PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Investasi berisiko rendah adalah jenis investasi di mana hanya akan ada sedikit
ancaman kerugian yang perlu diperhatikan. Namun, jumlah keuntungan yang akan diterima
investor juga biasanya tidak seberapa.
Investasi disepakati menjadi salah satu kata kunci dalam setiap pembicaraan tentang
konsep ekonomi. Wacana pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja baru, serta
penanggulangan kemiskinan pada akhirnya menempatkan investasi sebagai pendorong
utama mengingat perekonomian yang digerakkan oleh konsumsi diakui amat rapuh
terutama sejak 1997. Dalam teori neo-klasik dikemukakan untuk membangun kinerja
perekonomian suatu negara maka dibutuhkan akumulasi kapital (Kuncoro, 2000). Negara
berkembang lebih memerlukan investasi terutama asing karena pada umumnya tingkat
tabungan domestik rendah (Sadli, 2002). Kobrin (1977) berpendapat bahwa investasi
khususnya investasi asing bisa dan memang berperan sebagai medium transfer kebutuhan
akan sumber daya seperti teknologi, kemampuan manajerial, jalur ekspor dan modal dari
negara-negara industri ke negaranegara berkembang, oleh karena itu, investasi akan
meningkatkan produktivitas dan terkait pula dengan pertumbuhan ekonomi.
Peranan modal asing dalam pembangunan telah lama diperbincangkan oleh para ahli
ekonomi pembangunan. Secara garis besar pemikiran mereka sebagai berikut (Chenery dan
Carter, 1973): Pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh
negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan
ekonomi, kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan dengan
perubahan struktur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting
dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural. Keempat, kebutuhan akan modal
asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi (meskipun
modal asing di masa selanjutnya lebih produktif). Studi dari Kokko dan Blomstrom (1995)
atas perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan-perusahaan multinasional
AS di 30 negara menunjukkan bahwa kebijakan yang positif untuk mendorong modal dalam
negeri di bidang pendidikan dan prasarana dasar akan lebih efektif dalam merangsang alih
teknologi melalui perusahaan-perusahaan multinasional dari pada menuntut berbagai
kinerja tertentu.
Studi Empiris mengenai dampak modal asing terhadap pertumbuhan umumnya
difokuskan dengan mengestimasi fungsi produksi Neo-Klasik, yang menggambarkan
bagaimana pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh akumulasi faktor-faktor produksi, seperti
modal dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi ini selanjutnya dapat dipisah menurut
asalnya, dalam negeri atau luar negeri. Hasil studi secara umum memberikan indikasi bahwa
arus masuk modal asing telah menimbulkan dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di negara sedang berkembang kawasan Asia dan Pasifik. Asumsi dasar latar
belakang pemikiran tersebut adalah bahwa setiap satu dolar modal asing yang masuk akan
mengakibatkan kenaikan satu dolar impor dan investasi (Papanek, 1972). Dengan asumsi ini
dan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang stabil, dimungkinkan untuk menghitung
dampak modal asing yang masuk terhadap pertumbuhan ekonomi. Atau sebaliknya, dapat
dihitung berapa modal asing yang diperlukan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi
1
tertentu. Keterpurukan Indonesia dalam krisis ekonomi yang berlarut-larut, salah satunya
disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah untuk mengembalikan tingkat investasi
seperti sebelum krisis.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan pencanangan “tahun
investasi” berturut-turut pada tahun 2003 dan 2004 tidak cukup menarik minat investor
menanamkan modal di Indonesia. Pada tahun 1997, nilai penanaman modal dalam negeri
(PMDN) memuncak senilai Rp. 119 triliun dengan jumlah proyek 723 unit. Namun nilai
PMDN terus merosot sejak posisi puncak tersebut. Tahun 2003, PMDN tinggal senilai Rp. 50
triliun dengan 196 proyek. Pada November 2004 tercatat nilai PMDN terus merosot hingga
Rp. 33,4 triliun dengan 158 proyek (Kuncoro, 2004). Pola yang sama tampak pada
penanaman modal asing (PMA). Tahun 1997, PMA tercatat sebesar 33,7 milliar dollar
Amerika Serikat (AS) dengan 778 proyek. Tahun 2003 nilai investasi asing ini anjlok menjadi
14 miliar dollar AS dengan 1.170 proyek. Ironisnya hingga November 2004, nilai PMA baru
tercatat 9,6 miliar dollar AS dengan 1.066 proyek (Kuncoro, 2004). Namun, perlu dicatat
bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak merata dirasakan antar daerah. Pada
saat ekonomi nasional mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi –13% pada tahun 1998,
terbukti perekonomian propinsi Irian Jaya tumbuh sebesar 12,7%, demikian juga dengan
batam yang mengeyam pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5% (Kuncoro, 2004). Jelas bahwa
Country Risk tidak identik dengan Regional Risk. Kondisi yang demikian menggambarkan
resiko lokal tidak dapat dipandang sama dengan resiko makro-nasional. Promosi lokal yang
kompetitif antar daerah perlu dilakukan oleh pemerintah-pemerintah daerah untuk
berlomba-lomba mendapatkan.
