Anda di halaman 1dari 115

WELIRANG selembar catatan ekspedisi

WELIRANG, SELEMBAR CATATAN EKSPEDISI Arif Ashari, Priyo Akuntomo, Fajrin Abdurrahman, Anwar Suyudi MPA MAHAMERU 2012 FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Kampus Karangmalang Sleman Yogyakarta 55281 Tim Ekspedisi Welirang MPA Mahameru: 26 29 April 2012 Fajrin Etawa Priyo Akuntomo Arie Carstensz Yudi Kromo M-VI/002 M-LB/001/2011 M-I/002 M-VI/007 (Ketua)

SAMBUTAN KETUA MPA MAHAMERU 2012


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya kegiatan MPA Mahameru Welirang Expedition 2012, yang diikuti dengan terbitnya buku Welirang, Selembar Catatan Ekspedisi. Buku ini merupakan kumpulan tulisan anggota tim ekspedisi mengenai berbagai macam hal yang dijumpai dan dialami selama ekspedisi, baik itu kondisi lingkungan fisik, sosial masyarakat, situasi jalur pendakain di lapangan, serta kisah-kisah seputar perjalanan di Gunung Welirang. Bagi kami di MPA Mahameru, kegiatan ekspedisi bermakna lebih dari sekedar pendakian gunung biasa. Dalam ekspedisi seluruh anggota tim mendapatkan tugas untuk memotret berbagai situasi yang ada di gunung untuk kemudian disampaikan kepada publik. Kami menyadari bahwa dalam kegiatan outdoor banyak dijumpai berbagai hal yang menarik, namun demikian tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkegiatan di luar ruangan. Oleh karena itu melalui kegiatan ekspedisi kami memiliki misi untuk membagi pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh dari lapangan kepada publik. MPA Mahameru Welirang Expedition 2012 telah dilaksanakan tanggal 26-29 April 2009, dan oleh-olehnya kini berada di tangan pembaca sekalian. Semoga tulisan kecil ini dapat menambah wawasan dan memberikan inspirasi khususnya kepada generasi muda untuk mengenal dan mencintai alam, masyarakat, dan tanah air kita Indonesia. Pembentukan karakter dan semangat patriotisme di kalangan generasi muda merupakan bagian penting dalam mencapai keberhasilan pembangunan, dan kegiatan ekspedisi pendakian gunung merupakan salah satu upaya untuk menuju ke sana.

Yogyakarta, Agustus 2012 Toffan Hussein W (M-VI/003) ii

IT IS NOT THE MOUNTAIN WE CONQUER, BUT OURSELVES

iii

DAFTAR ISI Sambutan Ketua MPA Mahameru ..... i Pengantar: Gunung dan Kehidupan Manusia ..... 1

3
Catatan Utama: Sebuah Anugerah Bernama Welirang

13
Geomorfologi dan Geologi Gunung Welirang: Si Tua yang Masih Terus Ber-Evolusi

35
Sosial Ekonomi Masyarakat Gunung Welirang: Dari tambang Hingga Prostitusi

50
Para summiteers Puncak Welirang

62
Jalur Pendakian Gunung Welirang: Landai Namun Panjang

70
Mendaki Ke Atas Padang Belerang Epilog: Susah Senang Ekspedisi Panjang.....109

PENGANTAR

Banyak bangsa di dunia ini yang memposisikan gunung

dalam kasta tertinggi diantara banyak hal yang berkaitan

dengan kehidupannya. Gunung sering dijadikan kehidupan. sebagai Kisah-

perlambang

kisah peradaban besar manusia sering membawa serta gunung pada kedudukan yang utama, dan seakan-akan gunung merupakan wajah sang alam yang menyertai kehidupan manusia. Ada pula yang begitu

Gunung dan Kehidupan Manusia

menghormati gunung, sehingga mengandaikan bahwa disitulah tempat bersemayam para dewa yang mengatur jagat kehidupan manusia. Suatu ketika gunung juga menimbulkan malapetaka, namun demikian peristiwa itupun seringkali dianggap sebagai

Arie Carstensz, Priyo Akuntomo, Fajrin Etawa, & Yudi Kromo


Seperti itulah gambaran mengenai gunung yang diajarkan oleh nenek moyang. Kita patut bersyukur karena kita punya banyak. Bagi kami salah satu bentuk ungkapan syukur itu adalah dengan mendatanginya, mengenalnya, sehingga timbul rasa memiliki dan keinginan untuk

melestarikannya. masih banyak gunung yang belum kita datangi, begitu yang terlintas dalam pikiran kami. Salah satunya Gunung Arjuno dan Welirang yang merupakan dua gunung tertinggi di kompleks Arjuno-Welirang. Keinginan itu akhirnya bisa kami wujudkan, walau baru satu puncak yang berhasil kami tapaki. Puncak Welirang! 1

sesuatu yang lumrah. gunung sedang punya gawe, setelah itu kembali normal dan menjadi

sahabat bagi kehidupan manusia.

Dalam perjalanan dari Surabaya menuju Pandaan (pagi hari, Jumat 27 April 2012) Puncak Gunung Welirang nampak begitu gagah di kejauhan. Menjulang tinggi dengan puncaknya yang mengepulkan asap tebal. Ke arah selatan ada tiga puncak lain yang berderet sejajar, sama-sama muncul dari balik kabut disirami cahaya matahari pagi, Puncak Kembar I, Puncak Kembar II, dan Puncak Arjuno. Ada satu gunung berbentuk kerucut sempurna yang paling awal menyambut kedatangan kami, Gunung Penanggungan, gunung yang memiliki banyak benda peninggalan Majapahit dan menurut cerita legenda adalah Puncak Semeru yang jatuh ke bawah. Di belakangnya berdiri puncak yang lebih tinggi, itulah Welirang, gunung yang menghidupi banyak manusia dengan tambang belerangnya, dengan kekayaan alamnya, dan dengan keindahan panoramanya. (Jujur saja) awalnya Puncak Welirang (3156 mdpal) bukan merupakan target utama ekspedisi ini. Di kompleks Gunungapi ini ada puncak yang lebih prestisius yaitu Puncak Arjuno (3339 mdpal) yang terletak paling selatan dari empat puncak yang berdiri sejajar, semuanya dengan ketinggian diatas 3.000 mdpal. Target awal adalah ke Puncak Welirang, kemudian dilanjutkan ke Puncak Arjuno melalui jalur yang menyisir tepian Puncak Kembar I dan Kembar II. Namun tentu saja ekspedisi bukan sekedar ambisi. Selain perencanaan dan persiapan yang matang pelaksanaannya juga harus sebaik-baiknya dengan memperhatikan banyak faktor. Kondisi cuaca yang kurang baik serta kondisi fisik anggota tim yang kurang memadai membuat target ekspedisi harus dikurangi, dan akan diselesaikan di kesempatan yang akan datang. Selain pertimbangan keselamatan yang paling utama, tentu saja pertimbangan biaya (yang biasanya sangat diperhatikan) mengingat ekspedisi ini tidak termasuk kategori ekspedisi mahal. Dari puncak welirang saja sudah banyak cerita yang bisa kami bagi kepada anda para pembaca. Kisah perjalanan yang penuh semangat meskipun didera kelelahan, digertak petir di suatu tempat yang kami sebut tanjakan putus asa, kesasar ke kawah aktif dengan bau belerang yang sengak, bekas villa belanda di dekat puncak, pemandangan Puncak Welirang yang putih dan berasap, berbincang dengan seorang penambang belerang, dan masih banyak kisah lainnya. Selalu ada hikmah yang bisa dipetik dari setiap perjalanan naik-naik ke puncak gunung. Sepulang dari gunung Soe Hok Gie pernah berkata: Perjalanan yang melelahkan tetapi indah. Mereka telah melihat alam tanah airnya. Mereka telah melihat rakyatnya. Dan yang paling penting mereka telah mengenal Indonesia.

SEBUAH ANUGERAH BERNAMA: WELIRANG

Catatan Utama

Sejauh yang diketahui oleh manusia hingga saat ini, Bumi merupakan satu-satunya planet di alam semesta yang mampu

mendukung tatanan kehidupan yang layak. Dengan kata lain Bumi adalah satu-satunya planet yang bisa dihuni. Di dalamnya terdapat teratur suatu dengan sistem yang

Sebuah anugerah bernama: Welirang


Arie Carstensz, Priyo Akuntomo, Fajrin Etawa, & Yudi Kromo
Manusia sebagai makhluk yang berakal pada gilirannya akan mengelola unsur-unsur yang lain dalam lingkungan (abiotik dan biotik) meskipun manusia pada hakikatya merupakan makhluk yang lemah namun dengan akal dan budayanya

komponennya

meliputi unsur abiotik, biotik, dan budidaya manusia. Ketiga unsur inilah yang saling mempengaruhi satu sama lain dan membentuk sistem kehidupan di Planet Bumi. Gunung satu merupakan unsur salah abiotik.

manusialah yang berperan sebagai pemimpin dalam sistem lingkungan. Oleh karena itu baik buruknya kondisi lingkungan akan sangat

diantara

Peranannya dalam mendukung kehidupan sangat besar. Di

tergantung dari bagaimana peranan manusia. Gunung Welirang telah sejak lama menjadi bagian dari sejarah peradaban manusia. Gunung ini bagaikan anugerah yang diberikan tuhan untuk kehidupan, sepanjang waktu tak terhitung manfaat yang telah diperoleh dari keberadaannya. Gunung tidak tunduk kepada manusia, dia mempunyai sistem sendiri. Oleh karenanya manusia harus memperhatikan betul untuk tidak memaksakan kehendak. Bila tidak bijak dan meletakkan gunung sebagai sahabat maka akan datanglah bencana. 4

gunung terdapat berbagai macam sumberdaya dan energi. Gunung adalah untuk anugerah kehidupan. dari Tuhan

Sepanjang

kehidupan itu ada, maka peranan gunung juga selalu ada untuk menopangnya.

Gunung Welirang (3156 mdpal) sebenarnya merupakan salah satu puncak dari empat puncak yang berderet pada suatu garis lurus arah tenggara barat daya (lebih tepat: selatan tenggara utara baratdaya). Keempat puncak itu adalah Welirang, Kembar I, Kembar II, dan Arjuno. Di kalangan awam dan pendaki gunung hanya dikenal Gunung Arjuno (3339 mdpal) dan Gunung Welirang (3156 mdpal), seolah ada dua gunung yang berdiri berdampingan dan saling berhimpitan. Secara geomorfologi penjelasannya lebih rumit, namun menarik karena selain menunjukkan kedudukan masing-masing puncak tersebut juga membawa kita menelusuri awal mula pembentukannya (genetiknya). Welirang juga termasuk dalam sepuluh puncak tertinggi di Pulau Jawa, diantara puncak-puncak lainnya yaitu: Mahameru (3676 mdpal), Slamet (3428 mdpal), Sumbing (3371 mdpal), Arjuno (3339 mdpal), Raung (3332 mdpal), Lawu (3265 mdpal), Welirang (3156 mdpal), Sindoro (3153 mdpal), Merbabu (3142 mdpal), dan Argopuro (3088 mdpal). Karena kedudukannya yang berada berhimpitan membentuk satu gunung dengan Gunung Arjuno, maka Gunung Welirang bersama dengan Gunung Arjuno lebih dikenal sebagai Gunung Arjuno-Welirang. Secara Administratif Gunung Arjuno-Welirang terletak di wilayah tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Pasuruan. Gunung ini termasuk dalam tipe gunungapi strato. Letaknya yang berada di antara kota-kota utama Jawa Timur yaitu Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Malang, dan Mojokerto membuat kedudukan gunung ini sangat penting, terutama dalam kaitannya dengan fungsi hidrologis dan klimatologis. Daya dukung sumberdaya dari gunung ini berperan besar dalam menopang tata kehidupan di kota-kota tersebut.

Wilayah Jawa Timur: Gunung Arjuno-Welirang berada dalam lingkaran merah Sumber: DEM SRTM

Welirang adalah gunungapi yang aktif, namun aktivitasnya relatif normal. Sangat sedikit informasi mengenai rekam jejak letusan yang pernah terjadi di gunung ini. Neumann van Padang dalam bukunya History of volcanology in the East Indies 1 tidak mencantumkan Welirang sebagai salah satu gunungapi yang meletus setelah abad 19, hanya saja letusan Arjuno pada masa lalu mungkin pernah diceritakan secara turun-temurun melalui cerita rakyat. Demikian pula dengan van Bemmelen yang tidak mencantumkan letusan terakhir Arjuno-Welirang diantara 129 gunungapi aktif yang ada dalam catatannya 2. Di satu sisi bahaya akibat letusan gunungapi sangat kecil, disisi lain sumberdaya yang dimiliki sangat besar. Hal ini seakan menjadikan Welirang sebagai anugerah dari Tuhan bagi masyarakat yang bermukim di sekitar Welirang. Dalam ekspedisi ini baik ketika berangkat maupun pulang kami melintasi jalur yang sama, yaitu Jalur Tretes di Kabupaten Pasuruan yang terletak di lereng utara ArjunoWelirang. Dapat dikatakan jalur ini sangat kaya akan air, bahkan di beberapa tempat yang digunakan sebagai pos pendakian terdapat sumberdaya air dengan debit cukup besar. Keberadaan sumberdaya air yang cukup besar ini sangat penting artinya untuk mendukung kehidupan di bawahnya, termasuk daerah Sidoarjo yang saat ini telah berkembang sebagai kawasan industri. Di Pandaan, sebuah kota kecil yang berada di kaki sebelah utara Gunung Welirang terdapat pabrik air mineral. Sumber airnya tentu saja dari Gunung Welirang dan Gunung Penanggungan sebagai daerah tangkapan air yang memasok sumberdaya air untuk daerah tersebut. Sumberdaya alam yang diberikan oleh Gunung Arjuno-Welirang tidak hanya itu saja. Keindahan panorama alam di gunung ini telah mendorong berkembangnya beberapa daerah tujuan wisata antara lain (1) Tretes, Kabupaten Pasuruan, dengan obyek wisata air terjun kakek bodo; (2) Padusan, Pacet, Kabupaten Mojokerto, dengan obyek wisata pemandian air panas, air terjun, dan perkemahan; (3) Sumber Brantas, Selekta, dan Songoriti, di Batu, Kabupaten Malang dengan obyek wisata alam pegunungan dan sumber air panas. Selain itu terdapat pula Taman Hutan Raya R. Soeryo, serta perkebunan teh di Wonosari, Lawang, Kabupaten Malang. Di Puncak Welirang juga terdapat penambangan belerang yang dilakukan masyarakat secara tradisional. Neumann van Padang (1983) juga secara khusus menyinggung mengenai penambangan ini dalam tulisannya. Nampaknya manfaat yang diberikan oleh Gunung Arjuno-Welirang telah cukup lama dinikmati oleh masyarakat yang mendiami kaki lerengnya. Adanya petilasan-petilasan ziarah di Gunung Arjuno sekali lagi menunjukkan kedekatan kehidupan manusia dengan gunung ini dari sisi spiritual. Manusia memandang gunung sebagai anugerah yang harus dijaga dan dihormati.
Neumann van Padang, M. 1983. History of the volcanology in the former Netherlands East Indies, Scripta Geologica 71. 2 Van Bemmelen, R. W.1949. The Geology of Indonesia, Vol IA General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. The Haque: Government Printing Office.
1

Sebagai salah satu gunung yang berada dalam kompleks Gunung Arjuno, Gunung Welirang telah sejak lama menjadi bagian dari sejarah peradaban manusia di wilayah ini. Meskipun gaung kisah peradaban manusia yang menyebut nama Welirang tidak legendaris seperti Arjuno atau Penanggungan, namun hampir pasti bahwa kehidupan manusia di sekitarnya tidak terlepas dari hubungan timbal balik dengan Welirang. Atau setidaknya Welirang berperan sebagai abdi, yang memberikan berbagai sumberdaya bagi kehidupan, sekalipun dalam berbagai kisah yang dituturkan nampaknya manusia tidak terlalu banyak bercengkerama dengan Welirang seperti halnya dengan Arjuno atau Penanggungan. Gunung Arjuno (Puncak Arjuno), saudara tuanya yang berdiri paling selatan merupakan gunung yang dikenal sangat mistik di kompleks gunung Arjuno-Welirang. Berbagai kisah yang dipercaya turun temurun telah mendorong sebagian manusia untuk memposisikan Gunung Arjuno pada kedudukan yang penting dalam kehidupannya. Hingga saat ini beberapa tempat di Gunung Arjuno masih banyak diziarahi. Beberapa tempat tersebut antara lain Petilasan Eyang Sakri, Petilasan Eyang Sekutrem, Petilasan Eyang Semar, dan sebagainya. Gunung Penanggungan (1659 mdpal), yang lebih rendah di sebelah timurnya sangat dekat dengan peradaban manusia. Di gunung ini terdapat bangunan ritual kuno, yang diperkirakan telah ada sejak masa Hindu-Buddha abad X hingga XVI. Beberapa diantaranya berupa goa-goa alam yang diperkirakan digunakan sebagai tempat goa pertapaan, tumpukan bebatuan yang merupakan candi atau altar persajian (punden berundak) kepada arwah nenek moyang atau penyembahan dewa-dewa.

Pendakian Arjuno-Welirang melalui Jalur Tretes turut memberikan penghidupan bagi masyarakat sekitar yang berjualan makanan di pos pendakian

Gunung Penanggungan diibaratkan sebagai Gunung Mahameru di Jambhudwipa, India. Puncak gunung ini menjadi tempat bersemayam para dewa, sehingga pada awalnya disebut Gunung Pawitra. Nama Pawitra berubah menjadi Penanggungan, diperkirakan terjadi pada sekitar abad XVI. Abad itu sebagai masa peralihan peradaban Hindu-Buddha di Jawa ke peradaban Islam. Sesuai Babad Sangkala, ini terjadi akibat pasukan Kerajaan Demak merebut kekuasaan di Majapahit (1525-1527). Dalam Kitab Tantu Panggelaran yang menyebutkan awal kisah penamaan Gunung Pawitra. Di kitab itu ada disebutkan, "Yata inadegaken dening watek dewata pucak sang hyang Mahameru. 'Ih Papwitra' ling ning dewata kabeh; yata ring Pawitra ngaranya mangke pucak sang hyang Mahameru". Ditafsirkan, "Kemudian didirikan puncak Mahameru oleh para dewa. 'Ih Pawitra,' ucap semua dewa, dan begitulah nama selanjutnya dari puncak sang hyang Mahameru"3. Gunung Mahameru dipandang sebagai pusat alam semesta. Gunung Pawitra itu menjadi puncak tertinggi yang akan menanggung atau menyangga kehidupan di Bumi ini. Kecenderungan itulah yang dimauinya untuk mengartikan makna perubahan Gunung Pawitra menjadi Gunung Penanggungan, karena gunung inilah yang mampu menanggung atau menyangga kehidupan manusia di Bumi4. Sejak awal peradaban manusia hingga sekarang gunung memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Manusia pada setiap jaman mempunyai caranya sendiri untuk hidup berdampingan dan mengelola berbagai sumber kehidupan yang diberikan oleh gunung. Gunung Welirang dan gunung-gunung di sekitarnya bagaikan anugerah yang diberikan tuhan untuk manusia, sepanjang waktu tak terhitung manfaat yang telah diperoleh. Sayangnya masih banyak pihak yang tidak memahami kedudukan alam dalam menyangga kehidupan, lantas menganggap bahwa manusia adalah super power yang mempunyai kebebasan tanpa batas untuk mengeksploitasi alam. Gunung adalah sahabat, mungkin juga abdi yang tulus, tapi bukan budak. Manusia yang memiliki mental untuk menguasai alam memang terkadang tidak punya rasa menghargai.

3 4

Kompas, Senin 23 September 2002 Gunung Penanggungan 1659 mdpal, www.merbabu.com

12

Geomorfologi dan Geologi Gunung Welirang:

SI TUA YANG MASIH TERUS BER-EVOLUSI

Geomorfologi dan Geologi Gunung Welirang


A.J. Pannekoek, seorang ahli geomorfologi Java1 dalam bukunya

Outline of the Geomorphology of menjelaskan mengenai di Pulau

kondisi geomorfologi

Jawa. Pulau Jawa yang luasnya 127.000 km2, memanjang dari barat ke timur lebih kurang 1.000 km, memiliki sifat fisiografi yang khas yang disebabkan oleh

Si tua yang masih terus ber-evolusi


Arie Carstensz
Pulau Jawa terbagi menjadi tiga wilayah fisiografi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Barat terletak dari ujung barat pulau hingga garis yang menghubungkan Kota Cirebon dengan Pangandaran. Bagian selatannya berupa

beberapa keadaan antara lain iklim tropis. Pulau Jawa berbentuk

jalur pegunungan yang panjang dan lebar. Bagian tengahnya berupa depresi yang ditumbuhi oleh gunung berapi. Bagian utaranya berupa pelipatan jalur peneplain, gunungapi, dan delta aluvial. Jawa Tengah terletak Kota dari Cirebon garis yang

memanjang dan sempit, sebagai akibat dari kedudukannya yang berada dalam suatu geosinklinal muda dan jalur orogenesa

menghubungkan

dengan

Pangandaran hingga garis yang menghubungkan Kota Semarang dengan Parangtritis. Bagian

dengan banyak vulkanisme yang kuat. Pulau Jawa merupakan

selatannya berupa sisa plateau yang sebagian besar telah tertutup oleh dataran aluvial. Bagian tengahnya berupa pegunungan. Bagian utaranya berupa gunungapi, pegunungan struktural-

bagian dari Sistem Pegunungan Sunda yang memanjang dari

timur: Busur Banda sepanjang Kepulauan Sunda Kecil Pulau Jawa Pulau Sumatera Pulau Andaman Pulau Nikobar Arakan Yoma (di Myanmar).

denudasional, serta dataran aluvial. Jawa Timur terletak Kota dari garis yang dengan

menghubungkan

Semarang

Parangtritis hingga ujung timur pulau. Bagian selatannya berupa dataran tinggi (plateau). Bagian tengahnya berupa kelompok pegunungan tinggi (gunungapi). Sedangkan bagian utaranya berupa pelipatan. 14

Gunung Arjuno-Welirang secara geomorfologi merupakan bagian dari Kelompok Arjuno yang terletak di Zona Tengah Jawa Timur. Kompleks pegunungan (gunungapi) di Zona Tengah Jawa Timur berturut-turut dari barat ke timur adalah: Kelompok Gunung Merbabu-Merapi, Kelompok Gunung Lawu, Kelompok Gunung Wilis, Kelompok Gunung Arjuno, Kelompok Pegunungan Tengger, Kelompok Gunung Lamongan, Kelompok Pegunungan Iyang, dan Kelompok Pegunungan Ijen. Kelompok Gunung Arjuno terdiri dari beberapa gunung baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Menurut Reinout Willem Van Bemmelen1 (seorang ahli geologi) beberapa gunung yang termasuk dalam Kelompok Gunung Arjuno antara lain Kelud (1.731 mdpal), Kawi (2.651 mdpal), Butak (2.868 mdpal), Anjasmoro (2.282 mdpal), Welirang (3.156 mdpal), dan Arjuno (3.339 mdpal). Diantara gunung-gunung tersebut terdapat lembah antar gunungapi Malang yang berketinggian 445 mdpal.

