orang mulai sadar bahwa kekristenan
mereka belum mendalam sehingga mereka mencari sesuatu yang lebih baik, dan jemaat pun
berkembang karena banyak yang meninggalkan kekafiran. Dengan demikian gereja pun
mendapat bentuk yang lain. Hermann mendapat lebih banyak kepuasan dalam pekerjaannya
di an tara orang-orang kafir di pegunungan itu. Wuwuk adalah hasil garapan nya. Ia
melakukan tugasnya sampai ke Kapoya, di jalan raya sampai ke Rumoong, di pantai sampai
ke Muntei, di gunung di belakang Amurang sampai ke Tonsawang, dan di salah satu sisi
Sungai Rano i apo daerah-daerah yang akan dikunjungi sampai ke Kumelembuai. Di setiap
daerah tersebut ia mendirikan sekolah dan mengumpulkan jemaat. la selalu giat dalam
pekerjaannya.
Pekerjaannya di ladang Tuhan tidak ga gal karena sampai kini hasilnya masih tampak. Para
penginjil lain me lanjutkan pekerjaannya, dan di tempat-tempat ini menemukan ladang yang
dipersiapkan dengan baik. Setelah Hermann meninggal, datanglah seseorang yang bergairah
dan bersemangat menyala-nyala, yakni S. van der Velde van Cappellen. Dia lah penerus yang
mengambil alih sebagian besar pekerjaan yang menanti tangan yang kuat dan semangat baru.
Di bawah pimpinannya, Amurang mengalami perubahan besar. Mungkin kerjanya terlampau
bersemangat sehingga tubuhnya tidak dapat menahan semua keletihan, kesedihan,
kekecewaan, perlawanan, dan agitasi yang terus-menerus. la roboh di antara jemaatnya di
Pegunungan Rumooang Atas. Kepergiannya menyebabkan banyak usaha yang telah
dilakukannya kandas. Karena, untuk dapat bekerja seperti dia dan dengan arah yang sama,
orang harus dibekali dengan kepribadian yang sempurna seperti dia. Bekal kemauan baik saja
tidak cukup untuk melanjutkan pekerjaan yang telah dirintisnya itu. Pendeta J.H. Tendeloo,
penggantinya, menjadi orang pertama yang sependapat dengan saya. Caranya menginsafkan
dan membimbing orang dengan sarana yang ada, yakni melalui jalan moral, tidak sesuai
dengan cara Pendeta V.D. Cappellen. Demikian pula cara dia mewujudkan cita-citanya, yakni
dengan menyuruh orang mencari sendiri dan bekerja tanpa berusaha mendorong dan
mendesak mereka untuk melakukannya dengan moral yang tinggi. Ia pun memperoleh
pengalaman yang memuaskan walaupun kebanyakan ia alami di pegu nungan. Usahanya
untuk melanjutkan organisasi jemaat dan hubungan di antara mester (guru agama) pasti
bukan pekerjaan yang sia-sia. Semoga Pendeta Van de Liefde, yang metodenya menyerupai
metode Van der Velde van Cappellen, akan menghasilkan karya lebih banyak.

BAB XIIII
Kekayaan alam

KAMI masih ingin melanjutkan perjalanan sejauh lima puluh pal lagi Manado. jauh lagi ke
hutan sampai ke perbatasan Minahasa. Hutan yang sudah berabad-abad usianya akan kami
lalui. Kami berjalan melalui jalan-jalan yang baru dan melihat hutan yang tidak putus-
putusnya, tidak teratur, serta sulit dijelajahi. Kami harus melalui tepi jurang yang mencapai
kedalaman seratus atau dua ratus kaki. Di sana-sini ada bagian yang longsor, bekas bekasnya
pun tidak terlihat di kedalaman jurang itu. Di sini juga masik harus dibangun jalan, tetapi
pembangunannya akan sulit sekali, serta akan memakan waktu dan tenaga. Sebagai imbalan
atas perjalanan yang tidak menentu, melalui jalan-jalan tadi, di sana-sini kami menjumpai
hutan yang liar dan indah, yang memberi pemandangan ke seberang jurang. Kami juga
menjumpai alam yang segar dengan sinar matahari pagi menyalami kami dan ratusan bunyi
terdengar: himne penciptaan. Kami sampai di Wanga, dua setengah pal dari Kumelumbuai,
sebuah negeri tua yang telah diperbarui. Pada setiap sisi jalan yang lurus ter dapat rumah-
rumah di atas petak-petak tanah yang terbagi rata yang menandai suatu kemakmuran.
