Anda di halaman 1dari 2

Gunung Tangkuban Parahu

Gunung Tangkuban Parahu) adalah salah satu gunung yang terletak di Desa
Ciater, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sekitar 20 km ke
arah utara Kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh
di sekitarnya, Gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi
2.084 meter. Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang
berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan
kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan
adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah
uap belerang. Daerah Gunung Tangkuban Parahu dikelola oleh Perum
Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17oC pada siang hari dan 2 °C pada
malam hari.
Gunung Tangkuban Parahu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp
Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau
hutan gunung.
Tangkuban Perahu dilihat dari Pelantungan (litografi berdasarkan lukisan J. S.
G. Gramberg pada tahun 1865–1872).
Gunung Tangkuban Parahu terbentuk sekitar 125.000 tahun lalu di Kaldera
Sunda. Gunung ini, menurut T. Bachtiar dan Dewi Syafriani dalam
buku Bandung Purba, lebih muda dari Gunung Burangrang. Gunung
Burangrang yang terletak di sisi barat Gunung Tangkuban Parahu terbentuk
sekitar 210.000 hingga 105.000 tahun lalu. Menurut T. Bachtiar, Gunung
Tangkuban Parahu lahirnya setelah terbentuknya Sesar Lembang. Ketika
Gunung Tangkuban Parahu meletus, sebagian material alirannya yang mengalir
ke selatan tertahan di kaki patahan.
Sepanjang sejarahnya, aktivitas yang terjadi di gunung Tangkuban Parahu telah
membentuk 13 kawah. Tiga kawah diantaranya populer dijadikan destinasi
wisata, yakni Kawah Ratu, Kawah Upas, dan Kawah Domas. Sementara
perincian 13 kawah lengkapnya sebagai berikut: Kawah Upas terdiri
dari Kawah Upas (termuda), Kawah Upas (muda), dan Kawah Upas (tua).
Kawah Ratu juga terdiri dari Kawah Ratu (1920), Kawah Ratu (muda),
dan Kawah Ratu (tua). Kemudian ada kawah baru, Kawah
Pangguyanganbadak, Kawah Badak, Kawah Ecoma, Kawah Jurig, Kawah
Siluman, dan Kawah Domas.
Gunung Tangkuban Parahu sempat meletus beberapa kali. Orang yang sempat
mencatat letusan pertamanya adalah botanis sekaligus geologis bernama Franz
Wilhelm Junghuhn. Berdasarkan catatan yang dibuat Junghuhn tahun 1853,
catatan pertama tentang letusan Gunung Tangkuban Parahu adalah tahun 1829.
Tak ada data tentang letusan sebelumnya. Setelah itu letusan beristirahat selama
17 tahun, letusan berikutnya terjadi pada tahun 1846. Setelah itu gunung tercatat
aktif berturut-turut tahun 1867 dan 1887. Letusan besar berikutnya terjadi tahun
1896 setelah gunung mengalami masa istirahat 50 tahun. Aktivitas atau letusan
kemudian terjadi tahun 1910, 1929, 1935, 1946, 1947, 1950, 1952, 1957, 1961,
1965, 1967, 1969, 1971, 1983, 1992, 1994, 2004, 2013, dan 2019. Menurut T.
Bachtiar, masa istirahat antar letusan Gunung Tangkuban Parahu berlangsung
antara 30 - 70 tahun.
Pada tahun 2005, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Daerah sudah membuat peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Tangkuban
Parahu. Daerah-daerah yang rawan bencana dibagi dalam tiga kategori. Masing-
masing Kawasan Rawan Bencana I, II, dan III. Ada yang berada dalam radius
1 km, 5 km dari letusan, dan yang berpotensi terkena terjangan lahar dan hujan
abu atau lontaran batu pijar. Dalam buku Bandung Purba disebutkan, lembah
yang berpotensi dilanda lahar meliputi Ciasem,
Cimuji, Cikole, Cibogo, Cikapundung, Cihideung, Cibeureum dan Cimahi.

Anda mungkin juga menyukai