Oleh:
15520127
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian :
Implementasi Kebijakan Dinas Perhubungan Daerah
Istimewa Yogyakarta dalam Peningkatan Kualitas
Layanan Bus Trans Jogja
2. Identitas Mahasiswa
Nama : Louis Alexander Leiwakabessy
NIM : 15520127
Alamat : Jalan MT Haryono Blok A No 92 Balikpapan
Kalimantan Timur
Alamat Orang Tua : Jalan MT Haryono Blok A No 92 Balikpapan
Kalimantan Timur.
Nomor Hp dan e-Mail : 081997240524 dan luisalexander483@yahoo.co.id
Jangka Waktu Penelitian : 2 Bulan (Dua Bulan)
Yogyakarta, 28 Januari 2022
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Peneliti
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan
ii
Perihal : Permohonan Penerbitan Surat Izin Penelitian
Kepada Yth,
Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan S-1
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta
Di Tempat,
Dengan Hormat saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Louis Alexander Leiwakabessy
NIM : 15520127
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Judul Penelitian : Implementasi Kebijakan Dinas Perhubungan Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam Peningkatan Kualitas Layanan Bus Trans
Jogja.
Lokasi Penelitian : Dinas Perhubungan DIY (Dishub DIY) dan PT. Anindya
Mitra Internasional
Dosen Pembimbing : Dr. R Widodo Tri Putro, MM, M.Si
Mengajukan permohonan untuk dibuatkan surat pengantar guna mengajukan
penelitian skripsi di Dinas Perhubungan DIY (Dishub DIY) dan PT Anindya Mitra
Internasional (AMI). Adapun saya lampirkan proposal penelitian yang telah disetujui
Dosen Pembimbing.
Demikian surat permohonan ini saya buat, atas perhatian dan kerjasama saya ucapkan
terima kasih.
Yogyakarta, 28 Januari 2022
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Peneliti
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................................i
Surat Penunjuk Dosen Pembimbing.....................................................................................ii
Permohonan Penerbitan Surat Izin Penelitian ......................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iv
A. LATAR BELAKANG MASALAH.............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................................................7
D. Kerangka Konseptual...................................................................................................8
1. Kebijakan Publik....................................................................................................8
2. Implementasi Kebijakan Publik..........................................................................18
3. Pelayanan Publik..................................................................................................23
4. Pelayanan Publik Bidang Tranportasi...............................................................26
5. Manajemen Tranportasi......................................................................................33
F. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................................................46
G. Metodologi Penelitian.................................................................................................47
1. Jenis Penelitian.....................................................................................................47
2. Unit Analisis..........................................................................................................47
H. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................................48
1. Wawancara...........................................................................................................48
2. Dokumentasi.........................................................................................................48
I. Teknik Analisis Data...................................................................................................49
a. Pengumpulan Data...............................................................................................49
b. Reduksi Data.........................................................................................................49
c. Penyajian Data.....................................................................................................49
d. Penarikan Kesimpulan.........................................................................................50
iv
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................51
v
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Seiring perkembangan yang berlangsung di tengah masyarakat global,
transportasi telah menjadi isu yang pokok bagi pemerintah dan banyak kalangan.
dari tempat asal ke temapt tujuan. Pemindahan barang dan manusia dilakukan
gerakan dari tempat asal, dari mana kegiatan angkutan dimulai, ke tempat tujuan,
ke mana kegiatan pengangkutan diakhiri (Ibnu Zakaria dan Sri Rahayu Tri
Astuti, 2013: 1). Di samping infrastruktur berupa jaringan jalan, sarana angkutan
menghubungkan orang dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Meliputi
di dalamnya mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan sepeda motor.
kendaraan umum. Data yang dirilis BPS pada 2018 menunjukkan bahwa jumlah
kendaraan motor didominasi oleh sepeda motor yakni sebesar 120.101.047 unit.