Wilayah Geomorfologi Zona Tengah Jawa Timur menurut A.J. Pannekoek (1949)

Lawu MerbabuMerapi Wilis Tengger

Arjuno

Iyang Lamongan Ijen

Bagian yang paling tua dari kelompok ini adalah Gunungapi Anjasmoro yang telah mengalami pengikisan menjadi puncak yang tidak teratur dan banyak terdapat igir-igir yang berbelok menuju ke berbagai arah, berbagai kenampakan lubang kepundan dan bentukbentuk kerucut asli telah lama hilang. Van Bemmelen menyebut gunung ini sebagai generasi pertama. Sementara itu bersamaan dengan proses yang terjadi di Gunungapi Anjasmoro terjadi pula pelipatan pada lapisan Jombang di Delta Brantas, dimana kemungkinan terdapat saling hubungan antara kedua proses tersebut. Generasi kedua adalah Gunungapi Arjuno tua. Bentuk kerucutnya masih tampak meskipun tergali oleh parit-parit radial yang begitu kuat. Bentuk kerucut ini terpotong oleh celah yang berbentuk bulan sabit, dimana bagian dalam dari celah ini menurun atau sudah hilang. Pengendapannya mengalami gerak lipatan yang lemah di sepanjang kaki bagian utara. gerak lipatan ini terjadi pada akhir Pleistosen atau Holosen. Bagian dari generasi kedua lainnya adalah Gunungapi Kawi dan Gunungapi Kelud tua. Generasi ketiga atau tipe yang paling muda adalah Gunungapi Arjuno muda yang tumbuh pada puncak Gunungapi Arjuno tua. Generasi ketiga lainnya adalah Gunungapi Penanggungan dengan kerucut parasiternya, Gunungapi Welirang, dan Gunungapi Kelud muda yang aktif. Gunung kelud memiliki danau kawah yang pertama kali dicapai oleh ilmuwan eropa, Franz Willem Junghuhn pada 16 September 1844. Gunung ini menurut Neumann Van Padang merupakan Anggota Kelompok Arjuno yang aktif setelah tahun 1900. 16

YA AN OA OA

AN: Anjasmoro, OA: Arjuno tua, YA: Arjuno muda, W: Welirang, R: Gunung Ringgit yang sebagian ditutupi oleh pegunungan muda Atas: sketsa oleh A.J. Pannekoek R

Di bagian timur laut kelompok Gunung Arjuno terdapat patahan yang mengarah selatan tenggara utara barat daya. Patahan biasanya berasosiasi dengan aktivitas vulkanisme, karena adanya patahan akan menjadi celah sebagai jalur keluarnya magma menuju ke permukaan bumi. Oleh karena itu di sepanjang patahan biasanya tumbuh gunungapi-gunungapi yang membentuk rangkaian memanjang. Di bagian paling barat wilayah geomorfologi Zona Tengah Jawa Timur juga terdapat patahan sesar opak dari Samudera Hindia mengarah ke utara Pulau Jawa. Pada patahan ini tumbuh beberapa gunungapi antara lain Merapi, Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Patahan lain di sebelah baratnya berada pada kedudukan yang tegak lurus dengan patahan ini, yang kemudian ditumbuhi Gunung Sumbing, Sindoro, dan kompleks Dieng. Oleh karena gunungapi tumbuh di sepanjang bidang patahan itu sehingga banyak kita jumpai gunungapi-gunungapi di Pulau Jawa yang kedudukannya nampak terletak pada suatu garis lurus. Patahan di bagian timur laut kelompok Gunung Arjuno ini juga menunjukkan keadaan yang serupa, yaitu tumbuhnya beberapa gunungapi menjadi satu rangkaian di 17

sepanjang bidang patahan. Akan tetapi karena patahannya relatif kecil maka jalur rangkaian gunungapi yang terbentuk pendek dan wilayahnya relatif sempit. Akibatnya titik pusat erupsi yang terbentuk nampak terhubung satu dengan lainnya (tidak terpisahkan kaki gunungnya). Oleh karena itu sekilas hanya nampak sebagai satu gunung yang memiliki beberapa puncak. Di sepanjang jalur patahan ini terdapat empat puncak utama yang memiliki kepundan sebagai titik pusat erupsi baik yang masih aktif maupun tidak yaitu berturut-turut dari selatan ke utara adalah Puncak Arjuno, Puncak Kembar II, Puncak Kembar I, dan Puncak Welirang. Puncak Arjuno berada di bagian paling selatan, berdiri diantara dua kaldera berbentuk tapal kuda. Herman Th Verstappen (1994 5; 2000 6) melakukan analisis mengenai geomorfologi di sepanjang patahan komplek Arjuno-Welirang dengan mengunakan foto udara. Menurut Verstappen (dan juga Pannekoek) Puncak Arjuno yang sekarang merupakan Gunung Arjuno muda. Sedangkan Gunung Arjuno tua tinggal berupa sisa sisa dengan dua kaldera, yaitu kaldera yang berada di selatan Puncak Arjuno berbentuk tapal kuda membuka ke arah timur, dan yang berada di sebelah utara membuka ke arah utara. Lebih lanjut menurut Verstappen, bentuklahan vulkanik yang berkembang di sepanjang patahan Arjuno-Welirang sangat kompleks. Selain Puncak Arjuno yang berupa lava dome diantara dua kaldera, terdapat pula beberapa patahan minor, serta pusat erupsi berupa kawah yang lebih kecil. Di sebelah utara Puncak Arjuno terdapat Puncak Kembar II yang kedudukannya berhimpitan dengan lava dome yang lebih rendah dibatasi oleh patahan minor dengan arah tegak lurus patahan utama. Lereng Gunung Arjuno tua diliputi oleh material debu vulkanik, sedangkan lereng Gunung Kembar II dan lava dome di sebelahnya didominasi oleh material hasil longsor vulkanik. Gunung Kembar II di puncaknya terdapat kawah yang masih aktif mengeluarkan solfatara. Kondisi geomorfologi Puncak Welirang dan sekitarnya Ke arah utara dari Gunung Kembar II terdapat Gunung Kembar I. Di kaki sebelah selatan Gunung Kembar I terdapat kawah kecil. Puncak Kembar I juga mempunyai kawah yang aktif yang ditunjukkan dengan keluarnya gas solfatara. Di sebelah utara Gunung Kembar I terdapat lava dome yang cukup besar. Diantara kembar I dan lava dome tersebut terdapat celah sempit yang biasa digunakan sebagai jalur untuk menuju Puncak Welirang. Apabila baru pertama kali melakukan pendakian ke Puncak Welirang kita akan mengalami beberapa kali tipuan puncak. Dari celah diantara Kembar I dan lava dome nampak sudah
5

Verstappen, H. Th. 1994. The Volcanoes if Indonesia and Natural Disaster Reduction, With Some Examples. The Indonesian Journal of Geography Vol. 26, No. 68, Desember 1994, Hal 27 35. 6 Verstappen H Th. 2000. Outline of the Geomorphology of Indonesia, a Case Study on Tropical Geomorphology of a Tectogene Region. Enschede: International Institute for Aerospace Surveys and Earth Sciences.

18

ada puncak yang bisa jadi akan dikira Puncak Welirang tapi sebenarnya adalah puncak lava dome tersebut, sehingga jalur pendakian hanya melingkar di sisi baratnya saja. Setelah melingkari sisi barat lava dome kita akan menjumpai tipuan ke dua yaitu Puncak Welirang Tua. Puncak Welirang yang hendak dicapai dalam pendakian adalah puncak tertinggi yaitu Puncak Welirang muda yang masih berada di sebelah utaranya sehingga harus memutari sisi barat lereng Puncak Welirang tua. Di atas Puncak Welirang tua terdapat dua kawah besar yang sudah tidak aktif, salah satu diantaranya menunjukkan proses geomorfologi berupa longsor vulkanik. Di sebelah barat kedua kawah besar tersebut terdapat dua kawah kecil. Lereng Welirang tua sebelah timur tertutupi oleh material debu vulkanik, sedangkan lereng baratnya lebih bervariasi yaitu debu vulkanik di bagian atas serta material hasil longsor vulkanik yang mendominasi di bagian bawah hingga berbatasan dengan kaki Gunung Anjasmoro. Gunung Welirang muda merupakan bagian paling utara (lebih tepat utara barat daya) dari rangkaian kerucut vulkanik di sepanjang patahan Arjuno-Welirang. Puncak gunung ini juga merupakan target pendakian ke Welirang, yaitu terletak pada ketinggian 3156 mdpal, lebih rendah dari Puncak Arjuno yang berada pada ketinggian 3339 mdpal. Gunung Welirang Muda merupakan yang paling aktif diantara semua pusat erupsi pada patahan Arjuno-Welirang. Puncak Welirang berada diantara kawah kawah besar yang sudah tidak terlalu aktif, namun masih mengeluarkan solfatara. Bahkan di puncak sendiri terdapat beberapa celah kecil yang menjadi lubang keluarnya asap solfatara. Meskipun kawah di dekat puncak solfataranya tidak terlalu banyak tetapi situasi di puncak sangat pengap dengan solfatara yang kemungkinan berasal dari kawah utama yang terletak di bagian paling utara. Kawah utama asap solfataranya sangat banyak, bahkan nampak membumbung tinggi apabila dilihat dari jalur jalan Surabaya-Malang. Di kawah inilah terdapat aktivitas penambangan belerang yang dilakukan oleh masyarakat. Lereng barat Puncak Welirang muda tersusun oleh endapan material lahar, sedangkan lereng timur tertutupi oleh material debu vulkanik demikian juga lereng utaranya. Pada bagian bawah lereng barat juga dijumpai longsoran vulkanik yang membentuk igir-igir beberapa dibatasi oleh lereng terjal di bagian tepinya. Meskipun Gunung Welirang aktif akan tetapi sejarah letusan gunung ini kurang begitu diketahui. Sebagaimana telah disampaikan di bagian awal Gunung Welirang tidak termasuk dalam daftar gunungapi yang meletus sejak tahun 1900 baik dalam catatan Meur Neumann Van Padang maupun Reinout Willem Van Bemmelen.

19

Lava Dome yang terletak di sebelah utara Gunung Kembar I

Endapan bekas aliran lahar di lereng barat Welirang muda

Gua vulkanik yang terbentuk di bawah Puncak Welirang

Salah satu kawah Welirang tua yang tidak aktif

Lintasan menuju Puncak Welirang berupa material bekas aliran lahar

Igir menuju Puncak Welirang dipenuhi batuan sisa aktivitas vulkanik

Kawah yang luas di Gunung Welirang muda tepat di bawah Puncak Tertinggi Welirang saat ini tidak aktif lagi. Kawah yang aktif dan ditambang terletak lebih ke arah utara

Lintasan jalur pendakian melewati igir sempit diantara dua kawah (kiri dan kanan)

Vegetasi khas daerah tinggi yang dijumpai pada jalur menuju puncak

Lereng utara Gunung Kembar I dilihat dari celah antara Kembar I dengan lava dome

Sketsa geomorfologi sepanjang patahan Puncak Arjuno Welirang yang dibuat oleh Verstappen

Kondisi geomorfologi di bawah Puncak Welirang Gunung welirang merupakan gunungapi bertipe strato yaitu gunung dengan ciri utama berbentuk kerucut. Tipe strato (bertingkat) menunjukkan perlapisan material yang nampak seperti tingkatan-tingkatan. Bentuk kerucut ini tidak halus/sempurna dari puncak hingga lereng kaki tetapi menunjukkan perubahan kemiringan lereng secara mendadak (break of slope). Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan tipe material penyusun yang nampak seperti tingkatan (strato) tadi. Secara umum material yang dikeluarkan dalam aktivitas pembentukan tubuh gunungapi tipe ini dapat dibedakan menjadi lava dan piroklastik. Lava bersifat cair kental sehingga distribusinya terbatas hanya di sekitar kepundan saja sedangkan material piroklastik yang berbentuk padat dapat mencapai jarak yang lebih jauh. Dilihat dari tipe letusan yang menghasilkan pembentukan morfologinya, gunungapi tipe strato terbentuk dari letusan yang besar (eksplosif) dan lelehan (effusive). Secara umum geomorfologi lereng gunungapi tipe strato dapat dibedakan menjadi kepundan, kerucut gunungapi, lereng gunungapi, kaki gunungapi, dan dataran fluvial gunungapi. Ciri yang menbedakan unit geomorfologi satu dengan yang lain adalah kemiringan lereng dan relief, sedangkan batasnya adalah tekuk lereng yang berupa perubahan kemiringan secara mendadak (break of slope). Mengapa terjadi perubahan kemiringan secara mendadak? Karena disinilah batas dari jenis material yang diendapkan tadi. Jenis material tertentu dengan karakteristiknya akan mempengaruhi kemiringan lereng dan relief yang terbentuk. Kepundan/kawah merupakan cekungan/lubang dengan dinding-dinding curam di puncak kerucut vulkansebagai pusat erupsi pada gunungapi. Kerucut gunungapi merupakan bagian atas dari tubuh gunungapi strato dengan relief bergunung dan kelas kemiringan lereng sangat curam, biasanya ditandai dengan garis-garis kikisan yang dalam. Lereng gunungapi merupakan bagian tengah tubuh gunungapi strato di bawah kerucut vulkan dengan relief berbukit hingga bergunung, kelas kemiringan lereng curam hingga sangat curam, garis-garis kikisan lebih dalam dan membentuk pola drainase radial. Kaki gunungapi merupakan bagian paling bawah dari tubuh gunungapi strato ditandai oleh relief bergelombang, berombak, hingga berbukit dengan kelas kemiringan lereng miring, agak curam, hingga curam. Dataran fluvial gunungapi adalah dataran yang terbentuk dari material gunungapi yang terangkut oleh tenaga aliran air/sungai, relief datar hingga berombak lemah, kemiringan datar hingga landai. Untuk lebih memperjelas pemahaman mengenai kemiringan lereng dan unit relief yang dimaksud di atas, pada tabel berikut ini akan disajikan klasifikasi kemiringan lereng dan unit relief menurut Van Zuidam dan Cancelado (1979) 7.

Van Zuidam, R.A. dan F.I. Van Zuidam Cancelado. 1979. Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photograph, A Geomorphological Approach. The Netherlands: ITC Enschede

31

Unit relief Datar Berombak Berombak bergelombang Bergelombang berbukit Berbukit curam Bergunung curam Bergunung Kelas kemiringan lereng Datar Landai Miring Agak curam Curam Sangat curam Luar biasa curam

Beda tinggi relatif (m) <5 5 50 25 75 50 200 200 500 500 1000 >1000 Persentase kemiringan lereng 02 37 8 13 14 20 21 55 56 140 >140

Kerucut gunungapi

Lereng gunungapi

Kaki gunungapi

Kerucut gunungapi

Lereng gunungapi

Kaki gunungapi

Gambar: Satuan Geomorfologi Gunung Welirang

32

Kondisi geomorfologi pada

satuan

kerucut gunungapi telah

dideskripsikan

sebelumnya dalam pembahasan mengenai kondisi geomorfologi puncak welirang dan sekitarnya. Selanjutnya dalam pembahasan mengenai kondisi geomorfologi di bawah Puncak Welirang satuan geomorfologi yang akan dibahas meliputi lereng gunungapi dan kaki gunungapi. Lereng gunungapi meliputi wilayah yang cukup luas. Pada jalur pendakian lereng gunungapi terbentang dari POS III (Pondokan) pada ketinggian 2440 mdpal hingga ketinggian 1.000an mdpal di atas POS I (Pet Bocor). Proses geomorfologi yang berlangsung antara lain pelapukan, erosi, dan gerakan massa. Kenampakan yang menarik adalah dijumpainya kerucut parasiter Gunung Ringgit di sebelah kiri (selatan) jalur pendakian. Kondisi hidrogeomorfologi ditandai munculnya mataair di Pos Pondokan (Pos III) dan Pos Kokopan (Pos II) dengan debit yang cukup besar. Litologi batuan penyusun yang berasal dari aktivitas Gunungapi Welirang maupun Kembar I dan II kemungkinan besar yang berperan sebagai akuifer sehingga mampu menyimpan airtanah. Perkembangan tanah yang berlangsung adalah latosolisasi, yang ditandai oleh tanah berwarna merah. Latosolisasi terjadi karena pengaruh temperatur tinggi dan curah hujan yang tinggi pula. Akibat temperatur tinggi, bahan organik yang terdapat di permukaan tanah akan mengalami penguraian yang disebut mineralisasi. Penguraian ini berjalan sempurna sehingga bersifat basa. Hujan yang tinggi menyebabkan infiltrasi juga tinggi. Karena infiltrasi berlangsung dalam kondisi basa, maka unsur-unsur dalam tanah yang ikut terlindi hanya unsur-unsur yang ringan saja. Sementara unsur berat seperti mangan (Mn) dan besi (Fe) akan tertinggal di horizon atas yang selanjutnya mengalami oksidasi sehingga tanah berwarna merah. Namun demikian di bagian permukaan tanah terdapat akumulasi bahan organik yang tebal yang berasal dari sisa-sisa seresah hutan. Sebagian diantaranya sudah mengalami pembusukan sehingga menghasilkan horizon organik berwarna pekat yang cukup tebal. Berdasarkan pengamatan sederhana mengenai warna, tekstur, dan struktur tanah dapat diperkirakan jenis tanah pada satuan geomorfologi lereng gunungapi adalah tanah latosol (ultisols) dan tanah regosol/litosol (entisols/inceptisols) Pada satuan kaki gunungapi bentukan gemorfologi tidak terlalu kompleks. Proses yang berlangsung adalah pelapukan, erosi, dan gerakan massa. Yang cukup menarik di satuan geomorfologi lereng kaki ini adalah perkembangan tanah laterit. Laterit (oksisols) merupakan suatu jenis tanah yang menggumpal dan mengeras. Berwarna merah kekungingan (seperti karat), sering digunakan sebagai bahan pengeras jalan. Laterit sebenarnya merupakan jenis yang sama dengan latosol yaitu mengalami perkembangan latosolisasi. Akan tetapi dalam pembentukan laterit kondisi drainase tanah berlebih sehingga lengas tanah sangat sedikit akibatnya oksidasi berlangsung hebat sehingga Fe dan Mn membentuk gumpalan keras menyerupai karat. Laterit sangat banyak dijumpai di atas Pos I (Pet Bocor) meluas sampai ke lereng bawah gunungapi. 33

Horizon organik (hitam pekat)

Horizon mineral (merah)

Perkembangan tanah di lereng gunungapi Welirang. Tanah latosol berwarna merah dengan horizon organik yang tebal di bagian atasnya

Laterit yang mengeras seperti batu, berwarna merah, banyak dijumpai di satuan morfologi kaki lereng gunungapi

Perkembangan tanah Latosolisasi, tanah berwarna merah karena mengalami oksidasi, beberapa bagian berkembang menjadi laterit diawali oleh adanya konkresi (gumpalan-gumpalan keras)

Sosial ekonomi masyarakat sekitar Gunung Welirang:

DARI TAMBANG HINGGA PROSTITUSI

Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar Gunung Welirang


Kehidupan sosial ekonomi di sekitar Gunung Welirang sangat kompleks. Pada mulanya pengamatan mengenai sosial

ekonomi masyarakat dalam ekspedisi ini lebih difokuskan pada kegiatan

pertambangan belerang yang dilakukan secara Hasilnya tradisional adalah, di kawah kami welirang. berhasil

mewawancarai salah seorang penambang belerang informasi dan mendapatkan Namun banyak dalam

Dari tambang hingga prostitusi


Yudi Kromo
Nadi kehidupan Tambang Belerang Memang tidak selamanya gunungapi membuat musibah bagi manusia. Dilihat dari segi positifnya, gunungapi juga mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Pernahkah kita berfikir kenapa penduduk Indonesia sebagian besar berada di Pulau Jawa? Salah satu alasannya adalah Pulau Jawa tanahnya subur. Kesuburan tanah ini dipengaruhi oleh banyaknya gunung api yang terdapat di pulau ini. Hal semacam ini barangkali merupakan salah satu sisi positif dari adanya aktivitas vulkanisme. Kenapa gunung api bisa menyuburkan tanah? Ketika gunung meletus banyak mengeluarkan abu. Abu vulkanik ini pada awalnya menutupi daerah pertanian dan merusak tanaman yang ada. Namun dalam jangka waktu setahun atau dua tahun saja, tanah ini menjadi jauh lebih subur. Kesuburan ini dapat bertahan lama bahkan bisa puluhan tahun. Selain itu tanah hancuran bahan vulkanik sangat banyak

darinya.

perjalanan pulang kami menjumpai sesuatu yang tidak kalah menarik, kehidupan di kawasan wisata tretes. Dari pengamatan nampaknya pergaulan generasi muda di tretes begitu bebas dan kurang terkendali. Karena pada awalnya kami memang tidak berencana untuk mendalami

permasalahan ini maka kami belum sempat mendapatkan informasi primer dari hasil wawancara dengan masyarakat setempat, dan kami rencanakan akan dilakukan

dalam ekspedisi Arjuno pada kesempatan mendatang. Karena terlanjur penasaran dengan hasil pengamatan sederhana

kami, akhirnya khusus untuk kehidupan di kawasan wisata tretes kami mencoba menelusuri informasi dari sumber-sumber sekunder yang dipublikasikan melalui

media massa.

mengandung unsur hara yang menyuburkan tanah. 36

Bahan galian yang sangat berharga banyak dihasilkan gunung api. Pada saat gunung api masih aktif dihasilkan bahan galian seperti: belerang, pasir, batu bangunan, tras, batu apung, dan sebagainya. Sedangkan pada saat gunung api yang istirahat dapat dihasilkan bahan tambang seperti: emas, perak, besi, timah, marmer, dan lainnya. Di samping itu banyak pula batuan malihan akibat persinggungan magma dengan mineral tertentu, sehingga terbentuk cadangan mineral baru yang lebih berharga, seperti tembaga, batu pualam, dan kokas. Gunung api juga bermanfaat sebagai penangkap hujan yang baik. Dengan tanahnya yang subur, berakibat pada tumbuh suburnya berbagai tumbuhan dan hutan yang lebat. Ini berarti gunung berapi menjadi tempat reservoir air tanah yang sangat baik. Hutan lebat ini bisa menghasilkan mata air yang sangat berguna terutama sebagai sumber air di musim kemarau. Sedangkan musim hujan, hutan dapat menyerap air dan menahan erosi/longsor sehingga dapat mencegah terjadinya banjir. Seringkali gunungapi juga memiliki keindahan yang menarik untuk wisata, misalnya kawah Gunung Bromo di Jawa Timur atau Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat. Memang gunung api bisa menjadi obyek wisata alam yang menarik. Di sini kita bisa menyaksikan kepundan yang menarik, pemandangan yang indah, hawa yang sejuk dan segar, aroma bau belerang, atau keanehan dan keindahan lain yang hanya bisa ditemukan di sekitar gunung api. Gunung Arjuno-Welirang adalah gunungapi yang terletak di perbatasan Pasuruan dan Malang di Provinsi Jawa Timur. Gunung ini sering menjadi tujuan pendakian. Gunung ini mempunyai banyak manfaat diliat dari segi ekonomi. Dijalur Tretes-Pandaan yang merupakan kaki Gunung Arjuno-Welirang berkembang kegiatan pariwisata. Adanya wisata kemudian turut mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan. Termasuk diantaranya tumbuh berkembangnya hotel di sekitar wilayah ini. Dengan pemanfaatan lahan sekitar menjadi tempat wisata maka secara langsung dapat mengerakan sektor ekonomi. Banyak peluang usaha yang turut berkembang diantaranya adalah pedagang kecil atau kaki lima sampai dengan pedagang besar. Karena tingkat keramaian yang sangat padat di sepanjang jalan tretes banyak sekali masyarakat yang memanfatkan peluang tersebut dengan bedagang bemacam-macam produk seperti pedagang buah, souvenir, dan makanan/lesehan. Nun jauh diatas, jauh dari keramaian wisata Tretes juga berlangsung upaya mengais rejeki oleh masyarakat. Di beberapa pos pendakian juga ada masyarakat sekitar yang berdagang makanan untuk para pendaki, di pos pertama (pet bocor) ada warung yang menjual berbagai macam makanan seperti gorengan, pisang, kerupuk, air mineral dan lain sebagainya. Demikian pula di pos kedua (kokopan) juga masih ada orang yang membuka warung yang menjual bemacam-macam makanan, padahal perjalanan dari kaki gunung/pos pendaftaran hingga Pos II kurang lebih membutuhkan 3-4 jam perjalanan. Sedangkan di pondokan pos terakhir terdapat pemondokan bagi masyarakat sekitar yang bekerja sebagai penambang belerang di kawah gunung welirang. 37

Pondokan penambang belerang, disinilah para penambang beristirahat. Lokasi ini juga merupakan Pos III pendakian sehingga banyak pendaki yang turut menginap dengan membangun camp disini

Salah satu pondok penambang di Pos III

Yudi tengah mewawancara salah seorang penambang

Kegiatan di pondokan ketika sedang tidak ada aktivitas menambang

Penambang yang ada digunung welirang sudah sangat lama mereka mewarisi kegiatan yang dilakukan sejak nenek moyang, mereka tidak tahu awal mula terjadi penambangan yang ada di gunung welirang, kebanyakan dari mereka hanya diwarisi oleh orang tua atau bagi hasil dengan pemilik tambang yang tidak mampu menambang lagi. Neumann Van Padang dalam bukunya telah menyinggung penambangan belerang ini, sehingga nampaknya sejak awal abad 20 kegiatan penambangan telah dilakukan oleh masyarakat. Jumlah rata-rata penambang sekitar dua puluh lima orang yang menambang di kawah gunung welirang. Peralatan yang digunakan juga sangat sederhana seperti linggis untuk mencongkel bebatuan, ditengah asap belerang yang baunya sangat menyengat. Gas belerang berbau tajam dan tak bewarna dapat menimbulkan serangan asma dan karena gas ini menetap di udara, bereaksi dan membentuk partikel-partikel halus dan zat asam. Disisi lain, asap belerang juga menimbulkan efek iritasi pada saluran nafas sehingga menimbulkan gejala batuk dan sesak nafas. Hal seperti itulah yang kira-kira terjadi ketika para pekerja tambang bekerja di dalam lorong bumi "open pit" di Papua, dimana sirkulasi udara sangat terbatas, atau ketika suhu rendah, penambang berjalan yang membawa bijih tambang mengandung SO2 dan susah menguap, memungkinkan terhirup oleh pekerja. Dalam jangka panjang tanpa didukung peralatan dan fasilitas penunjang kesehatan yang baik bukan tidak mungkin penambang belerang di Gunung Welirang juga menghadapi permasalahan yang sama. Itulah salah satu resiko yang dihadapi sebagai seorang penambang belerang, selain itu sebagai salah satu gunung aktif yang terdapat di Pulau Jawa Gunung Welirang dapat mengalami peningkatan aktivitas sewaktu-waktu. Bapak penambang yang diwawancarai oleh Yudi adalah salah satu dari puluhan penambang yang bergelut dengan kawah welirang sangat pekat dengan asapnya, bapak ini bekerja selama satu minggu dalam setiap penambangan. Jauh dari rumah dan keluarga hidup dengan teman-teman sesama penambang dengan gubuk yang sederhana yang beratapkan jerami. Bapak ini tidak mempunyai tempat penambangan sendiri, dia hanya menambang milik orang lain karena pemiliknya sudah tua. Rata-rata setiap harinya penambang mampu menambang sekitar dua karung yang rata-rata perkarung dengan bobot sekitar 40-50 kg. Dengan jarak tempuh dua sampai tiga jam dari pondokan sampai kawah, penambang membawa 100 kg dengan dipikul memakai bambu. Sebenarnya ada penambang yang menggunakan gerobak dorong untuk mengangkut hasil galian, tetapi tidak semudah yang dibayangkan, dengan medan yang sangat terjal pastinya sangat sulit walaupun menggunakan gerobak dorong. Jarak tempuh yang sangat panjang yaitu kalau tanpa muatan bisa ditempuh dengan 2-3 jam dengan membawa membawa beban 80-100 kg perjalanan bisa menjadi sangat lama. Pendapatan yang diperoleh sehari sekitar 100-200 ribu bila satu kilogram dihargai Rp.1000-RP.2000/kg dengan hasil galian sekitar 90-100kg perhari. Sebenarnya hasil yang diperoleh cukup besar apabila kita melihat dari nominalnya, 42

tapi apabila diukur dari pengorbanan para penambang termasuk ancaman terhadap kesehatan tentu saja nilai ini menjadi tidak ada apa apanya. Selain itu penambang harus membagi hasil dengan pemilik tambang, hasil biasanya sudah ditentukan dalam perjanjian pertama, penambang hanya mengejar setoran pada setiap harinya. Pemilik tambang tidak memperdulikan seberapa banyak yang diperoleh dalam menambang. Dengan bermodalkan kain yag dibasahi para penambang bertempur dengan panasnya matahari dan asap belerang yang sangat menyengat dan membuat sesak dada, hanya untuk sesuap nasi. Setelah belerang sampai di pondokan belerang akan diambil oleh pengepul yang siap mengambil dengan menggunakan mobil jeep. Si pengepul nantinya akan dijual kepada koperasi atau kepada perusahaan yang membutuhkan. Di Gunung Welirang memang ada jalur mobil untuk mengangkut belerang, kalau tidak menggunakan mobil pastinya sangat sulit untuk mengangkut belerang tersebut. Karena pondokan sampai bawah membutuhkan waktu tempuh 7-8 jam berjalan kaki, pastinya tidak mungkin bila membawa muatan belerang yang sangat berat dengan berjalan kaki menempuh jarak yang terlalu jauh. Belerang mempunyai berbagai manfaat yang membuat material ini mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi manfaat yang dimiliki diantaranya: air belerang dapat menyembuhkan penyakit kulit sudah terbukti secra medis. Banyak sekali tempat-tempat terapi kulit yang menyembuhkan pasiennya dengan menggunakan belerang. Belerang dapat membunuh kuman kuman dan bakteri tertentu yang menyerang kulit. Belerang dapat menyembuhkan penyakit kulit karena belerang mempunyai tingkat keasaman yang cukup tinggi. Tetapi belerang hanya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit kulit yang ringan-ringan saja, seperti panu, kadas dan jerawat. Penyakit seperti tumor tidak bisa disembuhkan dengan menggunakan air belerang. Belerang (Sulfur) bermanfaat untuk merangsang kolagen, serat yang membuat kulit tampak lebih kencang, serta dapat mengurangi kerutan pada wajah. Tanda penuaan,muncul garis-garis halus dan kerutan- terjadi ketika produksi kolagen mulai menurun. Karena, kolagen sangat dibutuhkan untuk pembentukan sel kulit baru. Proses penurunan produksi kolagen biasanya terjadi di atas usia 20 tahun, Kebanyakan para wanita menggunakan krim yang mengandung kolagen sebagai perawatan luar untuk kulitnya. Kenyataannya kolagen dalam bentuk krim yang dioleskan ke kulit, kurang memberi manfaat untuk kulit, karena molekul kolagen yang terlalu besar sulit masuk ke dalam lapisan kulit. Perawatan kulit dari dalam ternyata lebih efektif dibanding perawatan dari luar. Caranya adalah dengan mengonsumsi makanan dapat meningkatkan produksi kolagen dalam tubuh. Belerang juga mempunyai manfaat bagi pertumbuhan tananman, bila kita mengenal pupuk ZA, maka di dalamnya terdapat kandungan unsur N dan S. Unsur Nitrogennya sebesar 21 % dan Sulfur ( belerang ) sebesar 24 %. Artinya apa? kandungan Sulfurnya kok bisa lebih tinggi dari N nya Oleh sebab itu, marilah kita mengenal fungsi Sulfur ini bagi 43

tanaman. Unsur Sulfur yang lebih dikenal dengan nama Belerang diserap tanaman dalam bentuk ion sulfat (SO4=). Zat ini merupakan bagian dari protein yang terdapat dalam bentuk cystein, methionin, thiamine. Sebagian besar sulfur di dalam tanah berasal dari bahan organik yang telah mengalami dekomposisi dan sulfur elemental ( bubuk/ batu belerang ) dari aktivitas vulkanis. Sulfur yang larut dalam air akan segera diserap tanaman, karena unsur ini sangat dibutuhkan tanaman terutama pada tanaman-tanaman muda. Dengan terpenuhi kandungan mineral yang dibutuhkan tanaman maka akan terbentuk butir hijau daun sehingga daun menjadi lebih hijau, menambah kandungan protein dan vitamin hasil panen, meningakatkan jumlah anakan yang menghasilkan (pada tanaman padi), berperan penting pada proses pembulatan zat gula, dan memperbesar umbi bawang merah dan bawang putih. Selain untuk menyembuhkan penyakit kulit dan penyubur tanaman belerang juga mempunyai manfaat yang untuk membuat produk industry yang menjadi bahan utama dalam pembuatan produk diantaranya: Digunakan untuk membuat cat, badak, tekstil, cairan sulfida, C2S, debu anti serangga, pengawet kayu, pabrik kertas, korek api, obat-obatan. Manfaat diatas merupakan sedikit manfaat yang menyebabkan belerang menjadi barang yang diburu para penambang untuk dapat memperoleh selembar kertas. Paradoks: Pesona Wisata Tretes hingga Tretes Undercover Sekali lagi, tulisan ini disusun berdasarkan sumber sekunder yang telah dipublikasikan di berbagai media termasuk media online. Pada kesempatan ekspedisi Arjuno yang akan datang kami merencanakan untuk mendalami dan mengkaji lebih lanjut tema ini. Dan karena sudah terlanjur penasaran dengan situasi yang baru kami ketahui belakangan berikut ini akan kami sajikan hasil penelusuran sementara berbagai informasi terkait dari data sekunder untuk melengkapi pengamatan mata yang kami lakukan dalam perjalanan pulang dari pendakian Welirang. Tretes adalah nama suatu kawasan yang berada di Kabupaten Pasuruan, terletak di kaki Gunung Welirang. Tretes menawarkan paronama alam yang sangat menarik kareana diberada di ketinggian sekitar 800 mdpl, sehingga dapat melihat Kota Sidoarjo dari ketinggian. Pada malam hari Kota Sidoarjo seperti bintang yang bergemerlap karena lampu kota yang menerangainya, kalau kurang lebihnya tretes seperti di Kaliurang kalau di Jogja. Dengan suasana yang dingin banyak orang yang meluangkan waktunya untuk menghilangkan penat seharian bekerja, rata-rata orang saat malam hari adalah pasangan muda-mudi yang menikmati suasana pegunungan dengan makan jagung bakar yang dijual oleh para pedagang di sepanjang jalan tretes. Sebenarnya tidak hanya jagung bakar ada bermacam-macam pedagang yang berjualan disana, tapi rata-rata adalah pedagang lesehan yang menjajakan bermacam-macam masakan. 44

Tretes membunyai banyak tempat wisata yang dapat di kunjungi berbagai macam kalangan. Dengan suasana yang begitu sejuk sangat cocok untuk menghilangkan kepenatan seminggu penuh untuk bekerja. Sebenarnya yang paling cocok adalah keluarga, karena paling banyak adalah wisata alam 8. Wisata alam dan hawa sejuk membuat betah orang yang berwisata di kawasan ini. Kawasan ini memiliki beberapa tempat wisata seperti: Air Terjun Kakek Bodo, Air Terjun Putuk Truno, Candi Jawi dan bukit perkemahan yang cocok bagi pencinta alam, selain itu kawasan ini dekat dengan Taman Safari Indonesia. Berikut beberapa wisata yang ada di tretes dan keterangannya:

Air terjun kakek bodo Air Terjun Kakek Bodo terletak di pegunungan Prigen atau di lereng Gunung Welirang Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Air terjun ini berada di ketinggian sekitar 850 meter dari permukaan laut karena Tretes sendiri terletak di ketingian kurang lebihnya 850 meter dipermukaan laut 9. Tinggi air terjun mencapai 40 meter. Luasnya mencapai 27.7 ha yang terdiri dari area perkemahan, air terjun, area parkir dan area makam Kakek Bodo. Menurut cerita penduduk setempat, konon nama Kakek Bodo ini berasal dari cerita seorang lelaki tua yang bodoh. Lelaki tua ini dulunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di sebuah keluarga Belanda, lalu dia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan mensucikan diri dari keduniawian dengan cara bertapa. Dari keputusannya inilah, keluarga Belanda ini menyebutnya kakek yang bodoh. Namun berkat bertapanya, sang kakek memiliki kelebihan berupa kesaktian. Kesaktian ini pun digunakan untuk membantu masyarakat setempat yang meminta pertolongan. Sang kakek pun meninggal di tempat bertapanya, yang terletak tidak jauh dari air terjun yang saat ini dikenal dengan sebutan Air Terjun Kakek Bodo. Begitulah kurang lebihnya cerita dari masyarakat sekitar yang mempercayai asal usul nama dari air terjun kakek bodo.
10

Di kawasan Kakek Bodo ini kita

bisa berenang karena tersedia kolam renang, atau bila mau bisa juga mandi di bawah air terjun. Tapi jangan kaget karena suhu udara di kawasan tretes ini relatif rendah, maka air terjun ini pun terasa segar dan tentu saja dingin. Selain itu kita bisa melakukan wisata outbond seperti flying fox, dan melihat makam Kakek Bodo yang tak jauh dari air terjunnya. Dan bagi petualang sejati juga bisa menikmati obyek wisata yang lainnya yaitu menelusuri jalan setapak yang menanjak menuju ke Gunung Arjuna dan Gunung Welirang yang berada di sebelah barat air terjun Kakek Bodo.

8 9

http://pesona.student.umm.ac.id/ http://www.1001wisata.com/air-terjun-kakek-bodo-tretes/ 10 http://www.1001wisata.com/air-terjun-kakek-bodo-tretes/

45

Terjun Putuk Truno Selain air terjun kakek bodo ada juga putok truno, air terjun ini tidak beda jauh dengan kakek bodo hanya berjarak sekitar 400 meter dari air terjun kakek bodo. Bagi teman-teman yang sangat menyukai wisata air terjun tidak salah kalau putok truno menjadi target selanjutnya wisata yang harus dikunjungi11. Air Terjun Putuk Truno adalah salah satu air terjun dari beberapa yang ada di kaki Gunung Welirang, tepatnya berada di Jl. Putuk Truno, Prigen, Tretes, Pasuruan. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 45 meter, sehingga hempasan air menciptakan percikan air yang cukup indah bila dilihat dari atas. Menurut cerita dari warga masyarakat sekitar asal-usul nama dari air terjun putuk truno. Nama Putuk Truno diambil dari salah satu pertapa di air terjun ini yaitu Joko Truno, yang akhirnya menjelma menjadi ular (Putuk). Dari pintu masuk utama, kita harus menuruni jalan setapak kurang lebih 300 m untuk mencapai air terjun ini. Di beberapa tempat, ada peringatan untuk berhati-hati karena daerah tersebut rawan longsor. Sisi kanan berupa tebing, sementara di samping kiri sungai yang tertutupi oleh rimbunnya pepohonan. Di atas tebing sebelah kiri, kita dapat melihat vihara yang persis dibangun di pinggir tebing 12. Di sekitar Air terjun Putuk Truno, disediakan tempat duduk, sehingga yang tidak mau berbasah-basah ria bisa melihat indahnya percikan air terjun dari atas, dan pemandangan alam sekitar, sambil makan bekal makanan yang dibawa dari rumah. Tapi bila mau berbasah ria, ada tangga yang bisa dituruni sampai ke air terjun.

Candi Jawi Selain wisata alam di tretes juga ada wisata budaya, disana ada sebuah candi hindubuda yaitu candi jawi. Candi ini terletak di desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur. Untuk tepatnya Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan - Kecamatan Prigen 13. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya merupakan tempat penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara 14. Dalam Negarakertagama pupuh 56 disebutkan bahwa Candi Jawi didirikan atas perintah raja terakhir Kerajaan Singasari, Kertanegara, untuk tempat beribadah bagi umat beragama Syiwa-Buddha. Raja Kartanegara adalah seorang penganut ajaran Syiwa Buddha. Selain sebagai tempat ibadah, Candi Jawi juga merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Kertanegara. Hal ini memang agak mengherankan, karena letak Candi Jawi cukup jauh dari pusat Kerajaan Singasari. Diduga hal itu
11 12

http://berlibur-yuk.blogspot.com/2010/08/sejuknya-air-terjun-putuk-truno.html http://berlibur-yuk.blogspot.com/2010/08/sejuknya-air-terjun-putuk-truno.html 13 http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Jawi 14 http://candi.pnri.go.id/jawa_timur/jawi/jawi.htm

46

disebabkan karena rakyat di daerah ini sangat setia kepada raja dan banyak yang menganut ajaran Syiwa-Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa saat Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara, melarikan diri setelah Kertanegara dijatuhkan oleh Raja Jayakatwang dari Gelang-gelang (daerah Kediri), ia sempat bersembunyi di daerah ini, sebelum akhirnya mengungsi ke Madura.

Taman safari Indonesia II Tretes merupakan tempat yang komplit untk wisata di akhir pekan atau liburan bersama baik teman atau keluarga. Taman safari merupakan obyek wisata yang menyajikan bermacam-macam permaianan, pertunjukan dan fauna 15. Taman Safari Indonesia II terletak di sebelah selatan ketimur dari pusat kota Pandaan. Obyek Taman Safari Indonesia II merupakan oyek wisata bertaraf nasional yang paling diminati dan mampu meyedot animo masyarakat Indonesia pada umumnya. Taman Safari ini berada di desa Jatirejo, Prigen dengan ketinggian wilayahnya 800-1.500 meter dpl. Obyek ini merupakan lembaga konservasi suaka margasatwa yang menempati areal seluas 340 ha. Salah satu keunikan di Taman Safari II dibandingkan dengan kebun binatang adalah pengunjung dapat menyaksikan kehidupan satwa liar sesuai habitat aslinya, ada 3 bagian kawasan yang ditemukan di Taman Safari ini yaitu: kawasan Amerika, Eropa, kawasan Asia dan kawasan Afrika. Disamping itu, nanti para pengunjung juga disuguhkan 3 zona yaitu zona kehidupan satwa, zona rekreasi sebagai tempat untuk menampilkan atraksi dari satwa dan tempat permainan anak-anak, zona baby zoo sebagai tempat untuk mengenal lebih dekat wisatawan dengan anak satwa liar untuk bermain dan berfoto. Di Tretes banyak bangunan Hotel dan Villa, sanagatlah wajar tempat seperti itu dimanfaatkan oleh seseoarang yang mempunyai modal untuk membangun fasilitas hotel dan vila, dengan tempat yang indah dan didukung banyak obyek wisata sehingga tempat itu menjadi peluang bisnis bagi para pemilik modal. Manfaat hoteldan vila adalah tempat untuk memfasilitasi tempat wisata yang ada di tempat tersebut. Dengan tersedianya hotel dan vila pengunjung dapat menginap di tempat tersebut. Semakin lama wisatawan tinggal di tempat tersebut semakin baik untuk berlangsungnya perputaran uang yag ada di tempat itu. Dengan adanya hotel dan vila pendapatan daerah atau APBD dapat meningkat, karena semangin besar pendapatan hotel dan vila maka semakin besar pajak yang diperoleh daerah tersebut. Dengan pendapatan pajak yang tinggi maka akan berdampak pada kemakmuran daerah tersebut. Dengan pendapatan yang besar pemerintah dareh dapat mengolokasikan dana untuk kesejahteraan warganya.contohnya untuk kebijakannya seperti infrastruktur yang memadai, seperti jalan, jembatan, irigasi, gedung instasi pemerintah dll.

