BAB II
LANDASAN TEORI
5
6
Stevia adalah tumbuhan perdu asli dari Paraguay. Cocok pada tanah berpasir
dengan tinggi tanaman maksimal 80 cm. Daunnya mempunyai rasa lezat dan
menyegarkan. Gula stevia telah di komersilkan di Jepang, Korea, RRC, Amerika
Selatan untuk bahan pemanis bagi penderita diabetes dan kegemukan. Stevia yang
pernah ditanam di Indonesia berasal dari Jepang, Korea dan China. Bahan tanaman
tersebut berasal dari biji sehingga pertumbuhan tanaman stevia di lapang sangat
beragam. Pada tahun 1977 tanaman stevia dikenalkan pertama kali di Indonesia, dan
dicoba pembudidayaannya dibeberapa daerah seperti Sukabumi, Garut,
Tawangmangu, dan Bengkulu dengan ketinggian sekitar 1000 m dari permukaan laut.
lebih manis dari sukrosa pada konsentrasi 10% (Kinghorn, 1985). Hasil uji
organoleptik menunjukkan dalam setiap 0.1 g pemanis stevia setara dengan 20 g
sukrosa (gula putih) pada minuman teh tanpa mengurangi rasa kesukaan, sedangkan
pada minuman ringan yang mengandung essence jeruk dan juga frambosen untuk
penggunaan 2 g pemanis stevia setara dengan 4 g gula putih.
OH
HO
OH
HO
OH
O
OH
O
O
OH
OH CH3 CH2
HO
O
CH3
HO O O
OH
Kandungan senyawa yang ada dalam daun stevia merupakan campuran dari
diterpen, triterpen, tannin, stigmasterol, minyak yang mudah menguap, dan delapan
senyawa manis diterpen glikosida (Crammer, 1986). Delapan senyawa glikosida
diterpen yang member rasa manis yaitu steviosida, steviolbiosida, rebaudiosida A-E,
dan dulkosida A. Kandungan steviosida dalam daun stevia adalah yang paling tinggi
tingkat kemanisannya, namun bila digunakan sendiri sebagai gula murni untuk bahan
pemanis makanan dan minuman dalam dosis yang cukup banyak, maka akan
memberikan rasa manis yang kurang mengena pada lidah. Hal ini disebabkan
steviosida masih memiliki rasa getir dan pahit. Rasa getir dan pahit tidak didapat pada
senyawa lainnya. Apabila rebaudiosida A, D dan E digabungkan maka campuran
yang dihasilkan akan memiliki tingkat kemanisan yang setara dengan steviosida
8
(Lutony, 1993). Rasa getir dan pahit dapat mengganggu tingkat kemanisan gula
stevia karena dapat menurunkan tingkat kemanisan gula stevia.
Rasa pahit dalam daun stevia disebabkan oleh kandungan tannin dalam daun
stevia. Tannin merupakan senyawa yang memiliki gugus fungsi fenol, memiliki rasa
pahit dan mempunyai kemampuan menyamakan kulit. Senyawa ini dapat membentuk
kopolimer yang tidak larut dalam air bila bereaksi dengan protein (Harborne, 1987).
Beberapa ilmuan telah meneliti kegunaan senyawa tanin sebagai senyawa yang
melindungi tanaman dari hewan herbivore serta memiliki peran dalam jaringan
pertumbuhan, sedangkan bagi manusia, tannin memiliki khasiat farmakologi sebagai
gastroprotektif dan antiulcerogenik (De, Padua, 1999; Ramirez &Roa, 2003)
(Jayaraman et al., 2008).
Etanol dapat dipilih sebagai pelarut karena bersifat tidak toksik dan titik
didihnya rendah lebih rendah dari titik didih air. Sehingga membutuhkan waktu
ekstraksi yang lebih cepat. Selain itu, etanol termasuk jenis pelarut dengan
kemampuan ekstraksi yang baik untuk hampir semua senyawa kimia yang
mempunyai berat molekul kecil seperti golongan metabolit sekunder (Samuelsson,
1999).
Menurut Kumar (2000) pengembangan proses ekstraksi dan penjernihan ekstrak
daun stevia dengan mengurangi penggunaan pelarut organik. Air dan etanol efektif
untuk mengekstraksi glikosida dengan pH dan suhu tertentu.
Pengambilan senyawa organik metabolit sekunder yang terdapat pada bahan
alam padat yang lebih umum menggunakan metode sokletasi. Pada prinsipnya
metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat
melarutkan senyawa organik yang terdapat dalam bahan alam tersebut. Metode
sokletasi mempunyai keunggulan dari metode lain, karena melalui metode
10
penyaringan dilakukan beberapa kali dan pelarut yang digunakan tidak habis
(didinginkan melalui pendingin) dan dapat digunakan lagi setalah hasil isolasi
dipisahkan (Distantina et al., 2002).
2.1.4 Analisa Fitokimia
Analisa fitokimia adalah pengujian kandungan kimia secara kualitatif untuk
mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan. Uji fitokimia
diarahkan pada senyawa – senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid,
glikosida, terpen, kuinon, tannin dan saponin (Harborne, 1987).
2.1.4.1 Alkaloid
Alkaloid adalah basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam gabungan berbentuk siklik. Alkaloid biasanya terasa pahit, berbentuk
padatan, tetapi ada juga yang cair. Alkaloid larut dalam air dan ada yang tidak larut
dalam pelarut organik. Alkaloid dapat diperoleh dengan cara mengekstraki bahan
memakai air yang diasamkan untuk melarutkan alkaloidsebagai garam. Alkaloid
dapat dideteksi dengan cara pengendapan menggunakan pereaksi Mayer, Dragendrof,
dan Wagner (Harborne, 1987).
Alkaloid sering digunakan oleh manusia untuk pengobatan, seperti kinin
sebagai antimalaria, dan lobelin untuk asma. Selain itu juga telah ditemukan bahwa
alkaloid radikamin memiliki efek sebagai antihiperglikemik (Sirait, 2007).
Alkaloid dari tanaman kebanyakan merupakan senyawa amina tersier dan
yang lainnya terdiri dari nitrogen primer, sekunder, dan quartener (Sirait,
2007).Berdasarkan asam amino penyusunnya, alkaloid asiklis yang berasal dari asam
amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis fenilanin berasal dari fenilalanin,
tirosin dan 3,4-dihidrosifenilalanin. Alkaloid indol yang berasal dari trifon.
Metode klasifikasi alkaloid yang paling banyak digunakan adalah berdasarkan
struktur nitrogen yang dikandungnya (Krygowski et al., 2005; Sherman, 2004), yaitu:
1. Alkaloid heterosiklis, merupakan alkaloid yang atom nitrogennya berada dalam
cincin heterosiklis. Alkaloid ini dibagi menjadi alkaloid pirolidin, alkaloid indol,
alkaloid piperidin, alkaloid piridin, alkaloid tropan, alkaloid histamine, imidazole,
11
O OH
CH3
CH3 OH
N
N OH
N
O N
OH
CH3 O
a b
O
OH
H
NH2
I I
OH O I
c
Gambar 2.3. Struktur senyawa Alkaloid (a) Kafein (b) Tiroksin (c) Triptofan
2.1.4.2 Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6. Flavonoid umumnya
terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Fungsi flavonoid untuk tanaman berperan
sebagai zat warna, dan untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan.
Sedangkan pada manusia telah dimanfaatkan sebagai antibakteri contohnya naringin,
dan sebagai antihiperglikemik contohnya apigenin dan aminoguanidin (Sirait, 2007)
antosianidin, dan kalkon (Robinson, 1995). Struktur Flavanoid dapat dilihat pada
Gambar 2.4.
12
Cardenolin dan Bufadienol adalah steroid yang mengandung deoksi gula dan
cincincin lakton yang tak jenuh, yang bekerja pada jantung dan otot dari
hati.Glikosida steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa steroid. Glikosida
steroid disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya kerja kuat dan spesifik
terhadap otot jantung (Robinson, 1991).