sebanyak 7.778.544 unit. Jenis kendaraan berikutnya yaitu mobil bis hanya
1
2.538.182 unit (www.bps.go.id, diakses pada 25 Agustus 2020). Sepeda motor
bermotor lainnya. Kedua jenis kendaraan ini lebih banyak digunakan sebagai
jumlah sarana angkutan pribadi lebih banyak ketimbang sarana angkutan umum.
itulah pemerintah melalui program bus rapid transit (BRT) yang dirancang
regulator dan PT Jogja Tugu Trans (PT JTT). Program ini tidak bertujuan
mengambah kuota armada bus melainkan sebagai bentuk lain substitusi angkutan
pengelola transportasi umum kota dan pedesaan di Yogyakarta yang terdiri dari
2
Koperasi Pemuda Sleman, Kopata, Aspada dan Puskopkar) dan Perum DAMRI.
Perusahaan patungan ini mengelola bus Trans Jogja dari tahun 2008 hingga
2015. Pada 2015 Pemprov DIY mengakhiri kerja sama dengan PT JTT sebagai
operator Trans Jogja. Mulai 1 Januari 2016, operator Trans Jogja beralih ke PT
AMI (Anindya Mitra Internasional) yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah
utama dalam pelayanan Trans Jogja, yaitu armada bus, halte (shelter), dan sistem
tiket. Sejauh ini Trans Jogja memiliki armada sebanyak 129 bus yang melayani
Jogja menggunakan sistem tertutup yaitu akses penumpang terhadap bus hanya
terhadap layanan Trans Jogja dipengaruhi oleh posisi halte. Pembelian tiket
dilakukan melalui mekanisme sekali jalan, tiket berlangganan pelajar atau tiket
umum berlangganan. Tiket yang dipergunakan dalam sistem layanan Bus Trans
3
Jogja berbeda dari tiket bus konvensional. Pemeriksaaan tiket dilakukan dengan
pemanfaatan teknik komputasi yang terintegrasi dengan portal halte. Portal halte
akan terbuka secara otomatis bila tiket terverifikasi valid. Penumpang dapat
berganti bus tanpa harus membayar biaya tambahan sejauh belum keluar dari
sistem jaringan halte. Peralihan sistem halte dan pembelian tiket tersebut
masyarakat.
Standar Minimal Pelayanan Angkutan Massal Berbasis Jalan. Pasal 3 Ayat (4)
pelayanan dan acuan penilaian kualitas layanan sebagai kewajiban dan janji
kritik dan saran. Rekapitulasi dan catatan jumlah keluhan yang dilakukan oleh
Dishub DIY, dalam kurun waktu 1 Januari 2016 hingga 24 November 2016
4
terdapat 485 aduan operasional, 411 di antaranya adalah keluhan terhadap
pelayanan bus Trans Jogja sementara 74 di antaranya hanya berupa saran dan
Bus Trans Jogja juga bermasalah pada aspek keamanan, keselamatan dan
tinggi di berbagai kondisi dan tempat, bahkan dalam kondisi jalanan padat
pengguna jalan di tengah kota. Beberapa Bus Trans Jogja yang peneliti amati
yakni bus jalur 1A, 2A, 1B dan 3B dipacu pada kecepatan di atas 40
wilayah pemukiman dan dalam kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
disebabkan oleh faktor kebijakan dan struktural. Diperkirakan perilaku sopir Bus
Trans Jogja yang demikian didorong oleh adanya kebijakan head time atau
standar waktu yang harus dipenuhi para pengemudi. Standar waktu diperlukan
5
guna memastikan keteraturan sirkulasi bus. Namun, ekses dari kebijakan tersebut
yang mengemuka dalam pelayanan Bus Trans Jogja adalah keterjangkauan halte.
