Anda di halaman 1dari 11

Lex Crimen Vol.I/No.

3/Jul-Sep/2012

TINDAK PIDANA PENGGELAPAN PREMI nilai ganti kerugian sesungguhnya. Dalam


ASURANSI SERTA PENEGAKAN hal ini misalnya kematian, kecelakaan,
HUKUMNYA hubungan kekeluargaan dan lain-lain.
Oleh: Ernest Runtukahu, SH.MH1 Dalam hal ini juga dapat diatasi melalui
lembaga asuransi, sehingga orang atau
ABSTRAK keluarga tersebut dapat memenuhi
Asuransi selaku lembaga keuangan bukan kebutuhannya seperti sedia kala. Dalam
bank, mempunyai peranan cukup besar asuransi jiwa selain bersifat pengalihan
sekali baik bagi masyarakat maupun bagi risiko juga bersifat menabung. Hal ini
pembangunan. Namun perkembangan karena apabila kematian lebih lama dan
aktivitas ekonomi tanpa keadilan hukum yang ditentukan dalam penutupan asuransi
yang memadai, mendorong tampilnya berarti penanggung akan memberikan
berbagai bentuk tindak pidana/kejahatan sejumlah uang sebagaimana sudah
yang dilakukan oleh korporasi, termasuk ditetapkan sebelumnya. Tabungan inilah
dalam kejahatan atau tindak pidana di yang dapat disalurkan dalam turut
bidang usaha perasuransian seperti tindak membiayai, pembangunan nasional, di
pidana penggelapan premi asuransi. samping sangat bermanfaat bagi
Kata kunci: premi asuransi, tindak pidana kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri.
Seperti dikemukakan oleh bendaharawan
I. PENDAHULUAN keuangan Inggris yang menerangkan:
A. Latar Belakang Masalah “Menabung adalah salah satu alat
Sebagai akibat pesatnya perkembangan pencegah yang paling baik terhadap
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka inflasi, dan pertanggungan jiwa dalam
semakin banyak pula kemajuan yang di- hal ini telah membuktikan jasanya yang
capai oleh bangsa Indonesia. Kemajuan tak ternilai. Pertanggungan itu tidak
tersebut antara lain berdirinya gedung- hanya menciptakan suatu cara
gedung yang megah, industri pesawat ter- menabung yang teratur, tetapi selain
bang, peningkatan dunia usaha perbankan, daripada itu, yang artinya lebih penting
asuransi dan lain-lain. Akan tetapi lagi uang yang ditanam dalam per-
selain segi positif dan adanya tanggungan jiwa, tidak mudah diambil
perkembangan tersebut, juga banyak segi kembali. Dengan keuntungan ini bagi
negatif yang tidak jarang menimbulkan bangsa, maka jasa-jasa yang semata-
kerugian yang cukup besar. Kerugian itu mata diberikan oleh pertanggungan jiwa
antara lain terbakarnya gedung-gedung, kepada individu, dapat berjalan
2
jatuhnya pesawat terbang, hilangnya dana bergandengan.”
deposan dan lain-lain. Dengan adanya Jadi melalui premi asuransi dapat
risiko-risiko kerugian tersebut, maka disalurkan lagi kepada sektor-sektor yang
melalui lembaga asuransi dapat dialihkan produktif. Hal ini dapat terjadi misalnya
untuk mengatasinya yaitu dengan dana yang diperoleh dari premi itu dalam
memberikan ganti kerugian apabila risiko beberapa lama di dalam perusahaan dapat
itu benar-benar terjadi. dipergunakan oleh perusahaan tersebut
Di samping risiko-risiko kerugian yang untuk membiayai suatu usaha yang
dihadapi baik oleh masyarakat maupun mendatangkan keuntungan baginya. Di
pemerintah seperti di atas, juga ada risiko- samping itu juga dapat membantu
risiko yang tidak sepenuhnya mempunyai
2
H. van Barneveld, Pengetahuan Umum
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sam Asuransi, terjemahan Noehar Moerasad, (Jakarta:
Ratulangi, Manado. Bharata, 1980), hal. 12.

