Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PELUANG, ISU DAN TANTANGAN BANK SYARIAH

DI PROVINSI ACEH

Disusun Oleh:

Nama : Adzkia Shyafara


NIM : 210603122
Mata Kuliah : Perbankan Syariah Lanjutan
Dosen : Dr. Muhammad Yasir Yusuf, M.A

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2022 M / 1443 H

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih


lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji atas kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahan rahmat, hidayah, dan karunia-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul tentang “Peluang, Isu Dan Tantangan Bank
Syariah Di Provinsi Aceh.”

Makalah ini ditulis berdasarkan berbagai sumber yang


berkaitan dengan materi “Peluang, Isu Dan Tantangan Bank
Syariah Di Provinsi Aceh”. Jika ada kesalahan dalam pembuatan
makalah ini kami mohon maaf karena masih dalam tahap belajar.

Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada pengajar mata


kuliah “Perbankan Syariah Lanjutan” atas bimbingan dan arahan
dalam penulisan makalah ini. Dan juga kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah memberikan masukan dan pandangan,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

ii
Penulis berharap semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai “Peluang, Isu Dan
Tantangan Bank Syariah Di Provinsi Aceh”. Shingga penulis
berharap bagi pembaca untuk dapat memberikan pandangan dan
wawasan agar makalah ini menjadi sempurna.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang


“Peluang, Isu Dan Tantangan Bank Syariah Di Provinsi Aceh”
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca
atau0pendengar0yang0budiman.

Banda Aceh, 14 Mei 2022

ADZKIA SHYAFARA
Penyusun

iii
ABSTRAK

Nama : Adzkia Shyafara


NIM : 210603122
Fakultas/Prodi : Ekonomi dan Bisnis Islam / Perbankan Syariah
Judul : Peluang, Isu dan Tantangan Bank Syariah
di Provinsi Aceh
Dosen : Dr. Muhammad Yasir Yusuf, M.A

Perbankan syari’ah semakin hari perkembangannya semakin dikenal


di masyarakat. Tak hanya untuk kalangan Islam semata, tetapi juga
bagi mereka yang non muslim. Peluang perbankan syariah ke depan
amat besar. Mengingat, banyaknya komponen yang mendukung
terciptanya perbankan syariah yang sehat dan terpercaya. Berbagai
komponen pendukung tersebut perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Peluang yang ada, sekecil apapun akan ikut berkontribusi dalam
pengembangan perbankan syariah. Hanya saja, peluang untuk
menjadi perbankan syariah yang mapan, tidak lepas dari berbagai
tantangan. Baik yang berasal dari dalam, maupun datang dari luar.
Kesemua tantangan perlu dihadapi, dipecahkan untuk selanjutnya
dicari solusinya yang tepat demi kemajuan perbankan syariah di
Provinsi Aceh khususnya dan umum nya untuk perbankan syariah
yang ada di Indonesia.

Kata Kunci: Peluang, Isu, Tantangan, Perbankan Syari’ah

iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN COVER...................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................... i
ABSTRAKK.... ................................................................................ i
DAFTAR ISI ................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................1


A. Latar Belakang Masalah ....................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................5
C. Tujuan ................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................6


A. Peluang Hadirnya Bank Syariah di Aceh ...........................6
B. Isu ......................................................................................6
C. Tantangan ..........................................................................6
D. Realitas Objektif .................................................................6
E. Problematika .......................................................................6
F. Alternatif Solusi Dan Kerangka Kerja Ke Depan ..............6

BAB III PENUTUP .....................................................................52


A. Kesimpulan .....................................................................52
B. Saran .................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….. 64

