Anda di halaman 1dari 12

Filsafat Pendidikan Pragmatisme

Philosophy of Pragmatism Education

Alif Nuril Hikmah1, Hasna Daria Humairoh2, Faizzatul Lailiyah3

1
Program Studi Tadris IPS FTIK UIN KHAS Jember, E-mail: alifhikmah9@email.com
2
UIN KHAS Jember, Jl. No. 1 Mangli Jember, Jawa Timur Indonesia, E-mail: abie.umam80@gmail.com

ABSTRACT

As is well known, philosophy tends to be active in the field of antithesis. His


philosophical thinking is more a reflection of previous philosophical thought. Pragmatism is
based on a philosophical method of education that uses practical causes and ideas. In
addition to belief as a criterion for determining the value of truth, William James's view
states that: Practicality is always a philosophy, always based on methods and attitudes.
However, this is not a systematic philosophical principle. Therefore, pragmatism is often
based on experimental research based on modern scientific methods. Based on the title
above,

Keywords: Pragmatism, Practical, Thought

ABSTRAK

Sebagaimana diketahui, filsafat cenderung aktif dalam bidang antitesis. Pemikiran


filosofisnya lebih merupakan cerminan pemikiran filosofis sebelumnya. Pragmatisme
didasarkan pada metode filsafat pendidikan yang menggunakan penyebab praktis dan ide-
ide. Selain kepercayaan sebagai kriteria untuk menentukan nilai kebenaran, pandangan
William James menyatakan bahwa: Kepraktisan selalu merupakan filosofi, selalu didasarkan
pada metode dan sikap. Namun, ini bukan prinsip filosofis yang sistematis. Oleh karena itu,
pragmatisme sering didasarkan pada penelitian eksperimental berdasarkan metode ilmiah
modern. Berdasarkan judul di atas,

Kata Kunci: Pragmatisme, Praktis, Pemikiran


PENDAHULUAN

Pragmatisme dianggap sebagai aliran filsafat modern. Namun pada


kenyataannya, berasal dari filosofi empiris Inggris bahwa orang-orang mengklaim
dapat mengetahui. Pada hakikatnya pragmatisme cenderung mengabaikan
permasalahan metafisik tradisional sehingga filsafat pragmatisme lebih berfokus
pada masalah praktis dalam kehidupan.

Latar belakang filosofis pragmatisme lahir di tengah situasi sosial di Amerika


Serikat, yang hidup diantara masalah yang berkaitan dengan kekuatan urbanisasi dan
industrialisasi, dan menewaskan sekitar 8,4 juta orang dalam Perang Dunia I. Secara
khusus, filsuf menyadari hidupnya terjadi berbagai perubahan. Bangsa Eropa pada
pertengahan abad kehilangan utopia, dan sebagian besar hidup secara moral dalam
mengejar keuntungan dan kebanggaan.

Menurut William James, pragmatisme adalah sikap visioner terhadap objek


pertama, prinsip dan kategori yang dianggap lebih penting. Pernyataan oleh Pendapat
di atas menyatakan bahwa filsafat pragmatisme selalu merupakan filsafat, selalu
berdasarkan metode dan sikap, bukan doktrin filsafat sistematis. Oleh karena itu,
Praktisi sering didasarkan pada penelitian eksperimental berdasarkan metode ilmiah
modern.

Filsafat pragmatisme bertujuan untuk menjadikan pragmatisme sebagai filusuf


kehidupan,sedangkan pendidikan bertujuan untuk membantu terujutnya pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik dengan cara pengalaman dalam memecahkan
permasalahan yang ada di kehidupan.

METODE

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan studi berupa studi kepustakaan.


Studi sastra adalah studi yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dan data
dengan menggunakan berbagai bahan di perpustakaan, seperti buku, majalah, dan
buku sejarah.

Sastra juga dapat mempelajari berbagai buku referensi, dan juga membantu
dalam memberikan landasan teori untuk masalah yang diteliti. Juga, menggunakan
jurnal dan buku untuk pencarian sesuai dengan jenis /pendekatan penelitian dalam
bentuk pencarian perpustakaan.

PEMBAHASAN

A. Pragmatisme

Filsafat pendidikan pragmatisme sering disebut sebagai filsafat penduduk asli


Amerika, yang lahir pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, namun pada intinya
filsafat pendidikan pragmatisme adalah di Inggris dimungkinkan untuk mengetahui
apa yang dialami seseorang. filsafat teori empiris. William James berpendapat bahwa
kepraktisan adalah kenyataan, seperti yang kita ketahui. Cara mengukur suatu
tindakan suatu konsep kita harus terlebih dahulu berfikir apa konsekuensi logis dari
penerapan konsep tersebut, kemudian konsekuensi keseluruhan yang membentuk
pemahaman pragmatism.

Filssfat pendidikan pragmatisme mengemukakan bahwa pendangannya


tentang nilai yang begitu relatif. Kaidah-kaidah moral dan etika pada filsafat
pendidikan pragmatisme bahwa tidak tetap melainkan akan selalu berubah-ubah,
seperti contohnya perubahan kebudayaan yang ada didalam masyarakat dan
lingkungannya. Pragmatisme mengusulkan untuk menguji kualitas nilai dengan cara
yang sama seperti menguji kebenaran pengetahuan secara empiris. Nilai dan etika
terlihat dalam tindakan, bukan dalam teori. Oleh karena itu, pendekatan nilai
merupakan jalur empiris yang didasarkan pada kehidupan antar manusia, terkhusus
dalam kehidupan sehari-hari.1
1
Siti, L. Y. 2014. Memandang Sistem Pendidikan Indonesia di Mata Pragmatisme”. Cilegon, banten.
Blogger.
Pemikiran pragmatisme dapat disebut sebagai aliran yang mengajarkan
bahwa apa yang dibuktikan dengan hasil yang benar-benar bermanfaat adalah benar.
Pragmatisme didasarkan pada "manfaat kehidupan nyata", tetapi kebenaran sejati
adalah kebenaran yang bermanfaat. Untuk menemukannya, harus benar-benar
menerapkannya. Dasar dari pragmatisme adalah logika observasional, karena apa
yang dilihat orang di dunia nyata adalah fakta yang konkrit dan terpisah..2

Pendidikan pragmatisme menunjukkan bahwa subjek didik siswa ketika


belajar di sekolah tidak berubah ketika bolos sekolah. Pemikiran yang lebih dari
sangat endidik dalam menghadapi masalah siswa yang berujung pada lahirnya
perilaku yang sempurna. Ide-ide yang dihasilkan adalah sarana kesuksesan.3

B. Pemikiran Tokoh-Tokoh Filsafat Pragmatisme


1. Charles
Charles Sandre Perth (1839-1914), Perth terkenal sebagai tokoh sentral dalam
filsafat endidikan. Oleh sebab itu semua, istilah “Piacian” masih ada untuk
menggambarkan seorang pemikir praktis. Perth membedakan pandangannya dari
praktisi yang lain. Dia adalah seorang ahli teori yang terkenal dengan akal,
endid,komunikasi, dan teori umum indikasi yang dianggap Perth sebagai semiotika.
Selain itu, ia mempelajari penalaran dan perkembangan matematika yang sangat
produktif berdasarkan sistem evolusi matematika, psikofisik dan monistik umum.4.
Latar belakang Charles berasal dari kelas menengah yang berpendidikan.
Ayahnya adalah seorang profesor matematika di Universitas Harvard. Perth sendiri
awalnya adalah orang yang sangat tertarik dengan masalah kimia dan pedagogi. Dia
tidak selalu terlibat dalam berbagai studi kimia sepanjang hidupnya. Pendidikan