Sembilan pal dari Kumelumbuai terletak Motoling, yang dahulu sedikit lebih jauh. Pemilihan
lokasi daerah ini sangat baik. Selayang pandang tanah itu sudah dieksploitasi dengan penuh
kecermatan. Negeri ini mempunyai beberapa jalan yang lurus dan berpotongan secara paralel.
Pekarangan di daerah ini belum dipagari. Demikian pula dengan sekolah dan rumah ibadah
orang Kris ten di Motoling.
Dari Motoling ke Pontak dapat ditempuh melalui jalan yang licin na mun tidak begitu terjal.
Kira-kira setengah perjalanan, setelah melewati hutan dan kebun kopi, berdiri Gunung
Seratus. Pegunungan itu terputus putus dan tampak tidak teratur, seakan-akan membentuk
tembok antara Minahasa dan Mongondo. Itu tidak menjadi masalah dan orang sudah
menemukan jalan tembus, kendati masih ada kesulitan. Orang ingin memperlancar
komunikasi, yang tidak begitu disenangi oleh orang Mo ngondo, tetapi jalan itu adalah satu-
satunya cara untuk mengembangkan daerah dan rakyat dan memperkukuh posisi kami di
daerah itu. Sekarang sudah waktunya membangun daerah itu karena sudah banyak waktu
yang terbuang sejak 1832. Islam tidak berhasil menguasai seluruh daerah ini, dan Kristen
tidak dapat menjadi benteng pertahanan terhadap tembusnya ajaran ini. Islam menggerogoti
pemerin tah Hindia-Belanda bagai kanker. Propaganda bulan sabit menyusup terus dan tidak
ada tindakan untuk melawannya. Ajaran Nabi Muham mad disegani di tempat-tempat ajaran
tersebut tersebar. Semakin mendekati Pontak semakin kami sadari bahwa kami menuruni
jurang yang tidak beraturan. Gunung-gunung yang kami tinggalkan lambat-laun membentuk
tembok yang tidak teratur. Di muka kami berdiri Gunung Seratus, di sebelah kanan gunung
dan sejumlah bukit yang secara bersama-sama membentuk pegunungan, dengan Lolombulan
sebagai puncaknya yang tertinggi dengan cabang cabangnya yang menyebar ke sekelilingnya.
Tampaknya pegunungan itu membentuk kedua tebing Sungai Rano i apo dan daerah aliran
Poigar. Lembah yang kami turuni hanya mempunyai satu daerah terbuka di sebelah kirinya,
yang dilalui oleh 'sungai para leluhur' yang membentuk terusan untuk mengalirkan air yang
selalu melimpah itu ke laut. Lembah tersebut memberi pemandangan indah - sehingga orang
menyebutnya 'lembah Pontak' - yang sangat sulit dicapai. Bentuknya menyerupai setengah
lingkaran yang tidak beraturan. Hulunya yang menjorok bermula di depan rumah kepala
negeri Pontak, dan muaranya terdapat di Ranoiapo.

BAB XV
Menyusuri Kawasan Vulkanis
Hari sudah cukup terang untuk dapat melihat keadaan sekeliling. Di sebelah utara tampak
gunung-gunung yang indah menjulang tinggi, menghadap ke barat dan membentuk gugusan
pegunungan yang tinggi, dengan Manimporok, Pampelompu ngan, dan Soputan sebagai
puncaknya. Tempat ini merupakan sebuah daerah gunung berapi dengan lereng-lereng yang
curam dan ditumbuhi
pohon-pohon yang berwarna gelap karena usianya. Beberapa gunung membentuk suatu
gugusan yang tampak sangat jelas, dari arah timur laut berputar ke arah tenggara dan berakhir
di tepi laut. Setengah lingkaran yang membentuk gugusan tersebut sebagian menurun ke arah
laut bagai ombak dahsyat dari laut yang sedang pasang - sama seperti di seluruh Minahasa.
