Anda di halaman 1dari 15

GUNUNG TANGKUBAN PARAHU

Gunung api secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu system saluran fluida
panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10
km dibawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil
akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.

Gunung api terdapat di seluruh dunia. Tetapi lokasi gunung api yang paling
dikenali adalah gunung api yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik “Pacific
Ring of Fire”. Indonesia sendiri terletak di antara Ring of Fire yang membentang dari
Nusa Tenggara, Bali, Jawa, Sumatera, hingga ke Himalaya, Mediterania dan berujung
di Samudra Atlantik. Inilah yang menyebabkan di Indonesia banyak terdapat gunung
api, salah satunya adalah Gunung Tangkuban Parahu.

Gunung Tangkuban Parahu adalah salah satu gunung yang terletak


di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan
rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya. Bentuk gunung ini
adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari Timur ke Barat. Jenis
batuan yang banyak dikeluarkan melalui letusan adalah lava dan sulfur, mineral yang
dikeluarkan adalah sulfur belerang, sedangkan mineral yang dikeluarkan saat gunung
tidak aktif adalah uap belerang. Gunung Tangkuban Parahu juga terkenal sebagai objek
taman wisata, dimana terdapat beberapa kawah yang menjadi daya tarik para
pengunjung. Di antara kawah-kawah tersebut, Kawah Ratu merupakan kawah yang
terbesar, dikuti dengan Kawah Upas yang terletak bersebelahan dengan kawah Ratu.
Beberapa kawah mengeluarkan bau asap belerang, bahkan ada kawah yang dilarang
untuk dituruni, karena bau asapnya mengandung racun.

Jika berbicara mengenai gunung Tangkuban Parahu, pasti selalu dikaitkan


dengan sebuah Legenda Sunda yang sangat terkenal, yaitu Sangkuriang. Legenda
sangkuriang merupakan legenda yang dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai asal
usul terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu. Oleh karena itu, penulis ingin
menjelaskan lebih dalam lagi mengenai Gunung Tangkuban Parahu, baik secara
geologi, geofisika, maupun geokimia.
A. SECARA GEOLOGI
1. Sejarah Terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu

Nama Kawah : Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Baru, Kawah


Lanang, Kawah Ecoma, Kawah Jurig, Kawah SIluman,
Kawah Domas, Kawah Jarian dan Pangguyangan Badak.
Ketinggian : 2084 mdpl, 1300 m di atas dataran tinggi Bandung.
Tipe Gunung api : Strato.
Kota Terdekat : Parongpong, Lembang.
Lokasi :a). Geografi Puncak : 6°46’ LS dan 107° 36’BT
b). Administrasi :Kabupaten Subang dan
Kabupaten Bandung, Propinsi
Jawa Barat.
1.1 Legenda Rakyat Setempat
Asal-usul Gunung Tangkuban Perahu selau dikaitkan dengan legenda
Sangkuriang, yang dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya, Dayang
Sumbi/Rarasati. Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya, Dayang
Sumbi mengajukan syarat agar Sangkuriang membuat sebuah telaga dan sebuah
perahu dalam semalam. Ketika usahanya gagal, Sangkuriang marah dan
menendang perahu itu sehingga mendarat dalam keadaan terbalik. Perahu inilah
yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban Parahu.

