Hasan Assagaf
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
hasansegaf73@gmail.com
Pendahuluan
Dari zaman ke zaman teknologi akan semakin maju terbukti dengan hadirnya HP
yang di fasilitasi oleh kehadiran internet mampu untuk melakukan komunikasi atau
sekedar bersilaturahmi denan keluarga yang jauh bahkan di ujung dunia pun mamu
untuk berkomunkasi tanpa harus kita hadir secara lansung. Tentu dengan kehadiran HP
memudahan kita untuk melakukan segala hal, namun apakah sah apabila kita
melakukan pernikahan secara virtual / jarak jauh dalam persektif Hukum Islam.
Pernikahan ialah suatu proses yang sangat suci dimana kedua jenis gender yang
berbeda antara pria dan wanita akan bersatu dalam menjalin kehidupaanya secara
bersama atau keluarga. Dalam hal pernikahan maka kedua berani untuk mendatangkan
bintang karena bagi mereka suatu pernikahan itu ialah hal yang hanya dilakuan sekali
dalam se umur hidu, meskipun ada beberapa rintang yang menghalang bahkan belah
pihak keluarga akan hadir dalam satu majelis untuk melihat proses
pernikahannya,dimana mereka juga akan turut berbahagia dalam satu pesta tersebut.
Pernikahan sering kali diakan secara mewah nan megah bahkan tidak jarang
hingga medatangkan seorang bintang, seperti Rafi Ahmad, Luna Maya,dan kepala
Negara/Presiden. Tidak lain dan tidak bukan mereka yang memiliki harta lebih tak
jarang pula sampai berujung ke perpisahan/percerain. Tentu sebuah perpisahan
bukanlah hal yang diharapkan, namun jika dalam membentuk rumah tangga selalu di
iring dengan sebuah perkelahian bahkan sampai melakukan tindakan kekerasan maka
percerain adalah jalan yang terbia meskipun menyakitkan.
Maka dari itu kita harus berhati-hati dalam meilih pasangan karena menikah
ialah suatu ikatan lahir batin yang suci oleh sebab itu dengan hadirnya HP kita dalam
meilih dan mengenal pasangan. Kebanyakan masyarakat muda dan mudi akan memilih
berpacaran terlebih dahulu sebelum menjalin hubungan yang lebih serius yaitu sebuah
pernikahan. Karena bagi mereka mengenal sifat asli dari pasangan itu sangat penting
karena mereka akan hidup bersama.
Ada pula yang melalui proses perjodohan dimana melalui proses ini mereka
cendrung ada unsur paksaan dari orang tua atau keluarga oleh sebab itu tida jarang pula
anak yang melarikan diri dari rumah karena proses perjodohan ini. Oleh sebab itu
kebanyakan mereka lebih memilih pilihan mereka sendiri melalui proses berpacaran
hingga lanjut ke hubungan pernikahan.
Sebagai contoh atau gambaran pernikahan yang sejati ialah proses pernikahan
Rasulullah SAW. dengan Sayyidah Khadijah. Dimana ini merupakan sebuah gambaran
pernikahan yang sangat indah dan romantic untuk dikaji atau ditiru. Tentu akan sangat
mustahil bagi kita untuk meniru Rasulullah SAW. kita hanya bisa sekedar mencontoh
apa yang diberikan dan dilakukan Rasulullah SAW. kepada Sayyidah Khadijah.
Disatu sisi ada kisah Romeo dan Juliet dimana kisah ini sering kita dengar dan
kita tonton karena percintaan mereka sangatlah rumit. Dimana cinta mereka terhalang
oleh kedua belah pihak keluarga mereka sendiri yang saling bermusuhan hingga
mustahil bagi mereka untuk bersatu.
Di Indonesia sendiri ada kisah Siti Nurbaya yang sangat fenomenal bagi
masyarakat Indonesia,tentu kita tau jalan cerita tentang Siti Nurbaya ini dimana ia
dikisahkan enggan untuk dijodohkan oleh seorang pria yang tidak ia cintai hingga ia
memilih kabur dari rumah. Dari gambaran cerita Siti Nurbaya ini tentu kita tidak ingin
mengalami hal yang serupa sehingga kita lebih memilih berkenalan melalui social media
untuk mencari pasangan secara virtual melalui media internet.
