Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ANALISA KASUS IDK

Chronic Kidney Disease atau Gagal ginjal kronis

Diajuk an untuk memenuhi salah satu tugas IDK pertemuan 15

Kelompok 2 C

Disusun Oleh :

NASHAULIA FADLINA SYAHBANI : 201FK03028

PUTRI ANDRIAN GLAUDIA LANDAETA : 201FK03029

JEJEN IJUDIN : 201FK03030

AMANDA AZHAAR NURLAYLI : 201FK03031

Kelas 1 A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANABANDUNG


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, segala puji serta syukur kita panjatkan bagi Allah SWT. Karena berkat rahmat dan
petunjuk-Nyalah, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul:“ Chronic Kidney Disease. Gagal
ginjal kronis“ Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing.

Kami telah berusaha dengan segenap kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Akan tetapi, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca, agar di lain kesempatan kami dapat memperbaiki kekurangan yang
ada.

Semoga dengan membaca makalah ini, sedikit banyaknya dapat menambah pengetahuan kita.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bandung, 31 Mei 2021


Tugas SGD ke 7:
• Membuat makalah (kelompok kecil)
• Bab 1: Contoh Kasus dan pertanyaan kasus
• Kelompok kecil membuat sebuah contoh kasus pasien Meningitis
• Kelompok kecil membuat pertanyaan atas contoh kasus yang telah dibuat
tersebut (minimal 3 pertanyaan)
• Setiap pertanyaan akan dijawab/ didiskusikan oleh kelompok lainnya
dalam SGD
• Bab 2: Tinjauan teori Penyakit Meningitis
• pengertian,
• Penyebab
• tanda dan gejala penyakit meningitis,
• Komplikasi,
• patofisiologi,
• phatway penyakit Meningitis
• pemeriksaan penunjang,
• Penanganan dan pengobatan.

• Mengupload makalah kelompok kecil ke estudy


• Presentasi oleh kelompok penyaji (seperti biasa) hari jum’at, 25 Juni 2021 sesuai
kelompok/dosen tutor masing2

BAB 1
Contoh Kasus Meningitis
Ny “N” ibu dari An “N”(5thn) datang kerumah UGD ,mengeluhkan anaknya mengalami
demam, dankejang selama di rumah. Setelah dilakukan pemeriksaan,suhu anak 38 c,
kaki kuduk, tampak tidaksadar. Pemeriksaan darah lemgkap serta dilakukan pemeriksaan
lumbal punksi, dokter menyatakan An “N” mengalami infeksi pada meninges. An “N”saat
ditempatkan di ruang isolasi, untuk mengatasi demam perawat melakukan tepid sponge,
dokter memberikan resep antibiotik, dan antipiretik.A.
• Mengapa demam NY N bisa sampai menyebabkan kejang?
Kejang karena demam dapat terjadi karena otak anak yang sedang berkembang sensitif
terhadap efek demam. Kejang ini paling mungkin terjadi dengan suhu tubuh yang tinggi,
yaitu lebih tinggi dari 102 ° Fahrenheit. Walau begitu, hal tersebut juga dapat terjadi
pada demam yang lebih ringan
• Mengapa harus dengan teknik tepid sponge? Kenapa tidak kompres habgat ?
Karena untuk memberikan penurunan suhu tubuh sebesar 0,9930C atau dibulatkan
menjadi 10C dan sedabgkan untuk Kompres hangat hanya memberikan penurunan suhu
tubuh sebesar 0,540C atau dibulatkan menjadi 0,50C
• Apa hubunganya kaki kuduk dengan meningitis?
gejala meningitis yang paling sering adalah sakit kepala hebat, yang terjadi pada hampir
90% dan kaku kuduk adalah ketidakmampuan untuk menggerakkan leher ke depan
karena terjadi peningkatan tonus otot leher dan kekakuan.

BAB2
Materi

A. Pengertian Meningitis
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu lapisan pelindung yang
menyelimuti otak dan saraf tulang belakang. Meningitis terkadang sulit dikenali, karena
penyakit ini memiliki gejala awal yang serupa dengan flu, seperti demam dan sakit
kepala.
Meningitis atau radang selaput otak dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,
atau parasit. Kondisi-kondisi tertentu, seperti melemahnya sistem imun tubuh, juga
dapat memicu munculnya meningitis.
meningitis, gejala, penyebab, cara mencegah, cara mengobati, alodokter
Semua golongan usia berpotensi terjangkit meningitis, termasuk bayi. Apabila meningitis
tidak ditangani dengan tepat, kondisi ini dapat memburuk dan memicu komplikasi
seperti kejang, gagal ginjal, atau bahkan kematian.

