Anda di halaman 1dari 2

Krisis Pengangguran Usia Muda di Indonesia

Bank Dunia memperkirakan, untuk satu dekade ke depan, satu miliar penduduk muda akan mencoba
memasuki pasar tenaga kerja, tetapi kurang dari setengah dari mereka yang akan mendapatkan
pekerjaan formal.

Hal ini menyebabkan mayoritas penduduk usia muda, terutama yang berasal dari kelompok
minoritas dan terpinggirkan akan menganggur.

Kenaikan ketimpangan ekonomi dan tidak memadainya kesempatan kerja yang tersedia berpotensi
memberikan dampak negatif bagi generasi muda di seluruh dunia.

Menurut Sadono Sukirno (2007) dalam bukunya Makroekonomi Modern, pengangguran adalah
suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan
pekerjaan, tetapi belum bisa memperolehnya.

Pengangguran tercipta karena adanya kesenjangan (gap) antara sisi penawaran dan permintaan di
bidang lapangan pekerjaan. Sebanyak apapun tenaga kerja yang tersedia dan siap untuk bekerja,
kalau tak ada permintaan akan tenaga kerja, orang itu tidak bisa bekerja.

Youth unemployment adalah penduduk usia muda, yaitu penduduk yang berusia 15-24 tahun
menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yang mencari pekerjaan, tetapi tidak dapat
memperolehnya.

Sejatinya, pengangguran sendiri merupakan masalah bagi sebuah negara, terutama pada masa
pandemi covid 19 ini, di mana pengangguran muda kemudian secara cepat berkembang menjadi
krisis global.

Data Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional, Agustus 2020,
menunjukkan tingkat penganggur umur muda di Indonesia sebesar 20,64 persen. Ini dapat diartikan
bahwa dari 100 penduduk usia 15-24 tahun yang termasuk angkatan kerja, terdapat sekitar 20 orang
yang menganggur.

Selain itu, pangsa penganggur umur muda terhadap total penganggur di Indonesia adalah 44,85
persen. Hal ini menandakan hampir setengah dari seluruh penganggur di Indonesia berasal dari
kelompok umur muda.

Adanya penduduk umur muda yang tidak memiliki pekerjaan dalam jumlah yang besar akan
berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penduduk umur muda, jika terus-
terusan tidak dapat memperoleh pekerjaan, dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan mental.

Penduduk kelompok umur ini cenderung akan menjadi putus asa dan menyerah untuk mencari
pekerjaan, merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan.

Banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini menunjukkan efek pengangguran atau jobless
pada awal karier seseorang kemungkinan dapat menyebabkan efek jangka panjang pada prospek
pendapatan dan peluang kerja.

Penduduk umur muda yang merasa putus asa, terutama yang berasal dari keluarga dengan
pendapatan rendah, lambat laun akan kehilangan harapan untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka.

Penduduk kelompok umur ini akan kehilangan kepercayaan diri untuk memperoleh pekerjaan layak
sesuai dengan kemampuan, pada akhirnya memilih berkompromi dengan pilihan pekerjaan yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pilihan pekerjaan yang tersedia pada umumnya berada
di sektor informal atau pekerjaan dengan penghasilan rendah.

Kelompok penduduk ini terancam masuk dalam putaran “perangkap kemiskinan” (poverty trap).
Penduduk umur muda yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah kemudian bekerja pada
sektor informal yang menghasilkan pendapatan rendah juga, gagal memperbaiki kualitas hidup dan
terus hidup dalam kemiskinan.

Dampak Covid-19

Pandemi Covid-19 telah menimbulkan gangguan parah pada ekonomi dan pasar tenaga kerja di
seluruh dunia. Pada April 2020, Bank Pembangunan Asia (ADB) memperingatkan bahwa pandemi
akan mengancam pekerjaan 68 juta pekerja di seluruh Asia jika wabah berlanjut hingga September.

Adanya pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya penganggur umur muda
di Indonesia. Data BPS menunjukkan peningkatan penganggur muda sebesar 2 persen di Indonesia
antara tahun 2019 dan 2020 (Sakernas).

Suatu negara, jika stabilitas ekonominya mulai memburuk, masalah pengangguran akan muncul dan
dampak langsungnya dapat diamati pada generasi muda yang biasanya menjadi yang pertama
diberhentikan dari pekerjaan.

Berkaca dari krisis ekonomi sebelumnya, krisis 2008, penduduk umur muda akan sulit untuk
menemukan atau mempertahankan pekerjaan akibat dianggap “kurang pengalaman” di pasar
tenaga kerja karena kurangnya masa kerja mereka.

ADB dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam laporan mereka menyatakan bahwa krisis akan
berdampak berbeda pada penduduk umur muda, tergantung pada situasi mereka di pasar tenaga
kerja.

“Beberapa remaja akan menghadapi kesulitan menyeimbangkan pendidikan dan pelatihan dengan
kebutuhan untuk melengkapi pendapatan keluarga. Yang lain akan menghadapi tantangan untuk
mencari pekerjaan pertama mereka di pasar tenaga kerja dengan permintaan yang sangat
terbatas,”demikian diungkapkan oleh kedua organisasi tersebut.

“Lebih banyak penduduk umur muda akan menghadapi kesulitan dalam peralihan dari pekerjaan
tidak tetap dan informal ke pekerjaan yang layak. Dan semakin banyak penduduk umur muda yang
tidak bekerja atau tidak dalam pendidikan maupun pelatihan (NEET) mungkin semakin terlepas dari
pasar tenaga kerja,” demikian ditambahkan.

Dampak pandemi Covid-19 pada pasar tenaga kerja pada penduduk kelompok umur muda
membutuhkan penanganan berskala besar dan terarah.

Banyak upaya telah dilakukan pemerintah dalam upaya penanganan pengangguran, mulai dari
pemberian stimulus bagi pelaku usaha, subsidi upah, hingga penyediaan Kartu Prakerja. Salah satu
rekomendasi ILO adalah merancang program pasar tenaga kerja aktif yang tepat sasaran.

Ini termasuk menyediakan program subsidi upah yang ditargetkan untuk penduduk umur muda,
mendukung penduduk umur muda dalam perencanaan pekerjaan dan bantuan pencarian kerja,
memperluas akses penduduk umur muda untuk mendapatkan kembali keterampilan dan
peningkatan keterampilan, dan berinvestasi dalam kewirausahaan penduduk kelompok umur muda.

Anda mungkin juga menyukai