Lalu bagaimana jika proses pacaran atau berkenalan melalui virtual hingga
membuat kita ingin melajutkan ke pernikahan, apakah bisa juga apabila pernikahan
dilakukan secara virtual.
Metode Penilitan
Jenis penelitian yang saya gunakan dalam adalah penelitian dengan
menggunakan pendekatan filsafat dimana dalam jenis penelitia ini untuk mendapatkan
pengetauan yang bersifat ilmiah dan lebih berfokus kepada masalah yang terjadi baik
secara umum atau khusus, kemudian dapat dengan mudah menarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Metode ini sangat cocok digunakan untuk melakukan pendekatan pada
artikel saya yang berhubungan dengan nikah online, dimana dalam hal ini akan dapat
dengan mudah memberikan sebuah penjelasan atau pengertian tentang sudut pandang
terakit nikah online, apakah nikah nya sah, lantas bagaimana dengan pendapat ulama,
tata cara nikahnya, dan pandangan masyarakat terkait nikah online.
Dalam suatu pernikahan biasanya akan diadakan secara langsung lalu bagaimana
jika dilaksanakan secara online. Di mana dalam hal ini masih terjadi simpang siur terkait
pernikahan secara online yang hadir di tengah-tengah masyarakat akibat pandemi
covid-19. Kemudian saya juga memasukan pendekatan secara hukum yaitu tetap
memperhatikan unsur undang-undang positif, dan hukum islam. dan peraturan yang
berlaku tentang pernikahan. Selain itu juga terdapat pendekatan konseptual yang
berbeda dari berbagai pandangan ulama dan secara fiqih yang bertujuan untuk
menemukan dasar terkait dengan nikah online secara agama islam. Dan dari ketiga
pendekatan yang saya lakukan tadi yaitu untuk menemukan makna yang terkandung
baik itu berupa makna secara teks undang-undang atau istilah istilah yang digunakan
atau dikemukakan oleh para ulama agar tau tentang keabsahan nikah tersebut supaya
dapat meyakinkan masyarakat bahwa nikah secara online juga sah.
Sumber-sumber hukum yang terdapat dalam artikel ini saling berhubungan satu
sama lain baik itu secara sumber hukum islam atau secara hukum positif, yang
selanjutnya akan di analisis agar menemukan titik tumpu atau kejelasan terkait
pernikahan secara online itu sah baik secara agama dan secara Negara.
1
Ghazaly, Abd. Rahaman, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2003).
2
Hamid, Zahri, Pokok- Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang- Undang Perkawinan Di
Indonesia (Yogyakarta: Binacipta, 2000).
mereka juga harus melihat dan mengetahui alasan mengapa diadakan pernikahan
secara online. Mungkin juga mereka mengetahui alasan di adakan nikah online tapi,
mereka tetap kukuh dengan mengadakan nikah secara online karena merasa gengsi.
Tentu kita mengetaui secara bahkan kita juga merasakan secara langsung dalam diri kita
bahwa kita ini gengsi oleh sebab itu banyak masyarakat Indonesia yang merasa gengsi
dengan sekitarnya, apabila tidak melaksanakan nikah secara langsung mereka sakit hati
dan menjadi takut akan cemohan/olokan masyarakat sekiar.
Sedangkan bagi mereka yang pro dengan nikah online mereka cenderung merasa
bahwa gengsi itu tidak diperlukan. Jika mereka melakukan atau melaksanakan nikah
secara online itu meruakan sebuah tren dan sebuah inovasi ke depannya di mana
mereka berpikir secara dinamis bahwa segala hal harus berubah sesuai dengan semakin
maju nya zaman tersebut. Selain menghemat biaya bagi mereka yang pro dengan nikah
online mereka juga berpendapat bahwa nikah online juga akan menjadi hal yang lumrah
Masyarakat yang pro dan mereka yang kontra dengan pernikahan secara online sama-
sama memiliki argument yang sama kuat. Di satu sisi ada yang menilai tradisi dan
sebuah tradisi pasti mengandung sebuah unsur yang harus dilakukan dan dilestarikan
secara turun menurun. Sedangkan di satu sisi yang lain yang mengangap bahwa
masyarakat harus maju mengikuti kemajuan zaman karena sesuatu yang lama harus
diganti dengan sesuatu yang baru. Di kedua argument ini sama-sama benar tapi kita juga
tidak boleh melupakan sebuah tradisi karena tradisi merupakan jati diri masyarakat
sekitar dan kita juga harus maju ke depan agar kita tidak ketinggalan zaman.