B. Gejala dan Faktor Pemicu Meningitis


Meski gejalanya awalnya mirip dengan flu, meningitis tetap harus diwaspadai, karena
juga dapat menimbulkan kejang dan kaku pada leher. Pada bayi di bawah usia 2 tahun,
meningitis umumnya ditandai dengan memunculkan benjolan di kepala.
Ada beberapa faktor yang dapat memicu meningitis, antara lain:
• Infeksi kuman.
• Penyakit kanker dan lupus.
• Efek samping obat dan operasi otak.
• Risiko terkena meningitis juga akan meningkat pada ibu yang sedang hamil atau lupa
menjalani imunisasi.

C. Komplikasi Meningitis

Komplikasi yang muncul akibat meningitis pada tiap orang dapat berbeda-beda. Berikut adalah beberapa
komplikasi yang dapat terjadi:

• Kehilangan penglihatan

• Kejang

• Gangguan ingatan

• Migrain

• Kehilangan pendengaran

• Arthritis atau radang sendi

• Gagal ginjal
• Syok

• Kesulitan berkonsentrasi

• Kerusakan otak

• Hidrosefalus

D. Patofisiologi

Patofisiologi meningitis disebabkan oleh infeksi yang berawal dari aliran subarachnoid yang kemudian
menyebabkan reaksi imun, gangguan aliran cairan serebrospinal, dan kerusakan neuron. Meningitis
merupakan inflamasi pada daerah meninges yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksius yang dapat
menyebabkan terjadinya meningitis bisa berupa bakteri, virus, fungsi, ataupun parasit.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa pungsi lumbal, CT Scan, MRI, dan pemeriksaan
laboratorium. Pada meningitis bakteri biasanya ditemukan adanya peningkatan tekanan, peningkatan sel
darah putih (>80% neutrophil), penurunan glukosa, peningkatan protein, dan ditemukan patogen
bakteri.

F. Penanganan Gagal Ginjal Kronis

Hampir semua penyebab Gagal Ginjal Kronik bersifat ireversibel (tidak dapat pulih kembali),
pengobatannya adalah untuk menghambat progresifitas ke arah gagal ginjal terminal. Secara umum,
pada penderita Gagal Ginjal Kronik disarankan untuk membatasi asupan natrium (garam) dan protein
terutama protein hewani. Penderita yang obesitas harus mengatur pola makan (diet) untuk menurunkan
berat badannya. Dalam hal ini penting untuk berkonsultasi dengan dokter ahli ginjal dan dokter ahli gizi.
Bagi penderita diabetes yang utama adalah mengendalikan dan menjaga kadar gula darahnya agar tetap
terkontrol. Penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi efektif dalam mengurang risiko penyakit
ginjal dan dapat mengurangi proteinuria. Olah raga yang teratur dapat membantu menjaga kadar gula
darah dan tekanan darah. Anemia (hemoglobin yang rendah) dapat diatasi dengan pemberian
eritropoitin, asam folat, vitamin B12, dan zat besi. Bila kadar fosfor serumnya tinggi, dapat diberikan
obat – obatan pengikat fosfor baik berupa kalsium atau non kalsium. Selain itu, penting juga untuk
menghindari obat – obatan yang dapat bersifat toksik terhadap ginjal.

G. Pengobatan Gagal Ginjal Kronis

• Tujuan dari penanganan adalah untuk mengendalikan tanda dan gejala, meminimalkan
komplikasi, dan memperlambat progresivitas dari penyakit. Beberapa jenis penanganan untuk
gagal ginjal kronik adalah:

• Penanganan untuk mengatasi pembengkakan. Sebagian orang dengan penyakit ginjal kronik
dapat mengalami penumpukan cairan di kaki. Dokter dapat meresepkan obat untuk membantu
meregulasi keseimbangan cairan dalam tubuh.
• Penanganan untuk mengatasi anemia. Pada situasi khusus, dokter dapat menyarankan konsumsi
suplemen hormon eritropoietin atau suplementasi zat besi. Eritropoietin dapat membantu
produksi sel darah merah pada individu dengan penyakit ginjal kronik, yang dapat membantu
mengatasi rasa lemas dan mudah lelah akibat anemia.