Rumusan Masalah
1. Apakah investasi rendah bisa memperoleh keuntungan yang tinggi
2. Bagaimana dampak investasii rendah di negara indonesia
3. Mengapa kita harus memilih investasi yang tepat
Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui apakah investasi masih mampu memberikan keuntungan saat
masa ini
2. Untuk mengetahui dampak dari investasi
3. Untuk mengetahui manfaat apabila memilih investasi yang tepat
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penanaman Modal
Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah-istilah yang dikenal, baik
dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang- undagan. Istilah
investasi merupakan istilah yang lebih popular dalam dunia usaha, sedangkan istilah
penanaman modal lebih banyak digunakan dalam bahasa perundang-undanga. Investasi
berasal dari kata invest yang berarti menanam, menginvestasikan atau menanam uang.1
Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah-istilah yang dikenal, baik
dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang-undagan. Istilah
investasi merupakan istilah yang lebih popular dalam dunia usaha, sedangkan istilah
penanaman modal lebih banyak digunakan dalam bahasa perundang-undanga.
Namun, pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama
sehingga kadang- kadang digunakan secara interchangeable.2 Pasal 1 Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, menyebutkan bahwa Penanaman
Modal adalah segala bentuk kegiatan Penanaman modal, baik oleh penanaman modal
dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah
Negara Republik Indonesia. Menurut Salim HS yang diaksud dengan investasi itu adalah
penanaman modal yang diilakukan oleh investor, baik investor asing maupun domestic
dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi, dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik unsur-unsur terpenting dari kegiatan
investasi atau penanaman modal, yaitu:
1. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya untuk
mempertahankan modal.
2. Bahwa modal tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat
mata dan dapat diraba, tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifat tidak
kasat matadan tidak dapat diraba.
3. Investasi dibagi menjadi dua macam yaitu investasi asing dan investasi
domestik. Investasi asing yang bersumber dari pembiayaan luar negeri,
sedangkan investasi domestic adalah investasi yang bersumber dari
pembiayaan dalam negeri.
Setiap usaha penanaman modal harus diarahkan kepada kesejahteraan masyarakat.
Artinya, dengan adanya investasi yang ditanamkan para investor dapat meningkatkan
kualitas masyarakat Indonesia. Investasi dibagi menjadi dua macam, yaitu investasi asing
(PMA) dan investasi domestik (PMDN).
Investasi asing merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri,
sedangkan investasi domestik adalah investasi yng bersumber dari pembiayaan dalam
negeri. Investasi ini digunakan untuk membangun usaha yang terbuka untuk investasi
dan tujuannya untuk memperoleh keuntungan.
3
B. Sejarah Perkembangan Penanaman Modal
Pembicaraan tentang sejarah perkembangan penanaman modal tidak lepas
dari pembicaraan tentang gelombang atau periodisasi penanaman modal, yaitu
periode kolonialisme kuno, dan pasca-kemerdekaan. Periode kolonialisme kuno
dimulai pada abad ke-17 dan abad ke-18. Melalui kebijaksanaan pemerintah Hindia-
Belanda yang memperkenankan masuknya modal asing dari Eropa untuk
menanamkan modalnya dalam bidang pertambangan.
Di samping itu, pemerintah Belanda juga mulai membuka tanah-tanah pertanian
di Indonesia dengan mengeluarkan aturan pertanahan yang dikenal dengan
“Agrarische Wet” pada tahun 1870. Dengan adanya peraturana ini, maka penanaman
modal asing yang khususnya datang dari swasta Eropa dan mempunyai hubungan
dekat dengan pemerintah Belanda diizinkan untuk melakukan usahanya di Indonesia,
namun masih terbatas pada daerah-daerah pertanian tertentu yang tidak diusahakan
oleh pemerintah Belanda untuk usaha perkebunan dengan pengawasan yang sangat
ketat oleh pemerintah daerah jajahan.