Oleh sebab itu mungkin kedepannya mungkin akan ada sebuah solusi untuk
mengatasi masalah tersebut. Agar masyarakat tidak menghilangkan nilai tradisi dari
pernikahan itu dengan mengikuti perkembangan zaman agar masyarat tetap bisa
menikmati dan melihat unsur sakral di dalam pernikahan tersebut 3.
4
Khon, Abdul Majid, Fiqh Munakahat (Jakarta: Graha Ilmu, 2009).
Terpisah oleh jarak dimana mempelai tidak dapat bertemu atau saling bertatapan di
karenakan jarak mereka yang terhalang.
Di sebabkan oleh suatu bencana atau suatu akibat buruk dimana salah satu dari
kedua mempelai tidak dapat hadir. Dengan memberikan gambaran kategori diatas kita
dapat dengan mudah menganilisi mengapa kedua calon mempelai melaksanakan suatu
pernikahan secara online yang disebabkan oleh suatu keadaa yang menghalangi mereka
untuk melakukan suatu bentuk nikah secara langsung sehingga mereka justru
melaksakan nikah secara online. Dengan penjelasan diatas tentu nikah online menjadi
suatu solusi bagi pasangan yang akan melaksanakan nikah secara langsung namun
terhalang oleh suatu keadaan dimana mereka terhalang oleh jarak dan waktu maka
nikah online merupakan suatu alternative/solusi yang memudahkan mereka 5.
Terkait masalah nikah online yang dibantu oleh sistem software dengan bantuan
aplikasi dalam hal nikah online kita mempunyai suatu dasar hukum yang sangat kuat
sehingga hal tersebut di lindungi oleh Negara. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 2, Pasal 3, pasal 4 butir (e), dan pasal
5 butir (1) dan (2), pasal 18 (2), pasal 27 (1), pasal 38 (1), pasal 40 (1) dan (2), serta
pasal 45 (pidana), dan pasal-pasal yang lainnya yang mengatur hal serupa. Oleh sebab
itu ketika ada sebauh keraguan yang di rasakan oleh calon mempelai terkait benar atau
tidak nya nikah memalui perantara media elektronik atau mereka takut akan
terjadinnya penipuan dimana hal ini sosok mempelai calon perempuan-lah yang sering
merasakan hal demikian, dengan munculnya undang-undang yang mengatur hal
demikian akan membuat mempelai perempuan lega karena di lindungi oleh Negara yang
menjamin hal tersebut sesuai dengan undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Perangkat Elektronik. Jika terdapat unsur yang mecurigakan maka dapat
di laporkan ke pihak berwajib dan akan di proses secara hukum yang berlaku. Hal ini
tertera dalam suatu pasal undang-undang yakni pasal 27 (1) dan pasal 45 butir (1) yang
berbunyi : Pasal 27(1). Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentrasmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik
dan/atau Document Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 45 (1). Setia orang yang memenuhi unsur sebagaimana di maksud dalam pasal 27
ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 1000.000.000.00 ( satu milyar rupiah).
5
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali
(Jakarta: Lentera, 2010).
Dalam suatu bentuk keabsahan nikah online dilakukan secara video call lebih
nyama karena kedua mempelai dapat mengetahui dan menyaksikan secara langsung
bagaimana keadaan dan proses nikahnya dari pada via telfon. Karena memalui telfon
kedua mempelai tidak dapat mengetahui keadaan satu sama lain karena melalui telfon
kita hanya dapat mengetahui suara nya saja tanpa ada wujud nyata meskipun hanya
melalui layar media. Hal tersebut dapat meminimalisir seuatu bentuk kecurangan atau
penipuan6.
Dengan permasalahan sekarang yang ada tentu kita dapat merujuk kepada salah
satu putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.1751/P/1989. Tentang suatu
kejadian nikah melalui sebuah perangkat telepon dimana dalam putusan tersebut pihak
Pengadilan Agama Jakarta Selatan memberikan putusan “ Pengesahan Mengenai Praktik
Akad Melalui Telepon”. Dengan demikian maka kita dapat mengambil suatu dasar
hukum dari sini karena kita ketahui nikah melalui telepon saja sudah di berikan suatu
putusan yang sah hukum nya oleh hakim. Hal demikian tentu dapat berlaku terhadap
dasar nikah online karena kedua akad pernikahan tersebut sama-sama dilakukan dari
jarak jauh atau tidak langsung tatap muka. Memang tidak ada hukum positif di Indonesia
yang mengatur atau membahas tentang nikah online baik itu undang-undang atau suatu
pasal yang menyatakan ke absahan nikah online sehingga hal tersebut menjadi problem
bagi masyarakat yang menayakan tentang ke absahan suatu pernihan online.