2
Afif burhanundin. Pragmatisme dalam pendidikan.2013. statistic blok.
3
Burhanuddin Salam, Logika Materil: Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997)
4
Smith, Samuel, Gagasan-Gagasan Besar Tokoh-Tokoh Dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1986), hal 46
Charles adalah salah satu mahasiswa sarjana di Universitas Harvard. Dia tertarik pada
"Pendidikan Estetika Manusia" Schiller dan "Critique of Pure Reason" karya
Immanuel Kant. Pengalaman ini memengaruhinya dan mendorongnya untuk
mengabdikan hidupnya untuk mempelajari studi logika. Charles meninggal pada
tahun 1914. Salah satu karyanya yang masih bertahan hingga saat ini adalah karya
Logika.5
Peirce menganggap bahwa kebenaran dibagi antara filsafat tradisional yang
tertutup dan asli jadi kebenarannya antara metafisika dan logis. Serta bahwa suatu
kebenaran filsafat tradisiomal adalah kebenaran yang tetapsehingga tidak berubah,
jadi karena itu kebenaran ini mutlak sangat susah untuk menciptakan pengetahuan
yang lain.
Peirce lalu meciptakan pemikiran filsafat yang disebut pragmatisme. Guna untuk
memperkembangkan dari filsafat yang tradisional menjadi filsafat modern.
Metodenya dengan manusia untuk turut aktif dalam proses menuju pengetahuan yang
update atau terbaru. Lalu meneolak kedudukan bahwa pikiran hanya itu saja tidak
berkembang.6
Pada tahun 1870-an, Peirce mengutarakan pendapatnya tentang pragmatisme.
Mengungkapkannya ketika berkumpul dalam pertemuan bernama Metaphysical Club.
Pertemuan itu disebut pertemuan nonformal yang diselenggarakan di Cambridge,
Massachusetts. Selanjutnya Peirce menyimpulkan beberapa hasil diskusinya tersebut
yang menghasilkan dua artikel berjudul The Fixation of Belief dan How to Make Our
Ideas Clear. Lalu diterbitkan di majalah bernama Popular Science Monthly pada
tahun yang berbeda. The Fixation of Belief diterbitkan tahun 1877 sedangkan How to
Make Our Ideas Clear diterbitkan tahun 1878 berselisih hanya satu tahun
penerbitannya.7
5
Smith, Samuel, Gagasan-Gagasan Besar Tokoh-Tokoh Dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1986), hal 68
6
(Pustaka Adinda S., Anastasia Jessica (2017). Wibawa, FX. Setya, ed.Menelusuri Pragmatisme (PDF).
Sleman: Penerbit PT Kanisius. hlm. 7. ISBN 978-979-21-4370-6)
7
(Idris, Saifullah (2014). Muluk, Safrul, ed. Demokrasi dan Filsafat Pendidikan: Akar Filosofis dan
Implikasinya dalam Pengembangan Filsafat Pendidikan (PDF). Banda Aceh: Ar-Raniry Press. hlm. 36–
Peirce menjelaskan hasil tentang pragmatisme dalam How to Make Our Ideas
Clear. Lalu mengemukan bahwa manusia sangat tidak mungkin dapat kebenaran
teoritis. Karena kebenaran pengetahuan itu harus dipraktikkan dalam kehidupan.
Sehingga dapat pengalaman fungsional.8
Menurut peirce kebenaran terbagi menjadi dua, yaitu kebenaran transedental dan
kebenaran kompleks. Kebenaran transendental adalah kebenaran ada karena terjadi
secara sendiri atau alami. Sedangkan kebenaran kompleks adalah kebenaran sudah
dalam pernyataan.
Lalu kebenaran kompleks dibagi menjadi kebenaran etis dan kebenaran logis.
Kebenaran etis adalah pernyataan sesuai dengan penulisnya . Sedangkan kebenaran
logis adalah pernyataan masuk akal dari suatu yang nyata9.
2. William James
Latar belakang tokoh pragmatism adalah William James lahir di New York City
pada tahun 1842 M, menurut James, dunia itu tidak hanya berpusat pada satu dasar
asas saja tetapi dunia tentang saling bertentangan. Yaitu tentang kepercayaan, tentang
hidup damai, keserasian keamanan dan sebagainya. Semua kenangan keagamaan
memiliki nilai yang sama, tetapi akibatnya ssama memperoleh kepuasan kebutuhan
keagamaan.10
pengajaran pragmatism memilki tujuan berpikir adalah untuk meningkatkan
hidup. Hasilnya di tentukan didalam kehidupan yang praktis. Menurut James “tidak
ada ukuran untuk menilai. Pemikaran James mengatakan bahwa pragmatismenya
yaitu melalui kritik terhadap sekumpulan rasionalis dan empiris, namun mengalami
perbedaan, bukan hanyalah seputar kebenaran subjektif dan kebenaran objektif,
antara kaum rasionalis dan empiris saling mengunggulkan tetapi juga saling

