Anda di halaman 1dari 3

Sore ini, dibawah langit yang “Kalau Rei ikut mama, nanti yang

kehilangannya senjanya baskara nemenin abang baskara siapa? ",


mengantarkan mamanya ke jawabku sambil mengelus-elus
tempat peristirahatan terakhir. pundaknya.
Tidak ada air mata yang menetes
" Rei takut sendiri", kata Rei,
di pipinya, namun raut kesedihan tatapannya kosong lurus kedepan
menguasai wajahnya. Matanya
yang selalu berbinar kini sayu, "Rei gak usah takut, Rei masih
tatapannya yang selalu penuh arti punya Abang", jawab baskara
kini kosong, bibirnya yang selalu " Kalau Abang juga pergi, Rei
merekah kini pucat pasi, sendirian"
tubuhnya yang selalu berdiri tegak
kini lunglai dan ringkih. Didepan Aku membalikkan badanku ke
liang lahat mamanya, tubuh samping, memeluk bocah
baskara yang ringkih itu memeluk sepuluh tahun itu dengan
erat-erat adiknya, Raina. erat,tidak ada pergerakan apa-apa,
Mengatakan bahwa semuanya dia hanya diam didalam
akan baik-baik saja tanpa mama. pelukkanku, namun aku bisa
Padahal aku tau, baskara juga merasakan kemeja hitamku basah
butuh pelukan, baskara juga karena air matanya.
butuh seseorang yang mengatakan "Maaf, Rei cengeng", katanya
kepadanya bahwa semuanya akan terbata-bata
baik-baik saja tanpa mama.
"Rei...ga apa...hari ini, Rei boleh
Langit semakin gelap, satu persatu nangis sepuasnya".
orang-orang mulai meninggalkan
Semilir angin malam menerpa
area pemakaman. Namun
wajahku,aku di teras rumah
aku, baskara dan Reina masih
baskara yang menghadap kearah
setia berjongkok didekat pusara
kolam ikan kesayangan mamanya.
mama baskara.
Rasanya asing sekali, biasanya
"Rei, mau ikut mama", kata Reina rumah ini terasa besar dan
tiba-tiba memecah keheningan dikuasai oleh hening. Namun hari
ini orang-orang berduyun-duyun
datang sedari tadi, membuat harusnya baskara pun begitu, tapi
rumah ini sedikit agak sesak, tidak, aku tidak melihat ada air
lantunan surat yasin juga yang menghujani pipinya. " Aku
terdengar memenuhi seluruh juga takut sendiri"
penjuru rumah. Baskara ikut
"Bas, ada aku. Kamu punya aku",
duduk bergabung denganku, kataku sambil menggemgam
masih dengan mata yang sayu tangannya.
namun tidak sembab, ia tidak
menangis sama sekali. Katanya, Baskara menggeleng, " Na maaf,
jika ia menangis Reina akan lebih kita batalin ya pernikahan kita? "
ketakutan nantinya, ia ingin Reina "Iya bas, aku tunggu sampai kamu
tetap merasa aman. siap, aku tunggu sampai rasa sakit
"Na, rasanya campur aduk" kamu memudar, pernikahan kita
bisa ditunda"
Aku diam, membiarkan baskara
berbicara Baskara menggeleng lagi, "bukan
ditunda na, di batalin"
"Kemaren aku seneng banget
karena hari ini aku mau nemenin Tenggorakanku tercekat, hatiku
kamu fitting baju pernikahan kita, sakit sekali seperti ditusuk jarum
sekarang rasanya sakit banget, berkali-kali. Hubungan yang
rasanya kayak mimpi lihat mama susah payah kami bangun selama
diantar pulang pakai ambulan dari empat tahun ini runtuh seketika
rumah sakit. Dari tadi aku masih hanya karena satu kalimat.
mikir, ini beneran mama yang Secepat inikah Baskara
masuk liang lahat? " mengambil keputusan? Aku
masih belum dan mungkin tidak
Aku tidak tau harus merespon akan siap mengalami ini. Satu
perkataan baskara seperti apa.
bulan terakhir rasanya aku berada
"Na, aku sama Reina sekarang di atas awan, senang sekali, hari-
yatim piatu ya?", tanyanya sambil hariku diselimuti oleh
menatapku dalam-dalam. Aku kebahagiaan karena aku dan
mulai meneteskan air mata, baskara-cinta pertamaku akhirnya
akan menikah. Tapi apa semua "Na, cari rumah yang lebih
ini? Sesak rasanya. kokoh, ya? Cari rumah yang gak
akan runtuh, cari rumah yang bisa
" Bas, katanya kamu takut
membuat kamu merasa aman,
sendiri.. Ada aku bas... Aku yang
ya? "
akan ada buat kamu,kamu gak
akan sendirian " "Bas, rasanya nyata banget, mimpi
ini rasanya nyata. Bas, aku mau
"Na, kalau aku menikah, Reina
yang akan sendirian. Aku harus bangun, aku mau ke butik untuk
jaga Reina" fitting baju pernikahan kita, aku
gak mau telat fitting baju di butik"
"Bas, ini mimpi kan? ", demi
Tuhan, aku butuh validasi bahwa "Na maaf, aku udah jadi laki-laki
ini mimpi. yang enggak bertanggung jawab",
katanya sambil memelukku erat-
"Na maaf... Maaf udah jadi rumah erat. Pelukan terakhir, katanya.
yang gak kokoh... Maaf udah Dan seketika aku tersadar bahwa
nyerah duluan.... Na maaf aku semua rangkaian kejadian
runtuh duluan" menyakitkan hari ini bukanlah
"Bas, ini mimpi tapi kok rasanya sebuah mimpi.
sakit, ya?”

Anda mungkin juga menyukai