15

http://www.pandaanku.com/2012/04/tempat-wisata-di-kota-dingin-pandaan.html

47

Kebijakan kesehatan seperti pemberian jamkesmas untuk masyarakat miskin kalau perlu seluruh warga. Sektor ekonomi dengan pemberian modal UKM dengan bunga serendahrendahnya. Berikut sedikit cerita tentang manfaat hotel dan vila bagi kehidupan warga sekitar, yang berdampak signifikan di berbagai segi kehidupan masyarakat. Hiburan di Tretes bukan hanya untuk keluarga saja tetapi ada hiburan malam bagi orang yang senang dengan memanjakan nafsu syahwat, dan justru yang membuat tretes semakin terkenal adalah karena keberadaan hiburan malam. Dengan didirikan berbagai macam hotel dan vila secara tidak langsung menjadi fasilitas untuk malalukan bisnis tersebut16. Tretes banyak vila atau rumah yang di sewakan, biasanya penduduk tretes sudah stand by di atasa motor dan menawarkan jasa Villa atau yang lain Seperti di gang Bakwan, Tretes terkenal dengan hiburan menemani kita mengusir hawa yang dingin. Di Pecalukan juga, banyak villa-villa dan teman wanita untuk menemani. Di Pesanggrahan, Tretes malah hiburannya menarik. karena terkenal bagus dan asyik. Di watu adem juga ada, kebanyakan hiburan di Tretes memanjakan kita yang sebagai penyewa. Dan penduduk di sana akan membantu kita mencari apa yang kita perlukan. Tempat-tempat yang menawarkan kenikmatan syahwat banyak bertebaran di beberapa tempat. Baik yang berpraktek secara terang-terangan maupun yang berkedok panti pijat 17. Sedikit cerita tentang asal-usul salah satu tempat prostitusi yang berada di Mbarakan. Dahulu, di Tretes, terdapat tempat transaksi prostitusi yang di lokalisir di suatu kawasan yang di kenal dengan nama Mbarakan. Lokasi tersebut agak terpencil. Jauh dari pusat keramaian. Bersembunyi di balik rimbunnya pepohonan. Konon, sebutan Mbarakan tersebut berasal dari kata Mbahe Urakan. Kata Mbah disini memiliki makna senior, dedengkot atau ahli dan kata Urakan kurang lebih memiliki arti tidak memiliki sopan santun, atau liar. Karena kehidupan di tempat tersebut memang liar, tidak/kurang memiliki sopan santun. Wanita-wanita pemuas nafsu syahwat yang mengenakan pakaian minim, mabok dan membunyikan sound sistem dengan suara yang nyaring, maka orang-orang menyebutnya dengan istilah Mbahe Urakan. Hingga akhirnya, lokalisasi tersebut di kenal dengan sebutan Mbarakan18. Tapi seiring dengan semakin pesatnya laju pertambahan penduduk, lokalisasi tersebut mulai tergusur. Sebagian dari para wanita-wanita penghibur penghuni eks lokalisasi Mbarakan lebih memilih berpraktek secara mandiri. Mereka tinggal di kamar-kamar kost yang banyak bertebaran di wilayah Tretes. Berbaur dengan pemukiman penduduk. Mereka menjaring mangsa lewat bantuan para perantara yang berprofesi sebagai tukang ojek, maupun penduduk sekitar yang memang secara sengaja berprofesi sebagai makelar villa. Dan sebagiannya lagi, lebih
16 17

http://www.acilku.com/48/hiburan-di-tretes/tretes/ https://krampyang.wordpress.com 18 https://krampyang.wordpress.com/

48

memilih bertahan mengikuti para mucikarinya. Menyewa rumah di antara pemukiman padat penduduk di keramaian wilayah Tretes. Dan kembali menjalankan bisnis prostitusinya. Beberapa tempat yang menjadi pilihan para mucikari yang eksodus dari Mbarakan adalah; Gang Dahlia, Gang Sono, Gang Bakwan, Pesanggrahan, Watu Adem. Tretes adalah tempat yang cukup ramai jadi tidak heran bila disana banyak terjadi tindak kriminal. Di tretes yang sangat terkenal akan prostitusinya disana juga sering terjadi trafiking atau penjualan anak. Trafiking sering terjadi pada anak-anak atau wanita, kalau anak biasanya dijadikan pengemis untuk meminta-minta dijalan sedangkan wanita biasanya dipaksa untuk menjadi PSK19 Contoh trafiking yang terjadi di tretes terjadi pada tanggal 4 Mei 2012 Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkap kasus "trafficking" (perdagangan manusia) yang dialami anak berusia 12 tahun dari Desa Sapu Lante, Kecamatan Pasrepan, Kabupaten Pasuruan yang sempat "dijual" ke Kalimantan Selatan dan Tretes, Pasuruan. Awalnya, korban bernama Bad alias Ir alias Shin dititipkan orang tuanya kepada RI saat masih berumur enam tahun untuk diasuh karena alasan ekonomi. Namunayah angkatnya RI (40) tidak membesarkan Bad dengan baik, melainkan Bad justru "dijual" ke S di Kalimantan Tengah sebagai pekerja sek komersial (PSK). Di Kalteng, Bad sering terkena razia, sehingga Bad yang masih di bawah umur itu pun dikembalikan ke ayah angkatnya di Pasuruan, tapi Bad sempat diminta membayar Rp6 juta di sana, Selain tempat trafiking untuk di jual keluar daerah disana juga terjadi penjualan dari tempat lain atau daerah luar tretes, dengan tempat prostitusi yang sangat terkenal tretesmerupakan tempat tujuan bagi trafiking luar untuk menjual barang dagangannya ke tretes20. Empat gadis ditemukan sudah siap dijual ke wilayah Tretes, Kabupaten Pasuruan, yang memang selama ini dikenal sebagai rumah bagi para PSK. Beruntung, sebelum dibawa ke Tretes, anggota Mapolres Batu berhasil menggagalkan rencana itu di wilayah Desa Beji, Kota Batu. Penangkapan berhasil dilakukan setelah polisi mendapatkan informasi dari masyarakat sekitar lokasi. Ada laporan kalau ada empat gadis yang siap dijual ke Tretes. Satu gadis berasal dari Desa Beji, Kota Batu, dua gadis lagi dari Kota Malang, dan satu gadis lainnya berasal dari wilayah Donggala, Sulawesi Tengah. Wanita ini dijual oleh pelaku seharga Rp 1,5 juta.

19 20

http://www.antarajatim.com/ http://www.beritajatim.com/

49

PARA SUMMITEERS PUNCAK WELIRANG

PARA SUMMITEERS PUNCAK WELIRANG


Anggota tim dalam ekspedisi ini hanya empat orang yaitu Priyo, Arie, Fajrin, dan Yudi. Awalnya tentu lebih dari empat orang, tetapi karena terkendala berbagai hal tinggallah empat orang ini yang tersisa. Sejak perencanaan, persiapan teknis, belanja perbekalan, survei transportasi, hingga mempersiapkan peralatan, semua dikerjakan bersama-sama. Berikut ini adalah profil singkat mereka.
PRIYO Nama lengkapnya Priyo Akuntomo, lahir di Jakarta Selatan 1 Mei 1984. Sebagai satu-satunya anggota tim yang pernah mendaki Gunung Arjuno melalui Jalur Tretes pada tahun 2007, Priyo berperan sebagai pemandu sekaligus konsultan dalam pendakian ini. Soal teknis pendakian anggota tim yang lain dipastikan nurut kepadanya. Kontribusinya paling besar untuk foto-foto yang terpajang di buku ini, sebagai akibatnya foto yang berisi gambar dirinya tentu yang paling sedikit dibanding anggota tim lainnya. Priyo juga sangat memperhatikan hal-hal kecil yang biasanya kurang diperhatikan dalam pendakian, termasuk makanan. Di luar pendakian, Priyo masih memegang rekor sebagai satu-satunya anggota MPA Mahameru yang tidak pernah kuliah di UNY. Ya, dia adalah anggota luar biasa MPA Mahameru dengan nomor M-LB/001/2011. Kisah hidupnya juga cukup menarik, Priyo yang jawa tulen asli Karanganyar, Solo, lahir di Jakarta, besar di Denpasar, lama tinggal di Malang selama studi S1 di Universitas Brawijaya, menetap di Jogja sejak studi S2 di UGM (2008-2011) hingga sekarang. Pengalaman mendaki gunungnya diabadaikan dalam blognya: akuntomountain.wordpress.com ARIE Nama aslinya adalah Arif Ashari, lahir di Magelang pada tanggal 2 Maret 1986. Di MPA Mahameru dia lebih terkenal sebagai Arie Carstensz, dan sehari-hari disapa Kang Arie. Selain itu dia juga termasuk dalam kaum sesepuh, angkatan pertama MPA Mahameru dengan nomor M-I/002. Meskipun golongan tua namun juga masih aktif dalam berbagai kegiatan MPA Mahameru khususnya pendakian. Harapan terbesarnya adalah terus berada di Jogja, jadi bisa mewakili temanteman sepuh untuk membina MPA Mahameru. Selain berusaha untuk selalu eksis Kang Arie juga senang bergaul dengan anggota lain semua angkatan. Arie merupakan alumni Jurusan Pendidikan Geografi UNY Angkatan 2003. kemudian belajar di Pasasarjana UGM seangkatan dengan Priyo tetapi beda jurusan. Arie studi Geografi sementara Priyo di program studi ilmu lingkungan. Selama aktif di MPA Mahameru dia pernah menjabat ketua pada tahun 2007, kemudian ketua senat pada tahun 2008 dan 2009. Saat ini sangat menikmati status sebagai golongan tua (yang selalu merasa muda) diantara anggota lainnya yang berstatus sebagai murid di kelas sekaligus teman di organisasi. 51

FAJRIN Nama aslinya adalah Fajrin Abdurrahman, tapi lebih beken sebagai Fajrin Etawa (tidak perlu dipikirkan darimana asal nama itu). Lahir di Maluku Tengah, 13 Maret 1992. Anggota MPA Mahameru dengan nomor M-VI/002. Walaupun paling muda, namun dialah ketua tim dalam ekspedisi ini. Tugas yang dilaksanakan dengan baik dan penuh tanggungjawab tentunya. Pegalaman yang paling mengesankan adalah ribut dengan Yudi soal tenda dan spesies ulat batu vs ulat bagor. Semboyannya dalam pendakian adalah: aku lebih milih ketemu pet bocor (Pos I) daripada ketemu cewek cantik. Kisah hidupnya yang nomaden tidak kalah dengan Priyo. Fajrin lahir dan tinggal di Maluku Tengah sampai umur 2 tahun, kemudian pindah ke Surabaya dan tinggal disana sampai umur 4 tahun kemudian kembali lagi ke Maluku Tengah. Tiga tahun kemudian pindah ke Purbalingga dan menetap selama 10 tahun sehingga logat ngapak mulai menjadi identitasnya. Dari tahun 2009 hingga sekarang tinggal di Jogja untuk menempuh pendidikan di Jurusan Pendidikan Geografi UNY. Cita-citanya adalah menjadi guru teladan yang dikagumi murid-murid cewek. Saat ini menjabat sebagai Kepala Divisi Logistik MPA Mahameru YUDI Lahir di Klaten pada tanggal 9 Februari 1990 dengan nama Anwar Suyudi, pria ini lebih akrab disapa dengan nama Yudi Kromo. Masa kecil hingga remaja ia habiskan di kampung halamannya, Mutihan, Bayat, Klaten. Oleh karena itu tidak mengherankan bila ia memiliki cukup banyak penggemar di kampungnya. Saat ini tinggal di Jogja untuk belajar di Jurusan Pendidikan Akuntansi, FE, UNY. Anggota MPA Mahameru dengan nomor M-VI/007 ini terkenal memiliki ide-ide brilian untuk program kerja di Divisi Ekspedisi MPA Mahameru. Jam terbangnya dalam dunia pendakian tidak bisa dipandang remeh. Meskipun termasuk dalam kelompok minoritas di MPA Mahameru, karena tidak berasal dari Fakultas Ilmu Sosial, namun berkat dedikasinya yang tinggi iapun diberikan amanah untuk menjabat sebagai Kepala Divisi Ekspedisi MPA Mahameru. Yudi juga dikenal memiliki semangat pantang menyerah terutama dalam pendakian. Semboyannya dalam pendakian adalah: ra trimo mas aku nek wis tekan kene ora muncak, terucap di lereng Gunung Pangrango, Jawa Barat. Pria yang rutin jogging di Rektorat UNY ini memiliki citacita menjadi guru yang baik serta memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

52

Jalur Pendakian Gunung Welirang

LANDAI NAMUN PANJANG

JALUR PENDAKIAN GUNUNG WELIRANG VIA TRETES landai namun panjang


(priyo akuntomo)

Jalur Welirang via Tretes merupakan salah satu jalur favorit pendakian ke puncak gunung tersebut dibandingkan jalur lain. Walaupun jarak tempuh relatif lebih panjang, namun aksesibilitas yang mudah, ketersediaan air yang melimpah serta adanya warung di Kopkopan membuat banyak pendaki memilih jalur ini, terutama pendaki pemula. Jalur pendakian hingga Pondokan penambang belerang merupakan jalur kendaraan pengangkut belerang/jeep sehingga jalur pendakian menjadi sangat jelas dan kemungkinan tersesat menjadi kecil. Jalur pendakian Welirang via Tretes secara umum bisa dibagi menjadi tiga segmen , yait pos pendaftaran kokopan, kokopan pondokan, dan pondokan puncak. Walau hanya terdiri dari 2 pos namun jarak antar pos ini sangat jauh. Berikut adalah gambaran jalur pendakian Welirang via Tretes.

Segmen 1 : Pos Pendaftaran - Kokopan

Basecamp pendakian berada di depan hotel Tanjung atau sebelah hotel surya. Basecamp yang berupa Pos PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam) milik Departemen

Kehutanan. Pos ini juga merupakan pintu masuk menuju Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerja. Basecamp dilengkapi dengan kamar
Suasana pendaftaran pendakian di Pos PHPA

mandi serta disekitarnya terdapart warung maupun toko kelontong sehingga pendaki bisa melakukan persiapan di sini.

63

Pendakian dimulai dengan mengikuti jalan beton yang cukup lebar, hingga bertemu

tikungan dan jalanan berganti makadam, dan memasuki kawasan hutan raya. Setelah

berjalan 30 45 menit berjalan, akan dijumpai sebuah warung yang dikenal sebagai pet bocor. Disini biasanya digunakan sebagai tempat persiapan terakhir pendaki sebelum pendakian
Pet Bocor

karena terdapat warung. Nama Pet bocor sendiri berasal dari kata pipa (pet) air minum yang bocor, yang kini sudah tidak bocor lagi

Selepas pet bocor kita akan menyusuri jalan makadam dengan vegetasi campuran, yaitu perkebunan dan hutan produksi. Kopkopan dapat dicapai setelah berjalan 3 3,5 jam dari pet bocor. Kopkopan berupa tanah lapang yang bisa digunakan untuk mendirikan sekitar 6 8 tenda 4 orang. Di sini juga terdapat sumber air yang melimpah serta
kopkopan

pada hari hari tertentu, seperti akhir pekan dan liburan, terdapat warung yang menjual

minuman, gorengan dan mie. Segmen 2 Kokopan Pondokan Pondokan berjarak 3 3,5 jam dari kopkopan. Berdasarkan vegetasinya, segmen ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu perkebunan rakyat dan kawasan hutan pinus (ketinggian 2000 MDPAL ke atas).

Pondokan merupakan tempat bermalam Hutan pinus jelang pos pondokan yang masuk dalam kawasan hutan lalijiwo para penambang. Di sini juga menjadi

percabangan jalur Arjuno dan Welirang. Di Kopkopan terdapat sumber air yang berupa bak 64

penampungan air aliran anak sungai yang biasa digunakan para penambang. Perlu diingat untuk tidak mendirikan tenda di area pondokan agar tidak mengganggu para penambang. Area berkemah dapat ditemukan di atas (selatan) pondokan. Para penambang dikenal kurang ramah terhadap pendaki sehingga ada baiknya selalu waspada, menjaga etika dan tidak
Salah satu pondokan penambang belerang

membuat kegaduhan di sekitar area pondokan.

Pondokan - Puncak Welirang Puncak Welirang dapat ditempuh dalam waktu 3 jam. Jalur menuju puncak cukup jelas dan lebar karena merupakan jalur para

penambang. Variasi antara jalur tanah dan berbatu dijumpai sepanjang perjalanan. Hutan

pinus yang cukup lebat menjadi pemandangan yang menemani pendakian.

Jalur menuju puncak, cukup lebar dan jelas

Lepas hutan pinus, terdapat persimpangan menuju puncak Kembar I (kiri) dan Puncak Welirang (kanan). Di persimpangan ini terdapat tanah lapang yang dapat digunakan sebagai tempat berkemah. Jelang puncak terdapat persimpangan kembali yaitu lurus (menuju kawah penambang) dan kanan (menuju Puncak Welirang). Sebelum mencapai Puncak Welirang akan melalui beberapa puncak semu.
puncak semu

Tips Puncak Welirang seringkali tertutup kabut. Usahakan mencapai puncak pada pagi hari sehingga pemandangan masih dapat terlihat Usahakan tidak meninggalkan barang di pos pondokan karena sering terjadi pencurian Usahakan mendirikan tenda di luar area pondokan para penambang agar tidak mengganggu penambang. Area berkemah dapat dijumpai di atas (selatan) tempat pondokan penambang. 65

Transportasi
Basecamp pendakian Welirang via tretes dapat diakses dengan mudah melalui moda angkutan umum. Baik dari arah Malang ataupun Surabaya hanya perlu berganti moda sekali. Berikut adalah transportasi untuk mencapai basecamp tretes Terminal bungurasih Surabaya Terminal Pandaan Terminal Bungursih Terminal Pandaan : menggunakan Bus Surabaya Malang turun di Terminal Pandaan. Ada dua pilihan, menggunakan bus patas (cepat namun mahal) atau bus ekonomi (hemat tapi sering berhenti di tengaha perjalanan untuk mengambil dan menurunkan penumpang). Jika berangakat dari malang juga sama, dari terminal Arjosari naik bus Malang Surabay turun di terminal Pandaan Terminal Pandaan Tretes (pos perijinan) : Dari terminal pandaan menuju basecamp menggunakan angkutan umum, dengan tujuan tretes (hotel tanjung). Umumnya para pengemudi angkutan umum sudah paham ketika melihat rombongan pendaki dengan tas ransel di punggung.

Flora Fauna
Pendakian gunung bukan sekedar untuk mengapai puncak. Masih banyak hal yang bisa dinikmati selama perjalanan terutama keragaman flora dan fauna. Jalur Pendakian Gunung Welirang via Tretes yang berada di kawasan Tahura Raden Soerya memiliki kekayaan flora dan fauna yang menarik. Flora didominasi tumbuhan jenis : Cemara ( Casuarina junghuniana), Saren ( Toenasureni), Pasang (Quercus lincata), Kemelandingan gunung (Mycura javabica) dan berbagai jenis tumbuhan bawah seperti Padi-padian (Sarghum vitidumvakl). Sedangkan Fauna yang dapat dijumpai antara lain adalah Rusa ( Presbytis cristata)21. Jenis burung yang dapat dijumpai antara lain: cekakak sungai (Halcyon chloris) dan burung madu sriganti (Cinnyris jugularis), keduanya masuk dalam satwa dilindungi (PP No 7 tahun 1999); Elang ular bido (Spilornis cheela) dan elang (htam Ichtinaetus malayensis) yang termasuk dalam satwa dilindungi (UU No 5 tahun 1990 dan PP no 7 tahun 1999 serta masuk dalam appendix II CITIES); Elang Buteo (Buteo buteo) yang termasuk dalam hewan yang dilindungi menurut PP no 7 tahun 1999 dan masuk dalam masuk dalam appendix II CITIES 22. Keberadaan burung burung tersebut dapat dilihat di kawasan antara Basecamp
Pusat Inventarisasi dan Statistik Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan 2002. Data dan Informasi Kehutanan Provinsi Jawa Timur. 22 Hubertus Buntoro Ajie, 2009. Burung burung di Kawasan Pegunungan Arjuno Welirang Taman Hutan Raya Raden Suryo, Jawa Timur Indonesia.
21

(Cerous timorensis), Kijang

(Muntiacus muncak), Babi hutan (Sus Srofa), Kera abu-abu (Macaca fascicuis), dan Budeng

66

hingga Kopkopan. Selain burung burung yang dilindungi, masih banyak jenis burung yang dapat dijumpai seperti cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), perenjak jawa (Prinia familiaris), cinenen jawa (Orthotomus sepium), anis merah (Zoothera citrine), Punai gagak (Treron sphenura). Keberadaan flora dan fauna ini menjadi suguhan menarik untuk menemani pendakain. Maka tak ada salahanya menaruh perhatian selama melakukan pendakian karena jika beruntuk kita bisa melihat satwa yang dilindungi bahkan bisa mengambil gambarnya.

Rupa Rupa
Gunung Arjuno-Welirang merupakan pegunungan yang memiliki jalur pendakian sadel. Pendakian sadel dapat diartikan pendakian yang dilakukan pada dua puncak atau lebih yang membentuk sadel dengan jarak yang tak terlampau jauh. Gunung Salak (salak I-salak II), Merbabu (Kentheng Songo Syarief) serta Arjuno-Welirang merupakan gunung gunung yang memiliki jalur pendakian sadel. Jalur pendakian sadel Arjuno Welirang sendiri terdiri dari Puncak Arjuno- puncak Gunung Kembar II- puncak Gunung Kembar I - Puncak welirang. Untuk mencapai ke empat puncak itu membutuhkan waktu kurang lebih 6 jam (dari puncak arjuno hingga mencapai puncak welirang). Perlu persiapan pendakian yang matang karena pendakian sadel cukup menguras fisik. Namun tak ada salahnya mencoba pendakian sadel empat puncak ini karena tentunya akan menberikan sensasi dan pengalaman yang yang berbeda.

67

Vegetasi yang dijumpai pada awal perjalanan merupakan campuran antara hutan produksi, hutan pegununangn dan perkebunan warga. Hutan produksi berupa mahoni, jati dan pinus sedangkan tanaman perkebunan cukup beragam, seperti sayur sayuran, buah-buahan, dan jagung.

Hutan Pegunungan tropis mulai dijumpai pada keggian 2000m dpal, ditandai dengan keberadaan pinus dan cemara. Mendekati pos pondokan, vegetasi semakin lebat (memasuki kawasan hutan konservasi arjuno lalijiwo)

Memasuki ketinggian 2800m dpal, dapat dijumpai tanaman cantigi dan edelweiss yang merupakan vegetasi hutan sub alpin

Hutan Campuran dan Perkebunan

Kopkopan (1650 mdpal) 678292.34 m T 9146044.26 m S Pet Bocor (965 mdpal) 679431.73m T 9148224.62m S

Puncak (3156 mdpal) 673787.53m T 9144896.42 m S Pondokan (2500 mdpal) 675907.10m T 9143750.58m S

Pos PHKA (Pengawasan hutan dan Konservasi Alam) yang menjadi perijinan pendakian. Jalur pendakian berada dalam kawasan Taman Hutan Raya sehingga segala kegiatan di dalamnya berada dalam pengawasan Departemen Kehutanan.

Pos Pantau Tahura, yang berfungsi mengawasi kegiatan di Tahura, terutama untuk mencegah pencurian kayu . Pet Bocor, yang namanya berarti pipa bocor ini merupakan tempat beristirahat dan melengkapi sebelum memulai pendakian yang sebenarnya.

Kopkopan, tempat favorit untuk berkemah karena air yang melimpah serta pemandangan yang berupa Gunung penanggungan dan kota sidoarjo-surabaya. Terdapat warung yang menjual mie, gorengan dan pisang pada akhir pekan Pos pondokan belereng yang merupakan persimpangan arjuno-welirang. Pos ini biasa digunakan pendaki untuk berkemah sebelum summit attack ke puncak welirang. Mengingat lokasi yang cukup rawan, para pendaki diingatkan untuk tidak meninggalkan barang di sini.

Pesimpangan Gunung kembar I Welirang. Di sini terdapat tanah datar yang cukup luas dan ditumpuhi oleh edelweiss. Di lokasi ini dapat dimanfaatkan untuk lokasi berkemah.

Puncak Weirang merupakan suatu kerucut vulkan yang aktif. Puncak terdiri dari beberapa igir yang mengelilingi kawah mati. Kawah aktif yang juga lokasi penambangan belerang terletak di sebelah utara puncak 68

Ilustrasi medan Pendakian Gunung Welirang via Tretes

Kontur Jalur Pendakian Gunung Welirang via Tretes

69

MENDAKI KE ATAS PADANG BELERANG

Mendaki ke atas padang belerang


Arie Carstensz
di Hari ini adalah hari ketiga Ternyata belum. Sekali lagi medan Gunung Welirang membuat kami frustrasi. Tidak ada petunjuk yang jelas mengenai jalur mana yang menuju ke puncak, selain itu tak satupun dari kami yang pernah mendaki puncak ini pendakian, sekaligus hari kedua kami berada di gunung. Tinggal beberapa saat lagi perjalanan panjang kami akan mencapai babak akhir. Perjuangan

sebelumnya. Seberat-beratnya medan di bawah sana kami masih bisa tenang karena Priyo pernah melaluinya lima tahun lalu ketika menuju Puncak Arjuno. Tapi disini kami harus benar-benar

untuk sampai disini sungguh bukan main. Lintasan panjang berbatu yang terjal kerap kali membuat kami frustrasi. Akupun sempat sakit ketika mencapai Pos III (Pondokan) lalu terselamatkan oleh istirahat semalaman. Hari ini semangatku sudah pulih kembali, tapi nampaknya justru temanteman yang mulai kelelahan, kecuali Priyo. yang Hutan-hutan semula lereng kini Welirang perlahan

menajamkan naluri, mengikuti tanda alam untuk puncak. mencari Medan dimana disini jalur mirip menuju dengan

Pelawangan Gunung Slamet, Cemara Tunggal Gunung Semeru, atau Pasar Bubrah Gunung Merapi, bedanya jalur lebih membingungkan karena berputarputar melewati beberapa gundukan bukit kecil. Untunglah cuaca hari ini cerah, hanya asap belerang yang menyembur dari kawah menyesakkan nafas dan menghalangi pandangan.

rimbun

terbuka, lalu sampailah kami pada suatu tempat dan dimana sesekali hanya ada

bebatuan

gerumbul

rerumputan. Puncakkah?

Ada sebuah jalan bagus yang kami ikuti, agak lebar yang dengan tumpah. jejak-jejak Setelah

Dugaan meleset, sampai diatas kami ternyata masih harus mendaki satu igir lagi. Mungkin 20 menit tanpa berhenti. Aku dan Yudi saling berpandangan, lalu kemudian geleng-geleng kepala. Tanpa membuang waktu kamipun segera

belerang

mengelilingi satu igir besar kami kaget bukan kepalang karena ternyata jalur ini buntu kembali ke kawah melintasi utama. igir Lalu ke kami tempat

memanjat lereng-lereng cadas, berjalan melintasi sisa-sisa kawah, menapaki

sebelumnya. Disana kami mengikuti jejak yang tidak terlalu jelas menuju ke atas. Kami semua sepakat, inilah jalur menuju puncak. Aku berjalan bersama dengan Yudi, sementara Priyo bersama Fajrin diikuti oleh rombongan pendaki lain

bebatuan yang berasap dan kadang berbau sengak. Dan benar saja tak berapa lama kamipun tiba di puncak. Tidak ada keindahan edelweiss, pohonpohonan kerdil, ataupun rerumputan.

berada agak di bawah. Karena terdorong oleh rasa penasaran kamipun

Disini hanya ada batu dan pasir yang hampir semuanya berwarna kelabu. Aku dan Yudi berhenti di satu puncak untuk menunggu Fajrin dan Priyo yang segera menyusul beberapa menit kemudian. Lalu bersama-sama kami menuju puncak

mempercepat langkah. Sekitar 30 menit berjalan setelah kembali dari nyasar kami menjumpai gua vulkanik, lalu lembah sempit dan nampaknya diatas sana

sudah tidak ada yang lebih tinggi.

tertinggi, dan bendera kami kibarkan. Awan perlahan naik ke atas...

*****

Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah melakukan persiapan panjang, hari ini kami akan kembali memulai ekspedisi. Impian kami adalah mencapai Puncak Arjuno lalu kemudian ke Puncak Welirang. Keduanya memang berada di satu gunung yang sama sehingga orang sering menyebutnya sebagai Gunung Arjuno-Welirang. Diiringi doa dan harapan teman-teman kamipun segera berangkat. Empat hari pulang pergi dari Jogja akan kami lalui untuk satu tujuan, mengibarkan bendera di puncak tertinggi. 72

HARI PERTAMA Malam semakin larut, hari ini tanggal 26 April 2012. Selepas isya, jalanan di pinggiran Jogja terasa lebih dingin dibanding hari-hari sebelumnya. Malam ini sesuai janji kami akan berangkat memulai ekspedisi Arjuno-Welirang. Sekitar jam 8 aku dan Priyo sudah sampai di Rektorat UNY, tempat yang dijanjikan sebagai titik kumpul menjelang keberangkatan. Tak berapa lama Yudi dan Fajrin menyusul datang, dan kamipun segera melanjutkan perjalanan ke terminal untuk menumpang bus ke Surabaya. Anggota tim ekspedisi ini hanya empat orang yaitu aku, Priyo, Yudi, dan Fajrin. Meskipun paling muda di rombongan ini, Fajrin adalah ketua tim MPA Mahameru Arjuno-Welirang Expedition 2012. Semangat sedang bagus-bagusnya. Terbayang kami segera mencapai puncak yang menjadi target, Arjuno dan Welirang, jika memungkinkan. Sampai di terminal hanya ada dua pilihan, bus yang bagus atau bus yang ngetop karena sering kecelakaan. Mulanya Priyo bertanya kepada kondektur bus yang bagus, berapa ongkos ke Surabaya?, 63 ribu mas plus bonus sekali makan. Sambil terhenyak kami segera melangkah menuju bus yang ngetop, walaupun awalnya ragu-ragu. Pilihan yang sulit mengingat biaya ekspedisi yang mepet. Bus segera melaju meninggalkan Jogja, Priyo nampak nyaman dengan ipodnya, Yudi manggut-manggut mengikuti irama gendang pengamen, Fajrin sudah pulas setelah minum obat anti mabuk, aku melihat ke luar jendela pikiranku melayang-layang entah kemana. Sesekali aku masih sempat mengirim sms kepada Toffan, pak ketua yang selalu menanti perkembangan kabar dari tim ekspedisi. Bus melaju kencang, kami mulai dibius rasa kantuk. Entah berapa jarak telah dilalui, ketika Priyo mencolek pundakku aku terbangun, ternyata sudah sampai di Surabaya. 27 April 2012, pukul 03.00 pagi. HARI KEDUA Apa yang bisa kita lakukan jika sampai terminal sepagi ini? tanyaku pada temanteman. ya tidur, mas kata Yudi. Ah, gagasan bagus. Selembar matras dibentangkan Fajrin, dipakai berdua denganku, lalu mencoba tidur-tidur ayam. Yudi dan Priyo ngobrol ngalor ngidul entah membicarakan apa. Waktu aku terjaga ternyata hari sudah mulai terang. Kami segera melanjutkan perjalanan dengan bus jurusan Malang. Yudi yang gumunan, heran melihat jalan layang. dasar ndeso, maklum di Klaten ga ada ya? kataku. emang di Magelang ada mas? Yudi ga mau kalah. Hahaha kadang kebersamaan seperti ini terasa begitu mahal. Terlebih bagi orang-orang yang sedang berada jauh dari rumah seperti kami. Sahabat-sahabat inilah keluarga kami sekarang. Tidak berapa lama perjaanan sampailah di terminal Pandaan, hanya sebentar saja angkot segera menghampiri. Perjalanan selanjutnya nanjak-nanjak hingga ke Tretes. Sejujurnya ini perjalanan yang mengasyikkan. Jalurnya mengingatkan ketika naik ke cibodas 73

di lereng Gunung Gede-Pangrango. Tapi disini lebih ramai, ada pasar di tepi jalan, ada pula candi yang membuat perjalanan lebih berasa di tempat wisata. Tempatnya cukup ramai dan hawanya sejuk. Tiba di base camp Fajrin segera melapor, dilanjutkan dengan menyerbu warung nasi, packing ulang, berdoa, dan mulai perjalanan panjang yang nantinya sangat menguras energi dan emosi. Awal perjalanan Diantara kami hanya Priyo yang pernah melewati jalur ini, itupun sepertinya lebih dari lima tahun yang lalu. Priyo lebih banyak lupa daripada ingatnya. Bagi Fajrin dan Yudi ini juga merupakan pengalaman pertama mereka dalam pendakian lebih dari 24 jam, dengan start pagi hari pula. Selepas base camp jalur langsung menanjak, sambil menghela nafas yang putus-putus kami terus berjalan memasuki rimbunan semak. Lalu akhirnya berhenti dekat sebuah gubuk tua yang nampaknya tak terawat. Istirahat sejenak, sudah mandi peluh walau baru awal perjalanan. Selepas istirahat sebentar perjalanan dilanjutkan, tidak berapa lama kemudian sampailah di Pos I, pet bocor. Di sudut jalan ada warung, tapi sepertinya masih belum menggoyahkan semangat kami yang lagi bagus-bagusnya segera ingin ke atas. Pos I dilewati begitu saja, kami baru berhenti di pintu jaga Tahura R Soeryo, ketika jalur jalan semen yang dilalui sudah habis berganti jalan berbatu yang lebih mirip sungai kering daripada jalan. Istirahat sejenak ditemani kabut tipis yang datang dan pergi, berganti dengan cahaya matahari. Rasa-rasanya obrolan sore itu berkisar pada rute transportasi belerang yang diangkut dengan pick up dari Pos Pondokan ke Basecamp. Saat mendaki Arjuno 4 tahun yang lalu Priyo memang sempat berpapasan dengan kendaraan pengangkut belerang. Aku, fajrin, dan Yudi manggut-manggut mendengarkan cerita Priyo, sambil tak henti-hentinya heran bagaimana kendaraan pembawa beban bisa melewati jalan nanjak yang seperti sungai kering, dilewati pejalan kaki saja susah. Karena masih awal perjalanan, semangat dan tenaga pun masih penuh, kami tidak banyak mengeluh soal jalan yang buruk ini. Justru begitu menikmati perjalanan. Apalagi sepanjang jalur bunga-bunga kuning besar (sebesar bunga matahari, tetapi entah apa jenisnya) sedang bermekaran. Sepanjang jalan batu ini kami banyak menjumpai ulat bulu. Yudi menyebutnya ulat batu, karena ulatnya nempel diatas batu katanya. Perjalanan masih diisi dengan canda tawa, biasanya Fajrin yang menjadi korban bullying. Satu-satunya masalah adalah cuaca yang tidak menentu. Kadang panas terik datang, sesaat kemudian tiba-tiba cuaca berubah mendung dengan kabut tebal. Kami berharap hujan tidak turun sebelum sampai di Pos Pondokan. Selain akan menghambat perjalanan, hujan akan menyebabkan suasana tidak nyaman serta meningkatkan bahaya lingkungan yang bisa berakibat hipotermia. 74

Jalur Kenangan

Pendakian kali ini semacam nostalgia bagiku, di jalur tretes inilah pertama kali aku melakukan pendakian 3000m dpal menuju puncak Arjuno sekitar 4 tahun yang lalu. Tentu kondisi waktu itu jauh berbeda, dengan segala persiapan dan manajemen pendakian yang masih kacau, pendakian saat itu terasa sangat berat dan lama. Alih alih mengamati jalur, aku lebih sering memikirkan diri sendiri yang ragu bisa sampai puncak atau tidak. Jalur berbatu penuh debu dan terik matahari yang menyengat saat itu benar benar membuat nyali menciut, terlebih lagi rombongan kala itu tak ada satupun yang pernah mendaki Gunung Arjuno. Kembali merangkai ingatan mengenai jalur pendakian ternyata bukan hal mudah, bahkan rekaulang lokasi pos pendakian pun salah. Maklum, kala itu jalur naik dan jalur turun berbeda sehingga sangat sedikit memori yang menempel di kepala. Yang paling aku ingat, jalur ini sukup panjang sehingga perlu mempersiapkan mental untuk melaluinya. Dan tentu saja, beban moral kali ini lebih besar daripada pendakian pertama karena diberi kepercayaan sebagai konsultan pendakian ekspedisi kali ini. Mau tak mau segala sesuatu harus dipersiapkan untuk menyukseskan pendakian kali ini, walau aku sendiri banyak lupanya daripada ingatnya. Mulai dari persiapan fisik, logistik (terutama terkait makanan, karena pendakian Arjuno dahulu merupakan salah satu pendakian dengan perencanaan logistik paling kacau) hingga persiapan rencana A, B,C, hingga D guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang ada. *** Priyo

Ini namanya laterit, jenis tanah yang mengeras karena kandungan besinya mengalami oksidasi. Tanah di gunungapi seperti di sini memang sangat kaya akan kandungan besi kataku memulai kuliah lapangan sore ini. Sekedar mengimbangi rasa bosan yang mulai datang karena medan yang dilalui hanya begini begini saja, jalan yang jelek, cuaca yang tidak menentu, hutan yang membosankan. Rasanya perjalanan mendaki ini hanya berputar putar saja. Setiap kali sampai diujung tikungan yang kami lihat hanya jalur yang sama seperti yang tadi sudah dilewati tadi, begitu seterusnya. Ingin segera sampai di Pos Kokopan tapi rasanya masih begitu jauh. Kami mulai bosan. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan jauh benar-benar terasa dampaknya. Idealnya sebelum mendaki kami istirahat terlebih dahulu di base camp, sekalian aklimatisasi. Setelah tenaga kembali pulih baru memulai pendakian. Tetapi karena waktu ekspedisi yang mepet karena memang bukan musim libur, ditambah target mencapai dua puncak membuat kami harus memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Jadilah pendakian panjang ini ditempuh dengan fisik yang kelelahan setelah menempuh perjalanan 12 jam naik bus dari Jogja. 75

PERJALANAN YANG BEGITU MENGESANKAN Ngomong-ngomong soal perjalanan, aku punya kesan yang sangat menggelikan. Semua berawal dari keterpaksaan naik bus yang terkenal karena sering kecelakaan. Malam semakin larut, terminal Giwangan Jogja semakin sepi. Saat itu hanya ada dua bus yang akan berangkat menuju Surabaya, karena faktor dana yang mepet akhirnya dengan terpaksa kami memilih bus yang murah namun agak berbahaya itu. Aku memang yang paling semangat naik bus ini, penasaran, mas begitu kataku kepada Mas Arie yang paling jengkel. Nah, yang menggelikan dan sekaligus tidak bisa dilupakan adalah ekspresi wajah Mas Arie dan Fajrin yang antara mau dan tidak mau naik ke dalam bus. Terpaksa dan tidak rela tapi akhirnya naik juga. Sesampainya di dalam bus Fajrin kemudian bilang kepada Mas Arie mas, pimpin berdoa. Tidak hanya sampai di situ, kebahagiaanku berlanjut dengan full music koplo sepanjang perjalanan. Sampai Madiun kira-kira tengah malam, ada seorang bapak yang ketiduran dan akhirnya kebablasan dari tempat seharusnya dia turun. Sudah jatuh tertimpa tangga, si bapak malah dimintai ongkos tambahan oleh kernet. mas saya turun Madiun ya kata si bapak Madiun sudah lewat pak, tadi saya teriak Madiun Madiun ga ada yang respon kata kernet Merasa bahwa ini salahnya bapak itu hanya diam saja ya sudah bapak turun di depan polsek itu aja, dari situ gampang cari bus untuk balik ke Madiun kata kernet lagi yo wis mas kata bapak yang langsung disahut oleh kernet: dua ribu (maksudnya nambah dua ribu untuk ongkos kebablasan itu) Sambil tidur-tidur ayam kami mendengar dialog itu dan menurutku itulah bagian terlucu sepanjang perjalanan. Sampai sekarang aku masih tertawa bila ingat cerita itu. kata Mas Arie sepertinya dia (Yudi) begitu menikmati kesusahan orang lain. Ada-ada saja.. Sedikit hiburan ditengah suasana panik dan waspada dalam bus yang memang melaju ugal ugalan. ***Yudi

Sesekali hujan datang menimbulkan gemerisik di dedaunan dan semak, seperti hujan gerimis. Aku mulai sok tahu lagi (tapi beneran tahu). Ini namanya presipitasi horizontal, sebenarnya berupa kabut tebal yang banyak mengandung uap air. karena kejenuhannya terlalu tinggi maka ketika menyapu permukaan sebagian airnya akan jatuh seperti hujan kami berdiskusi sambil cerita, sok ilmiah biar tetap nampak cerdas walaupun sedang berada jauh dari kampus. Lereng Gunung Arjuno Welirang rasanya begitu membosankan sore ini. Karena dilanda kejenuhan perjalanan mulai terasa berat. Kami jadi banyak berhenti, tarikan nafas mulai terengah-engah, ingin cepat sampai Pos Kokopan membuat kami mulai dilanda rasa frustrasi. 80

Jalan yang begitu terjal Ketika kejenuhan mulai sampai pada puncaknya akhirnya kami sampai di Pos Kokopan (Pos II). Menurut Priyo Pos ini banyak digunakan untuk camping, tidak hanya oleh para pendaki saja, tapi juga bagi penggemar kegiatan outdoor yang tidak minat untuk mendaki ke puncak. Kalau malam minggu biasanya tempat ini jadi ramai banget, kalau kita mau camping disini pada saat turun nanti kita harus cepat-cepat. Telat sedikit atau kemalaman sampai disini jangan harap dapat tempat untuk bikin tenda kata Priyo. Pos Kokopan memang tidak begitu luas, namun disini terdapat mataair dengan debit yang cukup besar. Disini kalau malam indah banget, lampu-lampu kota di bawah sana kelihatan, sudut pandangnya juga bagus, lagipula jaraknya cukup jauh bagi yang bukan pendaki sehingga sudah merupakan tantangan tersendiri untuk sampai disini lanjutnya. Sayangnya ketika kami sampai sore ini kami hanya disambut oleh mendung yang tebal. Jadi boro-boro bisa lihat lampu kota di bawah sana, jalur yang tadi dilewati saja tidak nampak. Waktu istirahat di Pos Kokopan rasanya tidak terlalu lama mengingat perjalanan masih sangat jauh dan kami telah membuang banyak waktu di perjalanan tadi. Kami hanya bergantian untuk sholat lalu kembali melanjutkan perjalanan. Gubuk di pojok pos nampaknya biasa dipakai untuk berjualan. Hanya saja sore ini nampaknya tidak ada yang berjualan, mungkin karena belum malam minggu. Tidak berapa lama di Pos Kokopan kami segera melanjutkan perjalanan. Jalur sekarang menjadi lebih terjal. Badan yang sudah mulai lelah jadi malas bergerak, apalagi tadi baru saja melewati istirahat sebentar yang sangat tidak memuaskan. Baru berjalan beberapa langkah rasanya sudah ingin berhenti lagi. Dalam hati aku heran bagaimana jeep yang mengangkut belerang dari Pos Pondokan bisa melewati jalan terjal dan rusak seperti ini. Belum sampai 30 menit dari Kokopan kami istirahat lagi di sebuah gubuk, sepertinya memang dibuat sebagai pos pengamatan oleh Dinas Kehutanan Jawa Timur sebagi pihak pengelola Tahura R Soeryo. Kemudian kami mulai jalan nanjak dan nanjak lagi, kaki rasanya mulai gempor, ditambah cuaca yang tidak menentu membuat perjalanan jadi kehilangan kenikmatannya. Ketika mendung sedikit terbuka cahaya matahari sore yang hangat terasa memberi rasa nyaman (hanya sebentar saja karena setelah itu mendung terus menutupi langit sampai malam tiba ketika kami telah sampai di kokopan). Sambil duduk beristirahat tiba-tiba kami dikejutkan oleh seekor lutung yang sedang bergelantungan di dahan pohon. Bulunya hitam gelap dan ukurannya lebih besar daripada monyet biasa. Kira-kira sebesar Fajrin kami membuka kembali canda tawa yang sempat terhenti oleh rasa lelah dan bosan sepanjang perjalanan tadi. Tapi memang lutung ini begitu besar, Fajrin menyebutnya Jaguar karena besar, hitam, dan pandai memanjat. Aku mulai waswas, takut kalau lutung ini tiba-tiba menyerang. Wah bisa terjadi pertarungan antara lutung gunung dengan lutung kampus. 81

