Konsep 'realitas' merupakan salah satu wacana yang paling banyak dibicarakan oleh para filosof, terutama antara filosof Barat dan Islam Salah satu kritikan para filosof Muslim yang ditujukan kepada filsafat Barat adalah kecenderungan mereka untuk membatasi satu- satunya makna realitas pada makhluk empiris. Studi tentang realitas telah mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini. Perdebatan, tentang arti 'kenyataan' itu sendiri. Misalnya, pemikiran tentang realitas yang didasarkan pada pandangan dunia sekuler dan liberal sering memperdebatkan dan meragukan Tuhan sebagai realitas 'metafisik‘ yang dapat 'diketahui. perkembangan manusia atau juga versi 'kematian Tuhan' dari Nietzsche. Menurut Peter Ramus, 'modern' berarti lebih; superioritas dan perkembangan, kebalikannya adalah 'primitif'. Artinya, pandangan Barat mengakui Tuhan, tetapi hanya pada tataran gagasan metafisik yang 'kabur' dan spekulatif; juga tidak ilmiah. Dengan demikian, epistemologi Barat memandang bahwa objek ilmu pengetahuan terbatas pada realitas fisik. Akibatnya, otoritas dan intuisi direduksi menjadi pengalaman indrawi belaka. Maka segala sesuatu yang tidak terindra dianggap sebagai 'tidak ada'. Akhirnya, sains dianggap 'netral' dari nilai, atau bebas nilai. Padahal, kajian filsafat ilmu kontemporer menunjukkan bahwa kegiatan ilmiah 'lahir' melalui program-program penelitian yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar metafisik; yaitu berdasarkan ideologi meskipun teologi. Jadi, tentu saja hal- hal yang mengikuti di balik asumsi Tersebut; baik metodologi, kerangka dan program Penelitian, tentu saja, dapat memiliki gaya metafisik yang memproyeksikan pandangan Dunia tentang sebuah peradaban tentang apa yang disebut Realitas' itu sendiri. Pengetahuan' dan manusia sebagai 'penerima ilmu' serta subjek ilmu yang 'mampu mengetahui' karena kekuasaan Tuhan. 1. Pembahasan ilmiah tentang realitas menurut Richaard rorty yang di tulis oleh Y.P Iealumbang lebidah menitiberatkan pada aspek epiris dari realitas itu sendiri. 2. Sedangkan Non-epirs hanya disebut sebagai ide yaitu, itu tidak terwujud dalam realitas empiris yang du rassahkan. Karena perbedaan pemahaman tentang realitas, maka pemahaman tentang kebenaran menjadi berbeda pula : untuk menentukan rumusan realitas alttas, akan dilakukan metode deskriptif dan Analisa kritis terhadap karya-karya al-attas yang secara khusus membahas metafisika; didalamnya terdapat pembahasan tentang realitas. Latar belakang inilah yang membawa fokus penelitian ini untuk menggali makna realitas, baik fisik maupun metafisik, serta klasifikasi dan hubungan antar realitas; serta cara pandang para filosof kontemporer yang menghubungkan realitas fisik dan metafisik dalam kajian filsafat Islam. Pemikiran al-attas tentang realitas secara etimologis dan terminologis, al-attas memaknai realitas (dan kebenaran) dengan menyatukannya menjadi satu istilah yang unik; yaitu aqq. Aqq bagi al- attas adalah fakta yang memiliki arti penting dalam membawa manusia memahami kebenaran; yang tidak hanya berlaku sebagai sifat dari suatu pernyataan, keyakinan, bahkan penilaian, tetapi juga berlaku sebagai ciri dari sifat realitas. Singkatnya, itu adalah keadaan keberadaan dalam mencakup segala sesuatu. Di sini, al-attas ingin mengatakan bahwa dimensi aqq adalah realitas dan kebenaran dan keduanya berkaitan dengan keadaan keberadaan. Oleh karena itu, salah satu nama tuhan adalah aj-ḥaqq; yang digambarkan sebagai eksistensi absolut, di mana tuhan adalah realitas, dan bukan sekadar konsep, menarik untuk diketahui menurut al-attas meskipun keberadaab adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh semua orang yang berbeda dalam berbagai tingkat keberadaan. Bahkan keberadaan juga merupakan bahan penyusun realitas itu sendiri. Namun, kebenaran yang Membuat sesuatu menjadi dirinya sendiri bukanlah Keberadaannya, melainkan Perbedaan dari yang lain. Sebagaimana telah disinggung dalam penjelasan sebelumnya, Wacana yang berkaitan dengan Realitas salah satunya tidak akan lepas dari dua hal yang cukup Prinsip; empiris dan non- empiris 2.2. Pemikiran Filsafat Jadi tentu saja hal-hal yang mengikuti di balik asumsi baik metodologi, kerangka kerja, maupun program penelitian tentunya data memiliki gaya metafisika yang memproyeksikan pandangan tentang realitas itu sendiri. Selain itu, konsep ilmu tidak dapat di reduksi menjadi hal- hal empiris yang rasional saja karena