Anda di halaman 1dari 5

FISAFAT ILMU

2.1. Kebenaran, Rasional Dan Empiris


Konsep 'realitas' merupakan salah satu wacana yang paling banyak
dibicarakan oleh para filosof, terutama antara filosof Barat dan Islam
Salah satu kritikan para filosof Muslim yang ditujukan kepada
filsafat Barat adalah kecenderungan mereka untuk membatasi satu-
satunya makna realitas pada makhluk empiris. Studi tentang realitas telah
mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini. Perdebatan, tentang arti
'kenyataan' itu sendiri. Misalnya, pemikiran tentang realitas yang
didasarkan pada pandangan dunia sekuler dan liberal sering
memperdebatkan dan meragukan Tuhan sebagai realitas 'metafisik‘ yang
dapat 'diketahui.
perkembangan manusia atau juga versi 'kematian Tuhan' dari
Nietzsche. Menurut Peter Ramus, 'modern' berarti lebih; superioritas dan
perkembangan, kebalikannya adalah 'primitif'. Artinya, pandangan Barat
mengakui Tuhan, tetapi hanya pada tataran gagasan metafisik yang
'kabur' dan spekulatif; juga tidak ilmiah.
Dengan demikian, epistemologi Barat memandang bahwa objek
ilmu pengetahuan terbatas pada realitas fisik. Akibatnya, otoritas dan
intuisi direduksi menjadi pengalaman indrawi belaka. Maka segala
sesuatu yang tidak terindra dianggap sebagai 'tidak ada'. Akhirnya, sains
dianggap 'netral' dari nilai, atau bebas nilai. Padahal, kajian filsafat ilmu
kontemporer menunjukkan bahwa kegiatan ilmiah 'lahir' melalui
program-program penelitian yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar
metafisik; yaitu berdasarkan ideologi meskipun teologi. Jadi, tentu saja
hal- hal yang mengikuti di balik asumsi Tersebut; baik metodologi,
kerangka dan program Penelitian, tentu saja, dapat memiliki gaya
metafisik yang memproyeksikan pandangan Dunia tentang sebuah
peradaban tentang apa yang disebut Realitas' itu sendiri. Pengetahuan'
dan manusia sebagai 'penerima ilmu' serta subjek ilmu yang 'mampu
mengetahui' karena kekuasaan Tuhan.
1. Pembahasan ilmiah tentang realitas menurut Richaard rorty yang di
tulis oleh Y.P Iealumbang lebidah menitiberatkan pada aspek epiris
dari realitas itu sendiri.
2. Sedangkan Non-epirs hanya disebut sebagai ide yaitu, itu tidak
terwujud dalam realitas empiris yang du rassahkan.
Karena perbedaan pemahaman tentang realitas, maka pemahaman
tentang kebenaran menjadi berbeda pula : untuk menentukan rumusan
realitas alttas, akan dilakukan metode deskriptif dan Analisa kritis
terhadap karya-karya al-attas yang secara khusus membahas metafisika;
didalamnya terdapat pembahasan tentang realitas. Latar belakang inilah
yang membawa fokus penelitian ini untuk menggali makna realitas, baik
fisik maupun metafisik, serta klasifikasi dan hubungan antar realitas;
serta cara pandang para filosof kontemporer yang menghubungkan
realitas fisik dan metafisik dalam kajian filsafat Islam.
Pemikiran al-attas tentang realitas secara etimologis dan
terminologis, al-attas memaknai realitas (dan kebenaran) dengan
menyatukannya menjadi satu istilah yang unik; yaitu aqq. Aqq bagi al-
attas adalah fakta yang memiliki arti penting dalam membawa manusia
memahami kebenaran; yang tidak hanya berlaku sebagai sifat dari suatu
pernyataan, keyakinan, bahkan penilaian, tetapi juga berlaku sebagai ciri
dari sifat realitas.
Singkatnya, itu adalah keadaan keberadaan dalam mencakup segala
sesuatu. Di sini, al-attas ingin mengatakan bahwa dimensi aqq adalah
realitas dan kebenaran dan keduanya berkaitan dengan keadaan
keberadaan. Oleh karena itu, salah satu nama tuhan adalah aj-ḥaqq; yang
digambarkan sebagai eksistensi absolut, di mana tuhan adalah realitas,
dan bukan sekadar konsep, menarik untuk diketahui menurut al-attas
meskipun keberadaab adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh semua
orang yang berbeda dalam berbagai tingkat keberadaan. Bahkan
keberadaan juga merupakan bahan penyusun realitas itu sendiri.
Namun, kebenaran yang Membuat sesuatu menjadi dirinya sendiri
bukanlah Keberadaannya, melainkan Perbedaan dari yang lain.
Sebagaimana telah disinggung dalam penjelasan sebelumnya, Wacana
yang berkaitan dengan Realitas salah satunya tidak akan lepas dari dua
hal yang cukup Prinsip; empiris dan non- empiris
2.2. Pemikiran Filsafat
Jadi tentu saja hal-hal yang mengikuti di balik asumsi baik
metodologi, kerangka kerja, maupun program penelitian tentunya data
memiliki gaya metafisika yang memproyeksikan pandangan tentang
realitas itu sendiri. Selain itu, konsep ilmu tidak dapat di reduksi