Ditambah rute tempuh bus yang berliku-liku sehingga dianggap kurang efisien
dalam program Bus Trans Jogja berpotensi menjawab persoalan mobilitas dan
kemacetan. Potensi tersebut terlihat dari tarif murah yang dikenakan pada
penumpang yakni Rp 3500 dalam jarak dekat maupun jauh. Kondisi bus juga
relatif bersih, layak dan memberi ruang yang memadai bagi kaum penyandang
kondektur salah satu bus jalur 2A, 3B dan 4A, jumlah rata-rata penumpang yang
memanfaatkan layanan Bus Transjogja relatif tinggi pada akhir pekan yaitu pada
berbagai persoalan yang mengemuka terkait layanan Bus Trans Jogja yang
6
tentunya berkorelasi dengan kebijakan Dishub DIY, menyiratkan adanya
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
Trans Jogja.
kebijakan yang sesuai dengan peningkatan kualitas pelayanan Bus Trans Jogja.
layanan Bus Trans Jogja yang terdampak oleh kebijakan peningkatan kualitas
layanan.
ilmiah dalam studi kebijakan pemerintah dan pelayanan publik sehingga dapat
7
menyumbang pada pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan khususnya
ilmu pemerintahan.
D. Kerangka Konseptual
1. Kebijakan Publik
Kebijakan menurut Federick dalam Agustino (2008:7) diartikan
perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting
mungkin digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Tiongkok”
, “kebijakan hukum India”. Dapat juga dipakai dalam penggunaan yang lebih
Jakarta.
8
kebijaksanaan memerlukan pertimbangan pertimbangan lebih jauh lagi,
mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar
yang dibuat oleh pemegang otoritas publik (Soeharto, 2008: 3). Sebagai suatu
keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh
otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang ,
umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat
melakukannya.
bekembang di masyarakat.
9
c. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik
pemerintah.
10
pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Definisi ini
sebagai the autorative allocation of values for the whole society. Definisi ini
yang secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan
penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem politik
11
berkaitan dengan kebutuhan masyarakat luas. Pemerintah atau lembaga yang
ditempuh.
legal atau sah secara hukum (authoritative choice), dan sebagai hipotesis
publik sebagai pilihan tindakan yang legal. Pilihan tindakan dalam kebijakan
bersifat legal atau otoritatif karena dibuat oleh lembaga yang memiliki
negri untuk bertindak atau mengarahkan pilihan tindakan atau kegiatan seperti
12
menyiapkan rancangan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk
berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh
13
keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak
kompleks.
pengaruh dari kelompok luar; Kelima, adanya pengaruh keadaan masa lalu
14
environment). Ketiga elemen ini saling memiliki andil, dan saling
dalam kebijakan, namun mereka juga dapat pula dipengaruhi oleh keputusan
berikut: Pertama, tahap penyusunan agenda. Pada tahap ini para penyusun
itu, ditetapkan pula isu yang akan jadi fokus perhatian. Kedua, tahap
masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy
tahap penyusunan ini para penyusun kebijakan publik akan memilih salah satu
dari sekian rumusan kebijakan yang ditawarkan oleh berbagai pihak terkait
berwenang. Kelima, tahap evaluasi kebijakan. Dalam tahap ini kebijakan yang
15
telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, unuk melihat sejauh mana
umum (public goods) dan barang privat (privat goods). Kebijakan public
16
publik. Sedangkan, kebijakan privat goods adalah kebijakan yang mengatur
publik memiliki kerangka kerja yang ditentukan oleh beberapa aspek berikut:
17
2. Implementasi Kebijakan Publik
Secara harfiah implementasi diartikan sebagai penerapan atau
administratif dan putusan pengadilan. Ada pun yang menjadi perhatian tahap
18
implementasi ini adalah proses pengadministrasian dan implikasinya pada
disposisi atau watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti:
pelaksana.
19
lingkungan dan relasi kelembagaan. Sementar faktor internal atau subjektif
model implementasi van Meter dan van Horn, model implementasi Merilee S.
menurut Merilee S. Grindle (1980) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni
mencakup: (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group
termuat dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target
group; (3) sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; (4)
apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah
20
kebijakan mencakup: (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi
yang dimiliki oleh para actor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2)
karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan
Kedua, Model Implementasi Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
(1975). Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang memengaruhi
karakteristik agen pelaksana; dan (5) kondisi sosial, ekonomi dan politik.