Jalanan jelek sepertinya memang tidak ada habisnya. Priyo bilang sampai Pos Pondokan jalannya akan tetap seperti ini. kan jalur jeep pengangkut belerang katanya. nah jeepnya itu paling jauh cuma sampai di Pondokan katanya melanjutkan. Jalan memang tetap sama jeleknya tapi tanjakannya lebih terjal. Aku mulai merasa tidak enak badan, mungkin karena kelelahan dan masuk angin ketika naik bus. Teman-temanpun kondisinya kurang lebih sama walaupun tidak separah aku. Hanya Priyo yang nampak sehat. makanya punya badan tuh rajin-rajin diservis kata Priyo kepada kami semua, terutama kepadaku yang paling loyo sore ini. Ah, rasanya menyesal malas berolahraga. Padahal dulu dalam setiap pendakianku rasa-rasanya tidak pernah aku mengalami kelelahan sampai seperti ini. itu dulu, waktu kamu masih sehat-sehatnya dan belum banyak kegiatan dan beban kerja kata Priyo. Memang benar, pikirku. Masalah baru mulai datang sekarang. Selain jalan jelek dan terjal yang menguras tenaga dan semangat, cuaca juga mulai memburuk. Sesekali terdengar suara gemuruh di langit sambung menyambung. Langit semakin pekat oleh mendung dan sore menjelang senja. Nampaknya akan turun hujan. Suara guntur terasa membuat nyali ciut, kami mencoba terus berjalan agar cepat sampai di Pos Pondokan. Terbayang disana mendirikan tenda, berbaring nyaman, memasak makanan yang enak. Ah, rasanya hilang semua lelah kalau sudah sampai di Pondokan. Tapi sepertinya tempat yang kami tuju masih sangat jauh dari bayangan. Bahkan angan-angan saja belum sampai, kecuali Priyo yang pernah melewati jalur ini, dengan sisa-sisa ingatannya yang mengatakan bahwa: Pondokan masih jauh. Cobaan Cuaca benar-benar tidak bisa diperkirakan. Sebentar matahari bersinar terik, sebenar turun kabut, sebentar kemudian terik lagi, turun kabut lagi, begitu seterusnya. Suatu ketika kabut pekat datang lalu disusul hujan rintik-rintik. Kami sedang merayap di sebuah tanjakan terjal, rasanya jalan ini seperti tidak berujung, hanya berkelak-kelok saja. Ditengah rasa jemu sekonyong-konyong terdengar suara petir menyambar. Lalu disusul gemuruh di langit sambung menyambung. Secara pribadi aku sudah beberapa kali merasakan digertak badai gunung, yang tentu saja jauh lebih dahsyat dari ini. Tapi suasana hujan rintik-rintik di tengah hutan ini rasanya begitu aneh. Kami semua lalu berhenti untuk memakai jas hujan, lalu jalan lagi. Aku merasa semakin tak enak badan. Kami jalan sendiri-sendiri, terpisah satu sama lain beberapa puluh meter. Aku sendiri yang paling tidak sehat mulai kepayahan dan tertinggal-tinggal. Saat jarak terlalu jauh teman-teman menunggu. Yudi yang berada paling dekat di depanku sepertinya mulai mengkhawatirkan kondisiku. Sesekali dia berhenti lalu menoleh dengan wajah cemas. Aku tidak mau membuatnya khawatir, sambil menahan lelah aku hanya bisa mengacungkan jempol dari kejauhan, tanda bahwa aku baik-baik saja. Saat itu aku merasa sangat lapar, untung sebelum berangkat Priyo sempat memasukkan banyak 82

permen di saku jaketku. Lumayan, sepanjang jalan masih bisa mengunyah permen sekedar untuk asupan darurat. Fajrin yang berjalan paling depan hanya nampak samar-samar olehku. Kabut tebal mulai datang sehingga menghalangi pandangan. Hujan rintik-rintik masih menyertai perjalanan. Untung tidak hujan deras, pikirku. Apa jadinya kalau tubuh-tubuh lelah ini diguyur hujan deras, basah dan dingin, keadaan yang lebih buruk bisa saja terjadi. Tentu dalam keadaan seperti ini kami terus berusaha mempercepat langkah semampunya agar cepat sampai Pondokan, tak lupa sembari memanjatkan doa di setiap langkah, memohon perlindungan dariNya. Kami segera beristirahat kembali, selain untuk mengurangi lelah juga agar semua anggota tim berkumpul kembali. Berjalan sendiri-sendiri di tengah kabut tebal terlalu riskan, takut terjadi hal-hal yang buruk akhirnya kami memutuskan untuk bersama dan berjalan berdekatan. Aku yang sekarang berjalan paling depan, biar tidak ketinggalan lagi. Untuk menopang tubuh yang lelah aku pakai saja tracking pole milik Priyo. Hujan telah berhenti, teman-teman membuka jas hujannya, aku malas dan terus saja berjalan agar segera sampai di Pondokan. Ketika berhenti tadi kami sempat bertemu serombongan pendaki yang sedang dalam perjalanan turun. Menurut informasi dari mereka pondokan tinggal 15 menit lagi. Wah, benarkah? Tentu kami kembali bersemangat. Tapi kok rasa-rasanya sudah lebih dari 15 menit berjalan masih belum juga sampai? Apakah kami berjalan terlalu pelan? Apakah mereka hanya sekedar membesarkan hati kami saja? Dengan pikiran yang dipenuhi pertanyaan kami terus saja berjalan dan akhirnya sebelum frustrasi kembali menguasai hati sampailah kami di Pondokan. Disini sudah ada beberapa kelompok pendaki. Malah nampaknya ada yang tengah bersiap untuk perjalanan turun. Aku menghempaskan tubuhku di dekat mereka. Sambil istirahat aku sempat mendapat informasi bahwa dua hari terakhir hujan deras terus mengguyur sampai pondokan. baru hari ini saja tidak hujan deras begitu kata mereka. Dalam hati aku mengucap syukur. Tenda segera didirikan, aku dan Fajrin lalu menuju sumber air. Setelah sholat maghrib aku masuk tenda. Teman-teman masih asyik memasak. Pintu tenda sengaja tidak aku tutup agar tetap bisa bersama teman-teman walaupun tidak ikut berada di luar. Tak berapa lama Priyo sudah menyiapkan mie hangat dengan ikan sardin yang aromanya sungguh nikmat. Kami semua makan dengan lahap. Segelas susu hangat mengakhiri hari yang melelahkan, karena setelah itu aku menjadi yang pertama ketiduran karena terbius lelah. Mungkin juga karena kekenyangan. Entah kapan teman-teman mulai mengantuk dan berangkat tidur. Ketika aku terjaga Priyo sudah lelap disebelahku. Fajrin berada satu tenda dengan Yudi. Pagi belum juga datang di dalam tenda masing-masing sibuk dengan mimpinya sambil menggigil menahan dingin. 83

MENGURAS EMOSI DAN KESABARAN Mendaki ke Gunung Welirang memang cukup menguras emosi dan kesabaran. Pertama, dari ketinggiannya Gunung Welirang sebenarnya termasuk dalam kategori tidak tinggi-tinggi amat. Welirang hanya 3156 mdpal, 3 meter lebih tinggi dari Gunung Sindoro di Jawa Tengah, serta lebih rendah 200an meter dengan Gunung Arjuno yang berada dalam satu gugus gunungapi dan terletak di selatannya. Selain itu, jika dihitung-hitung Welirang hanya berada dalam ranking tertinggi ke tujuh diantara sepuluh gunungapi tertinggi di Pulau Jawa, yang selengkapnya adalah Mahameru (3676 mdpal), Slamet (3428 mdpal), Sumbing (3371 mdpal), Arjuno (3339 mdpal), Raung (3332 mdpal), Lawu (3265 mdpal), Welirang (3156 mdpal), Sindoro (3153 mdpal), Merbabu (3142 mdpal), dan Argopuro (3088 mdpal). Tapi, walaupun tidak tinggi-tinggi amat jalur ke puncak Welirang melalui Tretes terbilang cukup panjang, karena Base Camp Tretes terletak di ketinggian 800 mdpal. Jadi ada beda tinggi 2300an meter, dengan lerengkaki gunungapi yang relatif landai. Atau mau ke Welirang via Jalur Lawang atau Batu? Tentu lebih jauh karena jalur-jalur yang disebutkan lebih dekat ke Puncak Arjuno. Kedua, jalur ke Puncak Welirang penuh dengan igir tipuan. Kami yang awam dengan rute Welirang sama sekali tidak menduga banyaknya igir tipuan ini. Berdasarkan keterangan yang kami himpun dari berbagai sumber, dalam gugusan Arjuno-Welirang ada empat puncak (semuanya berketinggian diatas 3000 mdpal) yaitu berturut-turut dari utara adalah Welirang, Kembar I, Kembar 2, dan Arjuno. Memang dari citra satelit kami sempat mengidentifikasi ada banyak igir lagi selain empat yang disebutkan diatas, tapi kami berpikiran bahwa empat-empatnya berderetan berturut-turut. Ternyata? Memang benar bahwa Puncak Kembar I, Puncak Kembar II, dan Puncak Arjuno berdiri berjajar berturut-turut, tetapi Puncak Welirang yang akan kami tuju terletak jauh ke utara dari Kembar I, dibatasi oleh igir lava dome (menurut istilah Verstappen) yang lebih tinggi dari Kembar I, kemudian kami harus melintasi igir Welirang Tua, barulah kami sampai di Puncak Welirang yang beneran, yaitu Welirang Muda yang tingginya 3156 mdpal. Jadi, selain membuat kami salah paham beberapa kali mengenai puncak mana yang harus didaki, lintasan yang dilewati juga lebih panjang, lebih jauh, dan berputar-putar. Kamipun berkeliling-keliling di tempat berketinggian 3000an mdpal. ***Arie dan Fajrin

HARI KETIGA Harapan baru Pagi ini cerah sebagaimana semangat kami yang kembali menyala setelah isi ulang di dalam tenda semalaman. Priyo sudah lebih dulu bangun dan sudah jalan-jalan entah kemana. Mungkin menjalani hobby barunya: menghilang pagi-pagi, atau mungkin mencari lokasi belakang, entahlah. Yudi dan Fajrin juga segera bangun sambil menggigil. Memang pagi ini cukup dingin, walaupun sebenarnya tidak dingin-dingin banget sebagaimana suhu udara di gunung pada pertengahan musim kemarau. 84

PAGI HARI, WAKTUNYA EKPLORASI RINGAN Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk eksplorasi sekitar tempat berkemah. Biasanya banyak hal hal menarik yang mungkin luput dari perhatian kita yang biasanya diburu waktu untuk mencapai puncak. Di Semeru, menyempatkan diri berkunjung ke sabana ayek-ayek (sambil melakukan ritual pagi tentunya). Di Sindoro menjelajah bibir kawah sendirian, di Lawu pun pagipagi menbcoba mencari tahu keberadaan rumah botol di Hargo Dalem. Pada pendakian Welirang pun jalan jalan pagi tetap kulakukan. Ketika di Terminal Bungurasih, kala itu Fajrin dan Ari masih terlelap sedangkan Yudi mulai tidur tiduran setelah ngobrol ngalor ngidul, aku pergi kamar kecil untuk cuci muka. Penasaran dengan kondisi di sekitar terminal, sehabis cuci muka lanjut keliling seputaran terminal sambil mencari atm Bank Mandiri. Sialnya, ternyata lokasi ATM cukup jauh, sehinggga menghabiskan waktu yang cukup lama untuk kembali ke Terminal. Ketika berada di pos pondokan pun menyempatkan diri untuk jalan jalan pagi. Bukan karena apa-apa, tapi diriku cukup peka dengan cahaya dan suara sehingga mau nda mau harus bangun ketika matahari mulai masuk ke tenda. Daripada bengong nda jelas karena pagi itu baru aku yang bangun, lebih baik mengisi waktu dengan jalan jalan sambil menghangatkan badan. Kala itu mencoba mengingat ingat jalur menuju Arjuno, namun seiring makin menanjaknya jalur maka makin menurun niat untuk menjelajah lebih jauh. Ketika kembali ke tenda, teman teman sudah pada bangun. ***Priyo

Acara kami pagi ini apalagi kalau tidak memasak untuk sarapan. Yudi segera menunjukkan keahliannya dalam menanak nasi, Fajrin membuat kopi panas yang segera saja aku minta. Priyo sudah mulai membongkar tenda. Sebentar kemudian sambil sarapan kami segera berembuk kembali untuk menentukan teknis perjalanan summit attack pagi ini. Aku kemudian memulai pembicaraan. kalau lihat situasi begini, kayaknya kita ke puncak welirang dulu aja deh kataku yang langsung disambut tawa oleh Priyo. Teman-teman sepertinya sependapat denganku. Memang jatah waktu kami terlalu mepet. Fajrin bilang harus pulang sebelum minggu sore karena ada pertemuan dengan tim KKN. Kalau mau ke Arjuno tentu kami harus menambah satu hari karena dari Puncak Welirang ke Puncak Arjuno langsung sepertinya terlalu ngoyo bagi kami yang kelelahan menempuh perjalanan jauh dan terserang sakit ketinggian. wah, sudah nggak idealis lagi nih, sekarang lebih realistis kata salah seorang teman 94

coba kita lihat situasi diatas nanti, dari Puncak Welirang ada jalur melipir langsung ke Puncak Arjuno, jadi kita nggak perlu kembali ke Pondokan kata Priyo kalau situasi memungkinkan saja dan waktunya cukup. Lagipula di dekat Puncak Arjuno juga ada lokasi yang baik untuk camp Priyo melanjutkan. Aku rasa Priyo benar, dan setelah berembuk sambil sarapan akhirnya kami sepakat untuk mempertimbangkan kembali rencana ke Puncak Arjuno sekembalinya dari Puncak Welirang. Priyo tak habis-habisnya tertawa bila ingat semangat dan ambisi kami sebelum berangkat yang ingin menyapu bersih Puncak Arjuno dan Welirang via Puncak Kembar I dan II. Rencana itu akhirnya bubar jalan karena faktor waktu yang mepet dan kesehatan. Di gunung situasi memang tak selalu seperti yang diharapkan. Situasi mudah berubah dan penuh dengan ketidakpastian. Selesai sarapan, kamipun kemudian berangkat dengan semangat baru. Sayangnya semangat kami langsung diuji dengan medan yang menanjak. Begitu meninggalkan pondokan jalur langsung belok kanan melintasi sungai kecil yang kering. Dari tempat ini lintasan langsung menanjak terjal tanpa ancang-ancang. Kami yang baru awal pemanasan langsung ngos-ngosan. Disini sudah tidak ada aba-aba dari Priyo, karena empat tahun lalu dari pondokan Priyo lanjut ke Puncak Arjuno. Jadi untuk menuju puncak modal kami semuanya nol. Rombongan pendaki dari ITS yang mengikuti kami juga nihil pengalaman di Welirang. Bahkan sebagian besar diantara mereka pemula. Jadi benar-benar berharap dipandu oleh kami, meskipun mereka tidak mengatakannya. Sebagian lagi dari rombongan mereka camp di Pondokan. Alhasil mereka jalan-jalan ke puncak tanpa membawa beban. Cukup satu daypack untuk sedikit bekal secukupnya. Sementara masing-masing dari kami menahan beban career penuh barang. Agak kesal juga, kami hanya bisa menggerutu coba bilang dari tadi kalau ada yang gak muncak, kan barang kita bisa dititipin. Kami sudah berjalan beberapa ratus meter lebih tinggi dari pondokan. Hutan masih lebat. Ada dua jalur yang bisa dilewati, jalur pendaki yang berupa jalan setapak dan jalur penambang yang lebar karena biasa digunakan untuk lintasan gerobak dorong. Awalnya kami tidak percaya penambang bisa mengemudikan gerobak di lintasan ini, karena begitu terjal. Bagaimana caranya mereka menahan gerobak yang penuh muatan dan tidak tergelincir atau ikut terseret karena gaya gravitasi lereng yang sangat terjal. Kebetulan saat itu tidak ada aktivitas mengangkut belerang hasil tambang. masa iya sih bisa ngangkut belerang pakai gerobak di jalan seperti ini Yudi masih tidak percaya kemarin waktu di base camp aku lihat foto-foto aktivitas penambangan, memang ada yang pakai gerobak dorong kataku lagian tadi di Pondokan ada gerobaknya kan? Fajrin menambahkan 95

ah paling-paling gerobaknya cuma dipakai di sekitar Pondokan yang medannya landai, kalau disini sepertinya dipanggul Yudi masih ngotot dengan pendapatnya Jalur masih menanjak, hutan masih lebat, sementara jejak roda gerobak dorong semakin jelas. Sesekali ada bonus jalur landai yang agak berputar. Di beberapa tempat ada pohon tumbang, ukurannya ada yang cukup besar. Ketika jalur mulai terjal kembali lintasan berbelok ke arah kanan. kenapa sih harus belok kanan segala, kan mendingan naik biar cepet sampai puncak kata Yudi dengan gaya yang diklaimnya sebagai kritis tapi menurut teman-teman tidak bermutu kalau kamu mau naik ya sana, naik aja terus nanti bukannya sampai Puncak Welirang malah sampai ke Puncak Kembar I kataku Lintasan pendakian terus bergerak serong ke arah kanan. Sedikit lebih mudah dilalui karena diperkeras dengan batu, agak rapi, mungkin sengaja dibuat untuk jalur gerobak dorong tadi. Tetapi berjalan di lintasan batu lebih melelahkan, masih lebih mudah berjalan di jalan tanah. Asal tidak erosi atau berdebu. Dari sini nampak satu igir yang menjulang tinggi. Siapapun yang belum pernah mendaki kesini pasti akan menduga bahwa itulah Puncak Welirang. tapi kok tidak berasap? tanya kami dalam hati Hari merambat siang, matahari kini semakin terik sementara hutan lebat yang sedari tadi memayungi kini berganti dengan gerumbul perdu dan semak. Perubahan kondisi medan ini membuat kami jadi cepat lelah. Fajrin dan Yudi sepertinya mulai drop. Tapi Yudi yang paling parah. Dia mengalami penyakit gunung yang aku alami kemarin sore, lemas dan rasanya sangat lapar. Kami membuka bekal dan memberi beberapa potong roti yang langsung dimakan dengan lahap oleh Yudi. Aku teringat peristiwa kemarin sore, saat itu aku merasa begitu lapar sehingga aku mengunyah beberapa bungkus permen yang diberikan Priyo, persis seperti orang yang tidak makan beberapa hari. Dan kini penyakit itu ternyata menyerang Yudi. Sambil beristirahat Fajrin membuka minuman bersuplemen energi, minuman favorit dalam pendakian ini. Mendaki jalur yang melelahkan ini memang membuat kami sebentar-sebentar harus beristirahat. Setelah berjalan lagi beberapa saat akhirnya kami sampai di sebuah dataran yang agak luas, yang rupanya adalah celah menuju ke puncak. Di sebelah kiri ada Puncak Kembar I, berupa bukit kecil tetapi berasap, sepertinya mempunyai kawah pusat erupsi. Di sebelah kanan ada bukit yang lebih besar yang awalnya kami menduga sebagai Puncak Welirang, tetapi ternyata bukan (Verstappen menyebutnya sebagai lava dome). Kami mengetahuinya setelah mengikuti lintasan yang ternyata berputar mengelilingi bukit ini menuju igir yang terletak di sebelahnya. Sekarang kami tidak hanya menduga, tetapi berharap bahwa inilah Puncak Welirang. Ternyata sekali lagi kami tertipu karena rupanya jalur hanya berputar lagi lewat sisi sebelah baratnya. 96