89
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

masyarakat dalam meningkatkan usaha- seluruh anggota masyarakat atau seba-


usaha dengan memberikan modal atau gian anggota masyarakat.
kredit untuk jangka pendek atau jangka c. Penentuan penggantian kerugian diatur
panjang. Usaha-usaha ini semuanya sudah oleh pemerintah dengan peraturan.
jelas membantu pembangunan ekonomi d. Tujuannya adalah untuk memberikan
negara kita yang kemudian dapat suatu jaminan sosial (Social Security),
menikmati hasilnya oleh anggota bukan untuk mencari keuntungan.
masyarakat Jadi semua premi yang Melaksanakan apa yang menjadi
terkumpul itu dapat dipakai sebagai usaha tujuannya ini adalah merupakan
investasi di dalam proyek-proyek ekonomi. kewajiban bagi pemerintah.3
Dengan demikian asuransi juga dapat Akan tetapi walaupun dana dari
dikatakan sebagai alat pembangunan. asuransi itu pentingnya bagi pembangunan,
Pemerintah telah mengeluarkan paket di samping asuransi itu sendiri dapat
deregulasi di bidang asuransi untuk menjadi upaya dalam mengatasi risiko
memberikan peluang-peluang dalam masyarakat, masih banyak hambatan-
meningkatkan usahanya. Peluang-peluang hambatan yang sedikitnya mengurangi
itu antara lain pendirian perusahaan perkembangannya.
asuransi baru, usaha asuransi campuran, Hambatan-hambatan itu antara lain
pemasaran polis-polis asuransi sesuai tingkat perekonomian dan pendapatan dari
dengan kebutuhan, pembukaan kantor- masyarakat kita yang masih rendah.
kantor cabang baru sampai ke daerah- Bagaimana orang dapat membayar premi
daerah. apabila penghasilannya hanya cukup untuk
Mengingat pentingnya upaya membiayai kebutuhan pokoknya saja.
pemupukan dan pengerahan dana Selanjutnya mengenai kesadaran
masyarakat lewat asuransi serta dalam berasuransi di Indonesia kini masih
rangka upaya pemerintah untuk menunjukkan prosentase kenaikan yang
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, rendah dan bahkan tidak stabil. Lain halnya
maka pemerintah sendiri semakin banyak dengan di negara-negara maju.
turut serta dalam usaha asuransi ini. Usaha Di samping adanya kecenderungan
asuransi yang diselenggarakan oleh peme- bahwa tingkat pendapatan masyarakat dan
rintah tersebut, pada umumnya lebih rendahnya kesadaran berasuransi dapat
bersifat jaminan sosial dan wajib. Hal ini menghambat pertumbuhan dan
karena mengingat Indonesia sebagai negara perkembangan dunia usaha asuransi, juga
yang salah satu tujuannya mencapai masalah kejujuran dari penanggung sendiri
masyarakat yang sejahtera. Sehingga turut akan sangat mempengaruhi masyarakat
campurnya dalam rangka meningkatkan, untuk berasuransi. Hal ini karena orang
juga mencapai kesejahteraan masyarakat tidak akan percaya atau segan untuk
itu merupakan salah satu tugasnya. menutup asuransi apabila, misalnya
Menurut Emmy Pangaribuan penanggung mempersulit klaim, pelayanan
Simanjuntak asuransi sosial mempunyai penanggung yang kurang memuaskan
ciri-ciri sebagai berikut: Terlepas dari semua masalah-
a. Yang menyelenggarakan pertanggungan masalahnya, asuransi selaku lembaga
itu biasanya adalah pemerintah. Dengan keuangan bukan bank, mempunyai peranan
perkataan lain penanggungnya adalah cukup besar sekali baik bagi masyarakat
pemerintah.
b. Sifatnya hubungan hukum 3
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum
pertanggungan itu adalah wajib bagi Pertanggungan Dan Perkembangannya, Yogyakarta:
Sie. Hukum Dagang FH-UGM, 1980), hal. 17.

90
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

maupun bagi pembangunan. Adapun atau untuk harapan masa depan.4


peranan tersebut berupa manfaatnya yang Perkembangan aktivitas ekonomi tanpa
dapat disimpulkan dari uraian terdahulu keadilan hukum yang memadai,
sebagai berikut: mendorong tampilnya berbagai bentuk
a. Asuransi dapat memberikan rasa tindak pidana/kejahatan yang dilakukan
terjamin atau rasa aman dalam oleh korporasi, termasuk dalam kejahatan
menjalankan usaha. Hal ini karena atau tindak pidana di bidang usaha
Seseorang akan terlepas dari perasuransian seperti tindak pidana
kekhawatiran akan tertimpa penggelapan premi asuransi.
kerugian akibat suatu peristiwa
yang tidak diharapkan, sebab B. Perumusan Masalah
walaupun tertimpa kerugian akan Permasalahan dalam penulisan ini dapat
mendapat ganti rugi dari dirumuskan sebagai berikut :
perusahaan asuransi. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap
b. Asuransi dapat menaikkan tindak pidana penggelapan premi asuransi
efisiensi dan kegiatan perusahaan, ?
sebab dengan memperalihkan
risiko yang lebih besar kepada II. PEMBAHASAN
perusahaan asuransi, perusahaan Tindak pidana penggelapan premi
itu akan mencurahkan perhatian asuransi sebagaimana dirumuskan dalam
dan pikirannya pada peningkatan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Asuransi
usahanya. tidak dapat dilepaskan dari rumusan tindak
c. Asuransi cenderung ke arah pidana penggelapan yang secara umum di
perkiraan penilaian biaya yang atur dalam Pasal 372 KUHP atau dalam
layak. Dengan adanya perkiraan beberapa kasus dapat juga diatur dalam
akan suatu risiko yang jumahnya Pasal 378 KUHP Hal ini dikarenakan dalam
dapat dikira-kira sebelumnya, Undang-Undang Asuransi tidak
maka suatu perusahaan akan menentukan lebih jauh apa yang dimaksud
memperhitungkan adanya ganti dengan bagian inti (bestanddeel)
rugi dari asuransi di dalam ia "menggelapkan" tersebut. Dengan
menilai biaya yang harus demikian, makna bagian inti atau unsur
dikeluarkan oleh perusahaan. "menggelapkan" dalam Undang-Undang
d. Asuransi merupakan dasar Asuransi, harus ditafsirkan sebagai
pertimbangan dari pemberian "penggelapan" dalam KUHP.
suatu kredit. Apabila seseorang Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang
meminjam kredit bank, maka bank Asuransi menentukan: "Barang siapa
biasanya meminta kepada debitur menggelapkan premi asuransi diancam
untuk menutup asuransi benda dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
jaminan. belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
e. Asuransi dapat mengurangi 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta
timbulnya kerugian-kerugian. rupiah)”.
Dengan ditutupnya perjanjian Sedangkan Pasal 372 KUHP
asuransi, maka risiko yang menentukan: "Barang siapa dengan
mungkin dialami seseorang dapat sengaja dan melawan hukum
ditutup oleh perusahaan asuransi. memiliki barang sesuatu yang
e. Asuransi merupakan alat untuk seluruhnya atau sebagian adalah
membentuk modal pendapatan
4
Ibid, hal. 18.