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi di Indonesia saat ini telah mengalami


perkembangan teknologi yang sangat pesat. Teknologi informasi
saat ini merupakan kebutuhan yang sangat penting, Teknologi
sendiri sudah menjadi tuntutan yang mendesak untuk setiap orang
dalam menyelesaikan permasalahan secara cepat dan dapat
meringankan pekerjaan. Seiring berjalannya waktu perkembangan
teknologi informasi terkhusus untuk peran komputer saat ini sangat
mendapat perhatian dan peranan lebih di dunia globalisasi.
Teknologi informasi dapat memberi dampak yang luar biasa bagi
dunia perbankan. Akhir-akhir ini banyak perubahan pada teknologi
informasi dan bidang telekomunikasi karena banyaknya desakan
yang timbul karena dasyatnya kompetisi di dunia perbankan hingga
saat ini. Perkembangan teknologi semakin hari semakin berkembang
pesat, tinggal bagaimana kita menghadapinya siap ataupun tidak siap
kita harus mengikuti perkembangan teknologi.

Perkembangan teknologi perbankan digital, mulai


memperkaya aktivitas keuangan setiap nasabah. Kemudahan yang
diberikan membuat nasabah merasa diistimewakan, namun
sayangnya sebagian masyarakat Indonesia masih mengapresiasi
layanan digital banking ini. Menurut data lembaga keuangan dunia,
diketahui hanya 54% masyarakat Indonesia yang memiliki akses

1
layanan perbankan, sedangkan sisanya tidak. Generasi milenial
sekarang berpikir bahwa ATM mobile banking, internet banking,
SMS banking, dll sangat umum, yang menjadi arus utama saat ini.
Orang berpikir bagaimana orang membuka rekening, menabung,
mengajukan kredit atau pinjaman dan layanan perbankan lainnya
tanpa harus di bank terkait secara langsung. Bank melihat hal ini
sebagai potensi dan peluang yang dapat meningkatkan minat calon
nasabah dan menjadikan mereka nasabah bank untuk memberikan
layanan yang dibutuhkan nasabah sehingga menjadi loyal kepada
bank (Kholis, 2020).
Industri perbankan akhir-akhir ini mulai memberikan
layanan perbankan digital. Keuntungan yang dapat di ambil
perbankan untuk memajukan perbankan digital ialah perkembangan
teknologi, telepon seluler kini berkembang sangat pesat dan semakin
maraknya pengguna ponsel sehingga perbankan syariah masuk
menawarkan produk-produknya melalui media teknologi dan telpon
seluler. Transformasi era digital sekarang ini hampir semua hal bisa
dilakukan melalui smartphone semua bisa dilakukan misalnya
menonton film, mendengarkan musik, membeli tiket pesawat,
belanja pakaian ataupun sejenisnya, karena ungkapan yang paling
tepat bukan lagi customer is king tapi customer is dictator.
Di era digital saat ini perbankan Syariah harus lebih sigap
memberikan pelayanan yang mudah, cepat dan aman dengan
memanfaatkan teknologi saat ini. Salah satu strategi yang dapat
diterapkan untuk mengembangkan digitalisasi perbankan yaitu
melalui kerja sama dengan perusahaan teknologi khususnya

2
telekomunikasi, karena perusahaan telekomukasi hampir dipastikan
memiliki teknologi canggih yang dapat mendukung digitalisasi
dalam dunia perbankan.
Permasalahan yang sering muncul di dunia perbankan digital
yaitu kecepatan internet yang selalu tertinggal, hingaa saat ini hanya
sekitar seperempat dari populasi penduduk Indonesia yang
mempunyai akses terhadap pelayanan bank meski sudah beroprasi
selama berpuluh-puluh tahun. Seiring perkembangan teknologi yang
semakin meningkat, dunia perbankan masih harus menghadapi
tantangan dalam mengadopsi teknologi digital. Terkait dengan hal
tersebut masih banyak bank yang kesulitan dengan data dan
informasi konsumen misalnya, data konsumen (perilaku), produk
yang konsumen butuhkan saat ini, model bisnis yang seperti apa
yang pantas digunakan, dan bagaimana cara bank menciptakan relasi
antar bank dan konsumen.
Fenomena yang sering muncul dalam dunia perbankan
khususnya perbankan yang ada di kota palopo adalah tingginya
tingkat persaingan antara bank konvensional dan bank syariah dalam
meningkatkan minat nasabah untuk menabung di bank. Di era digital
banking saat ini perbankan lebih cepat tanggap dalam mengambil
peluang untuk lebih memanjakan nasabah dengan adanya layanan
internet banking, mobile banking, sms banking, ATM. Dengan
hadirnya digital banking di tengah masyarakat dapat lebih
memudahkan nasabah untuk melakukan transaksi tanpa harus ke
bank langsung.

3
Dunia digital adalah perjalanan yang sangat rumit dan sulit
untuk dijalankan oleh karena itu, dibutuhkan investasi dan
perencanaan yang cermat untuk pengambilan keputusan yang
menyangkut seluruh bank. Pengambilan resiko pada bank namun
gagal untuk dipahami maka akan merusak waralaba yang dibangun
dari generasi ke generasi. Seiring berjalannya waktu perkembangan
perbankan syariah semakin pesat, sehingga bank syariah sekarang
mulai meningkatkan upaya untuk memikat nasabah sebanyak
mungkin dengan meningkatkan kualitas dan pelayannya serta
menawarkan produk-produk baru yang dapat memikat minat
nasabah. Tingkat pengaruh digital banking di era sekarang ini
membawa pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan
lingkungan dan merubah pola fikir dan perilaku masyarakat dalam
menentukan bank yang sesuai kebutuhan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,


maka rumusan permasalahan yang dapat di buat adalah sebagai
berikut :

1. Bagaimana Peluang dengan hadirnya Bank Syariah di


Provinsi Aceh ?
2. Bagaimana isu terhadap Bank Syariah di Provinsi Aceh ?
3. Apa tantangan yang di hadapi dengan hadirnya Bank Syariah
ini di Provinsi Aceh ?

4
C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas,


secara umum penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui Peluang dengan hadirnya Bank Syariah


ini di Provinsi Aceh.
2. Untuk mengetahui isu terhadap Bank Syariah di Provinsi
Aceh.
3. Untuk mengetahui bagaimana tantangan yang di hadapi
dengan hadirnya Bank Syariah ini di Provinsi Aceh.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PELUANG BANK SYARIAH DI ACEH

Perbankan syari’ah, sesungguhnya memiliki peluang yang


besar untuk terus berkembang. Gubernur BI, Burhanuddin Abdulah
menegaskan, “prospek perbankan syari’ah di masa depan,
diperkirakan akan semakin cerah.” Menarik untuk dicatat, Bank
Indonesia telah merevisi proyeksi pertumbuhan aset dan jaringan
kantor bank syari’ah. Pada tahun 2011 diperkirakan aset bank
syari’ah mencapai Rp 171 triliun dengan share bank syari’ah sekitar
9,10 persen dari total bank di Indonesia dengan jumlah kantor
cabang diperkirakan mencapai 817 kantor. Untuk tahun 2005,
menurut Ketua DSN, KH. Ma’ruf Amin akan ada tiga bank asing
dan 14 BPD yang membuka layanan syari’ah.

Peluang yang besar dan terbuka lebar bagi perbankan


syari’ah di Indonesia, merupakan sesuatu yang wajar. Setidaknya
ada sejumlah argumentasi untuk menguatkan pendapat ini. Pertama,
mayoritas penduduk Islam. Kuantitas ini, merupakan bangsa pasar
yang begitu potensial. Ketika umat Islam mau memanfaatkan maka
bank syari’ah akan berkembang lebih pesat dan dahsyat. Akan tetapi,
bukan berarti menafikan pelanggan non-muslim, bahkan menjadi
tantangan tersendiri bagi insan perbankan syari’ah untuk meraihnya.
Beberapa perbankan syari’ah luar negeri, sudah banyak memiliki

6
customer nonmuslim. Kedua, fatwa bunga bank. Fatwa ini, dapat
menjadi legitimasi bagi perbankan syariah dalam mensosialisasikan
kiprahnya. Umat perlu disadarkan bahwa ada alternatif pilihan,
bahkan solusi untuk menghindari bunga, berganti sistem bagi hasil
(profit sharing) yang lebih berkeadilan. Walaupun tidak lantas
terjebak dengan sentimen emosional keagamaan tapi tetap
mengedepankan rasional profesional dengan tampilnya bank syariah
yang sehat dan terpercaya.