Lalu tampak pantai yang luas ke arah Belang. Jalan sedikit demi sedikit mendaki namun tetap
bagus, bahkan dapat dilalui pedati. Keadaan jalan berbeda dari masa yang lalu. Selama
kurang lebih tiga puluh tahun, jalan melalui Gunung Ratahan ke arah Belang merupakan
salah satu jalan yang paling sulit dilalui. Di bawah pemerintah beberapa residen terkemudian,
jalan ini mengalami perbaikan. Di bawah pemerin tahan Residen Jansen, dilakukan perbaikan
yang paling besar. Semua diubah sehingga daerah ini menjadi lebih mudah dikunjungi.
Sekarang pemeliharaan jalan itu bukan lagi tanggung jawab Tondano atau Amurang,
melainkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontrolir. Jalan terdahulu, yang melewati
Gunung Pampelompungan, justru melewati bagian Gunung Sinowayan yang sa ngat curam
dan dianggap sebagai tempat persemayaman terbaik, sesuai kepercayaan rakyat setempat,
untuk roh orang yang telah meninggal
mengenal berbagai keadaan lain.
Pemerintah cukup hanya memberi dorongan untuk maju dan mereka tentu akan
mengikutinya. Tetapi apakah pemerintah sendiri secara tidak sadar berada di bawah pengaruh
yang sama? Bukankah pemerintah telah berani mensyaratkan tuntutan yang demikian tinggi
pada suatu negeri yang telah melihat contoh di daerah lain di Minahasa? Bagaimanapun,
kontrolir dan pemerintah perlu dipuji. Sebagaimana kita lihat, orang tidak memberi
tanggapan yang sama terhadap alam yang indah ini. Ini bukan salah pemerintah. Pemerintah
dapat mengubah segala sesuatu yang bersifat lahiriah, bahkan dapat mendatangkan sarana
untuk mengadakan perubahan, pun dalam kehi dupan spiritual rakyat, yaitu dengan
pengadaan gedung sekolah dan per alatannya. Pembentukan manusia berada di luar
jangkauan pemerintah. Kami meneruskan perjalanan dan masih tetap mendaki. Tidak berapa
lama lagi kami akan sampai di sebuah kebun kopi. Sungguh suatu pe mandangan yang indah
dan menyegarkan! Daun-daun berwarna gelap itu yang berkilauan di bawah sinar matahari,
dan di beberapa tempat ka mi melihatnya masih dikelilingi butir-butir embun yang indah,
yang se bentar lagi akan menghilang karena udara panas. Tanaman jenis belukar ini masih
muda, namun daun, bunga, dan buahnya yang berwarna gelap dan agak terang sudah lebat. Di
mana pun di Minahasa, lahannya umum nya cocok sekali untuk budi daya kopi. Kebun ini
adalah salah satu tanda pertama bahwa kami telah memasuki Kewedanaan Ratahan. Kami
meneruskan perjalanan dan melewati hutan yang indah. Di tem pat ini terlihat kerimbunan
tumbuhan yang menjulang di sepanjang lereng gunung dan jurang yang dalam di bawah
Anda! Kesunyian yang syahdu terasa di mana-mana. Yang terdengar hanya deru sungai kecil
di kedalaman sana, gemersik dahan, dan desah angin. Hanya beberapa burung yang
memperdengarkan cicitan, bujukan, atau jeritan. Terdengar pula kepakan sayap burung.
Hutan telah bangun dan hiruk-pikuk. Namun suara-suara itu lambat-laun Dalam kehidupan
hutan ada seni yang puitis.

BAB XVI
Zending di Tengah Belantara
Jika kita memasuki Tondano dari arah Koya, artinya kita telah mulai memasuki suatu negeri
besar. Disitu masih terlihat rumah yang didirakan ditengah dataran yang berair. Tampak pula
sisa-sisaa genangan diair yang memberikan cukup petunjuk mengapa rakyat daerah ini
dinamai Tondano ‘orang air’. Dulu sungguhh sulit membentuk orang-orang air itu, ketika
tempat tinggal mereka masih di danau. Pemberontakan pertama, terjadi tahun 177099-1711,
ketika kompeni susah payah menguasai orang-orang Tondano. Pada saat itu orang-orang
memksa membawa kora-kora dari Manado dan Tanawangko ke danau itu lalu membakar
negeri air itu dan memaksa mereka mnempati daratan. Sejk itu semmua menjadi
tentramkecuali tindakan pengaduan yang disebabkan oleh kepala negeri. Tondino sebenarnya
teerdiri dari kewedanaan: Tondano-Toulian dan Tondano-Toulimambot. Di Tondano ada
banyakkebun kopi. Tidak ada orang Kristen yang mengangkat sekop unntuk bekerja pada
hari minggu. Perhatikan pakaian yang dipakai kaum Wanita sangat rapih. Rambut mereka
disisr sangaat luar biasa dan disatukan dengan penjepit rambut yang terbuat dari emas.
Dahulu setelah melakukan ibadah para jemaat peergi ke rumah Guru Injil J.F.Riedel, pendiri
begitu banyak kebaikan. Sisa hari itu mereka lakukan untuk meninjau sekolah minggu.
Penginjil Johann Friedrich Riedel memilih Tondano sebagai tempat tinggalnya dan hidup di
sana seterusnya. Segenap kepribadianya yang istimewa dan cara keerjanya yang luar biasa
merupkan pertanda bahwa ia di bawh karunia Tuhan. raut muka dan perawakannya tidaak
begitu menarik dibbandingkan dengan orang Eropa lainnya, namun ia selalu dikunjungi
banyak orang. Kebenciannya terhadap kemewahan dan Hasrat duniawi telah membuatnnya
membenci bentuk-bntuk yang sempurna di dalam kehidupan masyarakat. Apa yang
menyebabkan Tondano menjadi daerah yang penting adalah sekolah yang telah didirakan
pada tahun 1865. Di sekolah ini didikan putra-putri para kepala negeri pribumi dan
bangsawan. Patut mula-mula datang dari penginjil N.Ph Wilken dan Residen Jansen
memirintahkan agar disusun sebuah rencana. Residen Bosch telh merencanakan dalam skala
yang lebih besar tetapi masalah ini baru mendapat perhatian sepenuhnya dibawah
pemerintahan presiden Happe, Residen Van, Deynse yang sekarang memegang kekuasaan,
telah menambahkan sebuah podnikan sejalan dengan rencana yang dibuat pertama, sebab
nanti akan terdapat banyak kesulitan mengenai penginapan di Tondano bagi pra orang tua
mauppun anak-anak mereka. Pondokan itu tidak hanyamennyediakan tempat menginap,
melainkan juga akan mempertinggi kesusilaan di antara orang yang akan menjadi kepala
pemerintahan. Maka, Minahasa dapat merasakan gembira karena telah memiliki suatu
organisasi Pendidikan.

BAB XVII
Angin Peradaban Baru
Disini anda akan menjupai kehidupan alami, ciri masyarakat belum berdab yang penuh
dengan persaan yang menyenagkan. Kami sekarang brada diluar sungai Tondano. Danau
Tondano memperlihhatkan keindahan kepada pengunjung. Danau ini tenang, tetapi tidak
semua permukaanya tenang. Negeri-negeri di tepi danau itu keanyakan indah. Toulian kecil
yang dari arah Tondano terletak dikiri danau Tondano dapat ditempuh kurang lebih setengahh
jam beeerdayung. Letak negeri Eris dan Watumea yang sebentar lagi kami masuki. Bagi para
pemuda pergi kesekolah secara teratur rupakan suatu keharusan, dan kelalaian merpakan
pengecualiaan. Di daerah ini para anggota jemaat berkumpul untuk melihat kemajuan
terhadap murid. Memang jemaat di Tondano terkenal rajin mengadakan penelitian..
bagaimana pun tidak dapat dikatakan bahwa para misonaris mampu melaksanakan tugasnya.