tindakan tersebut termasuk sekularisasi yang menyelamatkan hubungan antara Tuhan sebagai sumber pengetahuan dan manusia sebagai penerima dan subjek jika pengetahuan itu mampu mengetahui kekuatan Tuhan. Menurut Richard Rorty dalam YP kalumbang, focus dariaspek empiris adalah realita itusendiri. Oleh karena itu kebenaran non empiris selalu menjadi perdebatan tanpa akhir. Karena tidak bias menyamakan erti darikebenaran itu sendiri maka islam menghendaki agar kita percayapada Pemikiran metafisika, seperti tuhan, Malaikatdan lain lain yang tentunya tidak mengakar dalam tradisi epistemologi barat khususnya ilmu pengetahuan modern 1. Kebenaran Empiris Ideologi yang dating dari budaya dan peradaban barat. Hasil dari peradaban barat adalah kebingungan intelektual, yang pada akhirnya akan menghancurkan nilai moral. Ada perbedaan yang mendasar antara islam dan filosofi metefisika, dan ilmu tentang realitas dan kebenaran. 2. Pemikiran Al-Attas tentang realitas Secara etimologis dan terminologis Al-Attas memaknai realitas (kebenaran) dengan menyatukannya menjadi satu istilah yang unik yaitu haqq. Haqq bagi Al-Attas adalah fakta yang memiliki arti penting dalam membawa manusia membawa kebenaran. Yang tidak hanya berlaku sebagai sifat dari suatu pernyataan, keyakinan, bahkan penilaian, tetapi juga berlaku sebagai ciri dari sifat realitas. Menurut Kant metafisika adalh ilusi transcendental, dan pernyataan metafisika sebenarnyatidak memiliki nilai epistemology. Secara langsung epistemology dan dan metodologi menggunakan wahyu dari agama sebagai sumber ilmu yang hakiki menjadi sesuatu yang berada di luar bidang ilmu. Tetapi diklasifikasikan sebagai area transenden di luar kemampuan manusia. Oleh karena itu Kant menekankan bahwa metafisika merupakan bagian dari ilmiah dan spekulasi, Dengan arti kata yang sudah menghilangkan makna Al Attas menemukan kerangka berpikir baru yaitu ralitas non empiris yang berbeda, dimana realitas non empiris tersebut tidak mendasari ilmu pengetahuan. Disini realitas immaterial adalah dasar dari realitas material fisik. Hubungan antara realitas fisik dan realitas metafisik, Relasi antara Tuhan sebagai realitas non-empiris absolut dan alam diperkuat oleh penjelasan al-Attas dalam sebuah ceramah. Ia menyebutkan bahwa alam memiliki akar kata dari alam, yang dari segi asalnya berasal dari 'alima yang secara terminologis berasal dari film. 'Ilm berarti ilmu yang merupakan produk pengetahuan Tuhan, dan salah satu nama Tuhan adalah al-Alim. Tujuan dari pemikiran filsafat adalah, mengurangi tujuan metafilsafat, pikiran filosofi, pemikiran filosofis. Pikiran filosifis adalah cara menghadapai sesuatu yang biasanya tidak mempertimbangkan masing- masing sesuatu dengan sendirinya, tetapi dalam hubungan dengan orang lain dan dalam pandangan dunia tertentu sesuatu konsepsi atau teori yang luas. 2.3. Filsafat Ilmu dan Ilmu Flsafat ilmu adalah filsafat yang mempelajari secaara system pengetahuan ilmu yang berhubugan dalam masalah-masalah filospfi dan fundamental yang terdapat pada ilmu untuk menvapai pengetahuan yang ilmiah. System pembentukan ilmu. 1. Hipotesisi (dugaan pemikiran) 2. Teori (data valid) 3. Dalil (teori mencapai generalis asli yang umum) 4. Hukum (teori dapat memastikan hubungan sebab akibat yang serba tetap dimana saja) Konsep dasar filsafat umum 1. Filsafat sebagai logika ilmu 2. Filsafat sebagai klarifikasi makna 3. Filsafat sebagai aksesiologiempiris 4. Filsafat sebagai kosmologimpiris
Filsafat sebagai logika ilmu
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logikeepisteme (bahasa latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur Kata logis yang dipergunakan Tersebut bisa diartikan dengan masuk akal. logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang objek materialnya adalah berpikir dengan penalaran, dan objek formal logika adalah penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Logika adalah sebuah cabang Filsafat yang praktis. Dasar penalaran dalam logika ada Dua, yakni deduktif dan induktif Tujuan Filsafat Ilmu 1. Mendalami Unsur-Unsur Pokok Ilmu 2. Memahami Sejarah Pertumbuhan, Perkembangan Dan Kemajuan Ilmu Diberbagai Bidang 3. Menjadi Pedoman Bagi Para Dosen Dan Mahasiswa Dalam Mendalami Studi Diperguruan Tinggi 4. Mendorong Pada Calon Ilmuan Untuk Konsisten Dalam Mendalami Ilmu Dan Mengembangkannya 5. Mempertegas Bahwa Dalam Persoalan Sumber Dan Tujuan Antara Ilmu Dan Agama Tidak Ada Pertentangan