TERKILIR
OLEH : KELOMPOK 1
SISTEM MUSKULOSKELETAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2021
MODUL TERKILIR
TUJUAN PEMBELAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
KASUS
SKENARIO - 1 :
Seorang laki-laki berusia 35 Tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri di tumit
kiri sejak dua hari yang lalu. Keluhan dialami sejak latihan lompat jauh. Keluhan bertambah
berat ketika berjalan dan naik tangga. Pemeriksaan antropometri BB : 65 Kg, TB : 175 cm.
Riwayat menjadi atlet sejak usia 20 Tahun. Pemeriksaan laboratorium didapatkan asam urat 5
mg/dL, Faktor Rheumatoid (-).
1) KALIMAT KUNCI :
Laki-laki berusia 35 tahun
Keluhan nyeri tumit kiri sejak 2 hari yang lalu
Keluhan dialami setelah Latihan lompat jauh
Keluhan bertambah berat Ketika berjalan dan naik tangga
Pemeriksaan antropometri BB : 65 Kg, TB : 175 Cm
Riwayat menjadi atlet sejak usia 20 tahun
Pemeriksaan laboratorium didapatkan asam urat 5 Mg/dl, faktor Rheumatoid (-)
2) KATA SULIT :
Antropometri
Antropometri adalah sebuah studi tentang pengukuran tubuh dimensi manusia dari
tulang, otot dan jaringan adiposa atau lemak (Survey, 2009)
3) PERTANYAAN
1) Jelaskan anatomi dan fisiologi tumit !
2) Jelaskan definisi dari terkilir!
3) Jelaskan etiologi dari terkilir!
4) Jelaskan patofisiologi terkilir secara umum!
5) Sebutkan dan jelaskan tanda dan gejala terkilir!
6) Jelaskan penanganan awal dari terkilir!
7) Jelaskan diagnosis banding atau differential diagnosis sesuai skenario!
JAWABAN
1) Jelaskan anatomi dan fisiologi tumit !
Kalau sebuah ligamen mengalami ruptur maka eksudasi inflamatori akan terjadi
dalam hematoma di antara kedua ujung potongan ligamen yang putus itu. Jaringan
granulasi tumbuh ke dalam dan jaringan lunak dan kartilago sekitarnya. Pembentukan
kolagen dimulai empat hingga lima hari sesudah cedera dan pada akhirnya akan mengatur
serabut-serabut tersebut sejajar dengan garis tekanan/stres. Dengan bantuan janngan
fibrosa yang vaskuler, akhirnya jaringan yang baru tersebut menyatu dengan jaringan di
sekitarnya. Ketika reorganisasi ini berlanjut, ligamen yang baru akan terpisah dani
jaringan sekitarnya dan akhirnya menjadi cukup kuat untuk menahan tegangan otot yang
normal. [2] [4]
Tanda dan gejala yang mungkin timbul karena terkilir (sprains) meliputi:
Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam setelah cedera)
Kekakuan sendi
Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan sekitarnya
Ekimosis atau lebam [5] [6]
a. Langkah pertama dalam penanganan awal terkilir yaitu Rest (Istirahat). Rest dilakukan
untuk mengurangi pergerakan, menghindari pergerakan pergelangan kaki ketika cedera
dan mempercepat proses penyembuhan. Rest merupakan tindakan seseorang untuk tidak
menggerakan atau tidak menggunakan bagian yang cedera untuk beraktivitas.Seseorang
yang mengalami cedera diharuskan untuk beristirahat atau menghentikan aktivitas yang
dilakukan saat itu, karena jika tetap dilanjutkan dapat memperluas cedera .Dengan
menggerakan bagian tubuh dapat meningkatkan sirkulasi darah pada area tubuh sehingga
dapat menyebabkan pembengkakan pada area yang cedera.
b. Langkah kedua dalam penanganan awal terkilir yaitu Ice (es) atau Cryotherapy.
Pemberian terapi es dapat menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah di area cedera
sehingga dapat mengurangi pembengkakan, peradangan, mengurangi nyeri, dan
mengurangi kekakuan otot . Terapi es dapat dilakukan menggunakan es yang dibungkus
menggunakan plastik atau ice pack dan letakkan juga kain atau handuk kecil diantara
kantung es dan kulit untuk mencegah cedera karena hawa dingin, kemudian diletakkan
pada permukaan kulit pergelangan kaki yang cedera selama 20 sampai 30 menit pada 24
jam pertama .