Secara kimiawi bentuk struktur glikosida jantung sangat mirip dengan asam
empedu yaitu bagian gula yang menempel pada posisi tiga dari inti steroid dan bagian
aglikonnya berupa steroid yang terdiri dari dua tipe yaitu tipe kardinolida dan tipe
bufadienolida.
Tipe kardenolida merupakan steroid yang mengandung atom C-23 dengan
rantai samping terdiri dari lingkaran lakton 5-anggota yang tidak jenuh dan alfa-beta
menempel pada atom C nomor 17 bentuk beta.Sementara tipe bufadienolida berupa
homolog dari kardenolida dengan atom C-24 dan memepunyai rantai samping
13
lingkaran keton 6-anggota tidak jenuh ganda yang menempel pada atom C nomor
17.Struktur Kardenolin dan Bufadienol dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan 2.6.
O O O
O
OH OH
2.1.4.4 Tanin
Tannin adalah senyawa yang memiliki gugus fenol, memiliki rasa sepat dan
mempunyai kemampuan menyamak kulit. Senyawa ini dapat membentuk kopolimer
yang tidak larut dalam air bila bereksi dengan protein (Harborne, 1987).
Manfaat tannin bagi tanaman yaitu sebagai senyawa yang melindungi tanaman
dari hewan herbivora serta memiliki peran dalam jaringan pertumbuhan, sedangkan
bagi manusia, tannin memiliki khasiat farmakologi sebagai gastroprotektif dan
antiulserogenik (De, Padua, 1999; Ramires & Roa, 2003). Senyawa tanin mempunyai
sifat-sifat umum sebagai berikut :
a. Sifat fisika
Sifat fisika dari tanin (Hagerman, 2002) adalah sebagai berikut :
i. Jika dilarutkan ke dalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan
sepat.
ii. Jika dicampur dengan alkaloid dan gelatin akan terjadi endapan
iii.Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut
sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
b. Sifat kimia
Sifat kimia dari tanin (Hagerman, 2002) adalah sebagai berikut :
14
OH
O
OH
OH
Senyawa tanin dibedakan menjadi dua, yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi.
15
a. Tanin terhidrolisis
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk
jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan
asam sulfat atau asam klorida (Hagerman, 2002). Salah satu contoh jenis tanin
terhidrolisis adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari
karbohidrat dan asam galat.
Selain membentuk galotanin, dua asam galat akan membentuk tanin
terhidrolisis yang disebut elagitanin. Elagitanin sederhana disebut juga ester asam
hexahydroxydiphenic (HHDP) (Hagerman, 2002). Senyawa ini dapat terpecah
menjadi asam galat jika dilarutkan dalam air.
b. Tanin terkondensasi
Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis. Tanin jenis ini
kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain
dari tanin ini adalah proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari
flavonoid, salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini
merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin.
Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis
flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol (Hagerman, 2002). Tanin
terkondensasi banyak terdapat dalam paku-pakuan, gymnospermae, dan tersebar
luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu (Robinson,
1991).
2.1.4.5 Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat menimbulkan busa
jika dikocok dengan air, dan pada konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan
hemolisis sel darah merah pada tikus. Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan
mengocok ekstrak bersama air didalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang
dapat bertahan lama. Setelah penambahan HCl 2 N busa tidak hilang (Harborne,
16
1987). Manfaat saponin bagi manusia salah satunya adalah diosgenin sebagai
antikanker (De, Padua, 1999).
Saponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia menjadi dua yaitu saponin
steroid dan saponin triterpenoid.
1. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat.
Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai
sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan
penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah
koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada
proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa
steroid yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga
sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek
kuat terhadap jantung. Struktur dalam steroid dapat dilihat pada Gambar 2.8.
CH3
CH3
CH3
O
CH3
CH3 O
H3C
CH3 CH3
ch3
Glikon
O
CH3
O
Glikon
CH
CH
CH3 3 CH3 3
OH OH
CH3
CH3
CH3 CH3
2.1.4.6 Glikosida
Glikosida adalah suatu senyawa yang bila dihidrolisa akan terurai menjadi glikon
dan aglikon, atau genin. Glikosida dapat dibedakan menjadi α-glikosida dan β-
glikosid . Pada tumbuhan, glikosida biasanya terdapat dalam β. Umumnya
glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral dan enzim. Hidrolisis menggunakan
asam membutuhkan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak membutuhkan
panas, dan biasanya terjadi pada tanaman selama proses perkecambahan, luka, serta
aktivitas fisiologis sel. Kegunaan glikosida bagi tanaman diantaranya untuk cadangan
gula sementara, sedangkan pada manusia biasanya digunakan untuk obat jantung dan
precursor hormone steroid (Sirait, 2007; Fernandez et al., 2005).
18
Kinetika kimia membahas tentang kecepatan (laju) reaksi dan bagaimana proses
reaksi berlangsung. Laju reaksi merupakan suatu perubahan konsentrasi pereaksi
maupun produk dalam suatu waktu (Keenan, 1984). Orde reaksi merupakan bagian
dari persamaan laju reaksi. Orde reaksi terhadap suatu komponen menurut merupakan
pangkat dari konsentrasi komponen itu dalam persamaan laju reaksi (Atkins, 1999).
Kinetika adsorpsi menyatakan kecepatan proses penyerapan adsorbat oleh adsorben
yang dinyatakan dalam fungsi konsentrasi terhadap waktu. Pendekatan model empiris
yang digunakan untuk menentukan model kinetika adsorpsi yaitu model pseudo order
satu (pseudo first order) dan pseudo order dua (pseudo second order) (Ho dan
McKay, 1997).
21
atau,
Nilai konstanta laju reaksi adsorpsi orde satu (kf) ditentukan dari plot ln (qe – qt)
terhadap t pada persamaan (2) (Atkins, 1999).
Dimana ks adalah konstanta laju reaksi pseudo-orde kedua (g/mg min). Integrasi
persamaan tersebut dengan batas qt = 0 pada t = 0 dan qt = qt pada t = t akan
menghasilkan persamaan berikut :
= + (4)
Nilai qe diperoleh dari slope pada alur t/qt versus t, dan ks diperoleh dari intersepnya.
qe bisa diperoleh dari slope garis tersebut, ks bisa dihitung dari nilai ks (Ho et al.,
1999). Dimana qe : konsentrasi saat setimbang (mg/g), qt : konsentrasi zat teradsorpsi
pada waktu t (mg/g), t : waktu kontak (jam), kf : konstanta pseudo orde satu, dan ks :
konstanta pseudo orde dua.
22
= + (5)
Keterangan :
Dengan membuat kurva 1/Q terhadap 1/C maka harga Qmax dan k dapat
dihitung dari slope dan intercept.
standar adsorpsi (Oscik, 1982). Persamaan energy adsorpsi dapat ditulis seperti
persamaan 6.
ΔG = ΔGo + R T ln K (7)
Energy adsorpsi dapat dihitung dari harga K yang diperoleh dari persamaan
linier isoterm Langmuir.
Q = bC1/n (8)
Keterangan :
n : konstanta
Dimana,
X=
Keterangan :
2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran dan sejalan dengan rumusan masalah, maka
dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
a. Identifikasi fitokimia dari ekstrak stevia diperkirakan dalam ekstrak stevia
terkandung senyawa tannin, alkaloid, glikosida, flavonoid, saponin, kardenolin
dan bufadienol.
b. Efektifitas arang aktif dalam memisahkan senyawa tannin dipengaruhi oleh
lamanya waktu kontak. Semakin lama waktu kontak arang aktif maka
dimungkinkan tannin yang terabsorbsi semakin banyak.
c. Kinetika adsorpsi senyawa tannin menggunakan arang aktif akan sesuai dengan
pseudo orde satu atau pseudo orde dua.
27