Anda di halaman 1dari 3

Sharing Bersama ODHA

Oleh Cut Saskia Raihanisa, 2006598465, Mahasiswa Reguler Fakultas Ilmu


Keperawatan 2020, Mata Kuliah Asuhan Keperawatan HIV/ AIDS.

Pada tanggal 13 Mei 2022 di Mata Kuliah Asuhan Keperawatan HIV/ AIDS, mahasiswa
mendapatkan kesempatan untuk diskusi bersama Orang dengan HIV/ AIDS (ODHA).
Narasumber dengan ODHA tersebut bernama Chandra Adi yang lahir pada tahun 1983 di
Jakarta Selatan. Kak Chandra tumbuh dalam keluarga yang religius dan sedari kecil sudah
diajarkan untuk membaca serta mengkhatamkan Al-Qur’an. Namun, menginjak bangku
Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 3, Kak Chandra mulai mengenal narkoba. Setelah
mengenal narkoba, Kak Chandra juga mulai meminum alkohol dan berjenjang ke
menggunakan THC serta heroin. Saat bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) pun Kak
Chandra menggunakan amfetamin dan memiliki gangguan adiksi dan kemudian hal ini terus
berlanjut hingga dibangku perkuliahan dan dewasa di mana ia mengkonsumsi drug, melakukan
sex, dan bahkan melakukan tindakan kriminal hingga dipenjara selama 10 bulan.

Gaya hidup yang dilakukannya dari remaja hingga dewasa membuatnya merasakan
konsekuensi dari perilaku tersebut. Kak Chandra mengalami overdosis yang ketiga kalinya
pada tahun 2005 di bulan Agustus. Setelah mengalami overdosis, ia pun mengalami paralyzed,
lumpuh pada bagian ekstremitas bawah. Akhirnya, Kak Chandra pun dibawa ke rumah sakit
dan disarankan dokter untuk menjalankan tes anti-HIV dan hasil tes menunjukkan positif.
Dokter mendiagnosis bahwa Kak Chandra mengalami HIV dan sudah termasuk AIDS. Kak
Chandra juga didiagnosa memiliki Hepatitis C, thypoid, dan TBC. Umumnya, ketika pra test
HIV, individu akan mendapatkan konseling terlebih atau yang disebut VCT. Namun, pada saat
itu Kak Chandra tidak mendapatkan konseling tersebut tetapi ia mendapatkan edukasi yang
cukup mengenai HIV dari LSM yang ada pada masyarakat saat itu. Setelah dinyatakan positif
HIV, Kak Chandra pun dirujuk ke salah satu rumah sakit pemerintah untuk ditangani dan saat
ini lah dimulai terapi untuk HIV dan penyakit lain yang dialaminya (ARV, OAT, Antibiotik,
suplemen, dll).

Pada saat sesi sharing, Kak Chandra juga berpendapat bahwa pengobatan HIV pada saat itu
belum berkembang seperti sekarang. Hal ini karena pengalaman terapi ARV dan OAT yang
dijalani oleh Kak Chandra dilakukan bersamaan. Padahal reaksi alergi kedua obat tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan yang mana sekarang diketahui bahwa seharusnya terapi ARV
dan OAT dilakukan bergantian. Akhirnya Kak Chandra mengalami alergi dan karena ia
mengkonsumsi sekitar 20 – 25 obat, ia pun tidak tahu obat mana yang menimbulkan alergi
tersebut. Akhirnya, ia mencari tahu sendiri dan menemukan bahwa ia alergi pada obat neviral.
Kak Chandra pun berinisiatif untuk memberi tahu dokter bahwa ia alergi terhadap salah satu
obat tersebut, tetapi dokter tetap memaksa untuk meminum obatnya yang mana membuat alergi
yang dialami Kak Chandra menjadi parah dan membuatnya ia dirawat karena alerginya telah
mencapai tahap Syndrome Stevens Johnson. Kejadian – kejadian tersebut membuat Kak
Chandra merasa kurang puas dan kecewa dengan pelayanan kesehatan yang diberikan.

Pelayanan kesehatan yang kurang komprehensif tersebut menyebabkan psikologis Kak


Chandra terganggu dan muncul gejala – gejala depresi. Kak Chandra kerap mengalami ansietas
ketika menghadapi tenaga kesehatan. Akhirnya, Kak Chandra memutuskan untuk melakukan
perawatan di rumah karena lingkungan rumah sakit yang tidak mendukung kondisi
psikologisnya saat itu. Setelah melewati fase – fase depresi di mana Kak Chandra telah berpikir
bahwa hidupnya sebentar lagi, ia pun pindah berobat ke Rumah Sakit Dharmais dan mulai
menerima kondisinya. Di rumah sakit ini, Kak Chandra bertemu dokter yang meskipun tidak
komunikatif, namun obat yang diberikan jauh lebih efektif untuk kondisinya dan kondisinya
pun perlahan – lahan membaik dan bugar kembali. Namun di saat kondisinya telah membaik,
ia berhadapan kembali dengan adiksinya (kecanduan terhadap obat) dan akhirnya memutuskan
untuk menjalankan rehabilitasi pada tanggal 30 April 2006. Kak Chandra menjalankan
rehabilitasi selama 15 bulan dan selama itu ia belajar bagaimana memahami dirinya sendiri.

Dari masa lalunya, Kak Chandra belajar banyak hal, termotivasi, dan akhirnya mengambil
pendidikan untuk menjadi konselor serta bekerja menjadi konselor. Ia pun melamar pekerjaan
dan diterima di RSKU, rumah sakit di bandung, dan BNN dan memutuskan untuk mengambil
pekerjaan di RSKU. Selama bekerja, ia merasakan stigma yang cukup negatif dari tenaga
kesehatan di sana. Stigma negatif tersebut juga dirasakan oleh ODHA yang berada di RSKU.
Berdasarkan kejadian tersebut, Kak Chandra berpesan kepada mahasiswa untuk jadi lah
seorang perawat yang simpati, perawat yang dapat memberikan dukungan kepada pasien
bagaimana pun kondisi pasien tanpa memandang negatif pasien.

Perjalanan Kak Chandra untuk menjadi konselor dimulai dari ia yang mengidap HIV/ AIDS
dan penyakit lainnya yang membuatnya berpikir akan cepat mati saat itu. Ia pun termotivasi
untuk menjadi konselor untuk dapat membantu ODHA lainnya. Dari perjalanannya tersebut
akhirnya ia mulai berani untuk memulai hubungan dengan Wanita dan menikah pada tanggal
11 November 2011. Dari pengalaman Kak Chandra, kita dapat mengambil hal – hal yang baik
seperti untuk tidak menyerah dengan keadaan. Ketika kita berusaha untuk berubah menjadi
pribadi yang lebih baik, akan banyak kesempatan baik yang datang.

Anda mungkin juga menyukai