Pengaplikasian ice pack sebaiknya diberikan pada area cedera segera setelah terjadi
cedera pada 20 menit (interval waktu yang dibutuhkan ketika pemberian terapi es yaitu
10 menit untuk proses terapi dan 10 menit untuk periode istirahat) setiap 3-4 jam pada 24
hingga 48 jam setelah cedera awal. Sebaiknya tidak mengompreskan es secara langsung
pada area cedera. Area yang diberikan cryotherapy akan melalui empat tahap sensasi
yaitu rasa dingin, terbakar, nyeri, hingga mati rasa. Ketika kulit mulai merasa mati rasa,
kurang lebih setelah dikompres selama 20 menit angkat ice pack dari area yang cedera.
Tahap selanjutnya yaitu menekan area yang mengalami cedera dengan elastic bandage
dan menjaganya agar tetap pada posisi elevasi.
Kompresi diterapkan untuk membatasi edema yang disebabkan oleh eksudasi cairan dari
kapiler yang rusak ke dalam jaringan. Penggunaan perban elastis juga dapat digunakan
secara bersamaan dengan terapi es karena bermanfaat untuk menjaga ice pack ketika
diletakkan di permukaan kulit.
Teknik pembalutan yang digunakan dalam tahap kompresi ini dapat diawali dengan
memposisikan sendi pergelangan kaki 90º, kemudian melakukan pembalutan secara
diagonal yang dimulai dari punggung kaki ke arah pegelangan kaki, sehingga akan
membentuk pola “angka 8” (Peterson & Renstrom, 2017).
d. Langkah keempat dalam penanganan awal terkilir yaitu elevation (elevasi). Elevasi
merupakan langkah terakhir dalam penanganan awal cedera ankle yang dikombinasikan
dengan ice dan compression yang mampu membatasi sirkulasi area yang cedera,
meminimalkan perdarahan internal dan meminimalkan pembengkakan. Elevasi dilakukan
dengan cara mengangkat pergelangan kaki yang cedera setinggi 12 inch atau 30,48 cm
lebih tinggi dari posisi atau ketinggian jantung dengan bantuan penyangga. Melakukan
elevasi bagian yang cedera bermanfaat untuk mengurangi gravitasi sehingga
memperlambat aliran darah menuju area cedera untuk mengurangi pembengkakan .
Ruptur Tendon Achiles Tendon achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu
gastroknemius, soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian
pergelangan kaki. Tendon achilles adalah tendon tertebal dan terkuat pada tubuh
manusia. Panjangnya sekitar 15 cm, dimulai dari pertengahan tungkai bawah. Kemudian
strukturnya semakin mengumpul dan melekat pada bagian tengah-belakang tulang
kalkaneus. Tendon achilles adalah tendon yang paling kuat dan paling besar di dalam
tubuh, terdiri atas struktur tendinous (melekatkan otet ke tulang) yang dibentuk oleh
gabungan antara otot gastroknemius dan otot soleus yang terdapat di betis. Tendon ini
melekat pada tulang tumit (kalkaneus) dan menyebabkan kaki untuk berjinjit (plantar
fleksi) ketika otot-otot betis berkontraksi. Tendon ini sanga penting untuk berjalan,
berlari, dan melompat secara normal.
Ruptur tendon achilles adalah cedera yang paling sering terjadi pada tendon
ekstremitas bawah, meskipun merupakan tendon yang terbesar dan terkuat. [8]
b) Etiologi
Arner dan Lindholms mengklasifikasikan trauma penyebab ruptur tendon
Achilles menjadi 3 kategori, sebagai berikut.
‒ Kategori pertama, ketika berat badan bertumpu pada kaki depan saat lutut dalam
keadaan ekstensi. Gerakan ini dapat dilihat saat posisi start sprinter dan saat
melompat pada olahraga basket. Mekanisme seperti ini merupakan penyebab
ruptur tendon Achilles sebanyak 53%.
‒ Kategori kedua terjadi secara mendadak, yakni ketika dorsofleksi ankle, misalnya
ketika kaki terpeleset ke dalam lubang atau ketika seseorang jatuh dari tangga.
Mekanisme kedua menyebabkan ruptur Achilles sebanyak 17%.
‒ Kategori ketiga merupakan dorsofleksi paksa saat kaki dalam keadaan plantar
fleksi, misalnya ketika jatuh dari ketinggian. Mekanisme ini merupakan penyebab
ruptur Achilles sebanyak 10%.
Beberapa faktor anatomi dan patogenesis berhubungan dengan ruptur tendon
Achilles. Secara anatomi, area 4-7 cm dari insersinya di kalkaneus lebih rentan
mengalami ruptur karena merupakan bagian yang paling tipis, dengan diameter
melintang paling kecil dan serat yang paling banyak mengalami rotasi. Telaah
mikrovaskular menunjukkan bahwa area ini merupakan area dengan suplai darah
paling sedikit. Mikrotrauma berulang dapat menyebabkan perubahan degeneratif
dan meningkatkan kekakuan tendon sehingga lebih rentan terjadi ruptur. Fatigue
atau kelelahan juga merupakan kondisi yang berhubungan dengan ruptur tendon.
Studi patologi pada ruptur tendon parsial dan komplit telah mengungkap
perubahan karakteristik yang terjadi pada tendinosis. Temuan ini berhubungan
dengan usia. Ketika usia bertambah, terjadi perubahan morfologis pada tendon
Achilles termasuk berkurangnya jumlah organel di dalam tenosit, penurunan
kadar mukopolisakarida dan glikoprotein, dan penurunan diameter maksimum
serta kepadatan serat kolagennya. Banyak bukti pula dari studi patologi yang
menyatakan bahwa terjadi penurunan vaskularisasi intratendon sebagai penyebab
utama dari kerusakan tenosit fokal. Secara teori, berkurangnya vaskularisasi
menurunkan pembentukan kolagen, sehingga kemampuan tendon untuk
meregang berkurang dan lebih mudah mengalami ruptur. [9]
c) Epidemiologi
Ruptur tendon Achilles lebih sering terjadi pada laki-laki dengan rasio laki-
perempuan 1,7:1 sampai 30:1, mungkin prevalensi yang lebih besar dari partisipasi
olahraga laki-laki ataupun kerentanan mereka terhadap cedera. Biasanya, cedera akut
tendon Achilles terjadi pada laki-laki atau para pekerja profesional yang pada minggu
ketiga/keempat kadang-kadang bermain olahraga (akhir pekan). Pasien ruptur Achilles
umumnya didapatkan pada lelaki dewasa yang aktif berpartisipasi dalam kegiatan
olahraga, sebanyak 44-83%. Ruptur Achilles lebih sering terjadi pada laki-laki, dengan
perbandingan 7:1 hingga 12:1.
d) Patofisiologi
e) manifestasi klinik
pada pengkajian didapatkan adanya riwayat trauma langsung pada tendon achilles atau
adanya suatu cedera olahraga seperti pada atlet atletik pada saat melakukan lari atau
lompat. Keluhan utama berupa rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian
belakang pergelangan kaki atau betis pada pemeriksaan fisik.
f) Faktor resiko
‒ 1.Usia
‒ 2.Masalah fisik
‒ 3.Aktivitas fisik
‒ 4.kondisi kesehatan
‒ 5.obat obatan
g) Langkah Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan umum kaki dan pergelangan kaki berkonsentrasi pada
area tertentusebagai berikut>
‒ Periksa untuk kelembutan pergelangan kaki posterior bengkak atau jeda yang
teraba di tendon.
‒ Periksa kekuatan otot. Pasien masih mungkin dapat plantarflex pergelangan kaki
dengankompensasi dengan otot lain tetapi kekuatan akan lemah.single-
ekstremitas meningkat tumit tidak akan mungkin.
‒ Lutut fleksi test
Periksa posisi istirahat pergelangan kaki dengan lutut tertekuk rawan dan pasien
90 derajat. kehilangan tegangan normal soleus istirahat gastrocnemius akan
memungkinkan pergelangan kaki untuk menganggap posisi yang lebih
dorsiflexed dari itu di sisi terluka.
Thompson test (simmonds)
Posisi pasien rawan dengan jelas kaki meja. Meremas betis biasanya
menghasilkan plantarflexion pasif pergelangan kaki. jika Achilles tendon tidak dalam
kontinuitas pergelangan kaki tidak akan pasif flex dengan kompresi otot betis. (uji
simmonds) alias (uji Thompson) akan positif, meremas otot betis dari sisi yang terkena
sementara pasien berbaring ranwan menghadap ke bawah dengan nya kaki menggantung
hasil longgar tidak ada gerakan tidak ada plantarflexion pasif kaki sementara gerakan
diharapkan dengan tendon Achilles utuh dan harus diamati pada manipulasi betis terlibat.