Igir yang dilewati ini rupanya Puncak Welirang Tua, jadi sebenarnya Puncak Welirang juga, tapi bukan yang tertinggi (3156 mdpal), bukan yang biasa didaki, dan bukan lokasi penambangan belerang yang begitu ingin kami lihat. Rasa kesal dan frustrasi mulai datang. Hari sudah semakin siang dan rasanya ingin cepat-cepat sampai puncak. Sisi baiknya kami mendapatkan semangat ekstra. Aku dan Yudi berjalan di depan mengikuti lintasan yang cukup lebar dengan jejak-jejak belerang yang tumpah dari keranjang. Lokasi tambang pasti dekat puncak, jadi kami terus saja mengikuti jalur ini. Sesampainya di ujung jalan kaget bukan kepalang karena jalur ternyata buntu ke kawah utama yang pekat dengan asap solfatara, baunya sengak menyesakkan nafas. Sebelum pingsan karena kekurangan oksigen kami buru-buru kembali ke tempat semula, rupa-rupanya kami nyasar beberapa ratus meter. Setelah kembali dan meneliti jalur akhirnya kami menemukan lintasan menuju puncak yang tadi terlewatkan, entah karena terlalu bersemangat atau konsentrasi menurun karena kelelahan dan kekurangan oksigen akibat ketinggian. Puncak Di jalan yang benar ini kami harus melintasi bebatuan cadas yang labil. Jadi harus ekstra hati-hati dan mengatur ritme perjalanan, termasuk jaga jarak antar pendaki karena gelinciran batu begitu berbahaya. Matahari sudah tepat berada di atas kepala, tetapi tidak terlalu terik. Kabut tebal sebentar datang sebentar pergi, oleh karenanya cuaca menjadi tidak menentu. Terkadang cuaca cerah sehingga bebatuan cadas nampak jelas hingga ke puncak igir di batas pandangan, terkadang jarak pandang menjadi sangat pendek karena cuaca berkabut. Kami terpisah menjadi dua kelompok. Aku dan Yudi berjalan lebih dulu, sementara Priyo dan Fajrin, diikuti oleh rombongan ITS beberapa puluh meter di bawah. Sekitar tiga puluh menit berjalan kelompok pertama sampai di sebuah lembah yang tidak begitu luas. Persis di sebelah kiri jalur tempat kami datang ada sebuah gua vulkanik dan sisa-sisa pondasi bangunan. Aku ingat sebelum berangkat Priyo pernah cerita tentang adanya gua dan bekas pesanggrahan milik Belanda di dekat Puncak Welirang. Terus terang kami masih ragu dengan keterangan mengenai bangunan Belanda itu, tetapi yang jelas sebelum puncak sempat menjumpai reruntuhan bangunan, walau tidak tahu pasti itu apa dan telah ada sejak kapan. Aku dan Yudi berhenti sejenak. Dari sini sepertinya diatas lembah sudah tidak ada yang lebih tinggi lagi. Mungkin puncak. Karena terdorong oleh rasa penasaran tak berapa lama berjalan lagi dan ternyata dugaan meleset, sesampainya diatas kami mendapati pemandangan yang sama dengan dibawah tadi yaitu ternyata masih ada igir lagi yang harus didaki. Aku dan Yudi saling berpandangan, lalu kemudian geleng-geleng kepala. Tanpa membuang waktu kamipun segera memanjat lereng-lereng cadas, berjalan melintasi sisasisa kawah, menapaki bebatuan yang berasap dan kadang berbau sengak. Hampir 20 menit 97

berjalan tanpa henti Pukul 11.01 rombongan pertama tiba di puncak. Ternyata puncak bukanah tempat yang datar, tetapi ada beberapa igir yang runcing ke atas mengelilingi bekas kawah yang sudah tidak aktif. Tempatku berdiri dengan Yudi sekarang kelihatannya juga bukan yang paling tinggi. Menurut pengamatan igir sebelah timurlah yang paling tinggi. Aku beristirahat dengan Yudi sambil menunggu Priyo dan Fajrin yang datang menyusul tidak lama kemudian. Setelah anggota tim lengkap kami melanjutkan perjalanan ke puncak tertinggi, yang berupa igir sempit dan bagian depannya sudah jurang ke kawah mati. Kabut tebal tiba-tiba datang dalam perjalanan menuju puncak tertinggi ini. Aku sempat khawatir kami bisa tersesat karena di sekitar puncak hanya dipenuhi batu, tidak ada pohon atau semak yang bisa kami jadikan acuan jika jarak pandang terlalu pendek karena cuaca berkabut. Pukul 11.19 kami sampai di puncak tertinggi. Sesampainya di puncak kami segera mengibarkan bendera dan berfoto. Sayangnya tidak bisa berlama-lama karena waktu yang semakin mepet dan cuaca yang terus memburuk. Ketika kami meninggalkan puncak sesekali kabut tebal datang. Puncak sudah usai, kini yang terpikirkan adalah pulang. Jujur saja aku sudah bosan berada di gunung, jadi usul Priyo untuk camp di Kokopan (Pos II) sepertinya kurang disetujui alasannya terlalu jauh dari base camp. Pokoknya kami merasa ingin cepat-cepat turun ke bawah sedekat mungkin ke permukiman warga. Priyo mempunyai alternatif rencana untuk camp di Pet Bocor (Pos I) tapi setelah dipikir ulang lokasi itu dekat dengan base camp. Akhirnya disepakati, sore ini kita akan melakukan perjalanan panjang dari Puncak langsung ke Base Camp, mungkin 6 jam hingga 8 jam nonstop. Tidak ada lagi rencana bermalam di gunung, jadi kita harus keluar dari hutan kalau bisa sebelum malam. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.35, kini kami kembali melintasi jalur sempit yang diapit dua kawah mati. Tak berapa lama kemudian kami menuruni lereng berbatu yang terjal lalu sampailah di gua vulkanik yang tadi dilewati. Dengan antusias Fajrin sempat masuk untuk memeriksa situasi di dalam, tetapi tidak lama lalu kembali ke luar dengan wajah kecewa.. Ternyata perjalanan pulang begitu cepat. Mungkin karena terdorong oleh semangat, diusir oleh cuaca buruk di sekitar puncak, serta berjalan turun tidak terlalu melelahkan sehingga tidak perlu banyak istirahat. Sekitar 40 menit berjalan dari puncak, pukul 12.13 kami sudah sampai di celah antara Kembar I dengan Lava Dome. Disini kami memutuskan untuk istirahat agak lama, sekaligus untuk shalat dhuhur. Setelah itu kembali melanjutkan perjalanan. Lebih dari satu jam kemudian, pukul 13.26 kami telah sampai kembali di Pos III, Pondokan. Karena telah berjalan cukup lama, kamipun kembali istirahat cukup lama disini. Yudi sempat wawancara dengan seorang penambang belerang. Ternyata rombongan ITS yang sejak kemarin mendaki bersama kami memutuskan untuk camp 1 malam lagi. Setelah memberesi sampah-sampah kami dan berpamitan dengan rombongan ITS kami langsung tancap gas, berharap tiba di base camp sebelum malam. 98

PUNCAK WELIRANG PUNYA KEINDAHANNYA SENDIRI Jangan membayangkan Puncak Welirang indah dengan hamparan rumput hijau seperti Puncak Sindoro, atau berhutan lebat seperti Puncak Pangrango dengan Lembah Mandalawangi yang menakjubkan dipenuhi bunga edelweiss berada di bawahnya, atau mungkin seperti Puncak Lawu yang bersemak-perdu. Puncak Welirang hanya dipenuhi batu dan pasir. Cukup luas, tetapi tidak datar, itupun disana sini terdapat lubang-lubang yang keluar asap solfatara dari dalamnya. Jika penilaian itu dilakukan berdasarkan ukuran seperti diatas maka Puncak Welirang tidak bisa dibilang bagus, keren, atau indah. Tapi Welirang puya karakteristik sendiri yang mungkin bagus, keren, atau indah dilihat dari sisi yang lain. Puncak Welirang memiliki karakteristik khas sebagai puncak dari sebuah vulkan aktif dengan perpaduan batu-pasir-hembusan solfatara. Kondisi di Puncak Welirang hampir sama dengan puncak vulkan aktif lainnya seperti Slamet, Merapi, dan Semeru yang didominasi oleh batu dan pasir. Tetapi sekali lagi Puncak Welirang punya karakteristik yang spesifik dibanding puncak lain. Puncak Welirang seperti mewakili kenampakan yang ada di Puncak Slamet, Merapi, dan Semeru. Puncak Welirang juga berbatu-batu seperti Puncak Merapi (sebelum erupsi tahun 2010) tetapi tidak didominasi oleh batu. Juga memiliki pasir seperti Slamet dan Semeru, tetapi tidak didominasi oleh pasir. Slamet memiliki kaldera lautan pasir yang terhampar di bawah puncak, sedangkan Semeru (Puncak Mahameru) adaah puncak datar dan luas yang berpasir. Welirang seperti perpaduan diantara keduanya, mempunyai igir-igir dan kawah-kawah kecil diantara hamparan pasir dan batu yang berselang-seling. Agak sedikit menjauhi puncak ada beberapa gerumbul vegetasi khas puncak, semak-semak berdaun kaku. ***Arie

Frustrasi Kami berjalan seperti bus sedang kejar setoran, nyaris tanpa istirahat. Kadang-kadang 30 menit berjalan baru diselingi istirahat 2 menit, lalu berjalan lagi. Perjalanan turun memang tidak terlalu melelahkan seperti saat mendaki. Nafas juga lebih teratur dan tidak ngoyo. Kami bersyukur sejauh ini kaki belum merasa gempor, satu-satunya kendala saat turun adalah ketika persendian lutut kelelahan karena menahan beban tubuh dan barang bawaan saat melawan gravitasi. Kalau ini sudah menyerang kaki seperti tidak mau berkompromi dengan otak. Maunya jalan dan terus jalan tapi kaki seperti enggan bergerak. Untunglah sejauh ini kami masih baik-baik saja dan berharap terus dalam keadaan baik sampai di bawah. Satu demi satu tempat yang dilewati kemain sore telah kami lalui. Cuaca sama seperti saat kemarin mendaki, kadang cerah kadang berkabut, tapi nampaknya sore ini lebih baik karena perubahan cuaca yang mendadak jarang terjadi. Berjalan dan terus berjalan lama-lama menyebabkan timbulnya rasa bosan juga. Nasehat para pendaki senior yang mengatakan: pendakian itu harus dinikmati, langkah 99

demi langkah, setahap demi setahap rupanya hanya berlaku ketika naik ke atas. Dalam perjalanan pulang ini yang ada hanya rasa ingin cepat-cepat sampai base camp, bersih bersih badan (mungkin ada yang mau mandi), dan mengganti baju yang sudah dipakai tiga hari. Persediaan air mulai menipis sehingga kini kami sudah mulai mengkonsumsi air cadangan, air mentah yang dibawa dari Pos II (Kokopan) dalam perjalanan naik kemarin. Air mentah yang dicampur suplemen energi ala Fajrin rasanya sungguh-sungguh nikmat luar biasa. Sekarang kaki mulai merasa gempor dan malas bergerak karena terus menerus dipaksa berjalan di jalur berbatu sambil menahan badan yang seringkali hilang keseimbangan. Melawan gravitasi di lereng curam kadang menjengkelkan sekali. Kira-kira pukul 16.15 kami sudah sampai di Kokopan. Sesuai kesepakatan kami akan beristirahat agak lama disini. Teman-teman memanfaatkan waktu untuk bersih-bersih di mataair, kemudian shalat ashar. Sekonyong-konyong Fajrin menunjuk ke warung yang terletak di sudut pos sambil bicara setengah teriak ote ote..ote ote.. (kata Fajrin ote ote adalah istilah Surabaya untuk bakwan). Semua menoleh kepada Yudi. duit masih ada? saat Yudi bilang ya itu seperti komando bagi kami untuk menyerbu warung. berapaan nih pak? Kata Priyo kepada pedagang warung semuanya seribuan, mas jawab pedagang sambil memotong kayu bakar disamping warung Langsung saja kami hajar tanpa sisa. Ditengah-tengahnya menggigit dan mengunyah akhirnya aku sadar bahwa yang kami makan sebenarnya tempe bongkrek, orang Jogja menyebutya tempe gembus, sejenis tempe dari sisa ampas pembuatan tahu. asem, kalau dirumah aku nggak bakalan makan yang begini kata teman-teman sambil makan dengan lahap. emang di gunung apa yang kita nggak doyan? sahut yang lain Kami masing-masing makan satu tempe dan satu pisang, jadi habis Rp 8.000,uangnya ada Rp 10.000,- Fajrin yang sudah kami deteksi sebagai kapal keruk, mendapatkan jatah untuk menghabiskan yang 2.000,- lagi. Sementara yang lain mulai beres-beres peralatan sebelum meluncur menuju Pos I, sebelum gelap. Pukul 16.30 kami sudah kembali menyeret-nyeret langkah menuju Pos I. Rasanya kaki capek minta ampun, tetapi tekad sudah bulat, kalau bisa sampai Pos I sebelum maghrib. Masih ada waktu berjalan 1 jam dari Pos II ke Pos I, kamipun mempercepat langkah dan nyaris tanpa istirahat. Tapi setelah satu jam kok belum juga sampai Pos I? Adzan maghrib sudah terdengar, ah berarti sudah dekat begitu pikiran kami. Di kejauhan nampak lampulampu kota Sidoarjo mulai dinyatakan dan berkerlip indah sekali. Malam sudah benar-benar datang, sementara kami masih berada di perjalanan antara Pos II dengan Pos I, entah sudah dekat atau masih jauh. 100

Karena beranggapan bahwa Pos I sudah dekat, walaupun gelap kami terus saja berjalan. Batu-batu berwarna putih menjadi rambu-rambu yang memandu perjalanan. Kenapa tidak berhenti sejenak dan menyalakan lampu senter? Badan yang kelelahan tidak mengenal logika dan berpikir jernih. Begitu inginnya sampai di Pos I membuat kami berjalan dan terus berjalan saja tanpa berhenti. Di kiri dan kanan jalur sudah banyak semak-semak. Yudi girang sekali sambil bilang aku ingat, kalau sudah ketemu pohon-pohon pisang berarti kita sudah dekat Pos I. Pernyataan itu akhirya dijawab Fajrin hampir satu jam kemudian apaan dari tadi pohon pisang terus, kita juga nggak ketemu pos I. Semuanya diam, situasi menjadi serius dan dingin, sedingin kabut yang sesekali datang. Sudahlah, lebih baik kita istirahat saja dulu, sekalian mempersiapkan senter kataku sambil membuka diskusi kecil-kecilan dengan teman-teman. Priyo yang paling paham jalur ini menenangkan teman-teman dengan analisisnya. Dari tadi kami memang merasa kesal karena badan sudah lelah dan tidak sabar, tapi jalan yang dilewati rasanya hanya berputarputar tidak jelas. Saat melewati lorong sempit dengan semak-semak menutupi kiri-kanan jalan, nampaknya diujung sana ada cahaya. Wah, mungkinkah jalannya sudah berakhir dan ketemu pos? kata hati kami. Lalu ketika sampai di ujung jalan yang terlihat adalah jalur panjang lagi yang berakhir di ujung kelokan. Sampai disana pun situasinya sama, begitu terus menerus. Apa benar jalan ini yang kita lewati kemarin, kok rasaya kelokannya lebih banyak ya? kata teman-teman. Yah, kondisi kami saat melewati jalur ini dalam perjalanan naik kemarin dan turun malam ini tentu berbeda, daya pikir dan konsentrasi juga sudah menurun, apalagi malam sudah datang dan pikiran begitu terbebani target segera sampai di Pos I. astagfirullah.... kata teman-teman begitu menemukan di ujung kelokan masih ada jalan yang seperti tadi dilewati. Sebenarnya ini hanya soal kesabaran. Suasana sama sekali tidak asyik. Terkadang semua orang berada dalam pikirannya masing-masing sambil kaki tetap berjalan. ternyata benar, mendaki gunung membuat kita jadi lebih dekat dengan sang pencipta kata salah seorang teman. lho kok? lha iya, kan dari tadi nyebut terus toh?. Kami semua tertawa situasi kembali mencair. Tak disangka-sangka akhirnya tak berapa lama kemudian sampai juga di jalur jalan yang diperkeras dengan semen, pintu gerbang tahura R. Soeryo. Sedikit lagi Pos I (Pet Bocor). Tapi dasar sudah tidak sabar, sebanjang jalan tetap saja teman-teman mengoceh. Seperti nyanyian lagu sepanjang jalan. pet bocor dimanakah kamu pet bocor... aduuuhh pet bocor, kenapa nggak ketemu-ketemu... mas, kalau kayak gini rasanya aku lebih milih ketemu pet bocor daripada ketemu cewek cantik kata Fajrin 101

Yudi tidak mau kalah: aku juga, mendingan ketemu pet bocor daripada ketemu Mi**** (menyebut bintang film dewasa Jepang). Kami semua tertawa, sampai akhirnya Pet Bocor benar-benar ketemu. Sambil menghempaskan badan di kursi warung, semua melihat ke arah Yudi. teh anget Yud... Pulang Rasa-rasanya kami istirahat agak lama di warung Pos I. Makan gorengan sambil nyruput teh anget, luar biasa nikmatnya. Adzan isya sudah mulai terdengar. Kamipun segera bergegas. Kalau dihitung-hitung dari Pos I ke base camp cukup waktu 30 menit berjalan. Tapi tubuh sudah semakin sempoyongan dan kaki gempor habis-habisan. Langkah menjadi tidak beraturan. Ada yang berjalan seperti orang sakit polio. Aku sendiri berjalan miring seperti kepiting, kadang-kadang jalan mundur. Gaya berjalanku sempat diejek habis-habisan oleh Yudi. Daripada cerewet aku suruh saja dia berjalan sepertiku. Ternyata enak. Alhasil diapun mengikutiku berjalan seperti kepiting. Ketika menjumpai turunan curam perjalanan terhenti. Terbayang betapa sakitnya lutut menahan badan di turunan itu nanti. Walaupun base camp sudah dekat, kami memutuskan istirahat sejenak. Memberikan kesempatan ancang-ancang kepada lutut sebelum dipaksa kerja keras. Kami duduk di tengah jalan, ada pula yang berbaring. Lampu senter semua dimatikan, lalu mengobrol ditengah gelap sambil mengingat kembali apa yang sudah tercapai sejauh ini. Perjalanan yang luar biasa dan penuh cerita. Suasana tiba-tiba menjadi hangat dengan obrolan. Walau berat, walau menjengkelkan, susah senang yang dijalani bersama rasarasanya semakin mendewasakan kami berempat, dan kamipun bersyukur memiliki sahabatsahabat seperti ini. Tapi tentu tidak pakai acara nangis-nangisan seperti drama korea. Tak berapa lama kemudian perjalanan dilanjutkan sampai ke base camp. Ini malam minggu, Tretes hingar bingar, ramai sekali. Banyak orang lalu lalang, ada yang berdua-duaan (istilah keren anak jogja: mbojo), ada yang makan jagung bakar di warung, ada pula yang asyik joget-joget mengikuti irama dangdut. Coba kalau tidak dalam kondisi badan capek begini, pasti aku dan Yudi akan ikut joget-joget dangdut disana. Sementara ini yang bisa kami nikmati cuma dengkul yang gemetaran mengikuti irama disko. Diskonya adalah jantung dag dig dug dan nafas ngos-ngosan. Maksud hati ingin segera bersih-bersih badan dan ganti baju, terbayang rasanya pasti segar dan nyaman. Tapi kamar mandi di base camp hanya ada satu, itupun harus antre dengan pendaki lain yang telah sampai lebih dulu. Sambil menunggu waktu dihabiskan untuk mengobrol. Kebetulan ada petugas base camp yang stand by, mungkin karena malam minggu. Suasana di Tretes saat malam hari terasa lebih hidup daripada siang harinya. Di sana sini banyak kerumunan orang. Ada pula yang hilir mudik dengan sepeda motor. Dibanding dengan Cibodas di kaki Gunung Gede-Pangrango atau Kaliurang di kaki Gunung Merapi, Tretes jauh lebih semarak. 102

CURHAT YUDI TENTANG WELIRANG Turun gunung, Yudi kemudian curhat habis-habisan tentang pengalamannya di Welirang. Memang bagi kami berempat ekspedisi ini memberikan kesan mendalam yang tidak akan terlupakan, demikian pula dengan Yudi. Berikut ini penuturan Yudi yang sempat diunggah melalui situs jejaring sosial dan banyak mendapatkan jempol dari teman yang sempat membaca. Penuturan tersebut direkonstruksi oleh Arie dan dirangkum menjadi tulisan di bawah ini: Kesan pertamaku dalam pendakian ini adalah saat makan siang bersama di Pos II (Kokopan) dalam perjalanan mendaki ke atas di hari ke dua (hari pertama di gunung). Lagi-lagi nasi telor, sepertinya Mahameru identik dengan sego endog ya? Selain itu segarnya air di Pos II rasanya benar-benar nyess, sulit untuk dilupakan. Mendaki memang mempererat hubungan persahabatan antara satu dengan yang lain. Di gunung kita bisa curhat bermacam-macam hal yang disensor saat di kampus. Terkadang cerita pengalaman hidup yang mengensankan. Tentunya tidak luput dari bercanda. Misalnya mengenai nama Fajrin Etawa (yang mirip hewan ternak) itu sebenarnya singkatan dari Etiopia Jawa, jadi kalau begitu Fajrin itu indo ya? Termasuk golongan keturunan alias blasteran tentu hal ini dibantah habishabisan oleh Fajrin yang blasteran Surabaya Purbalingga, bukan Etiopia - Jawa. Cerita belum berhenti, kali ini soal penyakit aneh Mas Arie. Kalau masuk angin ujung-ujungnya pasti diare. Giliran dapat kesempatan menguras pasti nggak keluar. Merawat Mas Arie yang mules di Pos III juga menjadi pengalaman lucu. Sambil mentertawakan diri sendiri karena target yang muluk-muluk ingin mencapai dua puncak, eh baru sampai Pos III sudah pada loyo. Seruding Ayam dari Kelantan Bersyukurlah kita hidup di Indonesia yang dikaruniai banyak gununggunungapi. Kita tentu sudah paham apa manfaat gunungapi bagi kehidupan. Sebagai sumber air, sumber tambang, sumber-sumber hayati (hutan, hewan), dan sebagainya. Walaupun letusan gunungapi seringkali menyebabkan timbulnya bencana, kita patut bersyukur memiliki banyak gunungapi dengan manfaat dan keindahannya. Setidaknya hobby mendaki bisa terpuaskan. Di Pulau Jawa saja ada 12 gunungapi (14 puncak) yang memiliki ketinggian diatas 3.000 mdpal. Banyaknya gunungapi mendorong orang-orang dari luar negeri untuk datang ke Indonesia. Mungkin kita sudah biasa bertemu dengan bule di Gunung Merapi, Semeru, Rinjani, atau Tambora. Gunung-gunung di Indonesia dan segala keindahannya telah menarik minat orang dari mancanegara untuk menjajal petualangan disini. Di Pos III kami juga bertemu dengan orang asing walau hanya dari negara tetangga. Dari perkenalan singkat nampaknye orang malaysie ni tak banyak cakap. Beberapa yang ngobrol dengan kami malah berlogat Indonesia. Setelah ditelusuri rupanya mereka bersama guide dari UI, baru menyelesaikan pendakian Arjuno lalu akan sambung ke Semeru. Walau tak banyak cakap mereka sempat meninggalkan warisan untuk kami: beras malaysia, sos tomat (saus tomat), dan serunding ayam (abon). nyogok Yud? kata Mas Arie setengah bercanda. iya, kan lagi ada di kandang macan kami semua tertawa. Malam perlahan datang di Pos III, dinginnya seperti berada di dalam freezer.
103