Ketiga, Model Impelentasi Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier. Model ini
Paul A. Sabatier (1983). Didalam pemetaan model ini diberi label ‘MS’ yang
terletak pada kuadran ‘puncak ke bawah’ dan lebih condong pada mekanisme
21
pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana, dan
keterbukaan kepada pihak luar; dan variabel diluar kebijakan kebijakan yang
dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan
kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan
Lituhayu, 2017:8-9).
dari satu tempat ke tempat yang lain dan mengatasi berbagai hambatan bagi
Pasal 139 Ayat (2) dan 158 Ayat (1) UU No.22 Tahun 2009
angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam
22
provinsi khususnya angkutan massal berbasis jalan atau buss rapid transit
perkotaan besar.
spesifik perihal angkutan massal berbasis jalan atau BRT pada bagian tentang
Angkutan Massal Pasal 47. Garis-garis kebijakan yang perlu ditetapkan oleh
bahwa angkutan massal harus didukung dengan mobil bus yang berkapasitas
angkut massal, lajur khusus, trayek angkutan umum lain yang tidak
3. Pelayanan Publik
Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara
dapat dirasakan oleh orang yang melayani atau dilayani, tergantung kepada
23
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pengguna. Proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung inilah yang
orang lain.
Sementara kata publik berasal dari Bahasa Inggris yaitu public yang
Bahasa Indonesia menjadi yang berarti umum, orang banyak, ramai. Makna
Sementara itu, pengertian publik menurut Inu Kencana Syafi’ie, dkk (1999:18)
harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma
yang diselenggarakan oleh pihak swasta (Fadhila, 2012: 1). Sedangkan menurut
Mahmudi (2010: 22), pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
24
keperluan masyarakat yang mempunyai kepentingan pada orang itu sesuai
umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam
bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah,
UUD 1945 dan dijabarkan ke dalam rumusan pasal-pasalnya. Karena itu konsep
dapat dipisahkan pula dari sistem hukum Indonesia. Pasal 1 Ayat (1) UU
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
25
keprofesionalan; 6) partisipatif; 7) persarnaan perlakuan/ tidak diskriminatif; 8)
11) rentan; 12) ketepatan waktu; dan 13) kecepatan, kemudahan, dan
keterjangkauan.
diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kelima, sarana dan
transportasi yaitu moda transportasi perairan, udara dan darat. Dalam konteks
26
pelayanan publik bidang transportasi darat, Pasal 141 Ayat (1) UU No.22
Pasal 141 Ayat (2) UU No.22 Tahun 2009 mengatur lebih lanjut
bermakna pengangkutan orang tidak berada dalam lintasan trayek yang telah
dalam trayek yang di antaranya seperti taksi, angkutan orang yang beroperasi
adanya rute perjalanan yang tetap dan teratur. Kedua, terjadwal, berawal dan
27
berakhir, menaikkan dan menurunkan penumpang di terminal untuk angkutan
antar kota dan lintas batas negara. Ketiga, menaikkan dan menurunkan
batas negara. Kedua, angkutan antar kota dan provinsi. Ketiga, angkutan antar
perdesaan.
Tahun 2009 mengatur pula jenis pelayanan transportasi lain yang menjadi
objek penelitian ini yaitu angkutan massal berbasis jalan. Pasal ini juga
angkutan massal, lajur khusus, trayek angkutan umum lain yang tidak
Berkenaan dengan standar pelayanan akan diatur lebih lanjut dalam peraturan
bus rapid transit (BRT). Pasal 3 Ayat (3), 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 Permenhub No.10
28
Tahun 2012 telah mengatur tentang standar pelayanan minimal khususnya
aspek jenis pelayanan pada angkutan massal berbasis jalan atau BRT yang di
Pengguna Jasa dari gangguan perbuatan melawan hukum dan/atau rasa takut,
kendaraan dan-lain-lain.
indah dan sejuk yang dapat dinikmati pengguna jasa. Misalnya, kenyamanan
fasilitas pelayanan bagi Pengguna Jasa penyandang cacat, manusia usia lanjut,
29
anak-anak, dan wanita hamil. Keenam, keteraturan yaitu memberikan
2015:3).