1.2 Sejarah Geologi


Gunung Sunda merupakan gunung api tertua yang telah padam yang
mempunyai sebuah kaldera besar, dan sebagian dari kaldera ini telah tertutupi
oleh endapan endapan gunung api yang lebih muda sehingga hanya tersisa
sebagian dinding kalderanya yang terdapat diantara Gunung Burangrang dan
Gunung Tangkubanparahu (Hadisantono dan Sutoyo, 1983).
Danau (situ) Lembang adalah bagian dari dasar kaldera ini. Sesar
Lembang terbentuk pada tahap paska pembentukan kaldera Sunda. Kejadian
tersebut kemudian diikuti oleh lahirnya Gunung Burangrang, sekarang gunung
api tersebut telah padam. (Van Bemmelen, 1934)
Sejarah Gunung Tangkuban Parahu dimulai dengan adanya komplek
gunung api tua yang disebut komplek Gunung Sunda. Komplek Gunung Sunda
adalah sebuah gunung api majemuk yang terdiri atas tiga buah gunung api, dua
diantaranya telah padam dan yang ketiga yaitu Tangkuban Parahu yang masih
aktif (Hadisantono, dkk., 1983, dan Kusumadinata, 1979).
Gunungapi ini dibangun di atas batuan dasar sedimen berumur Neogen
(Bemmelen, 1949). Dalam sejarah geologi Gunung Sunda berumur relatif
muda. Beberapa dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di daerah ini dapat diukur
dalam ribuan tahun.
Suatu periode kegiatan vulkanik (gunung api) baru dimulai di sebuah
komplek sebelah Utara Bandung dalam kurun waktu kuarter. Di sebelah Barat
sebuah gunung api besar (Gunung Sunda) terbentuk, sedangkan di sebelah
timur kegiatan vulkanik terletak di daerah Bukit Tunggul, Pulusari, dan Gunung
Cangak. Adapun umur periode gunung api ini ditentukan oleh tulang-tulang
mamalia besar seperti badak, spesies hipopotamus, kerbau, antelop dan kijang
yang terjebak dalam lahar. Dari fosil-fosil ini diketahui bahwa vulkanisme
berlangsung dalam kurun waktu Plistosen Tua (Bemmelen, 1949).
Peta Geomorfologi Gunung Tangkuban Parahu

Peta Geologi Gunung Tangkuban Parahu

2. Morfologi
Morfologi gunung api ini dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi utama
yaitu:
1) Kerucut Strato Aktif.
Kerucut strato aktif menempati bagian tengah kaldera Sunda.
Kawah- kawah gunung api ini membentang dengan arah barat-timur.
Beberapa kawah terletak di daerah puncak dan beberapa lainnya
terletak di lereng timur. Kerucut strato aktif ini tersusun dari selang-
seling lava dan piroklastik dan di bagian puncak endapan freatik.
2) Lereng Tengah.
Beberapa air terjun yang sangat umum dapat ditemukan pada
satuan morfologi ini, dikarenakan pola aliran yang berbentuk lembah
V. Morfologi lereng tengah gunung api ini meliputi lereng Timur
Laut, Selatan dan Tenggara. Batuannya terdiri dari endapan
piroklastik yang sangat tebal dan lava yang biasanya tersingkap di
lembah-lembah sungai yang dalam dengan pola aliran sungai paralel
dan semi memancar (semi radier). Lereng selatan dan tenggara
terpotong oleh sesar Lembang, yang berarah Timur-Barat.
3) Kaki Gunung.
Kaki Selatan menempati bagian lereng Tenggara dan Selatan,
yang terletak pada ketinggian antara 1200 m hingga 800 m dan antara
1000 hingga 600 m di atas permukaan laut. Lereng Timur Laut
mempunyai pusat-pusat erupsi parasit seperti Gunung Malang,
Gunung Cinta, dan Gunung Palasari. Aliran-aliran lava dan scoria
berwarna kemerahan yang menempati sebagian besar daerah kaki ini
adalah berasal dari pusat-pusat erupsi ini. Pola aliran sungai yang
berkembang di daerah ini adalah paralel dengan bentuk lembah U
yang melewati batuan keras.
Lereng Selatan terletak antara sesar Lembang dan dataran tinggi
Bandung di Selatan. Bagian terbesar daerah ini dibentuk oleh batuan
piroklastik dan endapan lahar, sedangkan lava ditemukan di dasar
sungai. Pola aliran sungai yang berkembang adalah paralel.