Perjalanan ke puncak juga menyimpan kisah yang takkan bisa dilupakan. Semua berawal dari fisikku yang tiba-tiba drop selepas dari Pos III. Rasa-rasanya perutku lapar sampai mau mati saat perjalanan ke puncak. Dan seperti yang lain, aku juga sempat putus asa karena banyaknya puncak bayangan. Tapi sesampainya di Puncak Welirang semua lelah hilang, hanya tinggal rasa kagum melihat puncak dengan kebulan asap kawah yang ganas. Kelemahannya cuma satu, aku yang dari kemarin cerewet ingin melihat Jembatan Suramadu dari Puncak Welirang tidak bisa kesampaian karena tertutup awan tebal. Pet Bocor Sepulangnya dari puncak ada saat-saat bahagia, yaitu saat ketemu dengan kokopan. Saat kaki mulai gempor dan ingin istirahat. Rasa bahagia semakin bertambah karena menemukan warung serba seribu. Semua makanan yang dijual dihargai seribu rupiah. Karena lapar aku makan tempe dengan lahap, sampai habis tiga (berdasarkan pengakuanku cuma habis dua, hehe..). Saat-saat bahagia di kokopan hanya berlaku sebentar, setelah itu kembali ke perjalanan yang penuh penyiksaan menuju Pet Bocor. Jujur saja, sama seperti teman-teman yang lain, aku juga merasakan luar biasa capek. Aku merasakan tubuh bagian bawah (kaki, lutut) plus pundak rasanya lepas dari badan. Disinilah terjadi tangisan sang dengkul racing. Aku dan Fajrin oleh Mas Priyo dijuluki sebagai dengkul racing karena suka ngebut dalam pendakian. Tetapi kehebatan dengkul racing cuma berlaku di gununggunung Jawa Tengah yang bisa selesai dalam pendakian semalam suntuk. Dalam pendakian panjang di gunung-gunung Jawa Timur para dengkul racing kena batunya. Tentu hal ini menjadi bahan tertawaan Mas Priyo dan Mas Arie yang masuk kaategori mesin tua. Menurut istilah Mas Arie dengkul racing cuma jago kandang. Sampai pet bocor rasanya sangat-sangat bahagia. Masih segar dalam ingatanku betapa histerisnya aku dan Fajrin saat menapaki kembali jalan beton menuju pet bocor. Sepanjang jalan aku cerewet terus, mengucapkan pet bocor..pet bocor..pet bocor... yang langsung disahut oleh Mas Arie: lambemu kuwi sing bocor, Yud (bibirmu itu yang bocor, Yud), lalu disambut tawa oleh yang lain. Jalan beton lebih berarti daripada Mi**** (artis film dewasa Jepang). Pet bocor dengan teh hangat yang nikmat takkan terlupakan, lalu dilanjutkan perjalanan ke base camp yang melegakan. ***Yudi

Kami berempat sempat rembugan lagi, menentukan apakah akan menginap di base camp malam ini atau pulang. Menurut petugas base camp, di Tretes angkot masih beroperasi sampai pukul 9 malam. Apalagi sekarang malam minggu. Dari Tretes akan disambung naik bus ke Surabaya, jalan raya Surabaya Malang kan ramai, pasti busnya sampai malam masih ada kata salah seorang teman. Kalau dari Surabaya ke Jogja sudah jelas ada bus yang beroperasi sampai 24 jam, bus yang kami tumpangi waktu berangkat, 104

yang terkenal karena sering kecelakaan itu. Pukul 19.30 malam hari tanggal 28 April 2012 kami sudah mantap dan siap pulang ke rumah. Semua sepakat akan pulang malam ini juga, kamipun segera berkemas. Agak tidak sabar antri kamar mandi untuk bersih-bersih, maklum takut kehabisan angkot. Satu dua angkot sempat berhenti di dekat base camp selama kami berkemas, tapi sebentar kemudian jalan lagi, rupanya tidak tahu ada empat calon penumpang yang sudah begitu rindu ranjang masing-masing di rumah. Selesai berkemas kami berjalan ke ujung jalan menunggu angkot, agak cemas juga takut kalau-kalau tidak ada angkot lagi. Sekitar 10 menit menunggu, kendaraan yang dinantikan datang. Ternyata sopir angkot masih merasa kurang dengan membawa kami berempat dan beberapa penumpang lain. Jadilah kami dibawa melewati jalur yang lain di kota kecil Tretes, jalur yang berbeda dengan yang kami lewati ketika berangkat. Sesekali angkot ngetem di gang-gang tidak jelas, sepertinya ini jalur yang tidak biasa. Awalnya kami agak kesal sampai tak berapa lama kemudian ada pemandangan seru dari dalam angkot. Beberapa pasang muda-mudi berboncengan sepeda motor keluar dari penginapan. Di tempat yang lain ada perempuan cantik berpakaian minim berjalan di kegelapan malam. Kami yang tidak tahu apa-apa segera menduga dan menyimpulkan berdasarkan versi kami sendiri, meskipun tetap berusaha untuk berpikir positif, hehe.. Tretes ternyata punya sisi lain yang luput dari perencanaan kami untuk menggalinya. Yudi yang ditugasi untuk memotret sisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar Gunung Welirang akhirnya dapat tugas tambahan untuk menggali kehidupan malam di Tretes. Walaupun untuk sementara harus menggunakan data sekunder (suratkabar, internet). Sesuai dengan namanya, Gunung Welirang memang identik dengan tambang belerang. Kami terfokus pada pertambangan itu sehingga tidak sempat menelusuri sisi lain kehidupan masyarakat di Tretes. Satu jam kemudian kami sampai di Pandaan. Rupanya soal ngetem tadi menghabiskan waktu cukup lama. Tretes Pandaan normalnya 30 menit sudah sampai. Sebuah bus kecil menawari kami tumpangan ke Surabaya, 10 ribu rupiah per orang dengan membawa barang. Harga yang murah ditambah kondisi badan yang lelah membuat kami tidak berpikir dua kali atas tawaran ini. Pada akhirnya kami menyesal karena naik bus kecil (Yudi menyebutnya Colt Tuyul) menghabiskan banyak waktu. Berjalan terlalu pelan dan banyak berhentinya untuk mencari penumpang. Kalau naik bus patas dengan harga dua kali lipat seperti waktu berangkat, mungkin kami akan dua kali lebih cepat untuk sampai di terminal Surabaya.

105

PENDAKIAN PLAN D, SEBUAH REPETISI Pada awalnya pendakian pada akhir April 2012 ini direncanakan sebagai pendakian ekspedisi dengan target gunung Arjuno dan gunung Welirang dengan alternatif bila dimungkinkan akan melintasi puncak gunung kembar I dan kembar II. Karena pernah mendaki arjuno sebelumnya, maka aku ditugaskan untuk mempersiapkan rencana perjalanan, mulai dari alternatif rute, transportasi hingga logistik. Tentu dengan perencanaan yang cukup lama dan waktu untuk persiapan yang panjang, besar harapan ekspedisi ini akan sukses. Ternyata tidak. Perencanaan yg detail ternyata tidak akan berjalan jika tidak ada persiapan yang maksimal, terutama fisik. Perjalanan tim yang terdiri dari aku, Ari, Fajrin, Yudi dimulai via surabaya dengan menggunakan bus SK yang tersohor. Berangkat jam 09.30 malam tiba di Bungurasih jam 03.00 pagi. Menghindari tidak adanya angkutan di pandaan maka tim memutuskan beristirahat di terminal hingga jam 5. Lama tidak ke Bungurasih, perubahan yang ada pun tak disadari. Kami mencari bus ekonomi di jalur patas.dan dengan soknya merasa sudah tidak ada lagi bus ekonomi sehingga menaiki patas. Akibatnya budget membengkak. Ternyata jalur bus ekonomi berada di sisi timur terminal. Dengan menyambung kendaraan angkutan kota dari Terminal Pandaan menuju Tretes (Hotel Tanjung) kami tiba pukul 07.00. Di pos perijinan yang juga menjadi pos Tahura ini para pendaki dapat mempersiapkan diri sebelum memulai pendakian karena terdapat warung nasi, toko kelomtong dan juga kamar mandi. Hampir lima tahun berlalu dan sangat susah mengingat perubahan yang ada karena memori tentang tempat perijinan sangat sedikit. Pukul 07.30 kami memulai perjalanan. Awalnya cukup terik, namun selepas pet bocor, mendung mulai menyelimuti sehingga sinar matahari tak dapat menembus awan. Jalanan yang menanjak dan berbatu benar benar menguras tenaga. Tengah hari sampai di Kopkopan, sebuah tempat lapang yang biasa digunakan untuk berkemah. Pada malam minggu, lokasi ini menjadi tempat favorit menghabiskan malam, sehingga seringkali pendaki yang datang belakangan akan kesulitan mencari ruang untuk mendirikan tenda. Di Kopkopan terdapat warung yang menjajakan makanan seperti mie, kerupuk, pisang dan gorengan. Warung ini hanya buka saat saat pendakian ramai, misalnya hari libur dan akhir pekan. Di Kopkopan in juga terdapat sumber air yang melimpah, yang berasal dari kali kecil. Setelah beristirahat sebentar di Kopkopan, disertai makan siang dengan nasi bungkus yang dibawa dari pos perijinan, kami melanjutkan perjalanan menuju Pondokan yang menjadi target perjalanan hari ini. Perjalanan menuju Pondokan cukup menguras energi dan bagi sebagian orang , juga menguras emosi. Kurang lebih 300 meter setelah Kopkopan, kita akan menjumpai tanjakan lurus dengan kemiringan mencapai 30% yang sangat panjang. Wajar saja jika rekan rekan mulai mengeluarkan sumpah serapah dan mulai membandingkan dengan perjalanan di gunung gunung Jawa Tengah. Dengan tanjakan yang maknyus, emosi kembali diuji ketika kabut mulai menyerang disertai gelegar geledak yang bersahut sahutan. Rintik rintik air hujan mulai turun. Di sini rombangan mulai sedikit panik, karena khawatir terjadi badai. Dengan menggunakan jas hujan, perjalanan mulai

106

dipercepat, walau fisik sudah mulai sangat menurun. Dari sini rombongan kami berbaris bersama rombongan poltek ITS hingga pondokan. Sebenarnya, suasana jalur pendakian selepas kopkopan, terutama ketika memasuki hutan pinus memikat dan indah. Kabut tipis yang menyelimuti jalur pendakian membuat suasana menjadi mistis. Untung saja, kekhawatiran akan badai tidak terwujud. Hanya hujan gerimis yang menyertai perjalanan kami. Dan sejujurnya, saya lebih menyukai cuaca seperti ini dibandingkan dengan cuaca terik. Tentu dengan catatan ini tidak terjadi saat summit attack. Bagiku hujan membawa kita lebih dekat dengan alam, selalu ada romantisme dalam tiap tetesnya. Pukul 5 sore, tiba di pondokan tempat menginapnya para penambang. Namun, kali ini tidak aktivitas penambangan karena sedang libur. Hari yang mulai gelap, ditambah dengan fisik rekan rekan yang sudah terkuras, aku mulai mencari tempat untuk mendirikan tenda bersama fajrin. Sepertinya kondisi badan ini sudah malas untuk berkerja sehingga memutuskan untuk mendirikan tenda di antara gubuk milik penambang. Sebenarnya hal ini tidak dianjurkan bila ada para penambang, karena sering menimbulkan gesekan terkait kecemburuan dll, namun berhubung penambang sedang libur, tak apalah. Seharusnya selalu luangkan waktu mencari tempat berkemah yang baik dalam radius waktu 10 menit, karena biasanya ada tempat berkemah yang baik di sekitar pos. Pondokan sebagai tempat hunian sementara penambang ini juga dilengkapi dengansumber air yang berupa bak penampung air dari aliran anak sungai. Di sini biasanya para pendaki mengisi kembali persediaan air sebelum melakukan summit attack. Di sini pula menjadi jalur percabangan, dimana bila mengambil jalur kiri menuju Puncak Arjuno dengan waktu tempuh sekitar 6 jam dan jalur kanan menuju Puncak Welirang dengan waktu tempuh 3 jam. Sebenarnya, rencana awal kami akan mengambil jalur kanan kemudian dari puncak welirang menuju puncak arjuno melalui gunung kembar I dan Kembar II. Namun rencana harus disusun ulang, dimana target berubah menjadi puncak welirang saja, kondisi fisik Ari tidak memungkinkan, karena malam itu terserang masup angin. Kedua rekan yang lain juga terlihat kelelahan, pertimbangan lainnya adalah cuaca, karena khawatir terjadi badai. Aku menyepakati saja, walau sedikit kecewa. Untuk masalah badai saya kira saya cukup percaya dengan peralatan yang dibawa untuk mengantisipasi badai, sedangkan untuk masalah fisik, seharusnya ini bisa diatasi dengan persiapan yang memadai mengingat ide pendakian sudah muncul sejak lama. Perjalanan kali ini merupakan ekspedisi dan sangat disayangkan jika harus melenceng dari dari yang direncanakan. Summit attack pun direncanakan pagi hari untuk memberi kesempatan istirahat lebih panjang. Besoknya kami menuju puncak. Ternyata, ada sebagian rombongan Poltek ITS yang memutuskan untuk summit attack walau kemarin sempat memberitahu kamu untuk tidak ikut menggapai puncak. Agak menyesal mengetahui hal ini ketika sudah berjalan dengan ransel yang penuh beban. Jika dari awal sudah tahu ada sebagian yang muncak dan sebagian yang tetap di pondokan, kami tentu akan menitipkan sebagian dari barang kami. Perjalanan menuju puncak mencapai 3 jam. Jalur yang dilalui cukup jelas karena digunakan oleh para penambang. Mendekati puncak akan dijumpai persimpangan, dimana bila mengambil arah kanan akan menuju puncak welirang, sedangkan arah lurus menuju ke kawah tempat

107

mengambil belerang. Sebelum menuju puncak, terdapat sebuah gua, yang konon digunakan sebagai tempat penangkaran menjangan oleh belanda (di mana masih terdapat tumpukan batu yang menyerupai pondasi/dinding). Setelah menaiki tanjakan di dekat gua , nampak Puncak Welirang. Tak lama kemudian kami mencapai puncak 3156 mdpl. Sayang, cuaca saat itu berkabut sehingga tidak dapat melihat pemandangan yang lapang. Tak berlama lama kami segera turun karena khawatir akan hujan yang turun di perjalanan pulang nanti. Dari puncak kami singgah sebentar mengisi air kemudian melanjutkan perjalanan pulang. Perjalanan pulang ini mengejar waktu karena takut jika kemalaman maka tidak ada angkutan umum yang beroperasi. Sebenarnya tak masalah karena pendakian ini direncanakan 3 hari 2 malam sehingga perbekalan masih mencukupi untuk bermalam kembali. Sayangnya Fajrin mengejar untuk pulang malam ini karena ada keperluan esok hari. Suasana yang terburu buru ini berimbas pada ketelitianku dalam kembali mengemas barang-barang ketika hendak pulang. Trekking pole ternyata belum dikaitkan di ransel sehingga tertinggal di depan pos perijinan, dan baru tersadar ketika sudah di dalam Bus Yogyakarta. Sedihnya.. Pendakian kali ini penuh nostalgia, karena pada jalur tretes ini, 5 tahun lalu aku mendaki puncak 3000 pertamaku. Tentu banyak perubahan yang terjadi, baik dari alam, fisik , maupun manajemen perjalanan pribadi. Masih terbesit keinginan untuk menuntaskan pendakian sadel di sini. Semoga masih ada kesempatan. *** Priyo
Yudi masuk angin sejak perjalanan turun dari Kokopan sore tadi. Sementara temanteman berkelakar di dalam bus, Yudi tergolek lemas memeluk career. Satu-satunya hal yang menjengkelkan dalam perjalanan ke Surabaya malam ini adalah karena salah memilih bus sehingga membuang waktu terlalu lama di perjalanan. Sampai di terminal Purbaya (Bungurasih) kami sempat makan malam dengan harga selangit. Itu terpaksa dipilih karena tempat makan yang lebih murah berada jauh di luar terminal. Sedangkan kondisi kaki malam ini sangat sulit untuk berjalan. Selesai makan kamipun ikut berebut bis jurusan Jogja HARI KEEMPAT Akhirnya, Jogja Rasa lelah dan kantuk luar biasa membuat kami terlelap di dalam bus. Padahal sama seperti saat berangkat, bus yang kami tumpangi juga melaju ugal-ugalan. Menjelang pagi aku sempat terbangun karena insiden tabrakan kecil bus dengan truk, tapi syukurlah tidak terjadi apa-apa. Kira-kira pukul lima pagi 29 Juli 2012 kami sampai di Terminal Giwangan lalu berpisah untuk sementara. Esok hari masih banyak gunung yang menanti ekspedisi selanjutnya. Ekspedisi yang akan mengungkap berbagai hal mengenai gunung-gunung di Indonesia, lalu membagi informasinya kepada teman-teman lain. Satu ekspedisi telah terselesaikan walau tidak sempurna. 108

Epilog

Susah-senang ekspedisi panjang


Fajrin Etawa
Tanggal 7, bulan 7, tahun 2012 lalu MPA Mahameru memasuki usia ke 7. Bagi seorang manusia dalam usia tujuh tahun tentu masih anak-anak yang baru belajar mengenal lingkungan sekitarnya, namun bagi organisasi usia tujuh tahun merupakan waktu yang cukup lama untuk membangun dan beranjak dewasa. Selama kurun waktu tujuh tahun ini sudah banyak jejak kegiatan MPA Mahameru dalam berbagai bidang, termasuk bidang ekspedisi utamanya pendakian gunung. Berbagai kegiatan tersebut menyisakan

kebanggaan bagi kami pelakunya. Kebanggaan yang baru diceritakan secara verbal dan disebarkan dari mulut ke mulut. Paling-paling ditambah dengan pamer foto di dunia maya. Seiring waktu berjalan muncul gagasan bagus dari salah seorang teman, mengapa hasilhasil kegiatan tidak dibukukan saja dalam bentuk tulisan, agar dapat dibagi kepada temanteman dalam skala yang lebih luas tanpa terbatas waktu, itung-itung berbagi pengalaman dan pengetahuan. Bak gayung bersambut, gagasan itupun kemudian ditindaklanjuti. Hasilnya, di MPA Mahameru sekarang ada dua istilah, pendakian dan ekspedisi. Pendakian merupakan kegiatan mendaki biasa, jalan-jalan sekedar refreshing yang bersifat having fun. Sedangkan ekspedisi lebih berat dan lebih luas cakupannya. Dalam ekspedisi selain mendaki kita juga harus memotret situasi yang ada di gunung yang kita daki, baik itu fisik, biotik, sosial, informasi jalur pendakian, termasuk kisah pendakian itu sendiri. Hasilnya kemudian disusun dalam tulisan dan dipublikasikan. Ekspedisi ke Gunung Welirang (3156 mdpal) di Jawa Timur ini merupakan rintisan awal kegiatan ekspedisi MPA Mahameru yang hasilnya dibukukan. Namanya juga rintisan dan baru pertama kali dibuat, ditambah para kontributornya juga masih dalam taraf belajar menulis, tentu hasilnya masih jauh dari sempurna dan bagus. Hampir lima bulan tulisan sederhana ini disusun akhirnya terselesaikan juga, walau harus tersalip Ekspedisi Slamet yang dilaksanakan 3 bulan kemudian (Juli 2012), tetapi catatan perjalannya sudah dilaunching lebih dahulu tanggal 17 Agustus 2012 lalu. 109

Melakukan ekspedisi panjang memang bukan perkara gampang. Panjang dalam arti membutuhkan waktu lama, baik itu waktu untuk transportasi dari Jogja ke lokasi maupun waktu pendakian mencapai puncak. Ekspedisi Welirang membutuhkan waktu empat hari pulang pergi dari Jogja kembali ke Jogja. Dua hari untuk transportasi, dua hari lainnya untuk mendaki. Sebenarnya target pendakian ini adalah dua puncak (Arjuno-Welirang) yang sayangnya belum berhasil terselesaikan. Jika target dua puncak tersebut benar-benar dikejar maka waktu ekspedisi minimal bertambah satu hari. Ekspedisi panjang membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang. Oleh karena itu menjelang keberangkatan kami semua harus rela berbagi kesibukan demi keberhasilan ekspedisi. Aku ditunjuk sebagai ketua tim, tentunya bagiku ini merupakan suatu kehormatan. Dalam suatu ekspedisi, sebenarnya paling aman jika salah satu anggota sudah memiliki pengalaman mendaki ke gunung yang sama sebelumnya. Hal ini akan sangat membantu karena orientasi medan akan lebih baik. Dengan kata lain kita lebih mengenal gunung yang akan didaki beserta karakteristiknya. Teknis pendakian akan sangat bergantung pada pengetahuan ini dan tentunya lebih aman daripada sekedar untunguntungan tanpa pengetahuan sebelumnya. Mas Priyo adalah satu-satunya anggota tim yang mengenal jalur Tretes, setidaknya sampai Pos Pondokan. Oleh karenanya selain sebagai anggota tim, Mas Priyo juga berperan sebagai konsultan pendakian yang merencanakan teknis pendakian termasuk schedule kami selama di gunung. Mendaki Gunung Arjuno-Welirang via Tretes termasuk dalam kategori mahal. Di Basecamp setiap pendaki akan membayar retribusi sebesar Rp 7.500,- dengan rincian Rp 5.000,- untuk bea masuk Taman Hutan Raya Raden Soeryo, Rp 2.000,- untuk bea masuk pengunjung Taman Wisata Alam Tretes, Rp 200,- untuk bea asuranso PT Jasa Raharja Putera, sementara Rp 300,- lainnya masih kurang jelas peruntukannya. Untuk pendaki asing retribusi lebih mahal dari pendaki lokal. Selain membayar retribusi aku sebagai ketua tim juga mengisi formulir pendakian yang memuat informasi mengenai jumlah anggota, nama anggota, alamat asal tim pendaki, dan nomor telepon. Ketua tim juga meninggalkan KTP selama pendakian. Basecamp pendakian terletak di depan Hotel Tanjung atau sebelah Hotel Surya. Basecamp sekaligus juga merupakan Pos PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam) milik Departemen Kehutanan. Oleh karena itu pos ini juga merupakan pintu masuk menuju Taman Hutan Raya (Tahura) R Soerja. Jalur pendakian Arjuno-Welirang berada dalam kawasan Taman Hutan Raya sehingga segala kegiatan di dalamnya berada dalam pengawasan Departemen Kehutanan. Basecamp dilengkapi dengan kamar mandi serta disekitarnya terdapat warung dan toko kelontong, namun basecamp cukup sempit untuk tempat menginap. Walaupun ribet dan njlimet pendakian ke Welirang sangat berkesan dan menyenangkan. Silahkan mencoba... 110

Anda mungkin juga menyukai