Sekolah merupakan ojek pertama dalam kebanyakan kunjungan disini kami mendaptkan
sebuah sekolah dengan ruangan yag agak luas yang juga digunakan sebgai Gereja seperti
halnya dikkebanyakan tempt di minahasa. Seperti diketahui vaksinasi sudah diperkenalkan
pada para penduduk pribumi. Sebaiknya vksinasi ditangani penduduk pribumi agar rakyat
bisa lebig mudah diyakinkan akan manfaatnya. Seorang dokter yang meenemani kami pada
perjalanan dengan tenang berjalan ke samping sekolah lalu dengn hati-hati mengusap lengan
baju seorang anak. Vaksinasi berjalan dengan mulus di Eris. Orang sudah tau apa manfaat
dan apa yang akan terjadi. Keadaan di sana jauh lebih baik dari pada ditempat sebelumnya
merupakan suatu kehormatan bagi guru, kepala negeri, dan para murid. Peradaban
mmerupakan penyebab dan sarana yang memudahkan pemerintah untuk melakukan
pendekatan terdapat rakyat sehingga saran mensejahterakan masyarakat lebih mudah
diterima. Pemeerintah juga bekerja dengan giat demi kepentingan rakyat dan kepentingan
sendiri. Di tepi danau itu terdapat Negeri Telap yang terasuk dalam Kewedanan Tondano.
Disuati negeri Kristen-Alifuru orang mengerjakan kebun bersama-sama. Hari minggu pun
tiba, dan yang dilakukan orang Kristen pada waktu itu mmereka dilarang peergi ke kebun
karena hari minggu sangat dihormati. Orang Kristeen sungguh berntung jika tinggal ditengah
penymbah berhala sebab tidak akan banyak halangan dalam melakukan Ibadah dan
karenanya menguntungkan kehidupan rumah tangga dan kehidupan sosial Kristen. Kebiasaan
yang buruk dalam penyembahan barhala tidak akan lagi berpengaruh. Perkawinan
dihormati, kesusilaan dan kesucian diupayakan dan di junjung tinggi dan kepada anak-anak
diberikan Pendidikan yang lebih baik. Namum terlihat jug ada perbedaan anak-anak Alifuru
masih belum mengenal kapaian, berbadan kotor, dan bodoh.

BAB XVIII
Nilai-nilai Kristiani
Apa kemakmuran itu? Mengenai rakyt disini meeka Makmur bila mereka telah memiliki
tempat tinggal yang baik, pakaian yang layak, dan makanan yang cukup serta dapat
memenuhi beberapa kebutuhan yang telah mereka kenal. Memang ada kemmakmmuran di
tanah Minahasa khususnya di daerah yang beragama Kristen dan peradaban Kristiani telah
menempatkan diri tanpa gangguan terlepas dari beberapa penyebab yang menghalangi hasil
karya yang telah diberkati itu. Para penghuni rumah itu telah memiliki kebiasaan yang lebih
beradab sehingga mereka dapat berjalan belajar mengenakan pakaian yang lebih layak
sebagaimana yang dilihat dimana-mana. Hal ini merupakan hasil karya para zendeling.