91
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

kepunyaan orang lain, tetapi yang sebagaimana dimaksud dalam rumusan


ada dalam kekuasaannya bukan tindak pidana, tergantung dari jawaban
karena kejahatan, diancam karena apakah seseorang tersebut adalah subyek
penggelapan, dengan pidana hukum yang dituju oleh norma hukum yang
penjara paling lama empat tahun terdapat dalam perundang-undangan yang
atau denda paling banyak sembilan memuat suatu tindak pidana. Untuk itu,
ratus rupiah ". diperlukan suatu tinjauan secara
komprensif terhadap suatu perundangan-
Berdasarkan dua ketentuan tersebut undangan, apakah seseorang adalah orang
bagian inti atau unsur-unsur tindak pidana yang dimaksud dengan larangan atas tindak
penggelapan premi asuransi adalah: pidana itu. Dengan kata lain, perlu
1. Dengan sengaja dan melawan pengkajian yang komprensif tentang suatu
hukum; perundang-undangan, sehingga dapat
2. Memiliki premi asuransi yang dikenali dengan tepat subyek hukum yang
seluruh atau sebagian adalah dituju daripadanya.
kepunyaan orang lain; Demikian pula halnya dengan tindak
3. Yang ada padanya bukan karena pidana asuransi. Hal ini menyebabkan harus
kejahatan. diadakan pengkajian sejarah perundang-
Dengan demikian, ketika seseorang undangan asuransi yang dengan hal itu
didakwa melakukan tindak pidana dapat diketahui siapakah yang dituju dari
pengelapan premi asuransi, pada norma hukum pidana yang terdapat dalam
hakekatnya Penuntut Umum harus dapat undangundang tersebut. Pengertian
membuktikan keseluruhan bestanddeelen "barang siapa" dalam rumusan tindak
atau unsur-unsur tersebut. Secara teknis pidana asuransi bukan hanya ditujukan
penuntutan, dalam Surat Dakwaan selain "siapa saja, setiap orang dapat menjadi
harus disebutkan bahwa terdakwa pelaku tindak pidana". Tetapi lebih jauh lagi
melanggar Pasal 21 ayat (2) Undang- apakah seseorang tersebut adalah orang
Undang Asuransi, juga ditambahkan bahwa yang memang dengan tepat dituju oleh
perbuatannya tersebut melanggar Pasal Undang-Undang Asuransi.
372 KUHP (Pasal 21 ayat (2) Undang- Untuk mendapat gambaran tentang
Undang No. 2 Tahun 1992 jo Pasal 372 addresrat suatu tindak pidana dapat juga
KUHP). dilakukan dengan melihat hal ihwal
I. Addressat Tindak Pidana Penggelapan kepentingan yang hendak dilindungi oleh
Premi Asuransi norma-norma hukum pidana itu. Adalah
Sementara itu mengenai idiom "barang suatu keharusan etis, jika suatu pembentuk
siapa" bukanlah bagian inti atau unsur undangundang hendak menetapkan suatu
suatu tindak pidana, sekalipun praktek perbuatan sebagai tindak pidana,
hukum kerapkali memasukkannya sebagai menggambarkan dengan jelas kepentingan
unsur suatu tindak pidana. Idiom "barang apakah yang hendak dilindungi dalam hal
siapa" merujuk kepada addresat suatu ini. Dengan memahami dengan baik
tindak pidana, yaitu siapakah yang kepentingan apakah yang hendak dilindungi
sebenarnya dituju oleh suatu norma hukum dengan melarang dan mengancam suatu
tentang suatu tindak pidana. Idiom `barang perbuatan dengan pidana, maka dapat
siapa" di sini hanya merupakan penegasan diketahui pula addre.r.rat dari norma
tentang subyek dari suatu tindak pidana. hukum tersebut.
Dengan demikian, untuk menentukan Undang-Undang Asuransi adalah
apakah seseorang adalah "barang siapa" Undang-Undang Administratif, yang

92
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

didalamnya memuat normanorma yang yang yang dituju oleh Undang-Undang


sifatnya "mengatur" usaha perasuransian. Asuransi. Dengan kata lain, dalam kasus
Dengan demikian, pertama-tama Undang- hipotetis ini si pembantu rumah tangga
Undang Asuransi mengatur para pelaku bukanlah "barang siapa" yang menjadi
usaha yang bergerak dibidang adrea.rat tindak pidana penggelapan
perasuransian untuk mentaati berbagai asuransi.
ketentuan perundang-undangan yang telah Sementara itu harus diingat, makna
ditetapkan. Dengan demikian, ketentuan idiom "barang siapa" dalam Undang-
pidana yang terdapat dalam Undang- Undang Asuransi bukan hanya terhadap
Undang Asuransi pertama-tama ditujukan orang perseorangan (natuurl~k perroon),
agar supaya norma hukum administratif tetapi juga korporasi, baik badan hukum
yang terdapat dalam undangundang (recht per.roon) ataupun bukan badan
tersebut ditaati oleh para pelaku usaha hukum. Mengingat sangat kompleksnya
perasuransian. Hal ini juga dapat dipahami tindak pidana dan pertanggungjawaban
bahwa Undang-Undang Asuransi terutama korporasi, maka mengenai hal ini akan kami
diadakan untuk melindungi masyarakat bicarakan secara tersendiri.
dalam memanfaatkan jasa pelayanan usaha
perasuransian. Terutama dari kegiatan 2. Unsur "dengan sengaja dan melawan
usaha perasuransian yang tidak memenuhi hukum"
ketentuan perundang-undangan. Terdapat dua hal penting yang pada
Berdasarkan hal di atas, rumusan tindak hakekatnya sangat berbeda satu dengan
pidana penggelapan premi pada dasarnya yang lain dalam bagian inti ini. Yaitu
ditujukan terhadap "setiap orang yang "dengan sengaja" yang dipisahkan dengan
mempunyai keterkaitan dengan usaha kata "dan" terhadap kata-kata "melawan
perasuransian". Hal ini menyebabkan idiom hukum". Terhadap konstruksi demikian,
"barang siapa" dalam rumusan tindak sebenarnya masih berlaku aturan pokok
pidana penggelapan premi asuransi, tidak yang dikenal dalam kepustakaan hukum
tepat apabila hanya ditafsirkan sebagai pidana, yaitu "melihat kepada tempat
"setiap orang", tetapi sepanjang "setiap disebutkannya perkataan "dengan sengaja"
orang" tersebut terkait dengan usaha dalam ketentuan bersangkutan, sehingga
perasuransian. "melawan hukum selalu harus dikuasai oleh
Sehubungan dengan hal di atas, dapat "dengan sengaja".5 Artinya kesengajaan
diilustrasikan sebagai berikut: Apabila meliputi bagian inti atau unsur "melawan
seseorang pembantu rumah tangga hukum" dan unsur-unsur lain yang
ditugaskan oleh majikannya untuk disebutkan berikutnya. Ditambahkannya
membayar premi asuransi jiwa majikannya perkataan "dan" di antara "dengan
tersebut ke Kantor Cabang PT Asuransi X, sengaja" dan "melawan hukum,
tetapi uang tersebut tidak dibayarkan si "menunjukkan pengobyektifan "melawan
pembantu melainkan digunakan untuk yang hukum" dari kesengajaan".6 Dalam hal ini,
lain, maka perbuatan si pembatu rumah perkataan "melawan hukum" dimaksudkan
tangga tersebut tidak dapat dikualifikasi untuk mengingatkan bahwa perbuatan-
sebagai penggelapan premi asuransi. perbuatan yang dirumuskan sebagai tindak
Melainkan hanya penggelapan biasa. Hal ini pidana tersebut sebenarnya secara normal
dikarenakan pembantu rumah tangga ini dibolehkan, tetapi sebagai perkecualian
adalah subyek hukum yang tidak
mempunyai kaitan dengan usaha 5
Roeslan Saleh, Masih Saja Tentang Kesalahan
perasuransian, sehingga bukanlah "orang" (Jakarta: Karya Dunia Fikir, 1994), hal. 62.
6
Ibid, hal. 68.