Ketiga, menggeliatnya kesadaran beragama. Hal ini ditandai


dengan maraknya acara keagamaan seperti pengajian dan umroh
para eksekutif dan selebritis, diskusi aktual keislaman di kampus
atau masjid, termasuk kuliah subuh di radio dan televisi. Bahkan ada
majelis atau instansi mengadakan acara keagamaan secara rutin.
Tentunya, semua ini memberi andil cukup besar dalam menggugah
kesadaran beragama, termasuk untuk menerapkan perekonomian
Islam. Keempat, menjalarnya penerapan ekonomi Islam. Saat ini,
hadir asuransi syariah (takaful), pegadaian syari’ah, MLM syariah
(ahad net), koperasi syariah, pasar modal syariah dan obligasi
syari’ah termasuk bisnis hotel syariah. Pada gilirannya, memberi
peluang begitu lebar bagi bank syariah untuk melakukan net
working, sehingga akan lebih berkembang dan bisa saling
menguntungkan. Kelima, berkembangnya lembaga keislaman.
Kehadiran partai Islam pasca reformasi, setidaknya berpengaruh
terhadap iklim kehidupan nasional. Terutama ketika politisi muslim
tampil sebagai pembuat kebijakan (law maker). Diharapkan

7
kebijakannya sesuai syariah dan mendukung penuh pada kemajuan
bank syariah. Berdirinya sekolah tinggi ekonomi Islam atau
sejumlah perguruan tinggi yang membuka jurusan ekonomi Islam,
serta maraknya sekolah Islam unggulan merupakan saham berharga
untuk mencetak kader-kader ekonom dan bankir Islam.

B. ISU BANK SYARIAH DI ACEH

Pasal 2;

1. Lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh berdasarkan


prinsip syariah;

2. Akad keuangan di Aceh menggunakan prinsip syariah.

Pasal 6; Qanun LKS berlaku :

 Setiap orang yang beragama Islam yang bertempat


tinggal di Aceh atau badan hukum yang melakukan
tranksaksi keuangan di Aceh.

 Setiap orang yang beragama bukan Islam dapat


menundukan diri pada Qanun ini.

 Setiap orang bukan Islam, badan usaha/badan


hukum melakukan transaksi keuangan dengan
Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kab/Kota.

 LKS yang menjalankan kegiatan usahanya di Aceh.

 LKS di luar Aceh yang berkantor pusat di Aceh.

8
Pasal 14 ayat (4) : “Rasio pembiayaan Bank Syariah terhadap
UMKM minimal 30 % paling lambat tahun 2020 dan minimal 40 %
pada tahun 2022.

Pasal 65 “ Pada saat Qanun ini mulai berlaku, lembaga keuangan


yang beroperasi di Aceh wajib menyesuaikan dengan qanun ini
paling lama 3 (tiga) tahun sejak Qanun ini diundangkan”. (Qanun ini
diundangkan Tgl.4 Januari 2019).

C. TANTANGAN BANK SYARIAH DI ACEH

Di samping memanfaatkan peluang, perbankan syari’ah juga


dituntut menghadapi berbagai tantangan, yang semakin kompleks.
Seperti yang telah dipaparkan, usia perbankan syari’ah di Indonesia
masih relatif muda, laksana ‘sosok’ remaja yang masih mencari ‘jati
diri’. Tantangan yang dihadapinya pun tidaklah ringan dan mudah.
Kalamuddinsjah, Regional Manager BMI Jateng/DIY,
mengibaratkan membangun perbankan syari’ah seperti membangun
jaringan transportasi kereta api yang harus dimulai dari membuat rel.
Mengapa? Oleh karena menciptakan satu landasan ekonomi
syari’ah, harus dimulai dari nol. Berbeda dengan bank nasional yang
telah mapan serta dukungan penuh dari pemerintah.

Pendapat Kalamuddinsyah ini, memberi gambaran, betapa


tantangan yang dihadapi bank syari’ah di Indonesia masih cukup
berat. Secara umum, tantangan berat yang harus dipecahkan itu
adalah bagaimana menjadikan industri keuangan syari’ah yang

9
mapan (established), yakni perbankan syari’ah yang profesional,
sehat dan terpercaya. Apabila diklasifikasikan, berbagai tantangan
tersebut ada yang berasal dari dalam (internal), dan ada yang datang
dari luar (eksternal). Tantangan dari dalam adalah sejumlah
tantangan yang harus dipecahkan, berasal dari ‘ diri ‘ bank syari’ah
sendiri.

Sejumlah tantangan itu meliputi;

a. Pengembangan kelembagaan. Sampai saat ini, kelembagaan


perbankan syari’ah belum sepenuhnya mapan. Beberapa hal
masih perlu dibenahi, terutama dalam manajemen, tugas dan
wewenang, peraturan, dan struktur keorganisasian. Hubungan
antara bank konvensional dengan unit syari’ahnya
(subsystem) perlu diperjelas, agar sinergis. Dual banking
system yang selama ini dijalankan perlu disempunakan,
terutama karena belum adanya Deputi Gubernur khusus
syari’ah. Bahkan ke depan perlu dipikirkan adanya BCS
(Bank Central Syari’ah).
b. Sosialisasi dan promosi. Di lapangan, cukup banyak
masyarakat yang belum memahami secara utuh ‘sosok’ bank
syariah. Meminjam istilah Adiwarman A. Karim, setidaknya
ada 3 kategori nasabah, yakni loyalis syariah, loyalis
konvensional dan pasar mengambang (floating market).
Potensi pasar mengambang mencapai Rp 720 triliun.
Persoalan pada pasar mengambang adalah ada yang sudah
tahu tapi belum paham, sudah paham tapi belum percaya,

10
sudah percaya tapi belum sepenuhnya berpartisipasi. Proses
sosialisasi perlu dilakukan secara continue. Promosi yang
gencar dan menarik dengan memanfaatkan berbagai media,
baik media bellow the line (event-event, seminar, brochure,
spanduk, umbul-umbul) maupun media above the line
(televisi, radio, koran, majalah). Promosi via televisi
nampaknya masih jarang. Padahal promosi lewat media ini
cukup efektif untuk pembentukan branch image dan branch
awareness. Yang perlu digarisbawahi bahwa, sosialisasi dan
promosi itu harus mampu membentuk image dan dapat
mengubah pilihan pasar mengambang pada bank syariah.
c. Perluasan jaringan kantor. Indonesia memiliki wilayah yang
amat luas. Akan tetapi jumlah kantor syariah yang beroperasi
hingga ke pelosok masih kurang. Rizqullah, praktisi BNI
Syariah mengakui, ‘ salah satu kendala pertumbuhan bank
syariah adalah masih terbatasnya jaringan.’ Tantangan ini
barangkali dapat dipecahkan dengan cara mensupport
pemerintah mendirikan bank syariah, optimalisasi outlet pada
setiap bank konvensional dan bank asing atau menggolkan
konversi bank BUMN besar menjadi bank syariah.
d. Peningkatan SDM. Harus diakui secara jujur, bahwa sumber
daya insani perbankan syariah yang profesional, amanah, dan
berkualitas belum sepenuhnya tersedia. Insan perbankan yang
berkualifikasi syariah handal masih jarang. Nampaknya,
sebagian besar SDM terutama level menengah ke atas masih
hasil didikan ekonomi konvensional. Padahal, yang

11
dibutuhkan bukan hanya menguasai ekonomi/perbankan
modern, tetapi sekaligus paham fiqih (syariah) serta mampu
berinovasi dalam menyelesaikan ‘pernak-pernik’ persoalan
bank syariah yang sistemnya masih baru. Training, workshop,
seminar, studi banding, serta berbagai pembinaan lain untuk
meningkatkan kompetensi SDM harus mendapat perhatian
serius.
e. Peningkatan modal. Tantangan ini masih dirasakan oleh bank
syariah di Indonesia. Ungkapan Ma’ruf Amin perlu
direnungkan, ‘jika bank-bank syariah berandai melakukan
suatu sindikasi dalam mendanai proyek besar, masih belum
mampu.’ Pernyataan seperti ini sungguh ironis, tetapi itulah
kenyataannya. Para stake holder (pemegang saham) bank
syariah perlu menambah modalnya, sehingga risk taking
capacity-nya meningkat. Besar kecilnya kemampuan
pembiayaan bankbank syariah, amat tergantung pada
kemampuan modalnya. Perlu juga nampaknya mendesak
pemerintah untuk menempatkan dana besar pada bank
syariah.
f. Peningkatan pelayanan. Perbankan syariah perlu terus
meningkatkan kualitas pelayanannya. Prinsip pelayanan yang
ramah, mudah, cepat dan murah harus menjadi trade mark
bank syariah. Ramah dalam melayani, mudah dan cepat
dalam proses, serta murah dalam biaya (administrasi). Begitu
pula upaya mempermudah akses informasi dan pengambilan
uang atau tabungan harus ditingkatkan. Pemanfaatan online

12
internet dan ketersedian fasilitas ATM di berbagai lokasi
strategis dan mudah terjangkau, merupakan keniscayaan.
Ketujuh, pembinaan dan pengawasan. Dalam operasionalnya
di lapangan, bank syariah harus terus dibina dan sekaligus
diawasi. Dibina untuk lebih berkembang, diawasi agar tidak
timbul penyimpangan. Pengawasan pada bank syariah di
daerah, termasuk pada bank konvensional yang membuka
syariah perlu dilakukan dengan ketat dan hatihati. Jangan
muncul kesan formalitas identitas syariah, praktek dan
sistemnya tidak berbeda dengan konvensional.

Sejumlah tantangan di atas, merupakan tantangan dari dalam


(internal). Usaha perbankan merupakan industri yang menjual
kepercayaan. Berbagai tantangan internal itu perlu dipecahkan,
sehingga masyarakat lebih percaya dan mau berpartisipasi aktif.
Selanjutnya ada juga tantangan yang datang dari luar dan tidak kalah
penting untuk diselesaikan.

Kesatu, belum memadainya kerangka hukum. Tantangan ini


bersifat mendesak, karena akan menghambat upaya pengembangan
bank syariah. RUU perbankan syariah yang tengah digodok perlu
diperjuangkan untuk segera diundangkan. Aturan tentang pasar
modal syariah, surat utang negara syariah, obligasi syariah serta
aturan lain sangat penting. Intinya, semua aturan yang akan
memberikan ruang gerak lebih luas bagi pelaku bisnis syariah.

13
Kedua, dukungan pemerintah belum penuh. Pemerintah
mendukung keberadaan perbankan syariah, tetapi dalam tataran
kebijakan (political will) dan keseriusan (good will) belum optimal.
Para menteri, gubernur, bupati belum memberi tempat yang layak.
Di BI (bank Indonesia) belum ada Deputi Gubernur khusus syariah.
Selayaknya, Dewan Syariah Nasional dan bankir syariah melakukan
lobi-lobi dan pendekatan kepada pemerintah, baik pusat maupun
daerah, agar dukungan konkret dan nyata pada perbankan syariah
dapat terealisasikan.

Ketiga, sinisme masyarakat. Tidak terelakkan, masih ada


masyarakat yang memandang dengan senyum sinis. Terjadi mis-
persepsi, seolah bank syariah itu eklusif (untuk umat Islam), sistem
bagi hasil kurang menguntungkan dan susah prosesnya. Bank
syariah perlu mempromosikan dirinya secara simpatik dan memikat.
Berusaha mengubah mindset mereka dan yang penting mampu
menampilkan sosok bank syariah yang profesional, berkualitas dan
menguntungkan. Tantangan dari luar bukan untuk dihindari, tetapi
untuk dihadapi. Berbagai tantangan diharapkan akan memotivasi
setiap insan perbankan syariah untuk terus belajar dan berkarya.

14
D. REALITAS OBJEKTIF

Aceh memiliki keistimewaan dan otonomi khusus dalam tata


kelola pemerintahan, politik, ekonomi, hukum, pendidikan,
adat istiadat dan syari’at Islam sebagaimana tertuang dalam
Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2006.

Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh berada dalam bingkai


negara (state), dan pemerintah bertanggung jawab mewujudkan
pelaksanaan syari’at Islam di seluruh wilayah Aceh. Syari’at Islam
yang diwujudkan di Aceh dalam makna syari’at Islam kaffah yang
mencakup akidah, syariah dan akhlaq. Pelaksanaan syariat Islam
secara kaffah dalam bingkai negara, memiliki akar kuat dalam
sejarah kerajaan Aceh Darussalam ke-16 dan ke-17.

E. PROBLEMATIKA

Aceh masih berada pada peringkat kedua provinsi termiskin


di Sumatera, setelah Provinsi Bengkulu (Data BPS per Maret 2020).
Syari’at Islam dalam aspek mu’amalah belum menyentuh secara
menyeluruh lembaga keuangan, sehingga belum mampu
mengangkat kehidupan ekonomi masyarakat Aceh ke arah yang
lebih baik, adil, sejahtera dan bermamfaat.

Pilihan masyarakat terhadap lembaga keuangan konv


ensiona dalam kegiatan ekonomi dan transaksi keuangan dirasakan
cukup tinggi, karena masih memiliki pikiran pragmatis dan

15
paradigma kapitalistik. Lembaga Keuangan Syariah (LKS), belum
cukup maksimal menampilkan performa GCG-nya, sebagai lembaga
keuangan yang kuat, mandiri dan profesional, bia dibandingkan
dengan lembaga keuangan konvensional.

Berdasarkan problematika ini, mendorong Pemerintah Aceh


mengeluarkan kebijakan Qanun Aceh No.11 Tahun 2018 tentang
Lembaga Keuangan Syariah. Qanun ii bertujuan menata lembaga
keuangan syariah, mewujudkan ekonomi masyarakat Aceh yang adil
dan sejahtera dalam naungan syariat Islam.

F. ALTERNATIF SOLUSI DAN KERANGKA KERJA KE


DEPAN

1. Penataan regulasi yang responsif di tingkat pusat dan daerah,


guna memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dan LKS
(termasuk pemikiran fikih dan fatwa yang responsif dan
berkemajuan).

2. Penguatan kelembagaan LKS secara terstruktur, sistematis


dan responsif melalui:

 Peningkatan kapasitas SDI secara profesional yang


berbasis moral.
 Peningkatan infrastruktur IT secara cepat, profesional,
dan responsif terhadap perkembangan ekonomi
masyarakat.

16
 Memperkuat komitmen dan tanggung jawab menerapkan
GCG pada LKS.

3. Penguatan kapasitas masyarakat, melalui pendidikan dan


pelatihan yang terukur dan sistemik.

4. Membuka akses informasi dan akses keuangan yang lebar


kepada masyarakat, terutama kepada para pelaku UMKM.

5. Penguatan koordinasi dan sinergitas antara LKS dengan


Pemerintah, perguruan Tinggi, institusi sosial-
kemasyarakatan dan institusi keagamaan.

6. Membangun dan memperkuat jaringan kerjasama


antar LKS dan LKS dengan dunia Usaha dan dunia indutri
(DUDI).

7. Melakukan need assesment terhadap persepsi dan kebutuhan


masyarakat terhadap LKS, sehingga dapat menghasilkan
Roadmap arah Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Syariah
Aceh Pasca Implementasi Qanun Aceh No.11 Tahun 2018
tentang Lembaga Keuangan Syariah.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada usianya yang masih relatif muda, kehadiran perbankan
syariah di Indonesia sungguh memberikan segudang harapan bagi
umat, akan terciptanya kehidupan perekonomian nasional yang
berkah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang adil dan
makmur.
Peluang perbankan syariah ke depan amat besar. Mengingat,
banyaknya komponen yang mendukung terciptanya perbankan
syariah yang sehat dan terpercaya. Berbagai komponen pendukung
tersebut perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Peluang yang ada,
sekecil apapun akan ikut berkontribusi dalam pengembangan
perbankan syariah. Hanya saja, peluang untuk menjadi perbankan
syariah yang mapan, tidak lepas dari berbagai tantangan. Baik yang
berasal dari dalam, maupun datang dari luar. Kesemua tantangan
perlu dihadapi, dipecahkan untuk selanjutnya dicari solusinya yang
tepat demi kemajuan perbankan syariah. Akan tiba saatnya, di mana
bank syariah menjadi ‘ primadona ‘, yang berperan penting dalam
pembangunan nasional bahkan internasional.

Di samping memanfaatkan peluang, perbankan syari’ah juga


dituntut menghadapi berbagai tantangan, yang semakin kompleks.
Seperti yang telah dipaparkan, usia perbankan syari’ah di Indonesia
masih relatif muda, laksana ‘sosok’ remaja yang masih mencari ‘jati

18
diri’. Tantangan yang dihadapinya pun tidaklah ringan dan mudah.
Kalamuddinsjah, Regional Manager BMI Jateng/DIY,
mengibaratkan membangun perbankan syari’ah seperti membangun
jaringan transportasi kereta api yang harus dimulai dari membuat rel.
Mengapa? Oleh karena menciptakan satu landasan ekonomi
syari’ah, harus dimulai dari nol. Berbeda dengan bank nasional yang
telah mapan serta dukungan penuh dari pemerintah.

B. Saran
Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberi
manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Tentulah penulis
menyadari akan kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan makalah yang akan datang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Febriani, D. (2020). Ekonomi dan perbankan syariah di tengah era


digital. Hukum Ekonomi Syariah, 12

Hafas Furqani (2020). Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank


Syariah Di Indonesia. Jurnal Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry Banda Aceh

Mahmudah, S. (2019). Globalisasi Pasar dan Kesiapan Perbankan


Syariah di Indonesia. Dinar : Jurnal Prodi Ekonomi Syari’ah,
2(2), 135–159

Rafay, Abu dan Ramla Sadiq, (2015). “Problems and Issues in


Transformation from Conventional Banking to Islamic
Banking: Literature Review for The Need of A
Comprehensive Fromework for A Smooth Change.” City
University Research Journal 5, No. 2

Soenjoto, W. P. P. (2018). Tantangan Bank Syariah Di Era


Globalisasi. El-Barka: Journal of Islamic Economics and
Business, 1(1), 79

Suroso, S., dan I Setyawati, (2019). “Value Added Intellectual


Capital: An Empirical Study on Islamic Banks in Indonesia.”
Proceeding Interuniversity Forum for Strengthening
Academic Competency 1, No. 1

20
Syukron, A. (2013). Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah Di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, 3(2), 28–53

21

Anda mungkin juga menyukai