3. Stratigrafi
Secara fisiografi Zona Bandung, Jawa Barat mempunyai kesamaan
dengan Zona Solo di Jawa Timur. Kedua zona tersebut dihubungkan oleh
wilayah Jawa Tengah yang merupakan rangkaian zona Serayu dan
Pegunungan Progo Barat.
Lapisan tertua di daerah ini terdiri atas lempung napalan berselingan
dengan perlapisan tufa dan terumbu koral berumur Miosen. Batuan tersebut
tersingkap di Sungai Citarum di sebelah Barat Daya Tangkuban Parahu dan
di dataran rendah Purwakarta dan Subang. Di beberapa daerah terumbu koral
ini sebagian termalihkan menjadi marmer karena kontak dengan lava.
Lapisan ini kemudian diintrusi (diterobos) oleh batuan vulkanik berumur
Pliosen terdiri atas andesit hornblende dan dasit (Syarifudin, dkk., 1984).
Batuan tersebut tertindih oleh andesit hornblende, breksi kasar dan
konglomerat (Bemmelen, 1949).
Produk-produk Gunung Sunda terdiri atas lava, jatuhan piroklastik,
aliran piroklastik, lahar dan endapan freatik (Hadisantono, 1988). Ada dua
macam endapan lain yang tidak termasuk dalam hasil langsung dari kegiatan
vulkanik seperti endapan danau Bandung yang secara stratigrafi menumpang
di atas endapan aliran piroklastik dari erupsi pembentukan kaldera Sunda,
dan endapan fluviatil yang terdiri atas bahan bahan vulkanik sebagai hasil
dari proses sekunder.

4. Struktur Geologi
Gunung Tangkuban Parahu dan gunung api lainnya yang berada di
sekitar Bandung terletak di Zona Bandung (van Bemmelen, 1934 dalam
Hadisantono dkk., 1983). Zona Bandung adalah sebuah cekungan depresi
yang memanjang diantara pegunungan. Cekungan tersebut mempunyai lebar
antara 25 - 50 km, sedikit cembung ke utara, terletak antara Zona Bogor dan
Zona Pegunungan Selatan. Bemmelen (1949) menyatakan bahwa secara
umum zona ini berada pada struktur puncak geantiklin Pulau Jawa, yang
tersesarkan setelah atau pada waktu yang bersamaan dengan pengangkatan
yang terjadi pada akhir Tersier. Sumbu geantiklinnya adalah tempatnya
dimana Vulkanisma Kuarter terdapat. Sabuk gunung api atau jalur magmatik
ini membentang dari Teluk Pelabuhan Ratu pada bagian Barat Pulau Jawa,
kemudian melewati antara lembah Cimandiri dengan kota Sukabumi (600 m),
dataran Cianjur (495 m) dan Garut (711 m) ke lembah Citanduy dengan kota
Tasikmalaya (351 m) pada bagian Timur, dan berakhir di Segara Anakan di
pesisir Selatan Pulau Jawa. Bagian tengah zona ini ditempati oleh dataran
tinggi Bandung dan Garut.
Sesar Lembang adalah sebuah sesar terbesar di daerah ini. Sesar
Lembang terletak sekitar 10 km di Utara kota Bandung dan memanjang
dengan arah Barat-Timur melalui kota Lembang. Sesar ini merupakan sebuah
sesar aktif dengan gawir sesar sangat jelas yang menghadap ke utara.
Memiliki panjang seluruhnya kira-kira 22 km yang dapat diamati sebagai
suatu garis lurus dari Gunung Palasari di Timur ke Barat dekat Cisarua.
Penyelidikan-penyelidikan terdahulu telah menghubungkan bahwa sesar
Lembang yang dominannya adalah sesar normal terjadi setelah erupsi besar
Gunung Sunda yang berlangsung pada zaman Kuarter Tua.
Kenampakan Sesar Lembang

5. Sejarah Letusan
Erupsi Tangkubanparahu dicirikan oleh erupsi eksplosif berintensitas
kecil dan kadang-kadang diselingi oleh erupsi freatik dengan jarak antar
letusan berkisar antara 2 - 50 tahun. Sejarah erupsinya dapat diuraikan
sebagai berikut:

1829 erupsi abu dan batu dari Kawah Ratu dan Domas
1846 terjadi erupsi dan peningkatan kegiatan
1896 terbentuk fumarol baru di sebelah utara Kawah Badak
1900 erupsi uap dari Kawah Ratu
1910 kolom asap membubung setinggi 2 km di atas dinding
kawah, erupsi berasal dari Kawah Ratu
1926 erupsi freatik di Kawah Ratu membentuk lubang ecoma
1935 lapangan fumarol baru disebut Badak terjadi, 150 m ke
arah selatan barat daya dari Kawah Ratu
1952 erupsi abu didahului oleh erupsi hidrothermal (freatik)
1957 erupsi freatik di Kawah Ratu, terbentuk lubang kawah bar
1961,1965, 1967 erupsi freatik
1969, 1971 erupsi freatik didahului oleh erupsi lemah menghasilkan
abu
1983 erupsi freatik
1992 awan abu membumbung setinggi 159 m di atas Kawah
Ratu
1994 peningkatan kegiatan kuat dengan gempa seismik
dangkal dengan erupsi freatik kecil
2004. peningkatan kegempaan
2005, 2006 peningkatan aktivitas kegempaan
2013 beberapa kali terjadi peningkatan aktivitas pada Februari,
Maret, dan Oktober. Terjadi 11 kali letusan freatik selama
4 hari (5-10 Oktober)
2019 erupsi dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 200
meter di atas puncak.

6. Karakter Letusan
Menurut van Bemmelen (1934, dalam Kusumadinata 1979) bahwa
Gunung Tangkuban Parahu tumbuh di dalam Kaldera Sunda sebelah Timur.
Berdasarkan coraknya, erupsi GunungTangkuban Parahu dapat dibagi tiga
fasa yaitu:
a. Fasa eksplosif yang menghasilkan piroklastik dan mengakibatkan
terjadinya lahar.
b. Fasa efusif yang menghasilkan banyak aliran lava berkomposisi
andesit basaltis.
c. Fasa pembentukan/pertumbuhan Tangkuban Parahu sekarang
umumnya eksplosif kecil-kecil dan kadang diselingi erupsi freatik.
Erupsi Gunung Tangkuban Parahu dapat digolongkan sebagai erupsi
kecil. Leleran lava diperkirakan kemungkinannya terjadi. Berdasarkan
pengalaman sejak abad ke 19, gunung api ini tidak pernah menunjukkan erupsi
magmatik besar kecuali erupsi abu tanpa diikuti oleh leleran lava, awan panas
ataupun lontaran batu pijar. Erupsi freatik umumnya dominan dan biasanya
diikuti oleh peningkatan suhu solfatara dan fumarola di beberapa kawah yang
aktif yaitu Kawah Ratu, Kawah Baru, dan Kawah Domas. Material vulkanik
yang dilontarkan umumnya abu yang sebarannya terbatas di sekitar daerah
puncak hingga beberapa kilometer. Semburan lumpur hanya terbatas di daerah
sekitar kawah. Pada waktu peningkatan kegiatan, asap putih
fumarola/solfatara kadang-kadang diikuti oleh peningkatan gas-gas vulkanik
seperti gas racun CO dan CO2. Bila akumulasi gas-gas racun di sekitar kawah
aktif semakin tinggi, daerahnya dapat diklasifikasikan ke dalam daerah
bahaya primer terbatas. Bahaya sekunder seperti banjir lahar tidak pernah
terjadi dalam waktu sejarah. Longsoran lokal terjadi di dalam kawah dan
lereng atas yang terjal.
B. SECARA GEOFISIKA
1. Seismik

Lokasi Seismometer dan Titik GPS.