37. ISBN 978-979-3717-51-7.)


8
Aburaera, S., Muhadar, dan Maskun (2017). Filsafat Hukum: Teori dan Praktik (PDF). Jakarta:
Kencana. hlm. 135. ISBN 978-602-9413-94-6.
9
Saifullah, ed. (2016). Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam Kurikulum
2013 (PDF). Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press. hlm. 5–6. ISBN 978-602-60401-6-9.
10
Smith, Samuel, Gagasan-Gagasan Besar Tokoh-Tokoh Dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1986), hal 72
menjelekkan tetapi kaum rasionalis tidak berdasarkan hal nyata. Salah satu
pandangan James yang mengatakan terjadinya konflik muncul diantara science dan
religion.11

kebenaran absolut,dibuktikannya cara berpikir praktis benar atau salah.


Pengetahuan yang benar adalah pengetauan yang bermanfaat. Menurut James "suatu
ide itu benar apabila memiliki konsekuensi yang menyenangkan”. Menurut Dewey
dan Peirce “Suatu ide itu benar apabila diuji secara obyektif dan ilmiah”. Secara
khusus pragmatism adalah gagasan yang benar tergantung pada kebenaran objektif
dan telah diuji. Teori kebenaran dipakai untuk mengatasi suatu maasalah dan teori
dikatkan benar jika bermanfaat. Kebenaran bukan hal yang tetap namun akan selalu
berkembang.

3. John Dewey
Filsafat pragmatis John Dewey sering dikenal dengan filsafat eksperimentalisme.
Hal ini karena, menurutnya, “tujuan dan rencana, dalam hal ini konsep manusia,
hanya dapat divalidasi dengan menjadikannya landasan tindakan, dan tujuan, rencana,
atau konsep manusia hanya dapat dinilai dari konsekuensi yang berasal dari tindakan”
Hal ini juga berlaku dalam bidang pendidikan. Sebuah kurikulum atau rencana
metodologis hanya valid dan berhasil, menurut Dewey, jika telah diuji dan hasil uji
coba dapat dievaluasi. Dia dengan tegas menolak alasan apriori idealis, realis, dan
perenialis untuk pendidikan.12
Pengalaman, menurut Dewey, adalah dasar pendidikan, atau, menggunakan kata-
kata Dewey, “pengalaman” sebagai “sarana dan tujuan pendidikan.” (Dewey, John,
2004:ix). Akibatnya, pendidikan terutama merupakan proses penyelidikan dan
pemrosesan pengalaman terus-menerus bagi John Dewey. Hakikat pendidikan adalah
upaya terus menerus untuk merekonstruksi dan menata ulang pengalaman hidup
siswa, daripada berusaha menyesuaikan diri dengan kriteria kebaikan, kebenaran, dan

11
Gail Kennedy. Pragmatism and American Culture. Boston: U.S.A.:D.C
12
Dewey, John, 1920, Reconstruction in Philosophy, Henry Holt and Company: NY.
keindahan yang tak lekang oleh waktu. Rumusan teknis pendidikan, sebagaimana
dikemukakan oleh John Dewey sendiri dalam bukunya, adalah “menyusun dan
menata ulang pengalaman yang memberi makna pada pengalaman, dan yang
menambah kemampuan untuk memimpin jalan bagi pengalaman berikutnya”. Dengan
kata lain, pendidikan harus memberdayakan siswa untuk menganalisis dan
menafsirkan pengalaman mereka sendiri.13

Jadi, bagi Dewey, esensi dan tujuan pendidikan adalah evolusi subjek siswa
melalui penataan ulang dan reorganisasi pengalaman. Terlepas dari pendapat Dewey
bahwa pendidikan sejati dicapai melalui pengalaman, ia juga mengakui bahwa tidak
semua pengalaman bersifat mendidik. Ada juga pengalaman yang tidak
diinformasikan, seperti yang mengakibatkan terhentinya dan terhambatnya
pertumbuhan ke arah peningkatan kualitas pengalaman yang lebih kaya berikutnya.
Masalah utama dengan pendidikan berbasis pengalaman, menurut dia, adalah
menentukan bentuk pendidikan berbasis pengalaman yang akan memungkinkan siswa
untuk tumbuh dan menjadi kreatif dalam situasi berikutnya. Salah satu kriteria Dewey
untuk menentukan apakah sesuatu itu baik adalah pengalaman yang
berkesinambungan tidak hanya secara fisik, akan tetapi juga secara intelektual dan
etis.14

Transformasi Dewey dari materi pelajaran siswa menjadi esensi dan tujuan
pendidikan melalui penataan ulang dan reorganisasi pengalaman. Meskipun Dewey
percaya bahwa pendidikan sejati hanya dapat dicapai melalui pengalaman, ia juga
mengakui bahwa tidak semua pengalaman bersifat mendidik. Ada juga pengalaman
yang tidak diinformasikan, seperti yang mengakibatkan terhentinya dan terhambatnya
pertumbuhan ke arah peningkatan kualitas pengalaman yang lebih kaya berikutnya.
Masalah utama dengan pendidikan berbasis pengalaman, menurut dia, adalah

13
Dewey, John, (Jo Ann Boydston, Ed.), 1976, The School and Society, Southern Illinois
University Press
14
John Dewey. 2004. Experience and Education. Bandung: Teraju (terjemahan)
menentukan bentuk pendidikan berbasis pengalaman yang akan memungkinkan siswa
untuk tumbuh dan menjadi kreatif dalam situasi berikutnya. Salah satu tolak ukur
untuk mengukur, menurut Dewey, adalah kesinambungan pengalaman yang
menumbuhkan tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara intelektual dan etis.15
4. Herakleitos hidup di sekitar abad ke-5 SM (540-480 SM)
Dalam keyakinannya tentang perubahan dan aktualitas perubahan, karakter ini
percaya bahwa ada sesuatu yang menjadi dan bukan apa yang benar-benar ada.
Melalui proses kepentingan praktis pada umat manusia, sesuai dengan realitas yang
ada pada manusia.16.

PENUTUP

KESIMPULAN

Alih-alih kerangka filosofis yang komprehensif, pragmatisme selalu menjadi


filosofi yang didasarkan pada metode dan pendirian. Akibatnya, pragmatisme sering
didasarkan pada upaya penelitian eksperimental menggunakan metode ilmiah
modern. Kekuatan pemikiran tentang konsep utilitas adalah salah satu aspek
pragmatisme yang paling signifikan. Dalam pragmatisme, konsep utilitas lebih
ditentukan oleh fakta ilmiah daripada pertimbangan metafisik, sedangkan hal-hal
yang harus diketahui harus selalu diberitakan atau ditampilkan.

Di satu sisi, pragmatis sering mengutip “apa yang harus kita ketahui, relatif
bukanlah sesuatu yang harus kita percayai,” tetapi di sisi lain, konsep utilitas
mengatakan bahwa apa yang kita pikirkan tidak harus menjadi apa yang harus kita
ketahui. Karena konsep utilitas selalu hadir dalam kebenaran fungsi pragmatisme
menjadi relatif dan kasuistik Sebuah fakta yang “sangat valid dan bermanfaat di
waktu, tetapi harus benar-benar dilupakan di lain waktu” adalah kebenaran yang
“benar-benar valid dan berguna. Di lain waktu.”

