0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan3 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara durasi gelombang P pada EKG dengan kejadian atrial fibrilasi. Secara normal, durasi gelombang P berkisar antara 93-121 milidetik, dengan laki-laki memiliki durasi lebih panjang dibanding perempuan. Durasi gelombang P yang lebih panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko atrial fibrilasi. Pada pasien yang menjalani operasi bypass jantung, durasi gelombang P lebih dari 105 milide
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara durasi gelombang P pada EKG dengan kejadian atrial fibrilasi. Secara normal, durasi gelombang P berkisar antara 93-121 milidetik, dengan laki-laki memiliki durasi lebih panjang dibanding perempuan. Durasi gelombang P yang lebih panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko atrial fibrilasi. Pada pasien yang menjalani operasi bypass jantung, durasi gelombang P lebih dari 105 milide
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara durasi gelombang P pada EKG dengan kejadian atrial fibrilasi. Secara normal, durasi gelombang P berkisar antara 93-121 milidetik, dengan laki-laki memiliki durasi lebih panjang dibanding perempuan. Durasi gelombang P yang lebih panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko atrial fibrilasi. Pada pasien yang menjalani operasi bypass jantung, durasi gelombang P lebih dari 105 milide
Aktivitas atrium melibatkan dua proses, yaitu depolarisasi dan repolarisasi
(Baranchuk and Bayés de Luna, 2015). Depolarisasi arium menyebar dari sinus node di atrium kanan melalui serabut Bachmann ke atrium kiri dan dengan kecepatan konduksi yang sama ke seluruh area atrium sisanya. Melalui koneksi ini, bagian lateral atas atrium kanan akan terdepolarisasi pertama kali, disusul oleh dinding anterior kanan menuju septum interatrial. Setelahnya aktivasi gelombang ini akan mencapai AV junction (zona sel transisi di bagian atas AV node). Proses ini membutuhkan waktu kurang lebih 0,04- 0,05 detik (Baranchuk and Bayés de Luna, 2015). Pada waktu yang sama impus melalui serabut Bachmann menyebar ke atrium kiri, terutama melalui bagian atas dan anterior septum. Depolarisasi atrium (kiri dan kanan) menghabiskan waktu 0,07-0,11 detik (Baranchuk and Bayés de Luna, 2015) dan pada EKG proses ini digambarkan oleh gelombang P, yaitu defleksi positif pertama pada suatu gelombang EKG.
2.1.2 Durasi normal gelombang P pada EKG
Gelombang P pada EKG merupakan gambaran sinyal depolarisasi atriun, dan
durasi maksimum dari gelombang P berhubungan dengan durasi aktivasi atrium (Köse et al., 2003). Durasi gelombang P diukur dari awal munculnya gelombang P di atas garis isoelektris hingga akhir gelombang P (Pipberger and Tanenbaum, 1958) Penelitian mengenai durasi gelombang P normal telah banyak dilakukan, bervariasi baik dari subjek yang diteliti maupun metode yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Rijnbeek et al., pada tahun 2014 misalnya, membagi nilai normal EKG berdasarkan usia dan jenis kelamin pada individu Belanda yang sehat. Dari penelitiannya didapat bahwa semakin tua usia seseorang, durasi gelombang P cenderung semakin memanjang, namun rata-rata durasi dibawah 121 milidetik. Selain itu penelitian ini juga mengungkapkan bahwa nilai durasi gelombang P pada laki-laki (106-121 milidetik) cenderung lebih panjang dibanding pada perempuan (104-118 milidetik) di semua kelompok usia. Penelitian yang dilakukan oleh Ende, et al. pada tahun 2017 juga menunjukkan hasil yang sama. Penelitian ini juga dilakukan pada individu Belanda yang sehat dan didapatkan rata-rata durasi gelombang P pada laki-laki sekitar 107-122 milidetik dan perempuan berkisar 100-115 milidetik. Penelitian literatur yang dilakukan oleh (Magnani et al., 2009) menyatakan bahwa nilai minimum dan maksimum durasi P gelombang berkisar dari 93±10 milidetik hingga 108±7 milidetik. Penelitian ini mengumpulkan data dari penelitian yang dipublikasikan dari Januari 1985 hingga Desember 2007 dan menggunakan subjek diatas 100 orang.
2.1.3 Hubungan Durasi Gelombang P dengan Kejadian Atrial Fibrilasi
Adanya perpanjangan waktu konduksi baik secara interatrial maupun intraatrialdisertai tidak homogennya penghantaran sinyal dari sinus merupakan patofisiologi terjadinya atrial aritmia (Dilaveris, 2006 ) dan (Lepage et al., 2001). Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa individu dengan paroksimal atrial fibrilasi akan mengalami peningkatan durasi gelombang P pada pengukuran EKG 12-lead (Alonso and Chen, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh (Hvidtfeldt et al., 2011) dengan 301.572 individu dan median waktu follow up 5,5 tahun, menyatakan adanya hubungan antara durasi gelombang P dengan kejadian AF. Menurut penelitian tersebut, jika seseorang memiliki durasi gelombang P dibawah persentil 5 (< 89 milidetik), akan meningkatkan resiko menjadi AF sebanyak 1,55 kali (CI 1,38-1,75, p<0,001). Penelitian lain juga dilakukan oleh (Ishida et al., 2010) pada individu dengan overload atrium kiri mengungkapkan pada grup yang berkembang menjadi AF memiliki durasi gelombang P awal yang lebih panjang yakni 126,7±4,8 milidetik dibandingkan grup kontrol 115,8±16,7 milidetik. Penelitian lain yang dilakukan oleh (Censi et al., 2016) juga memperlihatkan semakin panjang durasi gelombang P, akan semakin beragam bentuk gelombang P yang dihasilkan dan risiko untuk berkembang menjadi AF. Penelitiannya mengungkapkan jika durasi gelombang P maksimal > 121 milidetik dan durasi minimal > 97 milidetik meningkatkan risiko berkembangnya AF dengan sensitivitas 95,9% dan spesifisitas 95%. 2.1.3 Durasi Gelombang P sebagai Prediktor Terjadinya AF pada CABG AF merupakan aritmia yang paling sering terjadi setelah operasi coronary arteri bypass graft (CABG). Post operative AF (POAF) berhubungan dengan peningkatan mortalitas, morbiditas, lama rawat di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan (Wu et al., 2018). POAF sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian obat-obatan profilaksis, namun perlu dilakukan penggolongan pasien-pasien mana yang merupakan risiko tinggi sehingga pasien tidak perlu menerima pengobatan yang tidak diperlukan (Wong et al., 2014). Selain itu profilkasis pada pasien yang menjalani CABG sering terbentur karena masalah asma ataupun tiroid (Jazi et al., 2012). Penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi terjadinya POAF telah dilakukan dan ditemukan usia tua sebagai faktor yang paling signifikan, walau etiologi pastinya belum dapat dipahami dengan jelas (Wu et al., 2018). Berdasarkan patofisiologi terjadinya AF, ditemukan bahwa AF terjadi karena adanya jaringan atrium yang tidak normal, kelainan elektrofisiologis dan kejadian yang terjadi selama operasi. Durasi gelombang P yang bisa menggambarkan kecepatan dan sinkronisasi atrium, telah lama diteliti sebagai faktor yang bisa menjadi prediktor kejadian POAF pada CABG. Penelitian yang dilakukan oleh (Frost et al., 1996) menemukan bahwa pasien yang mengalami POAF setelah CABG memiliki durasi gelombang P yang lebih panjang sebelum operasi yakni 129 ± 12 milidetik dengan mereka yang tidak (124 ± 12 milidetik). Walau dalam penelitiannya, (Frost et al., 1996) menemukan bahwa durasi gelombang P bukan satu-satunya prediktor yang mempengaruhi terjadinya POAF pada pasien dengan CABG. Usia yang lebih tua dengan durasi gelombang P yang lebih panjang sebelum CABG dilakukan merupakan prediktor kuat untuk terjadinya POAF. Hal lain disampaikan (Amar et al., 2004) yang membahas tentang keadaaan klinis pasien sebagai prediktor terjadinya AF pada pasien post CABG juga mengemukakan jika durasi gelombang P > 100 milidetik, maka risiko kejadian AF pada pasien post CABG akan bertambah. Meta analisis yang dilakukan oleh (Wu et al., 2018) dengan melibatkan sampel 299 orang, menemukan durasi gelombang P ≥ 105 milidetik merupakan nilai prediktif untuk terjadinya AF, dengan sensitivitas 74% dan spesifisitas 65%. Bahkan menurutnya, kombinasi durasi gelombang P ≥105 milidetik dengan usia ≥ 60 tahun meningkatkan spesifitas 79% namun menurunkan sensitivitas menjadi 58%. Penelitian lain yang dilakukan oleh (Roshanali et al., 2007) dengan menggunakan echocardiografi menemukan nilai batas atrial electromechanical interval (AEMI) ≥120 milidetik sebagai prediktor terjadinya AF pada pasien post CABG. Menurutnya, nilai AEMI ≥ 120 milidetik ini memiliki nilai sensitivitas 100%, spesifitas 81,9%, nilai prediktif positif 81,9% dan nilai prediktif negatif 100%.
Gambaran Perbedaan Tanda-Tanda Ventilator Associated Pneumonia (Vap) Hari I Dan Hari III Pada Klien Dengan Ventilasi Mekanik Yang Dilakukan Pengisapan Sekret