Kekosongan hukum atau tidak ada aturan yang jelas terkait nikah online harus
segera di rumuskan karena semakin hari akan semakin banyak pasangan yang akan
melasanakan nikah secara online di karena mereka juga akan mengikuti perkembangan
zaman agar mereka tidak timpang tindih atau keraguan terhadap suatu ke absahan
nikah online.
Di Indonesia memang mengatur suatu pernikahan seperti dalam pasal UU
No.1/1974 KHI terkait pernikahan namun dalam pembahasannya hanya mencakup
suatu makna pernikahan atau perkawinan. Dalam pasal 1 di sebutkan bahwa suatu
makna pernikahan atau perkawinan itu merupakan ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan sebagai bentuk pasangan suami istri yang memiki
sebuah tujuan yang mulia yaitu membentuk keluarga yang harmonis atau keluarga yang
sakinah mawadah wa rohma. Dalam perwujud an keluarga yang harmonis harus
dilakuakan secara suka rela tanpa ada paksaan atau tekanan dari salah satu mempelai
6
“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik” (n.d.).
dimana dalam hal ini kedua mempelai harus paham mengenai tanggung jawab yang
harus dilakukan. Selanjut mengenai pasal 2 KHI yang menjelaskan defines suatu
perkawinan dalam sudut pandang islam. Perkawinan adalah suatu pernikahan, dimana
dalam hal ini yang dimaksud sebuah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat yang dan
sangat suci dalam pandangan islam karena akad merupakan bentuk penerimaan ikatan
yang harus dilaksanakan karena hal itu merupakan bentuk ke taatan kita terhada Tuhan
Yang Maha Esa dan dalam menaati hal tersebut merupakan bentuk ibadah yang
medapatkan amal kebaikan karena telah melaksanakannya.
Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa-sannya praktik pernikahan
secara online belum di atur dalam UU No.1/1974 itu hanya memeberikan penjabaran
atau penjelasan terkait makna nikah secara umum, bahkan tidak menyinggung terkait
nikah secara online. Tapi seperti penjelasan di atas terkait makna nikah secara umum
kita dapat menemukan sebuah landasan dalam nikah online ini yaitu dalam bunyi pasal
1 dan 2. Dalam kedua pasal tersebut memiliki makna tentang sebuah tujuan nikah yaitu
pernikahan atau perkawinan meruapakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan sebagai bentuk pasangan suami istri yang memiliki sebuah tujuan
yang mulia yaitu membentuk keluarga yang harmonis atau keluarga yang sakinah
mawadah wa rohma, serta merupakan bentuk ke taatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan sebuah ibadah dalam melaksanakannya. Dalam hal ini nikah online juga
memiliki tujuan yang sama hanya dalam pelaksaannya saja yang berbeda dimana kedua
mempelai terpisah oleh jarak yang berbeda atau tidak dalam satu tempat yang sama.
Dengan demikian maka dapat di katakan atau di tafsirkan bahwa nikah secara online
termasuk dalam kategori nikah yang di akui oleh Negara karena memiliki tujuan yang
mulia yaitu menaati perintah dan menjalakannya merupakan sebuah ibadah dan oleh
sebab itu dapat diterima suatu keabsahannya baik dalam sudut pandang islam maupun
sudut pandang hukum positif di Indonesia yang berupa Undang-Undang yang berlaku 7.
7
“Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan” (n.d.).
mereka-pun akhirnya ber inisiatif melaksanakan pernikahan secara online dimana
mereka mengadakan acara nikah online karena mereka memiliki tujuan membina
rumah tangga secara cepat agar terhindar dari perbuatan zina.