Perda DIY No.5 Tahun 2014 tentang Pelayanan Publik merupakan pelayanan
(2) Perda DIY No.5 Tahun 2014 terdapat tiga golongan penyedia jasa
pelayanan publik yaitu: Pertama, pemerintah daerah, kota dan desa yang
30
dananya seluruh atau sebagian bersumber dari APBD dan APBDes. Kedua,
badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya berasal dari
dan desa lain. Penyediaan jasa transportasi publik oleh Bus Trans Jogja
Nomor17/KES.BER/GUB/2007(052/K/ORG-DIY/VIII/2007)telah
Yogyakarta.
Pada 2015 Pemprov DIY mengakhiri kerja sama dengan PT JTT sebagai
operator Trans Jogja. Mulai 1 Januari 2016, operator Trans Jogja beralih ke
Dalam konteks penyediaan layanan jasa Bus Trans Jogja, pemerintah daerah
31
berperan sebagai regulator dan penerima tugas penyediaan layanan yaitu PT
menerapkan skema buy the service. Menurut Sutomo (2002) dalam Lefrandt
dengan ongkos yang ditetapkan. Sistem ini memindahkan resiko surplus atau
kualitas dan kuantitas pelayanan serta kendali yang baik dan fleksibilitas tingi
sistem subsidi Untuk rnendukung sistern baru tersebut diperlukan tempat henti
32
kemudahan evaluasi (http://ojs.balitbanghub.dephub.go.id, 24 September
2020).
5. Manajemen Tranportasi
Pembahasan tentang transportasi perlu dilakukan terlebih dahulu
kata transportasi berasal dari bahasa latin yaitu transportare yang mana trans
dari satu tempat ke tempat yang lain. Dapat juga diartikan sebagai kegiatan
pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.
suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut lebih
dari tempat asal ke tempat tujuan. Jadi pengertian tranportasi berarti sebuah
mengalihkan di mana proses ini tidak bisa dilepaskan dari keperluan akan alat
33
orang dalam ruang baik dalam membawa dirinya sendiri maupun membawa
barang.
dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Proses pemindahan dan
berupa jalan, rel, stasiun, terminal, pelabuhan, bandara, dan lain-lain; 4) sumber
darat, laut atau udara dan digerakkan oleh sumber daya manusia yang dikelolalu
pengarahan, dan pengawasan, berikut pula berbagai usaha dari organisasi tujuan
34
organisasi yang telah ditetapkan. Selanjutnya menurut G.R Terry (dalam
antara lain:
c. Terdapat seni dalam penyelesaian pekerjaan (Sule dan Saefullah, 2009: 3).
35
diketahui bahwa yang telah ditetapkan “tercapai” atau “belum Tercapai”
bahwa fungsi manajemen dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni planning
(controlling).
(planning). Selain itu aspek lain yang terdapat dalam fungsi manajemen
yang ada pada setiap pendapat tentang fungsi manajemen adalah pengendalian
atau pengawasan.
36
Seluruh kegiatan memerlukan tindakan manajerial guna mewujudkan
dilaksanakan oleh bagian transportasi atau unit dalam organisasi industri atau
lokasi yang lain secara efektif dan efisien. Sedangkan Menurut Khisty dan
itu, aspek utama manajemen transportasi meliputi tiga aspek utama yaitu:
37
Selanjutnya menurut Nasution (2004:107) pelaksanaan fungsi
darat, tranportasi udara,tranportasi air dan trasnportasi dalam pipa darat dan
laut. Menurut Sani (2010:38) dalam penerapan fungsi manajemen dalam moda
38
b. Pengaturan yang ditujukan pada kegiatan berlalu lintas di jaringan atau
pada ruas jalan, jumlah pelanggaran dan tindakan koreksi yang telah
39
kebijaksanaan apabila di dalam pelaksanaannya menimbulkan masalah
transportasi jalan raya (road transport) dan transportasi jalan rel (rail
yakni berupa manusia, binatang, sepeda, sepeda motor, becak, bus, truk, dan
kendaraan bermotor lainnya. Jalan yang digunakan berupa jalan setapak, jalan
tanah, jalan kerikil dan jalan aspal. Tenaga penggerak yang digunakan adalah
tenaga manusia, tenaga binatang, tenaga uap, BBM dan diesel. Kedua,
transportasi jalan rel yakni alat angkut yang digunakan berupa kereta api.
