Anda di halaman 1dari 9

Nama :Lody windrajaya

Nim :210107005

Lamontoro (Laucaena leucocephala)

Pengertian

Leucaena merupakan tumbuhan sepanjang tahun, tidak memanjat, tegakberupa semak atau
pohon kecil, dengan tinggi  5-10 m (jarang yang mencapai 20 m). Tumbuhan ini cepat
tumbuh, dengan diameter batang 5-50 cm, kulit pada cabang-cabang muda biasanya  abu-
abu-coklat dengan celah vertikal dangkal berwarna oranye sementara cabang yang lebih tua
dan batang yang kasar berwarna merah (Hughes 1998a). Pohon ini dapat hidup dari 20 tahun
sampai lebih dari 50 (Hughes 2002).
Akar tunggang yang dimiliki panjang, hingga 5 m, kuat dan berkembang dengan baik.
Akar rambut yang ada kurang berkembang, dan tanaman tampaknya sangat bergantung pada
asosiasi mikoriza untuk serapan hara, vesikular / mikoriza arbuskular dan nodulasi dengan
rhizobia, setidaknya selama pengembangan bibit (Brandon dan Shelton 1993).
Daun hijau bipinnate teratur secara bergantian di sepanjang batang. Daun petiola
memiliki panjang 10-25 cm, dengan 4-9 pasang pinna per daun, dan 13-21 pasang lembaran 
per pinna (Gambar 1). Spesies ini fakultatif berganti daun; mereka dengan cepat dapat
menggugurkan lembaran daun sebagai respons terhadap stres lingkungan (Rosecrance
1990). Lembaran ini berwarna abu-abu-hijau, dengan panjang 1-2 cm, lebarnya kurang dari
0,3 cm, dan mirip oblong dalam bentuk lanset. Daun menghasilkan bau ketika dihancurkan.
Semua daun memiliki kelenjar di tangkai daun, disebut 'extrafloral nectaries' karena mereka
berada pada daun dan mengeluarkan nektar. Kelenjar tangkai daun dari Leucaena sp
berbentuk tunggal dan berbentuk cangkir cekung, dan memiliki pori yang luas.
Bunga individu kecil dan berwarna krim putih, dengan benang sari bebas berjumlah
sepuluh per bunga dan kepala putik berbulu. Bunga-bunga kecil tersebut diatur 100-180
perkelompok sehingga terlihat seperti kepala yang bulat yang berdiameter 12-21 mm di ujung
tangkai yang panjang. Bunga yang hermaprodit, sebagian besar melakukan penyerbukan
sendiri dan self-kompatibel. Kepala bunga berada dalam kelompok 2-6. Bunga berada pada
tunas muda yang aktif tumbuh, dengan daun berkembang pada saat yang sama dengan bunga.
Biji berbentuk polong terletak merata dan kecil dan satu sama lain dibatasi oleh
pembatas. Berawal dari biji kecil yang berwarna hijau, mereka akhirnya menjadi hitam dan
keras bila sudah tua. Panjangnya sekitar 11-19 cm dan lebarnya 1,5-2,1.

Morfologi Leucaena glauca

Lamtoro berbeda dari anggota lain dari genus yang memiliki keragaman dalam intraspesifik
dalam ukuran dan bentuk pohon. Lamtoro memiliki ukuran tanaman kecil (kurang dari 5 m)
dan bercabang. Batang utama hingga 5 m, percabangan vertikal sudut dan sebuah mahkota
sempit, terbuka, tinggi 3-15 m dengan diameter batang 10-50 cm. Tanaman menyebar jika
tumbuh secara individual.

Daun Leucaena glauca merupakan daun majemuk menyirip genap ganda dua dengan


sempurna (Gembong, 1985), karena anak daunnya tersusun menyirip, jumlah anak daunnya
berpasang-pasangan di kanan-kiri ibu tulang daun, anak daunnya duduk pada cabang tingkat
satu dari ibu tangkai, dan tidak ada satu anak daun pun yang duduk pada ibu tangkai. Ibu
tangkai daun mempunyai panjang kira-kira 10-25 cm, dengan 4-9 pasang tangkai anak daun,
dan dengan 13-21 buah anak daun. Anak daun berbentuk lanset dengan panjang 1-2 cm dan
lebarnya kurang dari 0,3 cm.

