Anda di halaman 1dari 4

Petilasan Dipati Ukur di Gunung Lumbung Sebagai

Situs Cagar Budaya


ayobandung.com/read/2020/09/18/131038/petilasan-dipati-ukur-di-gunung-lumbung-sebagai-situs-cagar-budaya

Jumat, 18 September 2020 09:31 WIB Netizen T Bachtiar

Gunung Putri dan Gunung Hanyawong yang di tengahnya mengalir Ci Bitung (T


Bachtiar)

PrintGunung Lumbung tersembunyi di tengah rangkaian perbukitan yang berlapis-lapis.


Dari berbagai arahnya, bukit ini tidak akan terlihat, dibentengi oleh rangkaian
perbukitan yang ditumbuhi hutan belantara. Pada abad ke-17, satu-satunya jalan masuk
ke Gunung Lumbung hanya dari arah barat, kalau sekarang dari arah Rancapanggung
melalui Ciririp, menerus ke Citatah dan Mungkalpayung.

Di sana ada dua bukit yang saling berhadapan, Gunung Hanyawong dan Gunung Putri
yang di tengahnya mengalir Ci Bitung. Ada dua sungai yang bermuara ke Ci Bitung di
dekat kedua bukit itu, yaitu Ci Jeruk dan Ci Lembang. Tiga aliran sungai di dasar lembah
yang dalam ini merupakan benteng pertahanan yang sangat bagus, kemudian terdapat
lagi benteng alami berupa rangkaian perbukitan yang berlapis-lapis, sehingga Gunung
Lumbung akan sangat sulit untuk ditembus.

1/4
Pada lapisan pertama perbukitan yang mengelilingi Gunung Lumbung, di utara terdapat
rangkaian perbukitan mulai dari Gunung Solokpandan, Pasir Kadu, Pasir Batucagak,
Gunung Gedugan, melingkar ke arah timur – selatan, ada Kidangpananjung, menerus ke
barat sampai Batumaseuk. Di selatan pada lapis kedua, ada Gunung Majapait, Pasir
Karamat, Gunung Kaseproke, Kutawaringin, lalu melingkar ke timur, ada Gunung
Paseban, Gunung Buleud, Gunung Batukeupeul. Melingkar ke utara, menerus ke Jaladri,
Karangtanjung sampai Pasir Batulayang. Di lapisan terluar di bagian utara, ada Pasir
Kuda, Gegerpulus, Pasir Ipis, Pasir Peundeuy, Gunung Sanggar, melingkar ke timur, ada
Gunung Tugagug, Gunung Mariuk, Gunung Pasirmalang, Gunung Lalakon, Gunung
Badakara, Gunung Bulangur, Pasir Kalapa, Pasir Cicangkudu, Pasir Cimahi. Sedikit
melingkar ke selatan ada Gunung Sinday, menerus ke selatan, ada Gunung Singa,
Gunung Aul, dan Gunung Kerud.

Dengan keadaan ronabumi yang demikian, bagian utara, timur, dan selatan sudah
terdapat benteng alam berupa rangkaian perbukitan dengan hutan belantara yang sulit
ditembus, pasukan Dipati Ukur, pasukan jago memanah, jago melempar tombak, jago
menggelindingkan bongkah batu, jago lempar batu, akan ditempatkan di puncak-puncak
bukit yang dapat dengan jelas melihat ke arah kedatangan musuh dari arah barat - barat
laut melalui Ci Bitung. Jalan masuk satu-satunya yang paling memungkinkan melewati
gawir Pasir Batulawang.

Di sebelah barat bukit ini sudah ada perkampungan, dalam peta ditulis Mungkalpayung.
Di sisi baratnya ada celah dengan tebing yang curam. Pada Peta Topografi yang
dipetakan oleh Dinas Topografi tahun 1919-1920, dan diterbitkan di Batavia tahun 1923,
terdapat nama geografi Pasir Batulawang (+888 m dpl). Sangat mungkin nama geografi
itu kini bernama Gunung Putri (+884 m dpl). Dari bukit yang menghadap ke barat
inilah, dapat dengan leluasa menghadang musuh. Bila ada yang lolos dan dapat
menyebrang Ci Bitung, kemudian menyusuri Ci Lembang, pasukan Dipati Ukur akan
terus mencecarkanya dari sisi utara Pasir Batulawang.

Dari gerbang penghadangan pertama di Pasir Batulawang, untuk sampai ke Gunung


Lumbung, jaraknya masih 1,5 km. Jadi masih ada waktu untuk terus menghadang
pasukan musuh bila masih ada yang dapat menyusup melalui aliran Ci Lembang. Di
lembah sebelah utara Gunung Lumbung masih berupa rawa yang luas, selain menjadi
sumber air dan makanan bagi pasukan Dipati Ukur, juga di medan berrawa ini,
kedatangan musuh akan terlihat dengan jelas, dan dapat dijadikan benteng pertahanan.
Di sinilah akan terjadi pertempuran penghabisan, bila pasukan musuh masih ada yang
dapat meloloskan diri merembes masuk ke kawasan inti.

Nyatanya, dalam penyerangan pertama pasukan Mataran ke Gunung Lumbung tak


mampu menembus gerbang pertahanan pertama di Pasir Batulawang (kini Gunung
Putri), apalagi sampai menembus ke Gunung Lumbung.

Pasukan Mataram yang sudah berpengalaman beberapa kali bertempur di berragam


medan perang, saya menduga, pasukan yang berjumlah 100.000 orang itu Dipusatkan di
bukit, yang pada tahun 1923 belum dituliskan namanya. Gunung Hanyawong sebagai
pusat pertahanannya. Pasukan Dipati Ukur terus bertahan di Pasir Batulawang (Gunung

2/4
Putri). Pasukan Mataran berkumpul mengatur strategi di sekitar dan puncak gunung
yang berhadapan dengan Pasir Batulawang. Bukit itu dan sekitarnya menjadi penuh oleh
100.000 anggota pasukan Mataram. Di sana yang ada hanya wong, hanya orang (tentara
Mataram). Saya menafsirkan, pada saat itulah bukit itu berganti nama menjadi
Hanyawong (+773 m dpl).

Dengan strategi penempatan pasukan dan keahlian bertempur yang taktis, kemenangan
berada pada pasukan Dipati Ukur. Pasukan Mataram pada serangan pertama dapat
dipukul mundur, lalu mereka mengatur siasat baru untuk mengalahkan Dipati Ukur,
agar dapat dibawa ke Mataram dalam keadaan mati atau hidup.

Secara administratif Gunung Lumbung berada di Kampung Lembang, Desa


Mukapayung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Kawasan
Gunung Lumbung dan sekitarnya antara Soreang – Batujajar – Cililin, merupakan
kawasan gunungapi purba yang sangat luas. Kawasannya sudah ditoreh alam dengan
sangat kuat, membantuk lembah-lembah yang dalam dengan dinding-dinding
perbukitan yang curam. Material letusan gunungapi yang meletus empat juta tahun yang
lalu itu terhampar di kawasan yang sangat luas. Aliran material letusan yang sangat
panas, meluncur di lereng gunung, bergulung-gulung, diaduk-aduk, lalu mengendap
saling bertumpuk, yang terjadi dalam beberapa periode letusan. Muntahan rempah-
rempah gunungapinya dengan beragam ukuran, mulai dari abu, pasir, sebesar kemiri,
sebesar jambubatu, sebesar kelapa, sampai bongkah seukuran ember dan drum. Di
kawasan dengan rona bumi seperti inilah, di kaki-kaki bukitnya, akan ke luar mata air
yang berlimpah.

Saat ini, jalan menuju Gunung Lumbung bukan hanya dari arah Rancapanggung, tapi
sudah dibuat jalan desa dari arah timur, utara, dan selatan, walaupun ada yang
melingkar, dengan medan yang menanjak curam, dan menurun dengan tajam. Ada
beberapa kelokan yang melipat, lalu jalan menukik, atau menanjak sampai terlihat
langit.

Situs Cagar Budaya


Gunung Lumbung, nama geografi yang banyak ditulis dalam laporan kolonial, seperti
ditulis oleh Dr F De Haan (1910) dalam bukunya PRIANGAN, De Preanger-
Regentschappen onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811. Juga terdapat dalam tulisan
perjalanan Pieter van Oort dan S Muller (1836), yang berjudul Aanteekeningen
gehouden op eene reize over een gedeelte van het eiland Java. Karya tulis cerita Dipati
Ukur terdapat dalam beberapa versi cerita yang berkembang di beberapa daerah, seperti
yang dihimpun dan dianalisis oleh Dr E Suhardi Ekadjati (1982), dalam bukunya yang
semula disertasi, Ceritera Dipati Ukur Karya Sastra Sejarah Sunda.

Di Gunung Lumbung pun terdapat tinggalan megalitik. Di sana terdapat batu tegak
(menhir), yang berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada nenek moyang. Tingginya
dari permukaan tanah 123 Cm, lebar puncak 26 Cm, lingkaran di bagian tengah 95 Cm.

3/4
Tinggalan arkeologi di Gunung Lumbung. (T Bahctiar)

Di depan menhir terdapat dolmen, batu rata sebesar meja kecil, tempat meletakkan
sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Bagian terlebarnya 70 Cm, dan
bagian terpanjang 110 Cm. Di depan menhir, ada arca yang menghadap ke barat, ke arah
Gunung Gede yang jaraknya 57,71 km. Di pagihari, kerucut Gunung Gede dapat dilihat
dengan jelas.

Gunung Lumbung sudah dikenali sejak lama, sejak megalitik, menerus pada masa
Hindu, kemudian menjadi benteng tempat bertahannya Dipati Ukur. Tempat ini, serta
tempat lainnya, dan benda-benda yang terkait dengan Dipati Ukur, layak ditetapkan
oleh Otoritas Negara sebagai situs cagar budaya.

Tag
Editor: Andres Fatubun

4/4

Anda mungkin juga menyukai