Mereka mempunyai pakaian untuk bekerja, berpergian, untuk menghadiri sekolah, dan untuk
hari libur dan minggu. Oleh karena itu Dr. Bleeker dengan tenang mengatakan bahwa di
Minahasa memang ada kemakmuran terutama karena rakyatnya dapat mengasilkan bahan
kebutuhan tersebut. Berbagai perhiasan dikepala dan kaki, pakaian jauh mahal harganya dan
beberapa jenis moel buku-buku minuman dn sebagainya. Sebagai peradaban baru yang
dibawah Kristen. Harus diakui paung merupakan symbol kewibawaan yang lebih bersifat
ketimuran dari pada bentuk seragam yang kebarat-baratan. Orang Minahasa tidak melihat
sesuatu didaalamya selain sebgai symbol kewibawaan yang diberikan untuk maksud itu. Baik
sebagai penyebah berhala maupu orang Kristen mereka tidak mempelajari dengan teliti dan
mencari didalamnya suatu makna keagamaan yang berkaitan dan dapat disejajarkan dengan
bend aitu. Suatu dalih yang bersifat pemmujaan tidak dikenal di daerah Minahasa. Malah
antara para kepala negeri ada suatu tujuan dan maknanya sama sekali berlainan yakni bersifat
kenegaraan sebagai symbol kewibawaan yang dihadiahkan oleh kawan dan sekutu. Gerbang-
gerbang kehormatan dari bambu dan batang pohon seho yang dihiasi dauni enau dan woka
didirikan disepanjang jalan lebih elok daan mengangumkan dari pada bahan pembuat
gerbang ittu sendiri, kebanyakan dari mereka meilih memakai pakaian pribumi kebaya dari
mereka dengan selerah masing-masing diselingi beberapa jenis selempang atau ikat pinggang
serta tutup kepala yang aneh-aneh. Tengoklah, dorongan dan semangaat yang dulu telah
berlalu sekarang dibanyak tempat gereja-gereja hamper kosong. Pendidikan untuk mencapai
perkembangan baik hanya dikunjungi sedikit orang. Kepada mereka harus diajarkan dasar-
dasar awal yang sederhana, dan diarahkan menuju suatu kepatuhan bagaimanapun kepada
penginjiilan. Satu-satunya hal yang dilakukan oleh pemerintah pribumi adalah
memberitahukan kepada mereka bahwa setiap bebas berbuat sesuka hati dan sesuai dengan
keinginan mereka.

BAB XVIIII
Tonsea dan Likupang
Beberapa tahun terakhir Kema telah berubah menjadi tempat yang indah. Disammping
memiliki sebuah loji yang bagus untuk para kontroling dan para mayor, kema juga memiliki
rumah-rumah bagus bagi penduduknya yang berkebangsaan Eropa. Oleh karena itu kema
mendapat suasan seperti yang dijumpai ditempat-tempat orang Eropa. Perdagangan kecil
mulai berkembang dan terjadi banyak kesibukan di tempat itu. Di pantai negeri kema
merupaka negeri yang tidk sehat, pada saat pasang Sebagian tanah tergenang air laut dan
menjadi kering saat air surut. Kristen sudah lama berkembang di Kema gereja disitu
mengingatkan akan masa lampau sebab interior yang antic khas Minahasa yakni sebuah
mimbar dari campuran semen yang masih dapat bertahan hingga satu abad. Mereka
mengaitkan agama Kristen dengan penyembahan berhala. Kepercayaan mistik tumbuh secara
sangat subur terutama saat terjadi penyakit dan kematian. Setelah puluhan tahun, banyak
perbuatan yang terjdi dinegeri ini.ketika itu terdapat sikap acuh taka cu diantara orang
Kristen. Ketika terjadi Gerakan penginjilan di Tonsea negeri Treman, termasuk negeri yang
penduduknya beragama Kristen. Negeri itu ikut serta dalam perbaikan umum dan dalam
Gerakan keindahan yang telah berlangsung. Harapan yang besar ialah Gedung gereja dan
sekolah kendaknya dipisahkan. Secara sederhana orang mendirikan bangunan gereja dalam
bentuk segi Panjang yang tertutup dengan jendela yang dapat dibuka di sekelilingnnya.
Matungkas dan laiki adalah dua negeri yang disatukan. Keduanya merupakan negeri yang
menyenangkan, tanpa disangka terjadi perpindahan agama yang cukup besar di Tonsea.
Orang-orang dibaptis dan dipertalikan dalam pernikahan yang sah. Beberapa tahun terakhir
Likupang telah mengalami banyak perubahan dan kian bagus. Disana ada beberapa rumah
yang baik . gereja dan loji sudah sejak dulu tampak baik. Gereja sekaligus sekolah didirikan
dalam ukuran yang besar. Disini juga sejak ratusan tahun sudah ada orang Kristen yang tidak
lebih baik daripada orang Kristen pantai lainya. Yang menarik mereka berusaha membangub
rumah ibdah mereka sendiri sejak pekerjaan misis likupang telah diusahakan agar dihidukan
kembali apa yang telah mati dan diajarkan bahan peajaraan baru ditaburkan bibit agar dapat
dipetik hasilnya dikemudian hari. Kewedanaan Klabat Bawah, salah satu penduduknya
tergolong orang Tombulu. Disini masa kegelapan sudah berlangsung lama dan Ketika terjadi
masuk Kristen di Tonsea dan Klabat atas disini juga telihat tanda-tanda yang sama. Paniiki
negeri pertama di ujung kewedanaan yang wedananya beerdiam di dekat Manado. Tempat ini
telah ada Gedung sekolah baru. Negeri Tikala adalah ibu negeri kewedanaan lain, yakni
kewedanaan Ares, dan mayor.

BAB XX
Pemerintah, Kristen, dan Pendidikan
Perjalanan keseluruhh Minahasa telah memperkenalknan kepada kami banyak hal yang
penting. Dengan menunggang kuda kami mengijuti jalan dari Manado ke Titiwungen dan
meleawti jembatan yang terkenal menyeberangi sungai sario. Jalan itu lebar namun tidak
begitu besar. Orang belum paham tentang mmanfaat jalan. Kecuali di beberapa bagian, dan di
negeri Tareli. Sekarang Malalayang mempunyi wajah yang dapat digolongkan dalam negeri
yang bagus. Ad sekolah disana sehingga peradaban dapat dikembangkan. Kebiasan
mengayau telah berlalu tetapi bila ada kesempatakan sekali-kali mereka masih melakukanya.
Di tombariri ada gunung bantik. Harus diakui bahwa ada kebun jagung, padi, dan tembakau.
Asal usul orang bantik tidak jelas. Mereka empunyai legenda yang semakin menunjukkan
bahwa mereka tidak berasal dari sumber yang sama dengan penduduk lainnya. Kepercayaan
yang dianut orang bantik didasarkan pada cerita temurun yang kacau. Merreka hanya
memeiliki sedikit foso yang mereka ciptkan sendiri. Orang Kristen disini akan mengingatkan
pada orang Kristen di laodise dalamkitab Injil. Dahulu Tateli termasuk negeri yang padat
penduduknya. Jumlah mencapai serratus lima puluh kepala keluarga. Sekarang penduduk
daerah ini tidak terlalu padat karena sebagain penduduk telah melarikan diri negeri baru
beberapa pal dari situ. Negeri baru itu dinamakan Koha karena dahulu disitu sering teradi
kematian. Beberapa tahun terakhir rakyat Tateli mengolah ladang merreka lebih baik dari
pada orang bantik. Negeri tateli letknya bagus. Negeri ini memperoleh banyak keuntungan
karena terletak di pantai dan dekat dengan Manado, dan menjalin hubungan yang baik dengan
masyarakat di sana. Tetapi merekaa jarang bekerja sebagai penangkap ikan dan mereka lebih
suka mengunjungi Manado melalui jalan darat. Setengah jark dari manado ada sebuah tempat
yang menyenangkan tetapi sunyi. Tanawwangko terdiri atas tiga kammpung. Di serani
kampung orang Kristen, dan ranowangko. Sejak awal zendeling Minahasa memanfaatkan
negeri tanawangko. Selama beberapa tahhun sekolah di sini termasuk diantaranya yang
terbaik di Minahasa. Apa hubungan orang Kristen dan pemerintah dengan masuknya agama
Kristen. Mungkin orang akan heran maka harus dikatakan bahwa orang Kristen sangat
mementingkan penyebaran kerajaan Tuhan sadar agar kehendak Tuhan aka Injil
dikhotbahkan keseluruh dunia. Biarpun mereka memadukan keinginan yanngiklhas terhadap
datangnya kerajaan Tuhan dengan penanganan yang cermat mereka tidak akan dikuasai oleh
persaan takut sehingga tidak berani menggerakan tangan seraya percaya bahwa Tuhan sendiri
akan meratakan jalan dan menghilangkan rintanga serta kesulitan.

Anda mungkin juga menyukai