93
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

dalam keadaan melawan hukum menjadi "dengan sengaja" dan dengan berbagai
tidak boleh. variasinya dimasukkan dalam rumusan
a. Tentang "dengan sengaja" tindak pidana. Pencantuman kata-kata
Kesengajaan adalah bentuk kesalahan, "dengan sengaja” dalam suatu rumusan
yaitu salah satu unsur yang menentukan tindak pidana karena harus dipahami
pertanggungjawaban pidana. Dengan bahwa hal itu dimaksudkan hanya untuk
demikian, kesengajaan (dan termasuk mempermudah penafsiran unsur-unsur
kealpaan) adalah syarat-syarat untuk berikutnya.
mempertanggung jawabkan seseorang Dalam tindak pidana penggelapan
yang melakukan tindak pidana. Sementara asuransi, "dengan sengaja" berarti adanya
itu, untuk dapat "kesadaran" dan "pengetahuan" atau
mempertanggungjawabkan seseorang `purposely" and "knowingly" (willen en
dalam hukum pidana, terlebih dahulu dapat wetten) pada diri pelaku ketika melakukan
dipastikan yang bersangkutan melakukan perbuatan yang secara materil melawan
tindak pidana. Tindak pidana adalah hukum,7 yaitu memiliki premi asuransi yang
perbuatan yang dilarang dan diancam ada padanya bukan karena kejahatan.
dengan pidana barangsiapa yang Dengan demikian, dalam membuktikan
melakukannya, dalam pengertian tindak adanya tindak pidana penggelapan
pidana tidak termasuk hal dapat asuransi, pertamatama harus nyata bahwa
dipertanggung jawabkannya orang pelaku dengan kesadaran dan
melakukan perbuatan itu. Konsekuensi dari pengetahuannya melakukan perbuatan
pandangan ini adalah pada dasarnya melawan hukum. Selain itu, perbuatan
kesengajaan seharusnya tidak dimasukkan melawan hukum tersebut ditujukan dengan
kedalam rumusan tindak pidana. kesadaran dan pengetahuannya pula untuk
Memang masalah kesengajaan melakukan perbuatan pemilikan premi
diperlukan dalam menentukan suatu yang ada padanya bukan karena kejahatan.
perbuatan sebagai tindak pidana. b.Tentang "melawan hukum"
Kesengajaan adalah bentuk ketercelaan "Melawan hukum" selalu menjadi unsur
yang umum atas suatu perbuatan. Pada mutlak setiap tindak pidana. Namun
dasarnya perbuatan yang dinyatakan demikian, baru harus dibuktikan apabila
sebagai tindak pidana adalah perbuatan menjadi bagian inti (be.rtanddee~ dari
yang dilakukan dengan kesengajaan tindak pidana yang didakwakan. Praktek
pembuatnya. Hanya terhadap perbuatan- peradilan menunjukkan adanya pergeseran
perbuatan tertentu yang dianggap penting paradigma ketika memberi arti tentang
yang sekalipun terjadi karena kealpaan unsur "dengan melawan hukum". Pada
pembuatnya, juga dinyatakan sebagai awalnya, "melawan hukum" diartikan
tindak pidana. Dengan demikian, kealpaan secara formil (bertentangan dengan
adalah bentuk ketercelaan yang khusus. perundangundangan) tetapi kemudian
Setelah menjadi dasar pertimbangan bergeser ke arah materil, yaitu selain
kriminalisasi, maka masalah kesengajaan bertentangan dengan peraturan
"disimpan" sampai nanti ada orang perundang-undangan, juga bertentangan
dipertangungjawabakan atas tindak pidana dengan rasa keadilan masyarakat. Lebih
tersebut. jauh lagi, pergeseran selanjutnya, melawan
Konsepsi sebagaimana tersebut di atas hukum materil juga diartikan dalam
digunakan dalam Rancangan KUHP. Namun
demikian berbeda halnya dengan KUHP 7
George P. Fletcher, Rethinking Criminal Law
yang sekarang ini masih berlaku. Perkataan (Oxford: Oxford University Press, 2000), hal. 440.

94
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

fungsinya yang positif, yaitu melawan hukum kita mengingat bunyi Pasal 1 ayat
hukum dalam arti sekalipun tidak (1) KUHP".9
bertentangan dengan perundangundangan Sementara itu, sekalipun Komariah E.
(melawan hukum formil), tetapi sepanjang Sapardjaja, mengakui adanya pergesaran
perbuatan terdakwa adalah "tindakan- paradigma melawan hukum, dari melawan
tindakan yang bersifat perbuatan tercela, hukum formil kepada melawan hukum
tidak sesuai dengan rasa keadilan, materil (kasus Machrus Efendi), dan
bertentangan dengan kewajiban hukum melawan hukum materil dari fungsinya
pelakunya, bertentangan dengan yang negatif menjadi melawan hukum
kesusilaan, atau bertentangan suatu materil dalam fungsinya yang positif (dalam
kepatutan", sudah dapat dikatakan kasus Sonson Natalegawa), tetapi beliau
melawan hukum (melawan hukum materiel tetap memandang sebaiknya melawan
dalam fungsinya yang positif). Demikian hukum hanya diterapkan dalam fungsinya
misalnya yang ini dikemukakan oleh yang negatif. Dalam hal ini beliau
Komariah E. Sapardjaja.8 menyatakan:
Berbeda dengan para praktisi (praktek "Khusus bagi Indonesia, walaupun
peradilan), kalangan akademisi justru penafriran itu dimungkinkan bahkan
umumnya justru menolak penerapan ajaran karena mengingat keadaan perundang-
melawan hukum materil dalam fungsinya undangan pidana Indonesia sekarang
yang positif. Misalnya Roeslan Saleh yang kadang-kadang diperlukan untuk
menyatakan sebagai berikut: mengantisipasi bentuk-bentuk k jahatan
`Pandangan mengenai melawan hukum baru, tetapi penafsiran ekstensif ini
materiil hanya mempunyai arti perlu dibatasi. Hendaknya untuk
memperkecualikan perbuatan yang membatasi penafsiran ekstensif tentang
mesrkipun termasuk dalam rumusan arti sifat melazvan hukum, setidak-
undang-undang dan karenanya dianggap tidaknya untuk menetapkan hilangnya
sebagai perbuatan pidana. Jadi suatu sifat melazvan hukum sebagai alasan
perbuatan perbuatan yang dilarang pembenar.... "10
undang-undang dapat dikecualikan oleh
aturan hukum tidak tertulis sehingga Dengan ini, berarti Komariah E.
tidak menjadi perbuatan pidana. Sapardjaja, juga berpendapat bahwa
Biasanya inilah yang disebut sebagai praktek peradilan yang menerapkan ajaran
fungsi negatif dari ajaran melawan melawan hukum materi dalam fungsinya
hukum materil. yang positif, harus dibatasi. Bahkan dengan
Fungsinya yang positif, yaitu walaupun menerima hal itu sebagai alasan pembenar,
tidak dilarang undang-undang tetapi maka hal ini berarti keinginan beliau
oleh ma yarakat perbuatan itu mengembalikannya kepada penerapan
dipandang tercela dan dengan itu perlu ajaran melawan hukum materil dalam
menjadikannya perbuatan pidana tidak fungsinya yang negatif.
mungkin dilakukan menurut sistem Sebenarnya tidak satupun ahli-ahli
hukum pidana (akademisi) dapat

9
Roeslan Saleh, Sifat Melawan Hukum
8
Komariah E. Sapardjaja, Ajaran Melawan Perbuatan Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1987),
Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia; hal.18.
Studi Tentang Penerapan dan Perkembangannya
10
dalam Yurisprudensi, (Bandung: Alumni, 2002), hal. Komariah, Op.Cit.
225-226.

95
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

membenarkan penerapan ajaran melawan ketentuan tersebut bukan sebagai "aturan


hukum materil dalam fungsinya yang hukum yang mengikat". Perlu juga diingat,
positif. Hal ini dinyatakan oleh Indriyanto bahwa sesuai dengan Pasal 1 Undang-
Seno Adji, sebagai berikut: "Bagi pandangan Undang No 4 Tahun 2004, tentang
materiel, ditemukan suatu kesamaan Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan
pendapat bahava sifat melatvan hukum bahwa, "Kekuasaan kehakiman adalah
materil hanyalah digunakan melalui fungsi kekuasaan Negara yang merdeka untuk
negatifnya saja, sehingga penerapannya menyelenggarakan peradilan guna
hanya diperlukan untuk meniadakan suatu "menegakkan hukum dan keadilan"
tidak pidana dengan mempergunakan berdasarkan Pancasila, demi
alasanalasannya di luar undang-undang. "11 terselenggaranya Negara Hukum Republik
Mengenai praktek hukum yang Indonesia (cetak tebal oleh penulis).
menerapkan ajaran melawan hukum Dengan demikian, yang diamanatkan
materil dalam fungsinya yang positif, kepada para hakim adalah menegakkan
memang terdapat dasar perundang- "hukum dan keadilan", dan bukan
undangannya, yaitu penjelasan Pasal 2 menegakkan "penjelasan undang-undang"
UndangUndang No. 31 Tahun 1999 tentang yang bertentangan dengan ilmu
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pengetahuan hukum pidana.
(sebagaimana diubah dan ditambah dengan Demikian pula halnya dengan unsur
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, untuk "melawan hukum" dalam tindak pidana
selanjutnya disebut Undang-Undang penggelapan asuransi. "Melawan hukum"
Korupsi). Namun demikian, perlu diingat disini harus diartikan sebagai melawan
dalam sistem hukum Indonesia, selalu hukum materiil dalam fungsinya yang
menjadi keyakinan bahwa "hukum" tidak negatif. Selain keberatankeberatan secara
selalu identik dengan "undang-undang". umum terhadap penerapan ajaran
suatu `aturan undang-undang' dapat melawan hukum materil dalam fungsinya
kehilangan kekuatan mengikatnya sehingga yang positif sebagaimana dikemukakan di
tidak dapat dikatakan sebagai `aturan atas, ada juga alasan yang sifatnya khusus.
hukum', misalnya jika hal itu oleh Putusan Dalam hal ini dengan melihat perbedaan
Mahkamah Konstitusi dinyatakan latar belakang perundang-undangan. Unsur
bertentangan dengan Undang-Undang "melawan hukum" dalam tindak pidana
Dasar. Demikian pula hanya, apabila suatu penggelapan asuransi bersumber dari
"aturan undang-undang" yang rumusan tindak pidana penggelapan dalam
bertentangan dengan ilmu pengetahuan KUHP Ada latar belakang sejarah
hukum pidana. perundang-undangan yang berbeda antara
Ajaran melawan hukum materil hanya KUHP (yang diambilalih oleh Undang-
dapat diterapkan dalam fungsinya yang Undang Asuransi) dan Undang-Undang
negatif, dan tidak dapat diterapkan dalam Korupsi. Penggunaan ajaran melawan
fungsinya yang positif. Dengan demikian, hukum materil dalam fungsinya yang positif
Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Korupsi dalam UndangUndang Korupsi lebih
bertentangan dengan ilmu pengetahuan dilatarbelakangi oleh kecenderungan
hukum pidana, sehingga cukup alasan bahwa korupsi telah menjadi "extra
praktek peradilan untuk menyatakan ordinary crime", sehingga membutuhkan
"extra ordinary measures". `Extra ordinary
11
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum measures" disini diantaranya dengan
Pidana (Jakarta: Kantor Pengacara Prof. Dr. Oemar mempermudah proses pembuktiannya,
Seno Adji, 2002), hal. 306. yaitu melalui penerapan ajaran melawan

96
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

hukum materil dalam fungsinya yang tindak pidana asuransi adalah "setiap
positif. Berbeda halnya dengan tindak orang" yang terkait dengan usaha
pidana asuransi yang sekalipun mengingat perasuransian, karena sebenarnya dapat
addressat-nya dapat digolongkan sebagai dikatakan "penguasaan" atas premi
white collar crime, tetapi masih "ordinary" tersebut selalu terkait dengan jabatannya
sifatnya, sehingga tidak memerlukan "extra di perusahaan asuransi.
ordinary measures" dalam Ketika seseorang "memiliki" sesuatu,
penanggulangannya. maka padanya ada previlege untuk berbuat
apapun terhadap miliknya tersebut. Dalam
3. Unsur "memiliki premi asuransi yang tindak pidana penggelapan premi, "premi"
seluruh atau sebagian adalah disini harus dipahami sebagai "sejumlah
kepunyaan orang lain". uang". "Premi" adalah sebutan uang jasa
"Memiliki" adalah perbuatan aktif asuransi yang menjadi kewajiban
(commision), yaitu memperlakukan sesuatu tertanggung kepada penanggung. Dengan
seolah-olah sebagai miliknya sendiri, demikian, terhadap "uang premi" yang
padahal yang bersangkutan menyadari dan sebenarnya kepunyaan orang lain, pelaku
mengetahui bahwa seluruh atau sebagian telah menggunakannya, mengalihkannya,
dari sesuatu tersebut adalah milik orang memberikannya, menghilangkan-nya atau
lain. Sebelum melakukan perbuatan perbuatan apapun yang dengan itu dapat
"memiliki" disini, pelaku harus terlebih dinilai sebagai seolaholah miliknya sendiri
dahulu "menguasai" sesuatu tersebut. secara melawan hukum. Termasuk pada
Hanya saja dalam penggelapan, termasuk pengertian ini adalah apabila terjadi
penggelapan premi, penguasaan atas premi kelebihan pembayaran premi oleh
tersebut oleh pelaku bukan ditimbulkan tertanggung, tetapi ketika diminta untuk
oleh suatu kejahatan. Jadi hanya terjadi direstitusi (ditagih kembali), penanggung
karena hal-hal yang bersifat melawan mengelak dengan berbagai alasan.
hukum. Apakah sebagai titipan, Pada dasarnya pembayaran dan
penerimaan pembayaran ataupun kutipan penguasan premi secara tegas telah diatur
premi yang sah secara hukum. dalam Undang-Undang No. 73 tahun 1992
Selain dapat terjadi karena hal-hal yang tentang Penyelenggaraan Usaha
umum, "penguasaan" atas premi tersebut Perasuransian Pasal 22 ayat 1-3 berbunyi:
juga dapat terjadi karena hal-hal yang (1) Premi asuransi dapat dibayarkan
berhubungan dengan jabatan si pelaku. langsung oleh Tertanggung kepada
Mengingat tindak pidana penggelapan Perusahaan Asuransi, atau melalui
premi tidak membedakan apakah hal itu Perusahaan Pialang Asuransi untuk
dilakukan dalam kaitannya dengan jabatan kepentingan Tertanggung.
pelaku atau tidak. Tampaknya hal ini (2) Dalam hal premi asuransi
sengaja dilakukan oleh pembentuk Undang- dibayarkan melalui Perusahaan
Undang Asuransi, yaitu untuk mengarahkan Pialang Asuransi, Perusahaan
bahwa dalam tahap kebijakan aplikatif Pialang Asuransi wajib
(penerapan hukum), tidak pidana asuransi menyerahkan premi tersebut
memang selalu terkait dengan jabatan si kepada Perusahaan Asuransi
pelaku dalam usaha perasuransian. Hal ini sebelum berakhirnya tenggang
justru berbeda dari sistematika waktu pembayaran premi yang
penggelapan secara umum dalam KUHP. ditetapkan dalam polls asuransi
Dengan demikian, hal ini justru yang bersangkutan.
memperkuat argumentasi bahwa addresat

97
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

(3) Dalam hal penyerahan premi oleh pembayaran premi itu kepada Perusahaan
Perusahaan Pialang Asuransi Pialang Asuransi atau kepada Tertanggung
dilakukan setelah berakhirnya karena telah melewati batas waktu yang
tenggang waktu sebagaimana ditetapkan. Sebaliknya yang seringkali
dimaksud dalam ayat (2), terjadi adalah Perusahaan Asuransi tetap
Perusahaan Pialang Asuransi yang menerima pembayaran premi tersebut
bersangkutan wajib bertanggung yang senyatanya telah melewati batas
jawab atas pembayaran klaim yang waktu yang ditetapkan (oleh Perusahaan
timbul dari kerugian yang terjadi Asuransi). Permasalahan ini seharusnya
dalam jangka waktu antara tidak mungkin terjadi jika Perusahaan
habisnya tenggang waktu Asuransi tersebut tidak hanya memikirkan
sebagaimana dimaksud dalam ayat aspek keuntungan semata.
(2) sampai dengan diserahkannya Hal yang lebih menarik lagi adalah jika
premi kepada Perusahaan Perusahaan Asuransi menerima
Asuransi.” pembayaran premi yang telah melewati
batas waktu yang ditetapkan, namun ketika
Namun demikian, dalam praktek bisnis Perusahaan Pialang Asuransi yang mewakili
asuransi saat ini, seringkali penguasaan atas Tertanggung melakukan klaim kepada
suatu premi menjadi dasar timbulnya Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
dispute yang berujung bagi para pihak pada tersebut dengan confidence menyatakan
saling melakukan tuntutan hukum. Hal ini bahwa klaim tersebut telah melewati batas
dimungkinkan karena memang aturan waktu pembayaran premi yang ditetapkan
hukum mengenai penguasaan premi ini kemudian premi tersebut dikembalikan
masih dapat diperdebatkan. Dalam banyak kepada Perusahaan Pialang Asuransi atau
praktek hubungan asuransi yang kepada Tertanggung.
dituangkan dalam suatu polis dikenal Disadari atau tidak oleh para pelaku
ketentuan mengenai `payment warranty bisnis asuransi, bahwasanya permasalahan
clause (30 days)", yaitu suatu ketentuan di di atas tentunya telah memasuki ruang-
mana seharusnya batas waktu pelunasan ruang lain selain ruang hukum asuransi
premi paling lambat 30 hari sejak semata, antara lain ruang hukum
dimulainya polis. Di mana hal ini biasanya perlindungan konsumen, ruang hukum
dijadikan dasar bagi Perusahaan Asuransi perdata bahkan juga telah memasuki ruang
untuk menolak klaim. hukum pidana.
Jika ketentuan `payment warranty Masuknya ke dalam ruang hukum
clause (30 days)" dikaitkan dengan bunyi perlindungan konsumen, karena memang
dari Pasal 22 ayat (2) di atas, memang secara nyata permasalahan tersebut telah
dinyatakan dengan tegas. Namun demikian, menimbulkan kerugian bagi Tertanggung
yang menjadi permasalahan utama yang selaku konsumen. Masuknya ke dalam
seringkali bersinggungan dengan aspek ruang hukum perdata, karena memang
hukum pidana Pasal 372 atau 378 adalah secara nyata permasalahan tersebut telah
bagaimana akibat hukumnya jika mengingkari Pasal 1320 dan 1338 dari Kitab
keterlambatan pembayaran premi tersebut Undang-Undang Hukum Perdata
tidak menjadi dasar bagi Perusahaan. (KUHPerdata). Masuknya ke dalam ruang
Asuransi untuk menolak pembayaran hukum pidana, karena memang
premi tersebut, atau dengan kata lain, permasalahan tersebut telah memenuhi
Perusahaan Asuransi tersebut sedari awal unsur-unsur delik sebagaimana yang
seharusnya menolak (mengembalikan) dimaksud dalam Pasal 372 dan 378 KUHP.

98
Lex Crimen Vol.I/No.3/Jul-Sep/2012

Terlebih lagi dalam Pasal 22 ayat (3)


Undang- Undang No. 72 tahun 1992 secara DAFTAR PUSTAKA
tegas menyatakan:
"Dalam hal penyerahan premi oleh Adji, Indriyanto Seno., Korupsi dan Hulrum
Perusahaan Pialang Asuransi dilakukan Pidana (Jakarta: Kantor Pengacara Prof.
setelah berakhirnya tenggang waktu Dr. Oemar Seno Adji, 2002).
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Barneveld, H. Van., Pengetahuan Umum
Perusahaan Pialang Asuransi yang Asuransi, terjemahan Noehar Moerasad,
bersangkutan maiib bertanggung jawab (Jakarta: Bharata, 1980).
atas pembayaran klaim yang timbul dari Fletcher, George P., Rethinking Criminal
kerurgian yang terjadi dalam janga Law (Oxford: Oxford University Press,
waktu antara habisnya tenggang waktu 2000).
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Saleh, Roeslan., Sifat Melawan Hukum
sampai dengan diserahkannya premi Perbuatan Pidana, (Jakarta: Aksara Baru,
kepada Perusahaan Asuransi". 1987).
--------------., Masih Saja Tentang Kesalahan
III. PENUTUP (Jakarta: Karya Dunia Fikir, 1994).
A. Kesimpulan Sapardjaja, Komariah E., Ajaran Melawan
Tindak pidana penggelapan premi Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana
asuransi sebagaimana dirumuskan dalam Indonesia; Studi Tentang Penerapan dan
Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Asuransi Perkembangannya dalam Yurisprudensi,
tidak dapat dilepaskan dari rumusan tindak (Bandung: Alumni, 2002).
pidana penggelapan yang secara umum di Simanjuntak, Emmy Pangaribuan., Hukum
atur dalam Pasal 372 KUHP atau dalam Pertanggungan Dan Perkembangannya,
beberapa kasus dapat juga diatur dalam (Yogyakarta: Sie. Hukum Dagang FH-
Pasal 378 KUHP Hal ini dikarenakan dalam UGM, 1980).
Undang-Undang Asuransi tidak
menentukan lebih jauh apa yang dimaksud
dengan bagian inti "menggelapkan"
tersebut. Dengan demikian, makna bagian
inti atau unsur "menggelapkan" dalam
Undang-Undang Asuransi, harus ditafsirkan
sebagai "penggelapan" dalam KUHP.

B. Saran
Bahwa hal yang telah menjadi kebiasaan
yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi
yaitu menerima pembayaran premi yang
telah melewati batas waktu, seharusnya
tidak terjadi. Begitu pula bagi Tertanggung
atau Perusahaan Pialang Asuransi,
seharusnya mentaati ketentuan yang
termaktub dalam polis berkaitan dengan
pembayaran premi yang telah melewati
batas waktu. Jika demikian, maka tidak
perlu lagi ada dispute mengenai
penyelesaian permasalahan ini.

99

Anda mungkin juga menyukai