15
John Dewey. 1956. Philosophy of Education. Iowa: Littlefield, Adams Co.
16
Dwi Nazila Ulfa, Filsafat Pendidikan Aliran Pragmatisme dan Pemikiran Tokohnya, platform blog
Tujuan dan penggunaan fungsi-fungsi sosial inti selalu menjadi inti dari ide-
ide dasar pragmatisme etis. Hal ini seringkali mengarah pada kesimpulan bahwa
pragmatisme etis menyerupai konsep “etika Eropa klasik” dalam pragmatisme, yaitu
perbedaan antara baik dan buruk dalam makna sosial individu dan kolektif. Pisahkan
diri Anda dengan cara yang paling mendasar. Ini berbeda dengan etika Eropa
konvensional, di mana hampir tidak ada “pembagian” ruang etis antara ruang privat
dan publik karena semuanya telah sepenuhnya dieksternalkan ke dalam ruang publik.
Penekanannya pada pendidikan dalam sesi pendidikan untuk aliran pragmatisme,
yang selalu berpijak pada kenyataan bahwa subjek pendidikan bukanlah objek. Ini
adalah topik yang telah menerima banyak perhatian.
DAFTAR PUSTAKA

Idris, Saifullah (2014). Muluk, Safrul, ed. Demokrasi dan Filsafat Pendidikan: Akar
Filosofis dan Implikasinya dalam Pengembangan Filsafat Pendidikan (PDF).
Banda Aceh: Ar-Raniry Press. hlm. 36–37. ISBN 978-979-3717-51-7.

Pustaka Adinda S., Anastasia Jessica (2017). Wibawa, FX. Setya, ed. Menelusuri
Pragmatisme (PDF). Sleman: Penerbit PT Kanisius. hlm. 7. ISBN 978-979-
21-4370-6

Aburaera, S., Muhadar, dan Maskun (2017). Filsafat Hukum: Teori dan Praktik
(PDF). Jakarta: Kencana. hlm. 135. ISBN 978-602-9413-94-6.

Afif burhanundin. Pragmatisme dalam pendidikan.2013. statistic blok. Atau bisa di


akses https://afidburhanuddin.wordpress.com/author/afidburhanuddin/

Burhanuddin Salam, Logika Materil: Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Rineka


Cipta,1997)ataubisadiakses
http://kristianawidi.blogspot.com/2012/02/makalah-pragmatisme.html

Dewey, John, (Jo Ann Boydston, Ed.), 1976, The School and Society, Southern
Illinois

Dewey, John, 1920, Reconstruction in Philosophy, Henry Holt and Company: NY.

Dwi Nazila Ulfa, Filsafat Pendidikan Aliran Pragmatisme dan Pemikiran Tokohnya,
platform blog

Gail Kennedy. Pragmatism and American Culture. Boston: U.S.A.:D.C

John Dewey. 1956. Philosophy of Education. Iowa: Littlefield, Adams Co.


John Dewey. 2004. Experience and Education. Bandung: Teraju (terjemahan)

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proporsal, Jakarta: Bumi


Aksara,1999 Pragmatism: A New Name for Some Old Ways of Thinking.
New York: Longman Green and Co. 1907. hlm 54-55.)

Pustaka Adinda S. Anastasia Jessica. 2017. Wibawa, FX. Setya, ed. Menelusuri
Pragmatisme (PDF). Sleman: Penerbit PT Kanisius. hlm. 7. ISBN 978-979-
21-4370-6.

Ramayulis dan Samsul Nizar, 2010. Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran Para Tokoh, (Jakarta: Kalam Mulia), 37.

Saifullah, ed. (2016). Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya


dalam Kurikulum 2013 (PDF). Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press. hlm. 5–6.
ISBN 978-602-60401-6-9.

Sarwono Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta:Graha


Ilmu, 2006

Siti, L. Y. 2014. Memandang Sistem Pendidikan Indonesia di Mata Pragmatisme”.


Cilegon, banten. Blogger. atau bisa di akses
https://sitiliayuliana.blogspot.com/2014/11/pragmatisme-dalam-sistem-
pendidikan-di.html

Smith, Samuel, Gagasan-Gagasan Besar Tokoh-Tokoh Dalam Bidang Pendidikan,


(Jakarta: Bumi Aksara, 1986), hal 72

Smith, Samuel, Gagasan-Gagasan Besar Tokoh-Tokoh Dalam Bidang Pendidikan,


(Jakarta: Bumi Aksara, 1986), hal 46

Smith, Samuel, Gagasan-Gagasan Besar Tokoh-Tokoh Dalam Bidang Pendidikan,


(Jakarta: Bumi Aksara, 1986), hal 68

Anda mungkin juga menyukai