Jalan yang dipergunakan berupa jalan rel baja. Tenaga penggeraknya adalah
40
Dewasa ini dengan semakin berkembangnya aktivitas masyarakat
yang cepat, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan kuantitas
syarat seperti pemindahan barang dan manusia yang dilakukan dalam jumlah
terbesar dan jarak yang terkecil. Dalam hal ini transportasi massal merupakan
pribadi (private transport) yaitu angkutan yang dimiliki dan dioperasikan oleh
umum (public transport) adalah angkutan yang dimiliki oleh operator yang
41
Pemanfaatan sistem angkutan umum atau transportasi massal dilakukan
melalui dua cara yaitu: Pertama, sistem sewa (demand responsive system)
yang mana dalam sistem ini kendaraan dapat dioperasikan baik oleh operator.
maupun oleh penyewa, dalam hal ini tidak ada rute dan jadwal tertentu yang
permintaan. Contoh dari sistem ini adalah jenis angkutan taksi. Kedua, Sistem
penggunaan bersama (transit system) yang mana dalam sistem ini kendaraan
dioperasikan dengan rute dan jadwal yang biasanya tetap dan pasti (Anas
(transit system) tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu paratransit dan
dioperasikan dengan tidak ada jadwal dan rute yang pasti dan dapat berhenti
sistem angkutan umum dengan jadwal dan rute yang tetap yang diperuntukkan
bagi semua orang yang telah membayar tarif seperti bus kota, kereta api (Anas
Tahir 2005:3-4).
program Bus Rapid Transit (BRT). Menurut Thomas (2001) dalam Irawati
Ismail Ali, dkk. (2017:3) BRT dapat dikatakan sebagai sebuah sistem yang
meningkatkan kecepatan, reliabilitas, dan ciri khas dari angkutan bus. Lain
42
kata, BRT adalah Light Rail Transit (LRT) dalam bentuk bus, suatu
fleksibilitas bus.
Istilah BRT atau yang kerap disebut busway muncul dari penerapan
Amerika Utara dan Eropa. Namun konsep ini juga diadopsi diseluruh dunia
dengan nama yang berbeda-beda seperti Hight- Capacity Bus System, High-
Quality Bus Sistem, Metro Bus, Surface Metro, Express Bus Systems dan
Busway System. Meskipun memiliki istilah yang bervariasi antara satu negara
dengan negara lain, tetapi memiliki prinsip dasar yang sama seperti kualitas
dengan biaya/tarif yang dapat terjangkau (Irawati Ismail Ali, dkk., 2017:3).
sistem transportasi darat berbasis BRT dipelopori oleh Kota Chicago pada
Pengembangan pertama dalam skala besar dari layanan bus ekspress dimulai
di Curitiba (Brazil) pada tahun 1974. Sejak itu, pengalaman Curitiba telah
serupa. Pada tahun 1970-an, pengembangan sistem BRT telah terbatas pada
Amerika Utara dan Selatan. Pada akhir tahun 1990-an, reproduksi konsep
BRT mulai tumbuh kembali dan di buka di Quito- Ekuador pada tahun 1996,
Los Angeles- USA pada tahun 1999 dan Bogota Kolombia pada tahun 2000.
43
2000 dan keberhasilan nya telah menarik perhatian masyarakat internasional
dimulai pada 2004. Jakarta merupakan salah satu kota besar di Asia yang
mula-mula menerapkan sistem ini. Pada tanggal 1 Juli 2004, 3 koridor BRT
sepanjang 5 km. Di Bangkok, proyek BRT telah diumumkan pada tahun 2004
2020).
Jalan (Permenhub No.10 Tahun 2012) disebut dengan istilah angkutan massal
BRT hanya beroperasi pada kawasan perkotaan saja. Kawasan perkotaan yang
44
Kawasan Perkotaan Besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
menerapkan sistem BRT dalam rupa program Bus Trans Jogja. Pengelolaan
bus dilakukan berdasarkan kerjasama buy the service yang mana pemerintah
daerah berperan sebagai regulator sementara PT Jogja Tugu Trans (PT JTT)
22.00 setiap harinya, pihak manajemen menempatkan dua petugas pada halte-
dalam bus terdapat dua petugas yakni yang bertugas sebagai supir dan juga
yang memandu naik dan turunnya penumpang. Waktu tunggu bus dengan
Jogja hanya dapat dilakukan melalui halte yang telah disiapkan. Sistem
tertutup di atas memiliki kemiripan dengan Trans Jakarta namun berbeda dari
45
Trans Jakarta yang memiliki koridor khusus, sementara itu Trans Jogja belum
sebesar RP. 3500,- dalam satu kali perjalanan dari shelter asal menuju shelter
selanjutnya. Berdasarkan data yang dirilis oleh Dishub DIY, jumlah armada
bus yang dioperasikan oleh PT AMI Yogyakarta adalah sebanyak 117 bus dan
12 bus cadangan.
menjawab permasalahan dalam penelitian ini maka peneliti akan berfokus pada
1. Kebijakan yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh Dinas Perhubungan DIY
produktif.
46
3. Struktur kelembagaan yang mengatur dan melaksanakan pelayanan Bus Trans
Jogja;
Jogja.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Menurut Lexi J. Moleong
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati dimana metode yang digunakan
2. Unit Analisis
Obyek dari penelitian ini adalah informasi mengenai implementasi kebijakan
dinas perhubungan DIY dalam peningkatan kualitas layanan bus trans Jogja.
informan dengan cara teknik Purposive yaitu mengambil sample sumber data
47
implementasi kebijakan Dinas Perhubungan DIY dalam peningkatan kualitas
layanan bus trans Jogja. Berikut daftar informan dalam penelitian ini adalah:
implementator kebijakan
1. Wawancara
Menurut Lexy Lexi J. Moleong (2010), wawaancara adalah
itu. Beberapa ciri dari wawancara ialah dilakukan secara tatap muka,
48
2. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2011), Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang
akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara,observasi dan
dokumentasi
b. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses dimana data yang diperoleh dari
pokok dan difokuskan pada hal-hal yang penting serta disusun secara
49
sistematis dengan tujuan agar data tersebut menjadi lebih mudah
dipahami.
c. Penyajian Data
Penyajian data merupakan tampilan atau laporan yang merupakan
Pada penelitian ini data disajikan secara sistematis dalam bentuk uraian
deskriptif.
d. Penarikan Kesimpulan
Langkah terakhir dalam analisi data adalah penarikan kesimpulan dan
50
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Salim. 2000. Manajemen Transportasi. Cetakan Pertama. Edisi Kedua.
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Choliq, Abdul. 2011. Pengantar Manajemen. Semarang: Rafi Sarana Perkasa.
Dye, Thomas R. 2011. Understanding Public Policy. New Jersey: Prentice Hall.
51
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara:
Jakarta.
Khisty & Lall (2006). Dasar-Dasar Rekayasa transportasi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Shandy Ibnu Zakaria dan Sri Rahayu Tri Astuti, 2013, Analisis FaktoR-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Transportasi
(Studi Kasus Pada Pengguna Bus Trans Jogya di Kota Yogjakarta),
Diponegoro Journal Of Managemen, Vo. 2 Nomer 3 Tahun 2013 ISSN
2337- 3792. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/djom/article/view/3229
Safroni, Ladzi. 2012. Manajemen dan Reformasi Pelayanan Publik dalam Konteks
Birokrasi Indonesia. Surabaya: Aditya Media Publishing.