Dari segi pelaksanaan memang nikah online berbeda dengan nikah secara
langsung. Di mana kedua mempelai harus saling menatap layar media yang
dilaksanakan dan mereka pun juga tidak di tempat yang sama melaikan di kediaman
masing-masing. Mereka juga tetap memakai gaun pengantin layaknya pernikahan secara
langsung, mempelai pria memakai jas layaknya seorang pria yang memiliki wibawa yang
tinggi dan mempelai wanita memakai gaun putih nan mewah layaknya seorang putri
dari sebuah kerajaan. Tidak lupa juga ada jasa make up untuk kedua mempelai calon
suami istri yang akan melaksanakan pernikahan secara online. Memang pernikahan
tersebut dilaksanakan secara virtual dimana mereka hanya saling bertatapan melalui
layar media tapi mereka juga akan berhias layaknya akan melaksanakan pernikahan
secara online karena bagi mereka pernikahan secara online juga perlu dilaksanakan
secara optimal dimana mereka juga ingin merasakan atmosfir pernikahan secara
langsung.
Kedua belah pihak keluarga juga akan ikut hadir dalam acara nikah online
tersebut. Mereka akan hadir melalui media online yang di adakan atau datang ke rumah
mempelai sebagai saksi atas pernikahan kedua pasangan tersebut . Seorang Penghulu
juga akan hadir dalam acara pernikahan online tersebut layaknya pernikahan secara
lansung tapi, Penghulu tidak hadir secara langsung melainkan hadir secara virtual.
Penghulu akan membacakan akad ijab qobul melalui media yang d iselengarakan
kemudian mempelai pria akan menjawab ijab qobul tersebut secara virtual 8.
Jika pada pernikahan secara langsung terdapat suatu acara dimana para tamu
dan keluarga akan makan-makan setelah proses ijab qobul. Hal demikian tidak terjadi
pada acara pernikahan secara online karena acara nikah online cenderung tidak
mengundang tamu/teman .Tentu dengan tidak di adakannya acara makan-makan maka
akan menghemat biaya yang dikeluarkan tapi hal tersebut akan menjadi kekurangan
dalam suatu proses pernikahan karean tujuan dari di undannya tamu/teman kemudian
acara makan-makan memiliki sebuah makna dan tujuan. Makna dari hal tersebut ialah
suatu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Karena telah melangsungkan acara
pernikahan secara mudah dan lancer. Sedangkan tujuannya untuk membagi rasa
8
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-
Undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2007).
senang dan bahagia kepada para tamu/teman karena telah secara resmi menikah dan
tak lupa sebagai momen untuk memberikan rasa agar cepat nikah kepada tamu/teman.
Pada acara pernikahan secara langsung kedua mempeli akan saling berfoto ria
dengan keluarga besar mereka. Keluarga besar mereka akan sangat kompak dan serasi
dengan baju yang sama (sragaman). Hal yang demikian juga dapat terjadi pada
pernikahan online, meskipun agak aneh dimana mereka terpisah/ tidak dalam satu
tempat yang sama. Tetapi mereka tetap bersemanagat dalam suatu kebahagian yang
mereka (keluarga) rasakan. Meskipun pernikahan dilakukan secara online mereka tetap
bersemangat dalam suasana suka cita seperti melangsungkan acara pernikahan secara
langsung.
Dalam pelaksanaannya nikah secara online memang tidak di atur dalam sebuah
pasal undang-undang dimana ini memiliki arti bahwa segala aspek pelaksaannya di
serahkan kepada calon pasangan atau mempelai terkait bagaimana tata cara
pelaksanaannya. Yang jelas dalam pelaksaanya mengunakan bantuan media online
berupa aplikasi seperti Gogle Meet, Zoom, dan video call melalui Whats-App, kemudian
mempelai pengantin perempuan akan mengucapkan atau melafalkan sebuah
pernyataan atau sighat bahwa ia (mempelai perempuan) rida atau ikhlas dan bersedia
untuk di mulai akad pernikahan. Setelah itu akad akan dilangsung kan, dimana proses
pelaksanaannya melaui salah satu dari tiga aplikasi tersebut9.
10
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2011).
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat mitsaqan
ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dan
selanjutnya pada bunyi KHI pasal 3 dimana perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Jadi jika kita melihat kata nikah dalam bunyi pasal tersebut, bersifat universal
bagi siapa saja yang ingin menikah, dalam hal ini dapat diartikan sebagai pernikahan
dalam bentuk apapun.Meskipun bunyi pasal bersifat universal, bunyi pasal tersebut juga
berbeda, karena hakikat perkawinan itu sendiri yang dapat diartikan dalam ayat
tersebut adalah ketika bertujuan untuk membahagiakan dan langgeng keluarga (rumah
tangga) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa atau karena mentaati perintah allah,
atau karena bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
dan rahmah oleh karena itu, kita dapat memahami bahwa tidak hanya perkawinan biasa
atau perkawinan pada umumnya yang dianggap sebagai perkawinan untuk tujuan
perundang-undangan, tetapi juga perkawinan online.