Leucaena glauca memiliki bunga yang berbentuk bulat seperti bola yang sebenarnya
pada bentukan bola itu terdiri atas banyak bunga. Masing-masing bunga menjadi satu
membentuk satu kesatuan berbentuk bola, sehingga disebut dengan bunga bongkol. Tiap-tiap
bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau
kekuningan berdiameter 12-21 mm. Bunga Leucaena glauca ini bertangkai dan memiliki
warna putih. Bunga Leucaena glauca merupakan bunga yang lengkap, yaitu memiliki semua
bagian bunga, antara lain kelopak, mahkota, benang sari dan putik. Kelopak sangat kecil,
bergigi empat, seperti selaput putih. Tabung mahkota kecil, bertaju empat, seperti selaput
putih. Bunga muda memiliki 10 stamen dan anthera yang  berambut. Keunikannnya
dibandingkan dengan suku Legum lainnya adalah antera yang berambut ini mudah dilihat
dengan mata dan yang kedua memilki permukaan pollen yang halus dan sedikit ornamentasi. 
Karena bunga ini juga memiliki benang sari dan putik pada satu bunga, maka dapat disebut
bahwa bunga Leucaena glauca ini merupakan bunga hermaprodit atau banci dan bunga yang
sempurna.
Bunga Leucana glauca ini sebagian besar melakukan penyerbukan sendiri ataupun
penyerbukan antar bunga lain (tetangga). Penyerbukannya dibantu oleh angin (Anemophili),
hal ini karena struktur dari serbuk sari yang ringan, sehingga mudah diterbangkan oleh angin.
Berikut merupakan gambar struktur bunga  dan biji Leucaena glauca

Kandungan gizi

Kandungan daun lamtoro dalam setiap 100 gramnya adalah memiliki kandungan
energi mencapai 85 kkl, kandungan karbohidrat 15.4 gram, kandungan protein 12 gram,
kandungan lemak 6,5 gram, kandungan zat besi 3.0 gram, kandungan fosfor 100 miligram,
kandungan kalsium 1.5 miligram, kandungan vitamin A 17800 UI, vitamin B1 miligram, dan
vitamin C 64 miligram.

 Sedangkan, kandungan gisi dari biji lamtoro dalam setiap 100 gram adalah memiliki
kandungan mencapai 85 kkl, karbohidrat 15,4 gram, kandungan protein 5,7 gram, kandungan
lemak 0,3 gram, kandungan zat besi, 3.0 gram, kandungan fosfor 53 miligram, kandungan
kalsium, 180 miligram, kandungan vitamin A 423 UI, kandungan vitamin B1 0,08 miligram
dan vitamin C 15 miligram.

Sifat fisiko-kimia biji lamtoro

Biji lamtoro berbentuk bulat telur sungsang atau bulat telur terbalik. Warna biji hijau dan
akhirnya coklat kehijauan atau coklat tua apabila kering serta memiliki kulit biji yang keras
(Purwanto, 2007). Serbuk biji lamtoro berupa padatan berwarna coklat tua. Biji lamtoro
mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut polar seperti senyawa tanin,
saponin, dan flavonoid serta memiliki senyawa yang mudah larut dalam pelarut semipolar
seperti triterpenoid. Biji lamtoro tahan terhadap pemanasan hingga suhu 60°C (Nursaptia,
2014).

Kandungan kimia

Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit daun dan bijinya mengandung lipid, protein dan
karbohidrat. Biji Leucaena leucochepala (Lam.) de Wit mengandung senyawa berupa
alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid, leukanin, protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi,
vitamin A dan B (Chahyono et al., 2012). Daun dan bijinya mengandung zat beracun yang
disebut mimosin (Devi et al., 2013).

Pemanfaatan Di Bidang Produk Olahan

Pembuatan kecap di Indonesia pada umumnya dilakukan secara Proses Pembuatan Kecap
Lamtoro Gung (Petai Cina)fermentasi. Fermentasi terdiri atas 2 tahap yaitu fermentasi
kapang (solid stage fermentation) dan fermentasi dalam larutan garam (brine fermentation).
Salah satu mikroba yang berperan dalam fermentasi kapang adalah Aspergillus oryzae. A.
oryzae dikenal sebagai kapang yang paling banyak menghasilkan enzim, yaitu α amilase, α
galaktosidase, glutaminase, protease, β glukosidase (Wedhastri, 1990) dan lipase (Rahayu
dkk,1993).
 Pembuatan kultur murni
            Langkah awal untuk membuat kecap dari lamtoro gung dengan
fermentasi Aspergillus oryzae yaitu menginokulasikan Aspergillus oryzae pada media PDA
dan diinkubasi selama 3-5 hari pada suhu kamar. Menurut penelitian (Harlis,2008)
menyatakan bahwa biakan murni Aspergillus oryzae dan Rhizopus oligosporus diperbanyak
pada media PDA miring secara streak plate, kemudian diinkubasikan selama 6 hari dan
biakan siap digunakan.

 Pembuatan inokulum Bubuk


            Setelah didapatkan kultur kerja Aspergillus oryzae, selanjutnya dilakukan pembuatan
inokulum bubuk. Inokulum bubuk ini dibuat dari campuran beras dan akuades yang
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121ᵒC selama 15 menit. Kemudian substrat beras
steril diinokulasikan dengan suspense spora Aspergillus oryzae dan diinkubasi pada incubator
selama 3-5 hari dengan suhu 30ᵒC. Substrat dengan inokulum dikeringkan pada suhu 40ᵒC
selama 3 hari dalam incubator,kemudian dihaluskan dengan blender sehingga dihasilkan
inokulum bubuk.

 Pembuatan Kecap
Setelah kultur dan inokulum diperoleh, maka dilanjutkan dengan pembuatan kecap.
Pembuatan kecap melalui 3 tahap yaitu fermentasi kapang, fermentasi moromi dan
pemasakan (Rahayu,2005).

Fermentasi kapang

Lamtoro gung (250 g) direndam selama 24 jam dalam wadah, dicuci dan direbus dalam 500
mL air selama 1 jam. Setelah dikupas kulitnya, lamtoro gung tersebut dicuci dan ditiriskan.
Kemudian diletakkan dalam loyang aluminium dan ditutup dengan 2  lapis aluminium foil
berperforasi dan disterilisasi pada suhu 121°C, 1 atm selama 15 menit. Selanjutnya inokulum
bubuk Aspergillus oryzae (1 X 103 cfu/g lamtoro gung) diinokulasikan dengan lamtoro gung
steril dingin, dan diinkubasi pada suhu 30°C selama 3-5 hari. Hasil fermentasi kapang disebut
koji.

Selama fermentasi kapang, kapang yang berperan akan memproduksi enzim seperti misalnya
enzim amylase, protease dan lipase. Dengan adanya kapang tersebut maka akan terjadi
pemecahan komponen-komponen dari bahan tersebut.Misal protein berubah menjadi asam
amino yang disebabkan oleh enzim proteinase yang mengubah protein menjadi asam amino
sehingga mudah dicerna. Selain itu karbohidrat berubah menjadi glukosa yang disebabkan
oleh enzim amylase dan merupakan tahap awal untuk menghasilkan alkohol.
Produksi enzim dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya adalah waktu lamanya
fermentasi atau waktu inkubasi. Bila waktunya akan terlalu lama maka akan terjadi
pembentukan spora kapang yang berlebihan dan ini akan menyebabkan terbentuknya cita rasa
yang tidak diinginkan.

Fermentasi  larutan  garam  (moromi). 

Koji dipotong kecil-kecil dan dikeringkan pada suhu 40°C selama 3 hari dalam inkubator
kemudian direndam dalam larutan NaCl 20% selama 30 hari dengan perbandingan 1:5.
Penyaringan dilakukan setelah 30 hari perendaman. Filtrat yang diperoleh disebut kecap
moromi (Kasmidjo,1990). Tujuan dilakukannya Fermentasi moromi yaitu untuk
meminimalisir atau membunuh mikroba Aspergillus oryzae karena pada proses ini mikroba
tersebut sudah tidak dibutuhkan lagi. Pada fermentasi ini menggunakan garam yang
merupakan senyawa yang selektif terhadap pertumbuhan mikroba. Hanya mikroba yang
tahan garam saja yang tumbuh pada rendaman tersebut. Mikroba yang tumbuh pada
rendaman lamtoro pada umumnya dari jenis khamir dan bakteri tahan garam seperti
Zygosaccharomyces (khamir) dan Lactobacillus (bakteri). Mikroba ini merombak protein  
menjadi   asam-asam   amino   dan   komponen   rasa   dan   aroma, serta menghasilkan
asam.  Fermentasi   tersebut   terjadi   jika kadar  garam cukup  tinggi, yaitu antara 15 
sampai  20%.  Kecap  termasuk bumbu makanan berbentuk cair, berwarna coklat kehitaman,
serta memiliki rasa dan aroma yang khas. Selain itu pada fermentasi garam terbentuk alkohol
relati rendah akibat dari perubahan glukosa menjadi alkohol.