Sedangkan bidang usaha lain seperti pertambangan, perdagangan, dan
sebagainya tetap dikuasai dan dijalankan oleh pemerintah Belanda. Berbagai
perkembangan terjadi dengan variasi yang berbeda lewat masuknya penanaman
modal asing swasta Eropa ke Hindia-Belanda diantaranya terjadi kenaikan produksi
hasil bumi, adanya kewenangan bertindak bagi buruh untuk mendapatkan
penghasilan meskipun kecil karena bekarja sebagai buruh upahan di perkebunan
swasta asing. Hal itu berbanding terbalik dengan perkebunan yang dikelola oleh
pemerintah kolonial Belanda dimana kondisi kerja buruh sangat memprihatinkan. Para
buruh dipandang sebagai hewan kerja yang malas, lamban, dan pembohong.
Pesatnya penanaman modal asing yang dilakukan oleh swasta Eropa di Hindia-
Belanda menunjukan bahwa perekonomian Hindia-Belanda sudah mulai
diperkenalkan dengan modal asing, oleh Boeke dalam buku Economics and Economic
policy of Dual Societies disebut sebagai ekonomi yang bersifat dualistis. Pada periode
pasca kemerdekaan secara yuridis Indonesia telah memulai babak baru dalam
mengelola secara mandiri perekonomian negara guna melaksanakan pembangunan
nasional, meskipun penanaman modal tetap mengalami kemandekan karena
penjajahan Belanda dan lebih parah lagi pada masa penjajahan Jepang. Bahkan selama
17 tahun berikutnya Indonesia hanya menjadi negara pengimpor barang modal dan
teknologi, tidak satupun dalam bentuk penanaman modal asing secara langsung.
Sampai dengan tahun 1949 setelah Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan
dari Belanda, keadaan penanaman modal terutama asing yang masuk ke Indonesia
masih tetap mengalami kemandekan dan hanya penanaman modal asing warisan
pemerintah Belanda saja yang sudah mulai kembali beroperasi.
Pada tahun 1953 pemerintah menyusun suatu rencana Undang-Undang
Penanaman Modal Asing (PMA) yang dirancang untuk berbagai persyaratan minimum
sambil mendorong penanaman modal asing pada beberapa bidang usaha tertentu.
Oleh Pauw dikemukakan bahwa undang-undang tersebut tidakbanyak memberikan
kemudahan, membatasi para penanam modal asing untuk bergerak pada beberapa
4
bidang usaha tertentu diantaranya jasa pelayanan umum dan pertambangan, namun
menguntungkan penanam modal dalam negeri pada beberapa bidang usaha yang
biasanya dijalankan oleh orang Indonesia.
Belum cukup dua tahun setelah berlakunya undang-undang tersebut, prospek
masuknya penanaman modal asing dengan dibentuknya undang-undang tersebut
menjadi sirna setelah pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan- perusahaan
Belanda pada Desember tahun 1957. Sudah dapat diduga setelah tahun 1957 industri
mengami stagnan seperti halnya seluruh sektor perekonomian nasional.
6
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam
negeri.
7
3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan koordinasi Penanaman modal.
4. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan
usaha penanaman modal.
5. Mematuhi semua ketentun peraturan perundang-undangan.
10
BAB III
CONTOH KASUS DAN ANALISIS
Konvensi ICSID terbentuk sebagai akibat dari situasi perekonomian dunia di era
tahun 1950-1960-an ketika beberapa negara berkembang menasionalisasi
perusahaanperusahaan asing yang berada di dalam wilayahnya. Tindakan nasionalisasi
terhadap investor-investor asing di dalam wilayah negara berkembang telah mengakibatkan
konflik-konflik ekonomi yang tidak sedikit justru mengubah sengketa ekonomi menjadi
sengketa politik atau bahkan sengketa terbuka (perang). Bank dunia kemudian
memprakarsai pembentukan suatu badan arbitrase internasional yaitu The International
Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) yang didirikan pada tanggal 14 oktober
1966 yang berkedudukan di Washington. ICSID didirikan untuk penyelesaian sengketa di
bidang penanaman modal asing. 1 Dengan adanya lembaga ini, membuka kemungkinan bagi
penanaman modal asing yang menanamkan modalnya di suatu negara peserta konvensi
ICSID bilamana mereka menganggap telah diperlakukan kurang wajar oleh pihak pemerintah
suatu negara dapat mengajukan gugatan atau klaim sengketa tentang penanaman modal
asing yang merupakan sengketa hukum (legal dispute) kepada dewan arbitrase ICSID.
Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi tentang penyelesaian sengketa
mengenai penanaman modal antarnegara dan warga negara lain (Convention on the
Settlement of Investment Dispute Between States and Nationals of Other States) melalui UU
No.5 Tahun 1968. Pasal 2 UU No.5 Tahun 1968 menyatakan bahwa sesuatu perselisihan
mengenai penanaman modal antara Indonesia dengan warga negara asing diputuskan
menurut konvensi ICSID dan mewakili Republik Indonesia dalam perselisihan tersebut untuk
hak substitusi. Kemudian dalam Pasal 3 disebutkan bahwa untuk melaksanakan putusan
Mahkamah Arbitrase ICSID di wilayah Indonesia, maka diperlukan pernyataan Mahkamah
Agung untuk melaksanakannya.
Pada tahun 1966 Indonesia baru berperkara di hadapan ICSID ketika melawan Amco
Asia Corporation, di mana pada saat itu posisi Indonesia menjadi tergugat dan Amco Asia
Corporation menjadi penggugat. Kasus sengketanya adalah mengenai Pencabutan izin
investasi yang telah diberikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terhadap
AMCO untuk pengelolaan Hotel Kartika Plaza, yang semula diberikan untuk jangka waktu 30
tahun. Namun BKPM mencabut izin investasi tersebut ketika baru memasuki tahun ke-9.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dengan adanya ICSID sebagai lembaga
penyelesaian sengketa terkait penanaman modal asing maka penulis tertarik untuk
membahas bagaimana penyelesaian sengketa di ICSID terkait kasus AMCO vs Indonesia.
Pengaturan Penyelesaian Sengketa Melalui ICSID Konvensi ICSID terdiri dari 10 bab
yang terbagi ke dalam 67 pasal. Bab 1 bagian 1 mengatur tentang berbagai aspek tentang
arbitrase, yakni mulai dari pembentukan sampai organisasi arbitrase. Bab II mengatur
tentang yurisdiksi, Bab III dan Rules of Procedure for Conciliation Proceedings (Conciliation
Rules) mengatur mengenai konsiliasi. Tentang Arbitrase sendiri, yaitu tentang permohonan,
konstitusi, wewenang dan fungsi arbitrase serta putusan, pengakuan putusan arbitrase
diatur dalam Bab V. Kemudian tentang penggantian pendiskualifikasian arbitrator dan
konsiliator, biaya persidangan, tempat persidangan masing-masing diatur dalam Bab VI
11
sampai dengan VII. Sengketa-sengketa para pihak, perubahan konvensi serta ketentuan-
ketentuan akhir selanjutnya diatur dalam Bab-bab terakhir,VIII, IX, dan X^3
ICSID memiliki yurisdiksi terhadap sengketa yang muncul secara langsung dari
penanaman modal. Pasal 25 ayat (2) konvensi ICSID menyatakan bahwa pihak sengketa
haruslah negara yang telah menjadi anggota Konvensi ICSID dan warga negara, negara yang
juga merupakan anggota Konvensi dan harus ada pernyataan tertulis berupa kesepakatan
dari kedua belah pihak yang bersengketa, mengenai penyerahan klausul penyelesaian
sengketa kepada ICSID. Manakala suatu sengketa muncul, the centre akan membentuk
suatu panel Arbitrase atau Konsiliasi untuk menanganinya. Selanjutnya, peranan the Centre
hanyalah mengawasi jalannya persidangan.
Kasus sengketa antara Pemerintah Indonesia dalam perkara Hotel Kartika Plaza
Indonesia telah diputus dalam tingkat pertama oleh lembaga ICSID yang putusannya
berisikan bahwa Pemerintah Indonesia telah dinyatakan melakukan pelanggaran baik
terhadap ketentuan hukum internasional maupun hukum Indonesia sendiri. Pemerintah
Indonesia yang diwakili oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah melakukan
pencabutan lisensi penanaman modal asing yang dilakukan oleh para investor asing seperti
AMCO Asia Corporation, Pan America Development dan PT. Amco Indonesia.
Dalam tingkat pertama, tim arbitrase memberikan keputusan yang terlalu
menitikberatkan pada ketentuan hukum internasional dan juga lebih mengutamakan
perasaan keadilan dan kepatutan (ex aquo et bono). Disini pemerintah Indonesia
dikalahkan. Terhadap hasil putusan tingkat pertama, Indonesia mengajukan permohonan
untuk membatalkan putusan tersebut. Tindakan Indonesia dalam mencabut lisensi atau izin
penanaman modal asing dianggap benar sesuai dengan hukum nasional yang berlaku.
Sehingga pemerintah Indonesia seharusnya dibebaskan dari kewajiban membayar ganti
kerugian. Namun, hasil dari putusan panitia adhoc ICSID tingkat kedua Indonesia tetap
diwajibkan untuk membayar biaya kompensasi ganti kerugian atas perbuatannya main
hakim sendiri terhadap penanaman modal asing.
Putusan tingkat ketiga oleh ICSID pada pokoknya berisikan bahwa Indonesia tetap
dikenakan kewajiban pembayaran terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pencabutan
lisensi atau izin penanaman modal asing kepada pihak investor yaitu sebesar US $ 3.200.000
pada tingkat pertama.
Penyelesaian Sengketa melalui Konsiliasi dalam ICSID diatur di Bab Tiga dari ICSID
Convention dan Rules of Procedure for Conciliation Proceedings (Conciliation Rules).
Penyelesaian perselisihan pertama kali dapat diupayakan melalui konsiliasi, yaitu berupa
usul yang putusannya tidak mengikat. Apabila dianggap perlu, para pihak dapat
melanjutkannya ke proses arbitrase. Indonesia dinyatakan bersalah dalam kasus tersebut
dan berkewajiban membayar kerugian yang ditimbulkan kepada pihak investor yaitu
sebesar US $ 3.200.000 pada tingkat pertama dan hasilnya selalu kalah di setiap fase
Revision dan Annulment.
12
BAB IV
KESIMPULAN
Investasi berisiko rendah adalah jenis investasi di mana hanya akan ada
sedikit ancaman kerugian yang perlu diperhatikan. Namun, jumlah keuntungan yang
akan diterima investor juga biasanya tidak seberapa. Istilah Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) berasal dari bahasa inggris, yaitu domestic investment. Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) dapat ditemukan dalam pasal 2 Undang-undang Nomor
6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Istilah Penanaman
Modal Asing merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu foreign investment.
Pengertian Penanaman Modal Asing ditemukan dalam pasal 1 Undang-undang Nomor
1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Penanaman Modal Asing adalah
hanya meliputi modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan
ketentuan-ketentuan undang-undang dan digunakan untuk menjalankan usaha di
Indonesia.
13
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER INTERNET
https://repository.uin-suska.ac.id/7119/4/BAB%20III.pdf
https://www.google.com/search?
q=PENGERTIan+investasi+rendah+&sxsrf=APq-
WBuiDMLjS3YuIOkIchvPDrv3ZdIetQ
%3A1649077904488&ei=kO5KYsGqHYmNseMPy6KH4AY&ved=0ahUKEwjBstD1
vfr2AhWJRmwGHUvRAWwQ4dUDCA0&uact=5&oq=PENGERTIan+investasi+re
ndah+&gs_lcp=Cgdnd3Mtd2l6EAMyBQghEKABMgUIIRCgAToECCMQJzoLCAAQg
AQQsQMQgwE6CwguEIAEELEDEIMBOgQILhBDOgQIABBDOgoIABCxAxCDARBD
OgcIABCxAxBDOggIABCABBCxAzoICC4QgAQQsQM6BQguEIAEOggIABCxAxCDAT
oKCAAQsQMQgwEQCjoFCAAQgAQ6BggAEBYQHjoICAAQFhAKEB46BwghEAoQo
AFKBAhBGABKBAhGGABQAFicoQFgjKgBaABwAXgAgAH_AYgB4yuSAQYwLjMwL
jOYAQCgAQHAAQE&sclient=gws-wiz
file:///C:/Users/user/Downloads/64773-ID-investasi-dan-pertumbuhan-
ekonomi-region%20(4).pdf
file:///D:/BAB%201.pdf
14