Berikut Grafik Jumlah Gempa Harian Gunung Tangkuban Parahu:


2. Gaya Berat
Hasil pengolahan data gaya berat Gunung Tangkuban Parahu
diinterpretasikan bahwa harga tinggi mendominasi daerah selatan dan secara
gradual menurun dari Lembang dan sekitarnya ke arah utara, timur dan barat.
Nilai terendah menduduki bagian utara peta. Pola anomali gaya berat Gunung
Tangkuban Parahu memberi gambaran bahwa kaldera Sunda, sebagai hasil
erupsi paroksisma Gunung Sunda mempunyai harga positif menyebar dari
selatan-utara-baratlaut dan timurlaut.

Sebaran harga anomali gaya berat rendah di dalam Kaldera Sunda, dapat
diasosiasikan dengan adanya sesar sebagai zona lemah, yang dapat
memberikan kemudahan terjadinya intrusi magma melalui bidang ini, dan
menyebabkan terbentuknya dike.
3. Geolistrik
Penyelidikan potensial diri/tahanan jenis yang pernah dilakukan di
Gunung Tangkuban Parahu adalah di daerah Kawah Ratu dan Kawah Upas.
Hasil penyelidikan yang dilakukan tersebut menunjukkan bahwa hubungan
antara SP dengan zona panas sangat erat. Di dalam Kawah Upas tidak
didapatkan anomali positif, namun pada batas antara Kawah Upas dan Ratu
terdapat anomali positif tertinggi yang menerus ke kawah Ratu ( L.Ramli dkk,
1984).

C. SECARA GEOKIMIA
1. Kimia Batuan
Penerapan metoda petrokimia melalui diagram Hutchison (1973) dapat
menjelaskan bahwa proses magmatis gunungapi Sunda dari alkali kapur
sangat kaya alkali terutama K2O dan Na2O, sedangkan magma seri toleitik
sangat miskin alkali (Syarifudin, 1984). Seri alkali kapur ini menunjukkan
semakin meningkatnya kadar oksida besi dan oksida MgO relatif tinggi
dibandingkan dengan magma seri toleitik, erat hubungannya dengan
terbawanya mineral magnetit, piroksen dan olivin dalam bentuk asosiasi
dengan magma toleitik.

Proses magmatis gunung api Tangkuban Parahu bersumber pada seri


alkali kapur alumina tinggi dan seri alkali kapur K-tinggi. Magma seri alkali
kapur alumina tinggi kaya akan CaO dan Al2O3. Seri alkali kapur K-tinggi
cenderung relatif kaya akan Na2O dan K2O dibandingkan dengan magma seri
alkali kapur alumina tinggi. Ciri lain yang dapat dijelaskan adalah bahwa seri
alkali kapur alumina tinggi relatif kaya akan oksida MgO sedangkan seri alkali
kapur K-tinggi relatif meningkatnya oksida besi FeO.

Secara petrografi, lava Tangkuban Parahu terbagi atas lava andesit basal
augit hipersten, lava basal pigeonit enstatit dan andesit augit hipersten.
Penghabluran plagioklas, piroksen augit, hipersten dan olivin serta oksida
bijih dalam wujud fenokris mikro dan makro sebagai massa dasar batuan
berbutir agak kasar bersama-sama dalam masadasar kaca gunungapi.
Kenampakan mineral sebagai massa dasar memperlihatkan tekstur aliran.
Beberapa fenokris plagioklas menunjukkan lobang korosi tak teratur diduga
bertindak sebagai mineral bawaan (senokris). (Syarifudin, 1984).
Secara kimia, keaktifan Gunungapi Tangkubanparahu bersumber pada
magma:

a) Alkali kapur alumina tinggi dari andesit basaltis sampai basal.


b) Alkali kapur K-tinggi dari andesit basaltis sampai basalt.

Gunung api Tangkuban Parahu mempunyai ciri petrokimia cenderung


pada kelompok magma dioritik gabro dan magma dioritik. Gunungapi
Tangkubanparahu mempunyai sumber keaktifan magma pada kedalaman
Zona Beniof antara 155-205 km. Berdasarkan metoda Indek Mafik oleh Tlley
et.al, 1964 dalam Syarifudin (1984) mempunyai temperatur magma antara
1010° C– 1220° C.

2. Pengukuran Suhu
a. Kawah Ratu

Kawah Ratu, Tangkuban Parahu


Kawah Ratu adalah salah satu kawah terbesar di
GunungTangkuban Parahu. Pengamatan ke Kawah Ratu dilakukan
pada tanggal 30 Nopember 2006 sekitar pukul 08.00. Secara umum
cuaca di sekitar kawah cerah dengan suhu udara 23°C. Di dasar kawah
bagian Utara-Barat teramati beberapa titik tembusan solfatara dengan
hembusan asap berwarna putih tipis – sedang dan tinggi asap berkisar
antara 10 – 25 m. Tekanan gas cukup kuat sehingga terdengar suara
blazernya nyaring, suhu yang terukur berkisar antara 99°C - 111°C.
Tidak jauh dari lokasi tersebut di atas (di lembah maut) terdapat
bualan mataair panas, diameternya lebih kurang 70 cm dengan suhu
air 97°C. Air dari bualan tersebut menggenangi dasar kawah bagian
barat. Bualan lumpur terdapat di bagian utara dari lokasi solfatara dan
mata air panas, mempunyai diameter lk. 2m. Bualan lumpur tersebut
berwarna coklat (warna kopi susu) dengan suhu antara 94°C - 95°C.
Di dasar kawah bagian selatan (dekat Kawah Ecoma), teramati
tembusan solfatara baru yang selama ini tidak ada. Namun hembusan
asapnya sangat tipis. Sedangkan di bagian lain tidak menunjukan
adanya perubahan yang mencolok.

Tabel Pengukuran suhu di Kawah Ratu, Tahun 2006

b. Kawah Domas
Kawah Domas merupakan lapangan solfatara dan fumarola
yang terletak di sebelah timur dari Kawah Ratu. Pada lokasi ini
terdapat beberapa titik tembusan solfatara dan bualan mataair panas.
Pengamatan ke Kawah Domas dilakukan pada tanggal 2 Desember
2006. Secara umum teramati hembusan asap berwarna putih tipis
dengan ketinggian berkisar antara 5 – 10 m. Dari beberapa tembusan
solfatara yang ada, dilakukan pengukuran suhu pada dua titik dengan
temperatur masing-masing 92°C dan 92,2°C pada suhu udara 19,8°C.
Selain solfatara, terdapat pula beberapa bualan air panas tersebar di
lokasi ini. Bualan airpanas yang terbesar dan terpanas mempunyai
diameter lk. 2 m, dengan temperatur 88°C pada suhu udara 19,8°C.
Terdapat juga mata air panas yang suhunya lebih rendah, yaitu berkisar
antara 35°C – 40°C.

Kawah Domas, Tangkuban Parahu

Tabel Pengukuran suhu di Kawah Domas, Tahun 2006


DAFTAR PUSTAKA
Hadisantono, R.D.& Soetoyo, 1983. Laporan Pemetaan Geologi Gunung api
Tangkuban Parahu, Bandung, Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi.

Hadisantono, R.D., 1988. Some aspects of the nature and origin of the widespread
pyroclastic flow deposits (ignimbrite) surrounding Tangkubanparahu volcano,
Bandung, West Java.

Kusumadinata, K., 1979. Data Dasar Gunung api Indonesia. Departemen


Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Direktorat
Vulkanologi.

Raharjo, Resdianto Permata, 2017. Kearifan Lokal Mitos Gunung Kelud dan Gunung
Tangkuban Parahu. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Hasyim Asy’ari.

Ramli, L., W.S. Tjetjep, H. Said, S.Dwipa & R.Suparan, 1984. Studi Hubungan
Potensial Diri Dengan Zona Panas/Fumarola, Gunung Tangkuban- parahu,
Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi.

Syarifudin, M.Z, I. Pratomo & R. Partosentiko, 1984. Petrokimia Gunungapi Sunda


dan Gunungapi Tangkubanparahu. Direktorat Vulkanologi.
CNN Indonesia/riwayat erupsi gunung tangkuban parahu

Anda mungkin juga menyukai