menjadi hal- hal empiris yang rasional saja karena tindakan tersebut
termasuk sekularisasi yang menyelamatkan hubungan antara Tuhan
sebagai sumber pengetahuan dan manusia sebagai penerima dan subjek
jika pengetahuan itu mampu mengetahui kekuatan Tuhan. Menurut
Richard Rorty dalam YP kalumbang, focus dariaspek empiris adalah
realita itusendiri.
Oleh karena itu kebenaran non empiris selalu menjadi perdebatan
tanpa akhir. Karena tidak bias menyamakan erti darikebenaran itu
sendiri maka islam menghendaki agar kita percayapada Pemikiran
metafisika, seperti tuhan, Malaikatdan lain lain yang tentunya tidak
mengakar dalam tradisi epistemologi barat khususnya ilmu pengetahuan
modern
1. Kebenaran Empiris
Ideologi yang dating dari budaya dan peradaban barat. Hasil dari
peradaban barat adalah kebingungan intelektual, yang pada
akhirnya akan menghancurkan nilai moral. Ada perbedaan yang
mendasar antara islam dan filosofi metefisika, dan ilmu tentang
realitas dan kebenaran.
2. Pemikiran Al-Attas tentang realitas
Secara etimologis dan terminologis Al-Attas memaknai realitas
(kebenaran) dengan menyatukannya menjadi satu istilah yang unik
yaitu haqq. Haqq bagi Al-Attas adalah fakta yang memiliki arti
penting dalam membawa manusia membawa kebenaran. Yang
tidak hanya berlaku sebagai sifat dari suatu pernyataan, keyakinan,
bahkan penilaian, tetapi juga berlaku sebagai ciri dari sifat realitas.
Menurut Kant metafisika adalh ilusi transcendental, dan pernyataan
metafisika sebenarnyatidak memiliki nilai epistemology. Secara langsung
epistemology dan dan metodologi menggunakan wahyu dari agama
sebagai sumber ilmu yang hakiki menjadi sesuatu yang berada di luar
bidang ilmu. Tetapi diklasifikasikan sebagai area transenden di luar
kemampuan manusia. Oleh karena itu Kant menekankan bahwa
metafisika merupakan bagian dari ilmiah dan spekulasi, Dengan arti kata
yang sudah menghilangkan makna Al Attas menemukan kerangka
berpikir baru yaitu ralitas non empiris yang berbeda, dimana realitas non
empiris tersebut tidak mendasari ilmu pengetahuan. Disini realitas
immaterial adalah dasar dari realitas material fisik.
Hubungan antara realitas fisik dan realitas metafisik, Relasi antara
Tuhan sebagai realitas non-empiris absolut dan alam diperkuat oleh
penjelasan al-Attas dalam sebuah ceramah. Ia menyebutkan bahwa alam
memiliki akar kata dari alam, yang dari segi asalnya berasal dari 'alima
yang secara terminologis berasal dari film. 'Ilm berarti ilmu yang
merupakan produk pengetahuan Tuhan, dan salah satu nama Tuhan
adalah al-Alim.
Tujuan dari pemikiran filsafat adalah, mengurangi tujuan
metafilsafat, pikiran filosofi, pemikiran filosofis. Pikiran filosifis adalah
cara menghadapai sesuatu yang biasanya tidak mempertimbangkan
masing- masing sesuatu dengan sendirinya, tetapi dalam hubungan
dengan orang lain dan dalam pandangan dunia tertentu sesuatu konsepsi
atau teori yang luas.
2.3. Filsafat Ilmu dan Ilmu
Flsafat ilmu adalah filsafat yang mempelajari secaara system
pengetahuan ilmu yang berhubugan dalam masalah-masalah filospfi dan
fundamental yang terdapat pada ilmu untuk menvapai pengetahuan yang
ilmiah.
System pembentukan ilmu.
1. Hipotesisi (dugaan pemikiran)
2. Teori (data valid)
3. Dalil (teori mencapai generalis asli yang umum)
4. Hukum (teori dapat memastikan hubungan sebab akibat yang serba
tetap dimana saja)
Konsep dasar filsafat umum
1. Filsafat sebagai logika ilmu
2. Filsafat sebagai klarifikasi makna
3. Filsafat sebagai aksesiologiempiris
4. Filsafat sebagai kosmologimpiris

Filsafat sebagai logika ilmu


Sebagai ilmu, logika disebut dengan logikeepisteme (bahasa latin:
logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur Kata logis yang
dipergunakan Tersebut bisa diartikan dengan masuk akal.
logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang objek
materialnya adalah berpikir dengan penalaran, dan objek formal logika
adalah penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Logika adalah
sebuah cabang Filsafat yang praktis. Dasar penalaran dalam logika ada
Dua, yakni deduktif dan induktif
Tujuan Filsafat Ilmu
1. Mendalami Unsur-Unsur Pokok Ilmu
2. Memahami Sejarah Pertumbuhan, Perkembangan Dan Kemajuan
Ilmu Diberbagai Bidang
3. Menjadi Pedoman Bagi Para Dosen Dan Mahasiswa Dalam
Mendalami Studi Diperguruan Tinggi
4. Mendorong Pada Calon Ilmuan Untuk Konsisten Dalam
Mendalami Ilmu Dan Mengembangkannya
5. Mempertegas Bahwa Dalam Persoalan Sumber Dan Tujuan Antara
Ilmu Dan Agama Tidak Ada Pertentangan

Anda mungkin juga menyukai