52
Soesilo, Nining I. 1999. Ekonomi Perencanaan dan Manajemen Kota. Jakarta:
Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia.
Sule, E. T., dan Saefullah, K. 2010. Pengantar Manajemen. Edisi 1. Jakarta: Kencana
Predana Media Group.
S. Schuler, Randall dan Susan E. Jackson. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia
(Menghadapi Abad Ke-21). Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Syafiie dkk, Inu Kencana, 1999. Ilmu Administrasi Publik, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. M.Si, Drs. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi,
Konsep, Strategi dan Kasus, Yogyakarta: Lukman Offset dan YPAPI.
Widodo, Joko. 2001. Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik. Malang: CV. Citra
Malang.
Winarno, Budi. 2007, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta:Med Press
(Anggota IKAPI).
http:e-journal.uajy.ac.id/1881/3/2KOM02985.pdf
53
Karetji, Y. N. . (2017). Kebijakan Operasional Bus Angkutan Umum Trans Jogja
sebagai Alternatif Mengurangi Kemacetan Arus Lalulintas di Kota Yogyakarta
dan Sekitarnya. 14(2), 89–97.
Ali, I. I., Akmal, M. I., Alfisyahrin, A. L., Indrawan, N. F., & Tikson, S. D. S. (2017).
MAKASSAR SMART TRANSPORTATION : Penerapan Mamminasata Apps
dan Mamminasata Card guna optimalisasi Bus Rapid Transit ( BRT ) Kota
Makassar. Jurnal Bisnis, Manajemen Dan Informatika, 14(1), 1–13.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan dan Lalu Lintas.
Lembaran Negara Republik Indonesia 2009 Nomor 96.
54
Peraturan Daerah DIY Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pelayanan Publik Lembaran
Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2014 Nomor 5. Noreg Peraturan Daerah
Daerah Istimewa: (5/14).
Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2017 tentang Jaringan Trayek Perkotaan Trans
Jogja. Berita Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2017 Nomor 17.
Keputusan Gubernur DIY No.80/KEP/2017.
https://sengguh.jogjaprov.go.id
http://www.kabarjogja.id/
www.bps.go.id
https://ombudsman.go.id/perwakilan/news/r/pwk--jumlah-pelapor-layanan-publik-ke-
ombudsman-diy-2019-naik-3-persen
http://dishub.jabarprov.go.id/artikel/view/566.html
https://media.neliti.com/media/publications/221994-angkutan-massal-sebagai-
alternatif-menga.pdf
https://www.solopos.com/transportasi-jogja-lajur-khusus-terlalu-sulit-terwujud-
muncul-wacana-bus-lane-906061
https://www.krjogja.com/berita-lokal/diy/yogyakarta/subsidi-besar-layanan-trans-
jogja-harus-baik/
http://ojs.balitbanghub.dephub.go.id
https://dishub.jogjaprov.go.id
https://digilib.fisipol.ugm.ac.id/api/files/79d65344-7060-4e7d-82c5-7750608ee2ef/
skripsi_Gustraprasaja_G_J__Buy_The_Service.pdf
55
PANDUAN WAWANCARA
Bagian A
56
7. Apakah trans jogja ada kaitannya dengan peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 10 Tahun 2012 tentang Standar Minimal Pelayanan Angkutan
Massal?
8. Bagaimana kebijakan-kebijakan yang dibuat dishub ada kaitan dengan PT
AMI?
9. Kebijakan seprti apa dalam peningkatan kualitas pelayanan Trans Jogja?
10. Bagaimana bentuk kerjasama PT AMI dengan dinas perhubungan dalam
rangka peningkatan kualitas pelayanan trans jogja?
11. Hubungan kerjasama seperti apakah yang terbangun antara PT AMI
Bagian B
Bagian C
57
4. Bagaimana sistem koordinasi dalam semua lembaga yang mengurus trans
jogja ?
5. Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan para pemnangku kebijakan
guna meningkatkan pelayanan trans jogja
Bagian D
58