Berjalan biasanya akan sangat terganggu karena pasien akan mampu melangkah dari
tanah menggunakan kaki terluka. Pasien juga akan dapat berdiri diujung kaki itu dan
menunjuk kaki ke bawah plantarflexion akan terganggu. Nyeri bisa menjadi berat dan
pembengkakan adalah umum.
Tes O'brien
Tes o'brien juga dapat dilakukan yang memerlukan menempatkan jarum steril
melalui kulit dan masuk ke tendon. Jika hub jarum bergerak dalam arah yang berlawanan
tendon dan arah yang sama dengan jari-jari kaki ketika kaki bergerak naik dan turun
maka tendon setidaknya sebagian utuh.
radiografi
untuk mengetaluasi struktur tulang jika bukti hadir dari patah tuberositas
calcaneal dan afulsion Achilles tendon radiografi biasanya menggunakan sinar-X untuk
menganalisis titik cedera. Ini sangat tidak efektif untuk mengidentifikasi cedera jaringan
lunak. Sinar-X dibuat ketika elektron energi tinggi menghantam sumber logam. Gambar
X-ray diperoleh dengan memanfaatkan karakteristik redaman yang berbeda padat
misalnya kalsium dalam tulang' dan jaringan kurang padat misalnya otot ketika sinar
tersebut melewati jaringan dan terekam dalam film. Sinar-X umumnya terkena
mengoptimalkan visualisasi benda padat seperti tulang sementara jaringan lunak masih
relatif undifferentiated di latar belakang. Radiografi memiliki sedikit peran dalam
penilaian cedera tendon Achilles dan lebih berguna untuk mengesampingkanluka lain
seperti patah tulang calcaneal.
USG
USG dapat digunakan untuk menentukan ketebalan tendon karakter dan
kehadiran air mata. Ia bekerja dengan mengirimkan "rekuensi yang sangat tinggi suara
melalui tubuh Anda. Beberapa suara yang dipantulkan kembali dari ruang antara cairan
interstisial dan jaringan lunak atau tulang. Gambar-gambar ini tercermin dapat dianalisis
dan dihitung ke dalam gambar. Gambar-gambar ini diambil secara real time dan dapat
sangat membantu dalam mendeteksi pergerakan tendon dan memvisualisasikan luka atau
mungkin air mata. Perangkat ini membuatnya sangat mudah untuk menemukan
kerusakan struktural untuk jaringan lunak dan metode yang konsisten untuk mendeteksi
jenis cedera ini.
Magnetic resonance imaging
Dapat digunakan untuk membedakan pecah lengkap dari degenerasi tendon
Achilles dan .juga dapat membedakan antara paratenonitis tendinosis dan bursitis. Teknik
ini menggunakan medan magnet yang kuat untuk menyelaraskan seragam jutaan proton
berjalanmelalui tubuh. proton ini kemudian dibombardir dengan gelombang radio yang
mengetuk beberapa dari mereka keluar dari keselarasan. Ketika proton ini kembali
mereka memancarkangelombang radio sendiri yang unik yang dapat dianalisis oleh
komputer 3D untuk membuat gambar penampang tajam dari area of interest. MRI dapat
memberikan kontras yang tak tertandingi dalam jaringan lunak untuk Foto kualitas yang
sangat tinggi sehingga mudah bagi teknisi untuk melihat air mata dan cedera lainnya.
Musculoskeletal ultrasonografi
Musculoskeletal ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan ketebalan
tendon karakter dan kehadiran air mata. Ia bekerja dengan mengirimkan frekuensi yang
sangat tinggidari suara melalui tubuh Anda. Beberapa suara yang dipantulkan kembali
dari ruang antara cairan interstitial dan jaringan lunak atau tulang. Gambar-gambar
tercermin dapat dianalisis dan dihitung ke dalam gambar. Gambar-gambar diambil secara
real time dan dapat sangat membantudalam mendeteksi gerakan tendon dan
memvisualisasikan kemungkinan cedera atau air mata.Perangkat ini membuatnya sangat
mudah untuk melihat kerusakan struktural pada jaringan lunak dan metode yang
konsisten untuk mendeteksi jenis cedera. Pencitraan ini modalitas murah tidak
melibatkan radiasi pengion dan di tangan ultrasonographers terampil mungkinsangat
handal.
Foto rontgen
Foto rontgen digunakan untuk melihat tendon yang rusak pada bagian otot tubuh.
[10]
h) H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat ruptur tendon achilles adalah rerupture atau
ruptur ulangan. [11]
I. Penatalaksanaan
2. FASCITIS PLANTARIS
a) Definisi
Plantar fasciitis adalah radang fasia telapak kaki. Cedera ini merupakan
inflamasi dari ligamentum telapak kaki yang disebut fasia plantaris. [14]
b) Etiologi
Kondisi ini tidak diketahui dengan jelas dan kemungkinan terjadi secara
alami. Obesitas, aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan, perbedaan anatomi,
biomekanik yang buruk, aktivitas yang lebih dan kaki yang kurang memadai
merupakan faktor yang mendukung terjadinya nyeri telapak kaki. [14]
c) Epidemiologi
Plantar fasciits bisa terjadi pada semua umur terutama pada usia pertengahan dan usia
lanjut. Lebih beresiko karena faktor seperti pekerjaan atau aktivitas yang lebih banyak
berdiri atau berjalan, obesitas, kehamilan, diabetes melitius, aktivitas fisik yang
berlebihan seperti atlit, penggunaan sepatu kurang tepat. [14]
d) Patofisiologi
Adanya penguluran yang berulang-ulang dari fasia plantaris atau aponeurosis akan
menyebabkan kerobekan mikroskopis jaringan yang disertai tarikan periosteum dari
tulang (calcaneus), sehingga daerah subperiosteum akan bertambah lebar. Kemudian
terjadi peradangan subperiosteum yang juga menyebabkan nyeri. Setelah itu akan terjadi
pembentukan jaringan fibrous yang akan memicu penumpukan kalsium di
subperiosteum, dan selanjutnya terbentuk spur. Pada pemulaannya, nyeri kemungkinan
disebabkan oleh peradangan dari jaringan tendofascioperoeosteal, pada stadium lanjut
nyeri disebabkan oleh spur yang memicu peradangan tendofascio plantaris.
e) Faktor Resiko
‒ Kebiasaan berdiri dalam waktu yang lama
‒ Kebiasaan berjalan jauh dengan alas kaki yang keras
‒ Over use plantar fascia seperti pada atlet
‒ Obesitas [15]
f) Langkah-langakah diagnosis
‒ Anamnesis
Tanya jawab mengenai keluhan yang dirasakan pasien
‒ Pemeriksaan fisik
• windlass test
• Inspeksi di area bagian tumit
• palpasi di area :
Ankle passive dorsiflexion/eversion
bagian proximal dari plantar fascia
tuberkulum medial dari kalkaneus
‒ Pemeriksaan penunjang
• Foto pedislateral
• MRI
• USG [16]
g) Manifestasi klinis
‒ Nyeri pada tumit, sakit yang dirasakan seperti tertusuk atau rasa terbakar
‒ Nyeri yang bertambah parah saat kaki ditekuk
‒ Pergerakan pergelangan kaki yang terbatas
‒ Bentuk kaki yang terlalu cekung
‒ Area yang terasa sangat lembut di depan tulang tumit [17]
h) Komplikasi
‒ Adanya radang atau inflamasi pada fasciia plantaris akan mempengaruhi jaringan
spesifik yang terlibat sehingga akan terjadi tightness pada otot-otot sebagai
kompensasi dari nyeri yang terjadi.
‒ Selain itu juga akan terjadi kelemahan pada otot-otot tertentu yang akan
menyebabkan instabilitas sehingga dapat memicu terjadinya strain.
‒ Proses radang juga akan mempengaruhi sistem sirkulasi dimana akan terjadi
mikro sirkulasi yang akan menurunkan suplai gizi pada jaringan yang mengalami
cidera sehingga dapat menyebabkan penumpukan sisa metabolisme yang dapat
mengiritasi jaringan sehingga timbul nyeri.
‒ Iritasi kimiawi pada proses radang juga akan mempengurahi konduktivitas saraf
akibatnya terjadi hipersensitivitas yang dapat menurunkan nilai ambang rangsang.
‒ Pada kasus fasciitis plantaris sering berkembang menjadi heel spur, Spur pada
tulang berkembang karena fasciia plantaris yang mengalami injuri kemudian
mengalami inflamasi sehingga tumit menerima beban lebih banyak dan dalam
waktu yang lama akan menyebabkan deposit kalsium pada tumit sehingga
menimbulkan tulang tumbuh yang tidak normal ditumit (Sari dan Irfan, 2009).
[18]
i) Penatalaksanaan
Plantar fasciitis biasanya kondisi diri yang terbatas, dan studi telah melaporkan
kejadian resolusi hingga 90% dengan langkah-langkah nonsurgical. Namun, pasien
memiliki perbedaan derajat patologi dan berbagai jenis dari habitustubuh dan gaya hidup
dan karena itu akan merespon secara berbeda terhadap berbagai perawatan. Bahkan
dengan perawatan individual, beberapa pasien merespon dengancepat, dan lain-lain
buang semua tindakan konservatif sebelum bantuan dicapai.Komponen utama yang
berkontribusi terhadap ketidaknyamanan adalah iritasi terjadisekunder untuk proses
penyakit, dan bukan faktor mekanis memacu atau lainnya.
j) Pencegahan
Sekitar 80% dari kasus plantar fasciitis menyelesaikan secara spontan oleh 12
bulan,5% dari pasien akhirnya menjalani operasi untuk rilis plantar fascia karena
semuatindakan konservatif telah gagal.Untuk atlet khususnya, resolusi lambat dari
plantar fasciitis dapat menjadi masalahyang sangat frustasi. Orang-orang ini harus
berhati-hati untuk tidak mengharapkanresolusi semalam, terutama jika mereka memiliki
lebih sakit kronis atau jika merekamelanjutkan kegiatan mereka. [22] . Umumnya, nyeri
tersebut sembuh dengan pengobatan konservatif. [22, 23]Meskipun tidak ada kematian
terkait dengan kondisi ini, morbiditas yang signifikandapat terjadi. Pasien mungkin
mengalami nyeri plantar progresif, menyebabkan pincang (kiprah antalgic) dan
pembatasan kegiatan seperti berjalan dan berlari. Selainitu, perubahan berat badan-
bantalan pola yang dihasilkan dari sakit kaki dapatmenyebabkan cedera sekunder yang
terkait dengan sendi pinggul dan lutut. [13]
3. ANKLE SPRAIN
a. Definisi
Ankle sprain merupakan cedera yang sering terjadi pada saat melakukan latihan fisi
k.Ankle sprain adalah kondisi dimana terjadinya penguluran atau robekan pada ligamen
lateral complex. [20]
b. Etiologi
1. Kesalahan dalam pelatihan fisik
2. Teknik menapak yang salah dan menapak pada permukaan yang tidak rata
3. Kerusakan jaringan penyangga
4. Ketidakstabilan aktif oleh otot-otot penggerak foot and ankle
5. Abnormal foot posture (pes planus, pes cavus) [20]
c. Epidemiologi
Di Amerika menunjukkan bahwa sprain ankle di pengaruhi oleh jenis kela
min, usia, dan keterlibatan dalam olahraga.[20]
d. Patomekanisme
Terjadinya sprain ankle , akibat adanya trauma langsung atau ketidakstabilan dari
sendi ankle yang menyebabkan perobekan dari ligamen yang ada disekitar sendi
ankle, baik lateral maupun medial . Bila sendi pergelangan kaki mengalami sprain,
maka akan diikuti proses radang disekitar pergelangan kaki.
Proses radang ditandai dengan fase-fase yaitu fase inflamasi respon (0-4 hari)
ditandai adanya tanda inflamasi, respon sel berupa pelepasan leukosit dan sel
fagositik lainnya, reaksi vaskular terjadi pembekuan darah dan peningkatan jaringan
fibrin, pada fase ini mulai terjadi penutupan luka.
Fase fibroplastik repair ( 2 hari- 6 minggu) terjadi proses proliferasi dan regenerasi
secara aktif dimulai dengan terbentuknya jaringan granulasi yang kemudian menjadi
kolagen. Terjadi prosesd proliferasi dimana kolagen menjadi lebih solid dan kuat.
Pada fase ini jaringan sudah mulai berfungsi.
