Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.1 (2020.2)

Nama Mahasiswa : Eka Ajeng Safitri

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 031376087

Tanggal Lahir : 15 Desember 1998

Kode/Nama Mata Kuliah : IPEM4429/Manajemen Pelayanan Umum

Kode/Nama Program Studi : 50/Ilmu Administrasi Negara

Kode/Nama UPBJJ : 21/Jakarta

Hari/Tanggal UAS THE : Sabtu/12 Desember 2020

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Surat Pernyataan
Mahasiswa
Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Eka Ajeng Safitri

NIM : 031376087

Kode/Nama Mata Kuliah : IPEM4429/Manajemen Pelayanan Umum

Fakultas : FHISIP

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

UPBJJ-UT : Jakarta

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada
laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal
ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Bekasi, 12 Desember 2020

Yang Membuat Pernyataan

Eka Ajeng Safitri


1. Nilai pubklik (public value) adalah konsep yang mengacu pada perhitungan
tentang sejauh mana organisasi penyedia jasa publik dapat menjamin
bahwa setiap rupiah uang negara yang mereka pakai dapat menghasilkan
kualitas pelayanan yang memenuhi pembayar pajak. dalam organisasi
pemerintah, arah kerja para aparatur tidak dipengaruhi oleh dimensipola
hubungan the consumer and the boss. Uang yang dipakai oleh birokrasi
berasal dari sistem perpajakan yang dipungut secara "paksa", bukan dari
"boss" (atasan/pemilik perusahaan) seperti pada sektor swasta.
Konsumen/pengguna jasa juga "membeli" jasa birokrasi kebanyakan tidak
dari proses yang sifatnya sukarela, melainkan karena dorongan dari
ketentuan hukum (undang-undang). Rakyat tidak memilih secara pribadi
terhadap produk yang ditawarkan oleh birokrasi. Karenanya kita tidak bisa
memastikan apakah mereka telah cocok dan puas terhadap kinerja dan
pelayanan birokrasi. Lalu apabila tidak ada kepastian akan kecocok dan
kepuasan masyarakat, maka kita juga akan kesulitan untuk memastikan
apakah birokrasi telah betul-betul menghasilkan sesuatu yang berharga
(dimata rakyat).
Menurut Moore (1995:31) sesungguhnya pola hubungan the boss and the
consumer dapat diciptakan dalam lingkup kerja birokrasi, yakni melalui
mekanisme "pasar politik" (political marketplace). Dalam hal ini konteks,
penjabat birokrasi dapat dikatakan berhasil (sukses) setidaknya secara
konseptual, apabila dia bisa menjalankan tugas yang dibebankan oleh
rakyat melalui lembaga perwakilan (DPR/D). Para anggota legislatiflah yang
menentukan produk yang harus dihasilkan oleh organisasi birokrasi karena
merekalah yang mengumpulkan aspirasi kolektif warga negara. Hanya saja,
konsep political marketplace ini tidak dapat memberikan jaminan kepuasan
terhadap aspirasi individual karena kebijakan yang disusun oleh lembaga
perwakilan sifatnya sangat umum dan cenderung memerepsesikan
keinginan rakyat secara seragam.
Oleh karena itu, disamping harus memperhatikan mandat yang didapat dari
political marketplace, birokrasi juga harus dapat menentukan stakeholder-
nya secara tepat, untuk kemudian berusaha memenuhi keinginan
stakeholder-nya sebagai konsumen. Tentu saja, untuk dapat mewujudkan
harapan publik dengan baik, lembaga pelayanan publik harus mampu
mengukur kapasitas operasional dari institusi yang bersangkutan. Gabungan
antara mandat dari political marketplace dengan suara aspirasi dari
stakeholders dan pengenalan terhadap kemampuan internal inilah yang
menjadi variable "public value".
Dalam implemntasi penyelengggaran pelayanan publik di Indonesia konsep
"public value" mengajarkan para manajer publik (serta politisi) harus dapat
menjalskan dan membernarlan apa yang mereka lakukan kepada publik.
pelayanan publik yang sukses tergantung pada dialog terus menerus
dengan warga, yang harus dianggap sebagai stakholder setara dengan
pemerintah, pakar, perwakilan industri, media, peradilan, dan pengguna
jasa. Dalam bahasa "public value", organisasi harus mencari legitimasi
demokratis atas tindakan mereka denggan melibatkan "lingkungan
otorisasi" mereka. Terminologi "melibatkan warga" mencakup pengertian
yang lebih luas dan mendalam untuk meminta warga untuk sepenuhnya
"ikut memeikirkan" bagaimana caranya supaya pelayanan semestinya
dialksanakan dengan segala kekurangan dan kondisi yang ada. Konsep
public value menawarkan kerangka kerja untuk bagaimana informasi
dikumpulkan dengan komprehensif untuk meningkatkan kualitas
keputusan yang dibuat oleh manajer. Ini adalah kerangka untuk melakukan
dialog berkelanjutan atau komunikasi terus menerus antara manajer publik
dengan warga negara. Dengan kata lain, manajer dan institusi publik harus
mengajak dan membuka akses bagi publik untuk berperan serta dalam
pelayanan publik dengan mengetahui sepenuhnya kelebihan dan
kekurangan organisasi. Tujuannya adalah bahwa manajer dan pegawai
organisasi publik berbagi beberapa dilema mereka dengan masyarakat,
mencari pandangan warga dan beradaptasi sesuai keputusan dan pendapat
mereka. Selain itu juga mengajak warga masyarakat untuk merasa memiliki
sepenuhnya terhadap institusi publik dan merasa ikut bertanggung jawab
terhadap keberhasilan pelayanan publik.

2. Dengan melalukan survei melalui kuesioner wawancara tatap muka.

3. Dalam pemberian pelayanan publik, etika memiliki arti sebagai filsafat dan
profesional standar (kode etik), atau moral atau aturan berperilaku yang
benar yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau
administrator publik. Nilai etika dalam pelayanan publik pada prinsipnya
diderivasi dari beberapa nilaii-nilai moral yang berlaku umum seperti: nilai
kebenaran, kebaikan, kebebasan, kesetaraan, dan keadilan. Adapun nilai-
nilai moral secara khusus perlu ditambahkan untuk pelayanan publik,
seperti prinsip-prinsip integritas dan kenetralan. Berdasarkan sikap diatas,
kita dapat melihat perilakudan tindakan para aparatur yang dinilai tidak
profesional, seperti mangkir dari pekerjaan, tidak masuk kantor tepat
waktu, menerima suap, dan melakukan tindakan diskriminasi kepada
masyarakat selaku penerima layanan publik.
4. Ada banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari aplikasi TIK dalam
pelayanan publik. penggunaan TIK ang tepat dapat memberikan layanan
yang disesuaikan denan perubahan kebutuhan masyarakat untuk dijadikan
prioritas bagi pemerintah. Teknologi informasi menawarkan kesempatan
pemerintah untuk memberikan layanan yang lebih cepat, dengan biaya
yang sama atau lebih rendah. TIK juga menawarkan potensi yang signifikan
untuk memberikan layanan baru atau memberikan layanan yang ada
dengan cara yang memberikan nila tambah kepada masyarakat. Dianta
keuntunga tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengurangi beban kerja birokrasi, seperti pekerjaan yang semula
dikerjakan manual seperti mengetik mengetik dan mengolah data, dapat
dilakukan dengan komputer yang multifunsgi. Dengan TIK, rapat tidak
harus dihadiri secara fisik oleh pegawai atau dapat dilakukan secara
online menggunakan internet atau video conference dan surat-menyurat
lebih cepat menggunaka email.
2) Mengurangi biaya pelayanan publik, seperti tidak perlu lagi membuat
dokumen menggunakan kertas.
3) Menyediakan pelayanan non-stop, masyarakat tidak perlu lagi
menunngu hingga hari kerja atau jam kerja hanya untuk mendapatkan
pelayanan. Contohnya dapat melakukan antrian pembuatan skck dari
rumah dan datang pada waktu yang sudah ditentukan.
4) Mengurangi kontak langsung antara birokrat dengan pengguna jasa. Hal
ini sngat berguna seperti di masa pandemi seperti ini dan juga dapat
menghindari dari pungli, suap, dan sebagainya yang melanggar aturan.
5) Menyediakan pelayanan birokrasi yang tidak dibatasi oleh kendala
geografis. Dengan TIK, pelayanan publik dapat diakses oleh masyarakat
melalui website dari mana saja asalkan tersedia peralatan dan
infrastrktur.
6) Menyediakan sistem kontrol birokrasi. Melalui TIK, semua proses input
dan output dalam pelayanan dapat diketahui dengan pasti sehingga
kecil kemungkinan terjadinya penyimpangan. Masyarakat dapat
melakukan terhadap tracking terhadap pelayanan yang diminta.
7) Mengefektifkan komunikasi vertikla dan horizontal, melalui TIK para
pegawai dapat terhubung satu sama lain, sehingga informasi yang
didapat selalu up to date.
8) Memberi kelulasaan hierarki dalam institusi birokrasi, sehingga tidak
perlu banyak personil dan organisasi menjadi ramping.
9) Memfasilitasi kerja sama antar instansi pemerintah. Sistem pelayanan
dan data dapat terhubung dari satu instansi ke instansi lain malalui
internet atau websiter terpadu.
10) Menyediakan kapasotas dalam simulasi abstrak sehingga
mempertajam pembuatan keputusan. Melalui program komputer
membantu pemerintah dalam membuat simulasi-simulasi dan kalkulasi
terhadap rancangan sebuag keputusan seperti tata kota, konversi lahan,
pembuatan jalan, dll sehingga sangat membantu para pembuat
kebijakan dalam mengambil keputusan.
Namun, pada kenyataannnta penerapan TIK dalam organisasi birokrasi memiliki
berbagai macam permasalahan dan konsekuensi yang kadang sulit dipecahkan.
Persoalan tidak hanya berkaitan dengan pengadaan perangkat keras dan lunak,
melainkan juga terkait dengan kultur organisasi maupun masyarakat secara luas.
Beberapa persoalan yang menonjol dalam penerapan TIK pada instnasi
pemerintah: ongkos yang mahal, keterbatasan insfrastruktur, keterbatasan SDM,
dan munculnya risiko yang kompleks. Menghadapi berbagai macam permasalahan
itu, kegigihan, keuletan, inovasi, dan kecerdasan para penjabat pemerintah baik di
eksekutif, legislatif, maupun birokrasi, sangat diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai