Filsafat Pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakekat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut
paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu pendidikan, yang
berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan pendidikan.
Filsafat Pendidikan IPS merupakan filsafat praktik pendidikan, yakni praktik tentang pendidikan ilmu-
ilmu sosial agar para peserta didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan dapat
mengatasinya serta mengambil keputusan tepat terhadap masalah yang dihadapi dalam
kehidupannya.
2. Kesadaran Sosial
Kesadaran Sosial dilahirkan dari keadaan sosial, yaitu ide, gagasan dan pikiran yang ada pada
manusia. Itu adalah realisasi dari interaksi antara manusia dalam kegiatannya memproduksi
barang-barang material atau dalam keadaan sosial atau dalam kehidupan riilnya. Manusia adalah
produsen gagasan-gagasan rohaniah yang dinyatakan dalam kata-kata, misalnya dalam filsafat,
hukum, ajaran moral, ideologi, dsb.
IPS sebagai kajian akademik merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
bidak praktik pendidikan. Komitmen kelompok masyarakat yang ingin mengembangkan pengetahuan
sosial dan humaniora yang dikemas secara psikologis untuk tujuan pendidikan dan kajian sosial serta
humaniora untuk program pendidikan tingkat sekolah. Pendidikan IPS merupakan kemasan
pengetahuan yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk kepentingan pendidikan.
Pengembangan pribadi sosial melalui IPS tidak langsung tampak hasilnya, tetapi setidaknya melalui
Pendidikan IPS akan membekali kemampuan seseorang dalam pengembangan diri melalui berbagai
keterampilan sosial dalam kehidupannya.
HAM, keadilan, krisis, konflik, kesejahteraan, kelangkaan, pengelolaan, wabah, bencana, globalisasi
dsb.
Dikaitkan dengan kebutuhan dan tantangan kehidupan yang akan dihadapi anak. Berdasarkan
kurikulum 2004, bahwa Pengetahuan Sosial bertujuan untuk :
2. Mengembangkan kemampuan berpiikir kritis, kreatif dan inkuiri, mmecahkan masalah dan
keterampilan sosial.
“Membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan dan kepedulian
sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara”.
Berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu (1) pengetahuan dan pemahaan (2) sikap hidup belajar
(3) nilai-nilai sosial dan sikap (4) keterampilan.
Lebih jauh, Numan Somantri menjelaskan bahwa Pendidikan IPS adalah suatu synthetic discipline yang
berusaha untuk mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan
psikologis untuk tujuan pendidikan. Maknanya adalah, Pendidikan IPS bukan sekedar mensistesiskan
konsep-konsep yang relevan antara ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial, tetapi juga
mengkorelasikan dengan masalah-masalah kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan.
IPS disebut sebagai bidang keilmuan yang sangat dinamis, karena mempelajari keadaan masyarakat
yang cepat perkembangannya. Pengembangan kurikulum IPS merupakan jawaban dari tuntutan
kebutuhan masyarakat yang akan mempelajarinya, Perkembangan kurikulum IPS tampak mulai dari
istilah yang digunakan pada setiap kurikulum, dan isi materi yang dimuat dalam setiap kurikulum, serta
pendekatannya.
Pada kurikulum tahun 1964, sampai 1968, digunakan istilah kurikulum pendidikan ilmu-ilmu sosial,
dengan struktur kurikulum mata pelajaran kelompok dasar dan kelompok cipta, atau kelompok khusus
untuk kurikulum tingkat MA/SMA. Mulai kurikulum 1975 sampai 1994, menggunakan istilah IPS untuk
penamaan kurikulum pada setiap jenjang, dengan struktur mata pelajaran inti dan tambahan untuk
kurikulum MA/SMA.