• Pengobatan untuk mengatasi tekanan darah tinggi. Seseorang dengan tekanan darah tinggi juga
disarankan untuk mengonsumsi obat-obat secara rutin sesuai yang dianjurkan oleh dokter.

• Pengobatan untuk mengontrol kadar kolesterol. Seseorang dengan penyakit ginjal kronik dapat
memiliki kadar kolesterol tinggi, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung.

• Pengobatan untuk melindungi tulang. Dokter dapat menganjurkan suplementasi kalsium atau
vitamin D untuk mencegah tulang yang rapuh dan mengurangi risiko terjadinya fraktur.

• Diet rendah protein untuk meminimalkan produk sisa dalam darah. Saat tubuh memproses
protein dari makanan, produk sisa menjadi terbentuk dan masuk ke aliran darah yang harus
difilter melalui ginjal. Untuk mengurangi beban kerja dari ginjal, dokter dapat menganjurkan
untuk menurunkan asupan protein dalam pola makan sehari-hari.

• Dialisis. Dialisis, atau juga dikenal dengan istilah cuci darah, merupakan metode menggunakan
peralatan untuk mengeliminasi produk sisa dan cairan berlebih dari tubuh bila ginjal sudah tidak
mampu untuk menjalani fungsinya. Metode ini umumnya dilakukan pada individu dengan
penyakit ginjal tahap lanjut.

• Transplantasi ginjal. Transplantasi ginjal melibatkan proses pemindahan ginjal dari donor yang
sehat ke tubuh seseorang dengan penyakit ginjal. Namun, seseorang harus mengonsumsi
pengobatan seumur hidup untuk mencegah tubuh menunjukkan tanda-tanda penolakan
terhadap organ yang baru. Metode ini juga dilakukan pada individu dengan penyakit ginjal tahap
lanjut.

KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berjalan progresif
dan lambat (berlangsung dalam beberapa tahun), dimulai dengan:
penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, penyakit
ginjal tingkat akhir yang disertai dengan komplikasi-komplikasi target
organ, dan akhirnya menyebabkan kematian.
Untuk memperlambat gagal ginjal kronik menjadi gagal ginjal terminal,
perlu dilakukan diagnosa dini, yaitu dengan melihat gambaran klinis,
laboratorium sederhana, dan segera memperbaiki keadaan komplikasi
yang terjadi.
Jika sudah terjadi gagal ginjal terminal, pengobatan yang sebaiknya
dilakukan adalah: dialisis dan transplantasi ginjal. Pengobatan ini
dilakukan untuk mencegah atau memperlambat tejadinya kematian.