Pemasakan  kecap 

Cairan kecap ditambah dengan air (setiap liter kecap ditambah dengan 1,5 liter air).
Campuran cairan direbus hingga mendidih. Setelah itu api dikecilkan, sekedar menjaga agar
cairan tetap mendidih. Bumbu kecap yang telah dibungkus dicelupkan ke dalam cairan yang
mendidih dan digoyang goyangkan. Cairan diaduk terus-menerus selama 2-3 jam sampai
volume menjadi setengah dari volume semula. Bumbu yang terbungkus tetap berada dalam
cairan yang sedang dimasak sampai pemanasan selesai dilakukan. Kecap yang dihasilkan
adalah kecap manis. Ketika masih panas, kecap manis ini disaring dengan dua lapis kain
saring dan didinginkan (Warintek Progressio, 2003).

Pemasakan pada 95-100o C dapat mereduksi daya cerna protein dan asam amino. Selain itu,
protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino   bebas   dapat   larut  
dalam   air   perebus,   sehingga   perebusan   sebaiknya dilakukan di bawah 100oC.
Pemanasan yang berlebihan (di atas 90oC  secara berulang-ulang) dapat menyebabkan
pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk.
Selain itu,   pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa   amino
dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer   berwarna coklat yang
menurunkan nilai  kenampakan produk.  Pencoklatan   juga   terjadi karena reaksi antara
protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak.

Setelah pembuatan kecap lamtoro gung dengan fermentasi Aspergillus oryzae dilakukan,


maka dihasilkan kecap lamtoro gung yang memiliki kandungan protein 208,56 gr mg/g pada
fermentasi moromi. Menurut Tjahjadi (2007) kandungan protein yang diukur adalah protein
terlarut dan protein total. Protein terlarut merupakan oligopeptida dan mudah diserap oleh
sistem pencernaan. Protein total merupakan pengukuran kandungan nitrogen (N) dalam
sampel.
Dapat diketahui bahwa kandungan protein dari kecap Lamtoro gung yang difermentasi
oleh Aspergillus oryzae memiliki kandungan protein yang lebih tinggi yaitu sebesar 208,56
mg/g dibandingkan dengan kandungan protein kecap kedelai yang difermentasi
oleh Rhizopus oryzae yaitu 201,00 mg/g.

Menurut Septiani (2004), berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa kadar nutrisi lamtoro
gung hampir sama dengan kedelai, bahkan kadar protein kecap lamtoro gung lebih tinggi
daripada kecap kedelai. Berdasarkan SII, kecap lamtoro gung dapat digolongkan dalam kecap

no 1 karena kadar proteinnya lebih dari 6% yaitu sekitar 20,86%.

Kontrol mutu atau kualitas kecap berbasis Lamtoro Gung

a)    Rasa

Menurut Koswara (1997) rasa terbentuk pada saat proses fermentasi moromi yaitu tahap
fermentasi dalam larutan garam 20%. Penambahan garam dengan kadar 20% mampu
menghasilkan rasa yang enak karena pada proses ini senyawa nitrogen terlarut yang ada pada
koji tertarik kedalam larutan garam sehingga rasa yang dihasilkan enak.
b)    Aroma

Berdasarkan penelitian Rahayu (2005), aroma yang dihasilkan pada kecap lamtoro gung
kurang disukai karena lamtoro gung memiliki aroma yang berbeda dari aroma bahan baku
yang kecap pada umumnya dan biasanya aroma ini kurang disukai sehingga berpengaruh
pada aroma kecap. Selain itu proses fermentasi moromi pada kecap harus dilakukan selama
lebih dari 30 hari karena semakin lama proses fermentasi aroma yang dihasilkan akan lebih
baik.

c)     Warna

Warna kecap tidak mutlak ditentukan oleh varietas maupun lama fermentasi tetapi ditentukan
dengan banyaknya penambahan gula merah sehingga mempengaruhi warna pada kecap.
Berdasarkan penelitian Budi setiawati (2006), pada pemasakan dan penambahan gula merah,
maka larutan akan berubah yang diakibatkan hasil reaksi browning antara gula pereduksi dan
gugus amino dan protein.

d)    Kekentalan Kecap

Kekentalan kecap dipengaruhi oleh banyaknya bahan terlarut (protein terlarut) ditambah
dengan bumbu dan gula merah kemudian dipanaskan pada suhu 80-85ᵒ C dan diaduk sampai
rata selama 2-3 jam ( jurnal ilmu pertanian, 2006). Sehingga melalui proses tersebut
didapatkan kekentalan kecap yang baik.

Anda mungkin juga menyukai