Fase Remodelling merupakan proses yang lama. Proses ini terjadi realignment atau
remodelling dari jaringan kolagen. Proses penguraian dan sintesa kolagen menjadi
suatu jaringan yang kuat dan teratur. Biasanya dalam tiga minggu jaringan yang
kuat, elastis, dan tanpa pendarahan yang terjadi. [20]
e. Manifestasi klinis
Sprain ankle terjadinya inflamasi akut, sub akut dan kronis. Sprain ankle kronis
setelah pasca cedera 4 sampai 7 hari atau lebih yang di tandai: Memar, bengkak
disekitar persendian tulang yang terkena, nyeri bila digerakkan atau diberi beban, fungsi
persendian terganggu, kelemahan ligamen atau ketidakstabilan fungsional, dan
penurunan proprioseptive. Gejala-gejala menyebabkan ketidakmampuan (foot and ankle
disability) yang di tandai terjadinya cedera ulang.
g. Penatalaksanaan
Teknik penanganan cedera yang dilakukan menggunakan metode (RICE)
‒ Rest atau istirahat. Korban cedera ankle sprain diharuskan untuk beristirahat atau
menghentikan aktivitas yang dilakukan sesaat setelah cedera. Hal ini bermanfaat
untuk mengurangi beban dan menghindari pergerakan pergelangan kaki saat
cedera.
‒ Ice atau terapi es. Pemberian terapi es dilakukan pada 10 menit pertama untuk
proses terapi dan 10 menit kemudian untuk periode istirahat agar tidak terjadi
kerusakan pada permukaan kulit.
‒ Compression atau pembalutan. Dilakukan menggunakan perban elastis
pergelangan kaki yang mengalami cedera dengan membentuk pola angka 8.
Tujuannya untuk mengurangi pembengkakan yang terjadi pada pergelangan kaki
yang cedera.
‒ Elevation. Kaki yang cedera diposisikan lebih tinggi 12inch atau 30,48cm dari
posisi tubuh sebagai upaya mengurangi pembengkakan yang terjadi. [20]
h. Komplikasi
Dislokasi berulang akibat ligament yang rupture tersebut tidak sembuh dengan
sempurna sehingga diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya
Gangguan fungsi ligament. [20]
i. Pencegahan
1. Banyak melakukan latihan mental dan latihan fisik
2. Memaksimalkan pemanasan
j. Prognosis
Bonam (Baik) [20]
DAFTAR PUSTAKA
[1] U. M. Semarang, “No Title.”
[2] K. Jennifer.P, W. Welsh, and B. Mayer, Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2014.
[3] S. N. Ayunita, “Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.”
[4] M. DR.dr. BM. Wara Kushartanti, “JURNAL PATOFISIOLOGI CEDERA FIK.”
[5] K. Jennifer.P, W. Welsh, and B. Mayer, Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2014.
[6] at every Contact and P. excellence Cross, “Strains and Sprains.”
[7] Z. N. Helmi, Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. .
[8] dkk 2016. . D. ortheopedi dan traumatology F. U. Hermawan n. rasyid, “Jurnal FK
Universitas Padjajaran.”
[9] S. O. Dr. Dwikora Novembri Utomo, dr., “CEDERA TENDON ACHILLES. Airlangga
university press,” 2018.
[10] A. Muttaqin, Buku saku gangguan musculoskeletal. EGC Jakarta.
[11] dan E. V. W. Molloy, “Complications Of Treatment Of Achilles Tendon Ruptures.”
[12] “Massachusetts General Hospital Orthopaedics. Achilles Tendon Rupture.”
[13] H. Devi, “Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung.”
[14] U. M. Malang, “Sumber : (jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Malang).”
[15] “Jurnal FK Unud, Plantar Faciitis.”
[16] C. Petraglia, F., Ramazzina, I., & Costantino, “Plantar Fasciitis in Athletes: Diagnostic
and Treatment Strategies. A Systematic Review. Muscle, Ligaments and Tendons Journal,
7 (1), pp. 107–118.”
[17] “National Health Service UK (2019). Health A to Z. Plantar Fasciitis.”
[18] “jurnal fik universitas muhammadiyah surakarta.”
[19] “Plantar Fasciitis. American Orthopaedic Foot & Ankle Society.”
[20] “Jurnal Kedokteran Universitas Udayana tahun 2017 ).”