SARAN
1. Dengan mengetahui permasalahan penyebab penyakit gagal ginjal
kronik, diharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan menghindari
penyebab penyakit ini serta benar-benar menjaga kesehatan melalui
makanan maupun berolaharaga yang benar.
2. Para tenaga ahli juga sebaiknya memberikan penyuluhan secara jelas
mengenai bahayanya penyakit ini serta tindakan pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Abbot C K, Glanton W.C, Trespalacios C.F, Oliver D, Ortiz M, Agoda L, Cruess
D, Kimmel P. Body Mass Index, Dialysis Mortality, and Survival:
Analysis the United States Renal Data System Dialysis Morbidity and
Mortality Wave II Study. Kidney International. 2004. 65, 579-605.
Budiyanto, Cakro.2009. Hubungan Hipertensi dan Diabetes Mellitus terhadap
Gagal Ginjal Kronik. Kedokteran Islam 2009.
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
Cahyaningsih, D Niken. 2011. Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Mitra
Yogyakarta: Cendekia Press.
Colvy, Jack. 2010. Tips Cerdas Mengenali dan Mencegah Gagal Ginjal.
Yogyakarta: DAFA Publishing.
Dahlan,M. Sopiyudin. 2005. Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta: Arkanas.
De Goeij, Moniek CM j, Nora V, Nynke H, Dinanda J de Jager, Elisabeth B,Yvo
WJ Sijpkens, Friedo W Dekker and Diana C Grootendorst. 2011.
Association of blood pressure with decline in renal function and time
until the start of renal replacement therapy in pre-dialysis patients: a
cohort study. BMC Nephrology 2011, 1 2:38.
Depkes. 2006. Gangguan Kardiovaskuler pada Penderita Gagal Ginjal.
Departemen Kesehatan RI. Diakses: 24 Oktober 2011.
http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/ginjal250406.htm
Dikow R,Zeiner M, Ritz E. 2005. Pthophysiology of Cardiovascular and Chronic
Renal Failure. Cardiol Clin 23 (2005) 311-317.
Echder T, Schriner RW. 2009. Cardiovascular Abnormalities in AutosomalDominant Polysystic
Kidney Disease. Nat Rev Nephrol April
2009;5(4):221-228.
Enon M, Mbreen A, Arnak MJS. 2005. Kardiovaskular faktor risiko pada
penyakit gagal ginjal kronik. International Kidney (2005) 68, 1413-1418.
Fransisca, Kristina. 2011. 24 Penyebab Ginjal Rusak. Jakarta: Penerbit Cerdas
Sehat.
Hamid AJ, Azmi MT.2009. Predictor of Survival Among and Stage Renal Failure
Patients Undergoing Dialysis Treatment in Pahang From 2000 to 2004.
Jurnal of Comunity Health 2009:Vol 15 Number 1 2009.
Hanifa, Anggie. 2010. Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Gagal
Ginjal Kronik di Unit Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan Tahun
2009 [Skripsi]. Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara.
Hastuti, T, Rini. 2008. Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita
Diabetes Mellitus di RSUD Dr.Moewardi. [Thesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Hidayati, Kushadiwijaya, Suhardi. 2008. Hubungan Antara Hipertensi, Merokok,
dan Minuman Suplemen Energi dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik.
Berita Kedokteran Masyarakat vol 24, No.2, Juni 2008.
Lukito, Benyamin. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik. 2008. Medicinus vol 2, No
1 Februari 2008-Mei 2008.
Martini, Dewa Ayu Putu. 2009. Hubungan Pengetahuan, Sikap dengan Perilaku
Hidup Sehat Pada Klien Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta [Skripsi].
Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Muzasti, Riri Andri. 2011. Hubungan Phase Angel Pada Bioelectrical Impedance
Analysis dengan Berbagai Karakteristik dan Lama Harapan Hidup
Pasien Hemodialisis Kronik. [Thesis]. Medan: Universitas Sumatera
Utara
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Pernefri. 2002. Glomerulonefritis Penyebab Terbesar Penyakit Ginjal Tahap
Akhir. Diakses pada 24 Oktober 2011. http://www.pernefri.org/3-beritakegiatan-080602.php
Pernefri. 2002. Pasien Ginjal Berisiko Hipertensi dan Anemia. Diakses pada 3
Mei 2012. http://www.pernefri.org/3-berita-kegiatan-130502.php
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Rangkuti, Deske Muhadi. 2008. Hubungan Kejadian Penyakit Arteri Perifer
dengan Lamanya Menjalani Hemodialisis (skripsi). Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Saputra, Lyndon. 2010. Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang: Binarupa
Aksara Publisher.
Silviani Dewi, Adityawarman, Lieza Dwiansari. 2010. Hubungan Lama Periode
Hemodialisis dengan Status Albumin Penderita Gagal Ginjal Kronik di
Unit Hemodialisis RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun
2010. Mandala of Health Vol. 5, No. 2, September 2011.
Tjahjadi, Vicynthia. 2002. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Sillent Killer
Diabetes. Semarang: Pustaka Widyamara.
Toto, Robert. 2003. Management of Comorbidity in Renal Disease in the 21st
Century Anemia and Bone Disease. International Kidney (2003) 64.
USRD (United States Renal Data System) 2006. USRDS Annual Data Report.
Diakses pada 24 Oktober
2011.http://www.usrds.org/2008/view/esrd_00b_hp2010.asp
Wahhdah, Nurul. 2011. Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta:
Multipress.
Windari, Dhita Putri. 2011. Ketahanan Hidup Pasien Penyakit Gagal Ginjal
Kronik Akibat Diabetes dan Non Diabetes yang Menjalani Hemodialisis
Rutin di RSUD DR.Moewardi Surakarta.[Skripsi].Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
YDGI. 2009. Penyakit Ginjal Kronik, Epidemi Global Baru. Diakses pada 15
Maret 2012. http://www.ygdi.org/_news.php?view=_kidneynewsdetail&id=4
Yuwono, Agus. 2000. Kualitas Hidup Menurut Spitzer Pada Penderita Gagal
Ginjal Terminal Yang Menjalani Hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP
Dr. Kariadi Semarang [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai