Anda di halaman 1dari 2

MENGATUR INDUSTRI WARALABA – MELINDUNGINYA !

OLEH CARLO M. BATUBARA


carlo@emp-partnership.com

Industri waralaba merupakan salah satu sektor usaha (industri) yang paling berkembang
dalam 5 tahun terakhir ini. Perkembangan ini diantaranya didorong oleh tren berwirausaha
yang gencar dikampanyekan dimasyarakat (antara lain dimulai saat fenomena buku Rich
Dad – Poor Dad dari Robert Kiyosaki) dan peran pelaku-pelaku usaha yang memahami
waralaba sebagai metode pengembangan usaha alternatif.

Menyikapi perkembangan tersebut Pemerintah telah berupaya untuk mengatur dan menjaga
industri ini yaitu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No.42 tahun 2007 dan
Peraturan Menteri Perdagangan No.31 tahun 2008.

Peraturan tersebut telah menetapkan kriteria-kriteria yang jelas mengenai apa yang
dimaksud dan yang layak disebut sebagai waralaba, yaitu memiliki ciri khas usaha, terbukti
sudah memberikan keuntungan, memiliki standar yang tertulis, mudah diduplikasikan,
adanya dukungan yang berkesinambungan dan hak kekayaan intelektual yang terdaftar.
Peraturan tersebut juga kemudian menetapkan bahwa orang/badan usaha dilarang untuk
menggunakan istilah waralaba untuk kegiatan usahanya apabila tidak memenuhi kriteria
tersebut. Menindaklanjuti prinsip tersebut, pemerintah juga mewajibkan Pemberi Waralaba
untuk membuat prospektus yang mencantumkan data laporan keuangan 2 tahun terakhir,
yang secara implisit kemudian mengisyaratkan keinginan pemerintah agar Pemberi
Waralaba adalah perusahaan-perusahaan yang telah menjalankan usaha tersebut lebih dari
2 tahun dan terbukti menguntungkan selama periode tersebut.

Keseluruhan hal tersebut diatas merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi
industri waralaba. Sebagai suatu industri yang sedang berkembang kearah yang positif,
pemerintah pastinya berkepentingan untuk melindungi industri ini. Terutama bila
memperhatikan data-data terbaru mengenai betapa industri ini merupakan penyokong yang
besar terhadap pertumbuhan ekonomi riil dan penyerapan tenaga kerja. Kepercayaan
masyarakat yang tinggi terhadap industri waralaba haruslah dijawab oleh para pelaku
industri ini dengan komitmen untuk menjaga industri ini dari para pemain-pemain yang
semata berkeinginan untuk mencari keuntungan sesaat. Bila masyarakat kecewa dan
kehilangan kepercayaan terhadap kredibilitas industri waralaba, maka niscaya effort yang
diperlukan untuk memperbaiki hal tersebut akan sangat besar (dan belum tentu akan
berhasil).

Tren saat ini yang coba mensejajarkan waralaba dengan Lisensi Usaha (business
opportunity) dapat dianggap sebagai sebuah kemunduran terhadap industri waralaba itu
sendiri. Lisensi Usaha, yang secara fair layak dianggap sebagai sebuah penyelundupan
hukum untuk mengatasi pembatasan dan kriteria mengenai waralaba yang telah ditetapkan
pemerintah, berpotensi memberikan pukulan balik terhadap industri waralaba; bila tidak
segera diatur dan dibedakan secara jelas.

Saat ini banyak terhadap bisnis-bisnis baru yang walaupun diakui memiliki ciri khas unik dan
hak kekayaan intelektuan terdaftar namun tidak memiliki standar, support dan terutama track
record yang jelas. Bisnis-bisnis semacam ini tentunya belum sewajarnya disejajarkan
dengan bisnis waralaba dan karenanya sepatutnya mendapatkan penyebutan yang jelas
dan pengaturan yang berbeda. Dengan sistem dan track record yang masih dalam tanda
tanya, model bisnis semacam ini memiliki potensi kegagalan yang jauh lebih besar dari pada
bisnis waralaba.

Page 1 of 2
Fakta bahwa model bisnis ini sering kali disandingkan bersebelahan dengan bisnis waralaba
berpotensi menimbulkan efek negatif terhadap kredibilitas industri waralaba.

Pemerintah sebagai regulator kegiatan usaha di Indonesia sepatutnya segera


mengakomodasi kondisi ini dan menerbitkan aturan main yang up to date mengenai lisensi
usaha dan waralaba. Pemerintah (melalui Kementerian Perdagangan) perlu menetapkan
kriteria, kewajiban, aturan main bagi Lisensi Usaha dan terutama pembedaan yang jelas
antara waralaba dengan Lisensi Usaha. Hal ini diperlukan agar prospek bisnis waralaba
dapat tetap terjaga momentumnya kedepan. Selain itu, hal ini juga diperlukan bagi para
pelaku bisnis Lisensi Usaha, agar mereka dapat mendapatkan pengakuan dan kejelasan
mengenai bidang usaha mereka.

Kejelasan seperti ini juga diperlukan oleh para pelaku usaha yang sudah mapan dibidang
waralaba maupun di industri lainnya yang sedang ingin melebarkan sayapnya dengan cara
waralaba. Saat ini banyak pelaku usaha waralaba dan pelaku usaha lainnya yang ingin
mengembangkan bisnis baru dengan cara waralaba, yang masih terkait erat dengan bidang
usaha mereka yang asli. Pelaku-pelaku usaha macam ini, yang sebenarnya sudah terbukti
keahlian berusahanya di industri mereka masing-masing, merasa terhambat untuk
mengembangkan diri mereka dengan cara waralaba karena interpretasi yang sempit atas
ketentuan 2 tahun sudah profit (kriteria usaha yang layak disebut waralaba). Teori hukum
dan manajemen (risk allocation theory) mengajarkan bahwa diversifikasi atau
pengembangan usaha baru sebaiknya dikembangkan melalui perseroan baru (special
purpose vehicle) yang terpisah secara hukum dari induknya. Upaya pelaku industri untuk
mengembangkan usahanya dengan waralaba sering kali terbentur pada ketentuan ini.

Pemerintah perlu mencermati hal ini dan mengup-date peraturan yang ada. Pengertian 2
tahun sudah profit perlu dijabarkan lebih lanjut – dalam pengertian bahwa kriteria tersebut
apakah juga dapat mencakup kepada profit dan pengalaman berbisnis dari induk
perusahaan si calon pewaralaba. Bila melihat esensi dari kriteria waralaba, anak-anak
perusahaan dari perusahaan yang sudah mapan usahanya sebenarnya telah layak untuk
diwaralabakan dan karenanya patut diakomodir dalam ketentuan mengenai kriteria
waralaba.

Bila hal-hal tersebut cepat diakomodasi dan pemerintah sebagai regulator dapat segera
mengembangkan perangkat-perangkat hukum yang telah ada, diharapkan industri waralaba
di kedepannya akan semakin mapan dan berkembang, sehingga dapat turut menyemarakan
kegiatan perekonomian didalam negeri.

WAIVER:
This material is prepared for educational and information purposes only. The content of this material contains
only general information. It may not reflect current legal and/or jurisprudence developments, nor intended or
provided as legal advice or part of attorney - client relationship. You should not act or refrain from acting on any
legal matter based on the content of this material without seeking professional counsel.

Page 2 of 2

Anda mungkin juga menyukai