Anda di halaman 1dari 1

Cancut Taliwanda dan Sikap Berbahasa

ditulis oleh: Mario Excel Elfando


pada tanggal: 26 Aug 2019
via akubahasa.id

“Mari kita siap cancut taliwanda untuk berbakti bagi nusa dan bangsa.”

Demikianlah petikan pidato K.H. Ma‘ruf Amin di SICC Bogor. Namun, frasa cancut taliwanda yang bermakna ‘bergegas
berangkat mengerjakan tugas’ itu menuai komentar dari warganet. Tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada
beliau, izinkan penulis mengulas sedikit tentang penggunaan frasa ini.

Sebagian warganet mengkritik penggunaan frasa ini karena ini merupakan frasa bahasa Jawa sehingga tidak semua
orang Indonesia memahaminya. Seeloknya pidato yang disampaikan kepada rakyat menggunakan bahasa persatuan
kita, yaitu bahasa Indonesia. Lalu, apakah frasa cancut taliwanda ini sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia?

KBBI tidak mencatat frasa cancut taliwanda, tetapi mencatat kata cancut dan bercancut. Kata ini bermakna
‘menyingsingkan lengan baju’. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata cancut sudah menjadi kosakata
bahasa Indonesia. Akan tetapi, sebagai pengguna kamus hendaknya kita cermat dan memperhatikan label yang tertera
pada lema tersebut. KBBI memberikan label Jawa pada kata ini. Dalam KBBI, suatu kata diberi label bahasa daerah
apabila kata itu belum menjadi kata yang umum digunakan seluruh rakyat Indonesia. Penggunaannya lazim di kalangan
penutur bahasa daerah tertentu saja.

Menurut hemat penulis, alangkah bijaknya jika kita menggunakan frasa yang lebih umum dan dipahami oleh semua
orang, seperti menyingsingkan lengan baju. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari asumsi macam-macam, seperti
anggapan adanya Jawanisasi masyarakat Indonesia atau sikap bahasa yang Jawasentris. Penulis yakin, K.H. Ma‘ruf
Amin tidak bermaksud melakukan Jawanisasi. Sebagai seorang ulama yang berbahasa Jawa dan biasa berdakwah di
hadapan orang Jawa, tentulah wajar apabila penggunaan bahasa yang biasa beliau gunakan terbawa ke tingkat
nasional. Hanya saja, barangkali beliau tidak sempat mencari padanannya dalam bahasa Indonesia.

Selain tidak dapat dipahami, kata cancut sendiri berkonotasi kurang baik di sebagian besar wilayah Indonesia. Di
beberapa daerah, kata cancut bermakna ‘cawat’. Untuk menyikapi hal ini, diperlukan toleransi antarpenutur bahasa.
Kata yang berkonotasi positif di suatu daerah mungkin berkonotasi negatif di daerah lain. Dengan demikian, sebaiknya
pendengar tidak menjadikan frasa beliau sebagai bahan olok-olok karena hal itu akan menyakiti penutur dari bahasa
yang diolok-olok.

Dari kejadian ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa hendaknya kita tidak sembarang menggunakan kosakata bahasa
daerah di hadapan penutur bahasa daerah yang berbeda-beda karena kita sudah memiliki bahasa persatuan. Memang
benar bahasa Jawa adalah bahasa yang paling banyak dituturkan di negara ini. Bahkan, sejak zaman Hindia-Belanda,
bahasa Melayu (yang kemudian menjadi bahasa Indonesia) telah diperkaya oleh kosakata bahasa Jawa. Akan tetapi, jika
makanan diberi bumbu secara berlebihan, tentulah tak sedap. Begitu juga dengan bahasa Indonesia.

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Anda mungkin juga menyukai