Isi materi yang dipelajari pada setiap kurikulum juga mengalami perkembangan. Pada kurikulum
1964-1968, materi yang termuat dalam kurikulum IPS meliputi sejarah, geografi, ekonomi dan civics
atau Pendidikan Moral Pancasila atau PPKn, sedangkan untuk Kurikulum 1975, memuat materi ilmu
sosial : sejarah, geografi, ekonomi koperasi, PPKn, dan tata buku dan hitung dagang untuk jenjang
pendidikan menengah (MA/SMA). Pada kurikulum 1994, muatan materi kurikulum IPS untuk jenjang
pendidikan menengah mengalami perkembangan dengan dimuatnya mata pelajaran sosiologi,
antropologi, dan politik dengan pendekatan yang terpisah.
Pengembangan kurikulum ilmu-ilmu sosial menjadi IPS sejak tahun 1975 dilatarbelakangi oleh dua hal
penting, yakni sejarah atau pengalaman hidup masyarakat yang labil dimasa lalu dan laju
perkembangan teknologi ke depan yang perlu disikapi agar peserta didik yang dihasilkan relevan
dengan kondisi yang akan dihadapi dalam masyarakatnya.
Diambil dari :
Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan Aplikasi
Oleh Dr. Rudi Gunawan M. Pd, Penerbit Alfabeta, April 2013
Perluasan akses internet ialah salah satu push factor yang vital dalam tren ekonomi baru ini.
Pertumbuhan mobile internet merupakan telah membuka konektivitas untuk 58 juta usaha kecil
dan menengah (UKM) Indonesia, yang memainkan peran vital dalam perekonomian kita karena
menyerap lebih dari setengah tenaga kerja di Indonesia.
Generasi muda khususnya telah mengambil kesempatan ini. Mereka kerap menemukan jalan
dan cara mereka secara daring untuk mengeluarkan produk, jasa, dan layanan yang disruptive.
Cambridge Dictionary mendefinisikan kata disruption sebagai hal yang mencegah atau
mengganggu, terutama mengganggu sistem atau proses dari yang hanya sekadar rutin menjadi
sesuatu yang berbeda.
Menurut Joseph L Bower dan Clayton M Christensen dalam artikel ilmiah mereka di Harvard
Business Review, sebuah inovasi disruptif dalam bisnis dapat dipahami sebagai sebuah inovasi
yang menciptakan sebuah tren baru dan jejaring industri baru, yang akhirnya mengganggu pasar
dan nilai yang telah ada kemudian menggantikan yang lama dan menjadi pemimpin pasar lalu
Teknologi disruptif pada layanan transportasi publik ialah topik panas beberapa waktu lalu. Para
pendatang baru dengan model bisnis yang berbeda berhasil menawarkan harga yang jauh lebih
rendah dan tidak banyak kompromi dalam kualitas dan keselamatan. Para perusahaan mapan
yang telah menikmati keuntungan tinggi dalam waktu lama pun akhirnya terkejut.
Tentunya tidak mudah untuk menyambut kompetisi baru dan melihat mereka sebagai cermin
yang mengarah pada perbaikan diri. Teori ekonomi menyatakan bahwa semakin sedikit pemain
dan terkonsentrasi pasar yang lebih tinggi, sektor ini menjadi lebih menguntungkan bagi
produsen dan lebih banyak menciptakan permintaan konsumen.
Bagaimana dengan potensi teknologi disruptif di sektor lain? Di samping transportasi dan
pengiriman makanan, dua sektor yang paling matang untuk disruptif adalah pembiayaan dan
layanan. Banyak generasi muda cerdas yang memiliki ide-ide brilian, tetapi untuk
mengimplementasikan ide-ide menjadi sebuah pendirian perusahaan dibutuhkan beberapa
modal.
Pada masa lalu, pilihan mereka ialah memiliki modal tabungan mereka sendiri atau tabungan
keluarga karena bank dan lembaga keuangan memerlukan paling tidak laporan keuangan
selama dua tahun untuk menilai kinerja dan potensi perusahaan. Sebenarnya dalam dua tahun
pertama tersebut, keuangan adalah tantangan dan kebutuhan yang terbesar untuk pengusaha
baru. Jika mereka tidak bisa mendapatkan investor atau modal usaha yang bersedia menunggu
selama 2-3 tahun, biasanya ide hanya akan mati tanpa adanya realisasi.
Salah satu jenis disruptif di sektor keuangan adalah crowd-funding, yakni penemu menjelaskan
produk dan berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk pengembangan termasuk di dalamnya
skema bagi hasil. Di Indonesia, kita punya, misalnya KitaBisa.com, yang mendapatkan
pengakuan internasional, salah satunya dari majalah Forbes Asia. Crowd-funding berhasil
lainnya ialah Fintech, yang memperpendek proses transaksi keuangan. Fintech memendekkan
dan mempermudah proses pengajuan usaha di bank. Sekarang investor juga bisa
mendapatkan rate of return yang berbeda dari preferensi risiko mereka.
Layanan nonkeuangan masih sangat terbuka lebar untuk teknologi disruptif. Dengan lebih dari
setengah penduduk Indonesia tinggal di kota, dengan kemacetan lalu lintas dan makin
'mahalnya' waktu, kegiatan-kegiatan seperti membersihkan rumah, merawat kecantikan,
memanggil guru bimbingan belajar dan banyak lagi perantara lainnya dibutuhkan banyak
pelanggan. Penyedia jasa dapat bertemu secara langsung dengan pelanggan dan kualitas
layanan dapat dilakukan melalui sistem pemeringkatan pelayanan (rating).
Peluang UKM
Apa artinya fenomena ini untuk perusahaan usaha kecil dan menengah? Data dari Kementerian
Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa pada 2012 terdapat 89% dari penduduk Indonesia
bekerja sebagai angkatan kerja dalam bentuk UKM (termasuk bidang pertanian) yang hanya
menyumbang 9,9% dari total PDB. Wignaraja dan Jinjarak (2015) menemukan bahwa UKM
Indonesia hanya mengekspor 15,8% dari total ekspor Indonesia. Angka tersebut jauh lebih
rendah dari Thailand (29,5%). Sementara UKM-UKM di Vietnam, Philipina, dan Malaysia telah
menyumbang 20% dari total ekspor negaranya. Hal Ini tentunya perlu diubah.
Karena besarnya ukuran Indonesia, UKM kerap memberikan batasan diri mereka sendiri.
Penggunaan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi internasional juga tidak mudah dikuasai
oleh banyak UKM Indonesia. Tidak banyak UKM memiliki akses ke pembeli di luar negeri dan
Laporan Deloitte di 2015 mengungkapkan 73% UKM Indonesia memiliki kapasitas digital yang
sangat terbatas. Artinya sekitar dua pertiga dari semua perusahaan di Indonesia belum
memaksimalkan teknologi digital. Deloitte memperkirakan digitalisasi Indonesia akan
memungkinkan UKM untuk berkontribusi pada pertumbuhan hingga 80% lebih tinggi dari
sebelumnya dan membuat mereka 17 kali lebih mungkin untuk makin inovatif, dan pada
akhirnya, menyumbang peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia sebanyak 2%
setiap tahunnya.
UKM Indonesia dapat mengakses pasar dan teknologi di jaringan platform, atau acara
acara networking global yang mempertemukan para pelaku usaha, atau forum B-2-B (business
to business) seperti acara World Islamic Economic Forum (WIEF) di Jakarta yang
memungkinkan untuk pebisnis berkolaborasi dan mewujudkan sinergi. Acara yang digagas
pemerintah dan mitra internasionalnya ini memiliki peran penting dalam menumbuhkan motivasi
pebisnis dan menciptakan lingkungan bisnis yang positif.
Saat UKM kurang 'koneksi' dan kurang konektivitas, pemerintah memfasilitasi pertemuan yang
memungkinkan terjadinya jejaring bisnis (business network) yang menginspirasi perlunya
memanfaatkan jaringan digital (digital network) sebagai disrupsi kegiatan usaha UKM. Bisnis dan
pemerintah harus bekerja sama mengarahkan agar inovasi teknologi disruptif berdaya guna
serta mengelola perubahan dengan lebih mengoptimalkan dampak positif dan meminimalkan sisi
negatif.