Untuk mendefinisikan pernikahan atau perkawinan yang termaktub dalam UU
No. 1/1974 Pasal 1 yang berbunyi perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha
Esa.Kemudian juga definisi pernikahan yang termaktub dalam KHI Pasal 2 yang
berbunyi perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Dan juga bunyi KHI pasal 3 dimana perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Jadi jika kita melihat kata nikah pada bunyi pasal tersebut, maka memiliki sifat
universal bagi siapa saja yang ingin menikah,dalam hal ini dapat diartikan pernikahan
dalam bentuk apapun baik itu secara langsung maupun online.Walaupun pasal tersebut
memiliki sifat universal namun, pasal tersebut juga memiliki suatu perbedaanun, bunyi
pasal tersebut juga deferensial, karena esensi dari pernikahan sendiri yang dapat
diartikan pada ayat tersebut pyaitu apabila bertujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa,karena menaati
anjuran agama, dan memiliki tujuan yang mulia yaitu mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang harmonis serta sakinah, mawaddah, wa rahmah. Oleh karena itu, kita dapat
memahami bahwa tidak hanya pernikahan biasa atau pernikahan pada umumnya yang
dianggap yang memiliki kekuatan hukum terakit dalam hal pnikah yang di akui oleh
perundang-undangan, melainkan juga nikah online. Sebagaimana dalam tujuan yang
mulia tersebut membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah maka dalam
hal nikah online harus di akui keabsahannya karena memiliki tujuan yang sama dengan
nikah secara langsung oleh sebab itu hal ini dapat menjadi suatu acuan dasar terkait
nikah online.
Dalam konteks ini juga menjadi implikasi yang mutlak dan memaksa mengenai
penerapan UU pencatatan perkawinan, karena tentunya sebagaimana kita merupakan
Negara hukum, maka harus memiliki suatu kewajiban serta melaksanakan pernikahan
atau perkawinan berdasarkan peraturan yang berlaku. Terkait hal ini sudah jelas
tercantum dalam UU No. 1/1974 pasal 2 ayat 2 yang berbunyi: "Tiap-tiap perkawinan
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Karena terkait paparan
yang di jelaskan di atas maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan yang mendasar
dari administrasi nikah terkait penerapan pencatatan nikah baik secara langsung
maupun online sebagai implikasi nikah online bagi masyarakat yang berkeyakinan
agama Islam adalah berdasarkan pada penjelasan dari UU No. 1/1974 Pasal 2 (2), dan
KHI Pasal 5 (1). Selanjutnya, apabila permohonan nikah online ditolak atau tidak dapat
di kabulkan oleh pihak Pengadilan Agama, mereka yang berkehendak melangsungkan
akad nikah tersebut dapat melakukan upaya lainnya yakni banding ke Pengadilan Tinggi
Agama. Selanjutnya apabila mereka tetap ditolak oleh Pengadilan Tinggi Agama, maka
upaya terakhir yang dapat mereka tempuh ialah upaya hukum kasasi ke Mahkamah
Agung11.
Sebagai masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, alangkah baiknya
jika bisa melakukan tindakan untuk mengetahui apa yang dilaksanakan dan
menemukan dasar hukumnya.Karena masalah baru yang muncul di masyarakat akan
tumbuh khususnya yang memiliki kaitan dengan teknologi karena seiring
berkembangnya zaman maka teknologi semakin maju dan canggih. Untuk diperlukan
suatu gerakan baru dalam hal menentukan hukum yang berkaitan dengan sesuatu yang
baru agar tidak terjadi permasalahan atau kebinggungan di masyarakat agar sesuai
dengan ketetapan hukum positif yang berlaku, serta dapat dipahami lebih jelas dan
sesuai dengan konteks masyarakat sekarang ini.
11
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari’at (Jakarta: Robbani Press, 2008).
Masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait keabsahan dari
nikah online, dikarenakan salah satu syarat dari sah nya ijab qabul yaitu dilakukan
dalam satu majelis (ittihā d almajlis). Saya pribadi berpendapat bahwa nikah online
dengan menggunakan apps itu dianggap satu majelis di cyber space, dimana calon
mempelai, saksi, wali semua hadir pada cyber space tersebut. Jika nikah dengan surat
dan telefon saja dapat diterima maka seharusnya nikah online melalui apps harus lebih
dapat diterima. Urgensi MUI untuk mengeluarkan fatwa terkait nikah online sangat
diperlukan mengingat kondisi pembatasan sosial karena pandemi wabah covid19 serta
untuk mengisi kekosongan hukum yang ada. Justru bukan hanya dikarenakan adanya
pandemi ini saja, bahkan kita harus siap pada era digital untuk menghadapi industri 4.0.
Walaupun telah ada sebelumnya Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.
1751/P/1989 tentang Pengesahan Praktik akad melaui media telepon yang dapat
dijadikan sebagai yurisprudensi, namun masih diperlukan kepastian hukum yang lebih
terperinci.
Kesimpulan
Pernikahan ialah suatu proses yang sangat suci dimana kedua jenis gender yang
berbeda antara pria dan wanita akan bersatu dalam menjalin kehidupaanya secara
bersama atau keluarga. Dalam hal pernikahan maka kedua berani untuk mendatangkan
bintang karena bagi mereka suatu pernikahan itu ialah hal yang hanya dilakuan sekali
dalam se umur hidu, meskipun ada beberapa rintang yang menghalang bahkan belah
pihak keluarga akan hadir dalam satu majelis untuk melihat proses
pernikahannya,dimana mereka juga akan turut berbahagia dalam satu pesta tersebut.
Pernikahan online merupakan suatu proses pernikahan yang dilakukan secara
virtual dalam artian ini kedua bela pihak tidak saling bertatap muka mereka terpisahkan
oleh jarak yang membatasi dimana hal ini sulit untuk dijelaskan karena baik itu calon
suami, calon istri, dan wali tidak berada dalam satu tempat yang sama hanya berupa
tampilan wajah yang muncul pada layar virtual melalui sebuah aplikasi. Sedangkan
dalam pengertian umunya ialah suatu pernikahan yang cara berkomunikasinya dilakuka
secara terpisah dimana dibantu oleh media online yang tersambung dengan akses
internet yang berbasis telekomunikasi dan multimed.
Karena selama masa pandemi banyak masyarakat yang melakukan pernikahan
online dalam islam sendiri ada sebuah rukun dan syarat pernikahan yang disepkati oleh
ulama, jika rukun dan syarat terpenuhi maka dapat dikatkan bahwa pernikahnnya sah.
Pada pasal 14 KHI, untuk melakukan pernikahan harus ada : Mempelai pria. Mempelai
wanita. Wali nikah. Dua orang saksi. Ijab dan qobul. Ada beberapa persyaratan yang
harus dilakukan agar keabsahan suatu akada dalam pernikahan terpenuhi yaitu :
Kesesuaian dan ketepatan kalimat ijab dengan qobul saat proses pernikahan. Mempelai
pria yang sudah mengucapkan kalimat ijab qobul tidak diperbolehkan menarik kembali
ucapan yang telah ia keluarkan dari mulutnya. Diselesaikan pada saat akad. Dilakukan
dalam satu majelis yang dihadiri oleh kedua mempelai (ittihad al-majelis).
Masyarakat yang pro dan mereka yang kontra dengan pernikahan secara online
sama-sama memiliki argument yang sama kuat. Di satu sisi ada yang menilai tradisi dan
sebuah tradisi pasti mengandung sebuah unsur yang harus dilakukan dan dilestarikan
secara turun menurun. Sedangkan di satu sisi yang lain yang mengangap bahwa
masyarakat harus maju mengikuti kemajuan zaman karena sesuatu yang lama harus
diganti dengan sesuatu yang baru.
Terdapat Unsur perbedaan antara nikah online dengan nikah secara langsung
yakni muwajah bil maaruf ( saling berhadapan) dan ittihad al-majelis (tempat yang
sama), namun dalam nikah online muwajah bil maaruf tetap di lakukan hanya saja
melauli bantuaan suatu software berupa applikasi tapi melalui tempat yang berbeda
pula. Untuk dapat memberikan suatu kentetuan apakah calon pasangan tersebut dapat
melakukan pernikahan secara online, dapat di kategorikan menjadi 2 prinsip dasar
yaitu: Terpisah oleh jarak dimana mempelai tidak dapat bertemu atau saling bertatapan
di karenakan jarak mereka yang terhalang. Di sebabkan oleh suatu bencana atau suatu
akibat buruk dimana salah satu dari kedua mempelai tidak dapat hadir. Terkait masalah
nikah online yang dibantu oleh sistem software dengan bantuan aplikasi dalam hal
nikah online kita mempunyai suatu dasar hukum yang sangat kuat sehingga hal tersebut
di lindungi oleh Negara. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik Pasal 2, Pasal 3, pasal 4 butir (e), dan pasal 5 butir (1) dan (2),
pasal 18 (2), pasal 27 (1), pasal 38 (1), pasal 40 (1) dan (2), serta pasal 45 (pidana), dan
pasal-pasal yang lainnya yang mengatur hal serupa.
Sesuai UU No.1 tahun 1974 dalam salah satu pasal nya yaitu Pasal 2 Ayat 2 yang
menyebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan di catat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan dalam KHI Pasal 5 Ayat 1 juga di jelaskan bahwa agar
terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan di wajibkan
di catat. Dari kedua hukum tersebut baik dalam hukum Islam dan hukum positif kita
dapat mengambil suatu point penting bahwa pencatatan pernikahan sangat
dipentingkan karena kedua bunyi pasal-pasal tersebut sangat mengikat terkait aturan
pernikahan dan kita sebagai warga Negara yang taat hukum harus melaksanakan atau
menaati aturan tersebut. Dari bunyi pasal-pasal tersebut terlihat bahwa Undang-
Undang Negara dalam hal ini mengatur bahwa setiap perkawinan dicatat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan jelas bahwa kita sebagai masyarakat
hukum tunduk pada aturan yang ditetapkan oleh undang-undang.Negara kita adalah
negara hukum, sehingga kita dapat memahami bahwa semua hal di Negara Indonesia
harus dilakukan berdasarkan aturan atau undang-undang yang berlaku. Demikian pula
bagi perkawinan dalam hukum perkawinan sebagaimana diuraikan di atas, ini
merupakan syarat bagi mereka yang menginginkan pengakuan menurut hukum atau
hukum Indonesia. Adapun pencatatan perkawinan untuk perkawinan secara online
tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan itu sendiri yang mewajibkan dan
menjamin keabsahan perkawinan apabila diterapkan sesuai dengan Undang-undang
agama dan kepercayaan yang ia percayai apapun itu. UU No.1/1974, Pasal 2 Ayat 1,
dapat dipahami bahwa Negara menjamin dan mengakui perkawinan yang sah jika
dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan apa pun .Perkawinan online sendiri
masih menjadi topik hangat yang muncul saat ini. , hal ini berkaitan dengan legitimasi
dalam hukum agama Islam.
Terkait paparan yang di jelaskan di atas maka kita dapat mengambil suatu
kesimpulan yang mendasar dari administrasi nikah terkait penerapan pencatatan nikah
baik secara langsung maupun online sebagai implikasi nikah online bagi masyarakat
yang berkeyakinan agama Islam adalah berdasarkan pada penjelasan dari UU No.
1/1974 Pasal 2 (2), dan KHI Pasal 5 (1). Selanjutnya, apabila permohonan nikah online
ditolak atau tidak dapat di kabulkan oleh pihak Pengadilan Agama, mereka yang
berkehendak melangsungkan akad nikah tersebut dapat melakukan upaya lainnya yakni
banding ke Pengadilan Tinggi Agama. Selanjutnya apabila mereka tetap ditolak oleh
Pengadilan Tinggi Agama, maka upaya terakhir yang dapat mereka tempuh ialah upaya
hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
Daftar Pustaka
Ghazaly, Abd. Rahaman, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2003).
Hamid, Zahri, Pokok- Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang- Undang Perkawinan Di
Indonesia (Yogyakarta: Binacipta, 2000).
Hasan, M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam (Jakarta: Siraja Prenada Media
Grup., 2006).
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali
(Jakarta: Lentera, 2010).
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-
Undang Perkawinan (Jakarta: Kencana, 2007).
Kisyik, Hamid, Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah (Bandung: Mizan Pustaka,
2005).
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari’at (Jakarta: Robbani Press, 2008).