KEDARURATAN MEDIK
BLOK 18
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
TAHUN AJARAN 2021/2022
SKENARIO
Anda sedang bertugas sebagai seorang dokter jaga IGD di RS, pada pukul 22.05 WIB datang seorang
laki-laki berusia sekitar 35 tahun diantar oleh petugas ambulans dan polisi. Dari keterangan polisi,
pasien diketahui terjatuh dari motor, kepala bagian dahi terbentur batu, tidak menggunakan helm, dan
ditemukan tidak sadar pada kira-kira pukul 21.40 WIB.
Pada pemeriksaan oleh petugas kesehatan yang datang ke lokasi kecelakaan, tampak luka yang berdarah
di daerah kepala dan lecet-lecet di sekitar luka. Korban tidak sadar. Tensi 110/60 mmHg, Nadi 110 kali/
menit. Terdengar suara napas tambahan, respirasi 33 kali/ menit.
Tindakan yang dilakukan ditempat kejadian kecelakaan: pemasangan satu line infus, neck collar dan
Oksigen diberikan melalui kanul hidung 10 lt/mnt.
B. Triage (apabila jumlah pasien melebihi jumlah tenaga medis) → Penilaian dilakukan secara
singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan kategori kegawatdaruratan dengan cara:
(1) Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien
(2) Menilai kebutuhan medis
(3) Menilai kemungkinan bertahan hidup
(4) Menilai bantuan yang memungkinkan
(5) Memprioritaskan penanganan definitive
D. Pemeriksaan Tambahan
1. Tentukan analisis gas darah dan laju pernapasan
2. Monitor udara ekspirasi dengan monitoring CO2
3. Pasang monitor EKG
4. Pasang kateter uretra dan NGT kecuali bila ada kontraindikasi dan monitor urin setiap jam.
Urine output merupakan indikator yang sensitif untuk menilai volume intravaskular dan
mencerminkan perfusi dari ginjal
5. Pertimbangan kebutuhan untuk melakukan pemeriksaan radiologi
6. Pertimbangan kebutuhan DPL atau USG abdomen
G. Reevaluasi
● Saat primary survey dilakukan evaluasi ulang pada setiap pemeriksaan ABCD
● Setelah secondary survey (optimalisasi/memastikan pasien stabil) sebelum dilakukan
transfer pasien
● Yang perlu dimonitor:
1. Tanda vital
2. Saturasi O2
3. Urin output → dewasa = 0,5mL/kg/jam
SUMBER :
1) Carlson JN, Wang HE. Noninvasive airway management. In: Tintinalli's JE, Stapczynski JS,
Ma OJ, Yealy DM, Meckler GD, Cline DM, Editor. Tintinalli’s emergency medicine: A
comprehensive study guide. 8Ed. Mcgraw Hill. 2015
2) Buku Gawat Darurat Medis dan Bedah Rumah Sakit Universitas Airlangga hal 70
3) Adult Triage Algorithm - https://chemm.hhs.gov/startadult.htm
Trauma Tumpul
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah kecelakaan lalu lintas. Pada suatu kecelakaan lalu
lintas, misalnya tabrakan mobil, maka penderita yang berada di dalam mobil akan mengalami
beberapa benturan (collision) berturut-turut sebagai berikut :
1. Primary Collision, terjadi pada saat mobil baru menabrak, dan penderita masih berada pada
posisi masing-masing. Tabrakan dapat terjadi dengan cara :Tabrakan depan (frontal),Tabrakan
samping (TBone), Tabrakan dari belakang, Terbalik (roll over)
2. Secondary Collision, setelah terjadi tabrakan penderita menabrak bagian dalam mobil (atau
sabuk pengaman). Perlukaan yang mungkin timbul akibat benturan akan sangat tergantung dari
arah tabrakan.
3. Tertiary Collision, setelah penderita menabrak bagian dalam mobil, organ yang berada dalam
rongga tubuh akan melaju ke arah depan dan mungkin akan mengalami perlukaan langsung
ataupun terlepas (robek) dari alat pengikatnya dalam rongga tubuh tersebut.
4. Subsidiary Collision, kemungkinan penumpang mobil yang mengalami tabrakan terpental ke
depan atau keluar dari mobil. Selain itu barang-barang yang berada dalam mobil turut terpental
dan menambah cedera pada penderita.
Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak, sedangkan bagian dalam
tetap bergerak kedepan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian belakang dinding torak
oabdominal dan kulumnavetrebralis, dan didepan oleh struktur yang terjepit. Pada organ yang
berongga dapat terjadi apa yang trauma. Mekanisme trauma yang terjadi pada pengendara sepeda
motor dan sepeda meliputi :
a. Benturan frontal
Bila roda depan menabrak suatu objek dan berhenti mendadak maka kendaraan akan berputar
ke depan,dengan momentum mengarah ke sumbu depan. Momentum kedepan akan tetap,
Primary survey
Primary survey merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi secara cepat masalah yang timbul
pada kasus trauma. Kelima hal dalam primary survey diterangkan menurut urutan prioritas namun
dalam prakteknya di lapangan dikerjakan secara simultan. Primary survey meliputi (Ali et al., 1997;
Legome, 2016; Offner, 2017) :
a. Airway with C-spine control
Masalah airway dapat dilihat dengan memeriksa suara napas dengan metode look, listen, and
feel. Masalah yang mungkin timbul pada airway adalah:
- Obstruksi jalan napas karena benda asing, cairan, ataupun fraktur maksilofasial.
- Fraktur servikal harus selalu dicurigai terutama pada kondisi :
● Kesadaran menurun,
● Adanya jejas di atas clavicula, dan
● Nyeri leher.
Pada Kasus :
Hasil Primary Survey di TKP :
● Terdengar suara nafas tambahan → disebabkan karena obstruksi parsial jalan napas
Hasil Primary Survey di RS :
● Gurgling (ada darah/cairan di rongga mulut) → belum dilakukan intervensi sehingga
terjadi perburukan
b. Breathing
Hal–hal yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi masalah breathing adalah :
- Menghitung frekuensi napas/Respiratory rate (RR);
- Melihat gerakan dada simetris atau tidak; – perkusi: redup, hipersonor; dan
- Suara napas: vesikuler, meningkat atau menurun.
Distres napas antara lain dapat disebabkan oleh pneumotorakss, flail chest dengan
contusio pulmonum, hematotorakss, atau fraktur costa.
Pada Kasus :
Hasil Primary Survey di TKP :
● Hiperventilasi
Hasil Primary Survey di RS :
● Takipnea
d. Disability
Masalah disability atau kesadaran menurun dapat disebabkan oleh perdarahan intrakranial atau
edem otak. Lucid interval karena epidural haemorrhage harus diwaspadai dan terus dilakukan
re-evaluasi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi masalah disability adalah :
- Memeriksa skala kesadaran antara lain dengan metode AVPU (Alert, Verbal, Pain,
Unresponsive) atau GCS (Glasgow Coma Scale).
- Memeriksa adakah lateralisasi dengan melihat ukuran pupil dan reflek cahaya
Pada Kasus :
Hasil Primary Survey di TKP :
● Penurunan kesadaran
Hasil Primary Survey di RS :
● GCS 8 → (cedera kepala berat)
SUMBER :
1) https://repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/8c1d577f1b14f41f815cb1571
a6b23dc.pdf
DATA KETERANGAN
Dari keterangan polisi, pasien diketahui terjatuh ● Etiologi → Trauma karena terjatuh dari
dari motor, kepala bagian dahi terbentur batu, motor
tidak menggunakan helm, dan ditemukan tidak ● Faktor risiko → pasien tidak
menggunakan helm
sadar pada kira-kira pukul 21.40 WIB.
● Pasien terjatuh dari motor (KLL
tunggal) merupakan penyebab
penurunan kesadaran. Kemungkinan
akibat :
o Airway (Obstruksi saluran
nafas)
o Breathing (hiperventilasi)
o Circulation (perdarahan berat)
Trauma Maksilofasial
Trauma maksilofasial berarti cedera pada wajah atau tulang maksilofasial. Trauma
wajah termasuk luka pada kulit, tulang kepala, hidung dan sinus, rongga mata, atau gigi dan
bagian lain dari mulut. Trauma wajah sering ditandai oleh pembengkakan atau luka (robek di
kulit). Tulang-tulang tersebut antara lain: tulang nasoorbitoetmoid, tulang zigomatikomaksila,
tulang nasal, tulang maksila, tulang mandibular. Trauma maksilofacial adalah trauma yang
mengenai wajah dan jaringan seluruhnya (jar. Lunak dan keras)
● Jar. Lunak : kulit, saraf, glandula parotid, kelopak mata, telinga, mata
● Jar. Keras :
➔ 1/3 atas wajah : os frontalis, region supraorbital, sinus frontalis
➔ 1/3 tengah : os maksila, os zygomaticum, os nasal, os orbita, os vomer
➔ 1/3 bawah : os mandibular, gigi, os alveolaris
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat tiga pola fraktur
maksila, yaitu Le Fort I, II, dan III.
Persiapan Awal
Tahapan untuk mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk proses primary survey dan
resusitasi, dan yang lebih penting lagi adalah alat proteksi diri (sarung tangan, masker, kacamata,
dll) untuk mencegah penularan penyakit yang mungkin dialami oleh penderita trauma yang
nantinya akan ditolong.
Pada Kasus
Airway Dengan Kontrol Servikal
● Dilakukan suction terlebih dahulu karena terdengar suara gurgling (tidak menggunakan soft tip
karena khawatir terdapat fraktur basis cranii, sehingga biasanya digunakan rigid tip karena
manipulasi alat lebih mudah dan penghisapan lebih efisien)
● Lalu lakukan jaw thrust (head tilt, chin lift tidak dilakukan karena khawatir terdapat fraktur
servikal) agar lidah tidak jatuh menghalangi jalan nafas
Secondary Survey
Setelah dilakukkan primary survey, lalu di evaluasi kembali dengan :
● Anamnesis
● Mekanisme trauma
● Riw. AMPLE (Alergi, Medikasi, Past Illnes, Last Meal, Event)
● Pem. Fisik head to toe
● Pem. Penunjang
● Reevaluasi
● Terapi definitif/rujukan jika pasien sudah stabil (Rujuk ke dr.SpBS)
5. Jelaskan pengertian, pembagian, penyebab, serta tanda dan gejala obstruksi airway! Apakah
pada kasus ini ada obstruksi airway? Jelaskan!
Jawaban :
❖ Pengertian
Obstruksi jalan napas akut terjadi ketika ada penyumbatan sirkulasi udara di jalan napas, baik
secara parsial atau total yang dapat mencegah udara mencapai paru-paru.
Bila pasien dalam kondisi sadar dan dapat menjawab pertanyaan secara dekuat dapat
disimpulkan bahwa jalan napas baik, pernapasan baik dan perfusi darah ke otak baik. Gangguan
dalam menjawab pertanyaan menunjukkan adanya gangguan kesadaran, gangguan jalan napas
dan gangguan kesadaran
SUMBER :
1) PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat) 2019 hal 3-6
2) Healthline - Airway Obstruction
3) NCBI Bookshelf - Airway Obstruction
4) Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher 2015 hal 169
6. Berdasarkan skenario kasus diketahui bahwa pasien ini mengalami takipneu, analisislah
kemungkinan penyebab dan patofisologi terjadinya takipneu pada pasien ini!
Jawaban :
SUMBER :
7. Berdasarkan skenario diketahui bahwa di tempat kecelakaan pasien telah dipasang 1 jalur IV
line, apakah tindakan tersebut sudah tepat? Kemukakan hasil analisis anda!
Jawaban :
● Tindakan tersebut belum tepat, karena pada kasus ini merupakan kasus trauma maksilofacial
dengan cedera kepala berat sehingga sebaiknya pasien dilakukan pemasangan 2 jalur IV line
untuk memberikan caira, darah, atau plasma dan perlu dilakukan resusitasi cairan adekuat agar
tidak terjadi shock.
● Pada kasus, penatalaksanaan awal (primary survey) perlu dipasang IV line 2 jalur di area yang
tidak terdapat luka atau trauma menggunakan jarum berdiameter besar 14-16G yang bisa masuk
ke pembuluh darah pasien guna pemberian cairan. Hal tersebut didasarkan dari ATLS yang
menyatakan bahwa pasien trauma yang dilakukan primary survey pada tindakan resusitasi
circulation harus dipasang 2 jalur IV line dengan pemberian kristaloid hangat (dihangatkan
hingga suhu 37-40 deajat C).
● pemasangan 2 jalur IV line dilakukan untuk jalur masuk cairan kristaloid hangat yang berguna
mencegah syok dan sebagai jalur persiapan jika tiba-tiba pasien mengalami syok akibat
perdarahannya dan membutuhkan transfusi darah.
SUMBER : Advance Trauma Life Support (ATLS) 10th Edition Page 7-10
8. Analisislah hasil pemeriksaan GCS pasien dalam kasus ini, kemudian jelaskan kemungkinan
etiologi dan patofisiologi terjadinya penurunan GCS pasien tersebut!
Jawaban :
Hasil Pemeriksaan GCS
Etiologi
Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang bagian otak secara fokal
maupun seluruh otak secara difus. Penyebab koma secara umum diklasifikasikan dalam intrakranial
dan ekstrakranial. Selain itu juga dapat disebabkan oleh penyebab traumatik dan non traumatik.
● Traumatik → kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, dan jatuh.
● Non traumatik → gangguan metabolik, intoksikasi obat, hipoksia global, iskemia global, stroke
iskemik, perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, tumor otak, kondisi inflamasi,
infeksi SSP (meningitis, ensefalitis, dan abses serta gangguan psikogenik).
Patofisiologi
Ada tiga kemungkinan Kesadaran Terganggu, yaitu Disfungsi menyeluruh pada hemisfer otak,
abnormalitas dari ARAS, Disfungsi CNS secara umum.
Terdapat dua struktur anatomi yang mempengaruhi derajat kesadaran, yaitu kedua hemisfer otak dan
brainstem reticular activating system [RAS). Ada dua lintasan yang digunakan untuk menyampaikan
impuls aferen ke korteks serebri, yaitu:
1. Lintasan sensorik spesifik, menghantarkan impuls dari reseptor ke satu titik di korteks sensorik
primer. Lintasan ini melalui traktus spinotalamikus, lemniskus medialis, lemniskus lateralis,
atau radiasio optika.
2. Lintasan sensorik nonspesifik, terdiri atas serabut-serabut yang ada pada formasio retikularis.
Serabut-serabut ini memanjang di sepanjang batang otak. Formasio retikularis menerima
serabut aferen, lalu memproyeksikan serabut eferen dari dan ke korda spinalis, nukleus saraf
kranial, serebelum, dan hemisfer serebri. Beberapa nukleus yang ada di formasio retikularis;
khususnya yang ada di midbrain, diproyeksikan ke pusat yang lebih tinggi (kedua hemisfer
otak) dan menerima input kolateral dari berbagai serabut asending (seperti traktus
spinotalamikus, traktus spinalis nervus trigeminal, traktus solitarius, dan serabut dari nukleus
vestibular serta koklear). Berdasarkan beberapa studi diketahui bahwa sistem ini memiliki
peran mengatur derajat kesadaran pada manusia dan menjaga siklus tidur-bangun [sleep-wake
cycle]. Selanjutnya sistem tersebut dikenal dengan nama ascending reticular activa-ting system
(ARAS)
9. Sebagai dokter umum, apakah anda perlu melakukan rujukan untuk pasien ini? Jelaskan
alasan anda!
Jawaban :
Ya, perlu dilakukan rujukan
Mekanisme Rujukan
● Dirujuk setelah dilakukan tindakan Live Saving sampai kondisi stabil
● Lakukan koordinasi sebelum transport
○ Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap untuk menerima pasien
tersebut serta membuat rencana terapi
○ Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar dokter dan perawat
juga harus terjalin mengenai situasi medis pasien
○ Lampirkan status penderita baik Anamnesis, Tanda vital, lokasi perlukaan, pemeriksaan
tambahan dan tindakan yang telah dilakukan
● Persyaratan transportasi kondisi penderita stabil (dapat baik/buruk), didampingi oleh petugas
medis/paramedis. Untuk pasien yang yang memerlukan asuhan medis yang terus menerus harus
dirujuk dengan ambulans dan didampingi 2 profesional yang berkompeten. Salah satu
profesional adalah perawat yang bertugas, dengan pengalaman CPR atau khusus terlatih pada
transport pasien kondisi kritis. Profesional kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter
harus menemanipasien dengan instabilitas fisiologik dan pasien yang membutuhkan urgent
action
● Peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang pasien
SUMBER :
1) Buku Pelaksanaan Teknik Memindahkan Pasien Trauma FK Udayana Halaman 11-13
10. Jelaskan aspek medikolegal dan aspek bioetik humaniora serta profesionalisme pada kasus
ini!
Jawaban :
Medikolegal :
UU RI No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas
● Pasal 227 :
Dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia
wajib melakukan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara:
a.mendatangi tempat kejadian dengan segera;
b.menolong korban;
c.melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;
d.mengolah tempat kejadian perkara;
e.mengatur kelancaran arus Lalu Lintas;
f. mengamankan barang bukti; dan
g.melakukan penyidikan perkara.
● Pasal 231
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas, wajib:
a. menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;
b. memberikan pertolongan kepada korban;
c. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan
d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
● Pasal 241
Setiap korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak memperoleh pengutamaan pertolongan
pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 108 KUHAP 🡪 Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi
korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau
KDM :
Beneficence
Dokter melaksanakan kewajiban menolong pasien gawat darurat, pada kasus ini merupakan
gawat darurat sehingga dokter harus memberikan pertolongan pertama yang sesuai, melakukan
initial assessment terhadap pasien gawat darurat
Non- Maleficence
Dokter harus menolong pasien emergensi dan menangani secara proporsional tanpa
membahayakan pasien karena kelalaian sehingga pasien gawat darurat dapat pulih dari cederanya
Autonomy
Dokter melakukan informed consent, pada kasus ini pasien mengalami penurunan kesadaran
GCS 8 = somnolen. Sehingga informed consent dapat diwakilkan kepada orang yang
mengantarnya
Justice
Dokter dapat menghargai hak pasien untuk sehat,dan hak hukum pasien pada kasus tersebut
Prima Facie : Non-maleficence 🡪 menolong pasien emergensi, menangani secara proporsional pada
pasien gawat darurat, dan tidak melalaikan pasien.
Daftar Pustaka.
1. Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Brown A. In: Little M, Editor. Textbook of Adult emergency
medicine. 4th Ed. Churchill Livingstone. 2014
2. Nguyen HB, Huang DT, Pinsky MR. Hemodynamic monitoring. In: Tintinallis JE, Stapczynski
JS, Ma OJ, Yealy DM, Meckler GD, Cline DM, Editor. Tintinalli’s emergency medicine: A
comprehensive study guide. 8Ed. Mc Graw Hill. 2015