Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Di era sekarang ini, teknologi terus berkembang, manusia mampu


menjadikan yang jauh menjadi terasa dekat, yang lama menjadi sebentar, yang
sulit menjadi mudah, dan yang berat menjadi ringan. Hal tersebut ternyata juga
berpengaruh pada ranah agama, termasuk Islam. Salah satu dari sifat hukum
(syari‟at) Islam adalah shalih likulli azzaman wal makan, yakni selaras dan
relevan di setiap waktu dan tempat. Ini berarti Islam menerima perubahan yang
pasti selalu terjadi di setiap waktu dan tempat. Hukumnya pun otomatis ikut
berkembang, dengan maksud untuk menyelaraskan diri dengan keadaan;
contohnya hukum pernikahan. Pada masa ini, muncul fenomena nikah dan cerai
online, yang pengertian sederhananya adalah menikah atau bercerai tanpa tatap
muka langsung dan menjadikan media sebagai penghubung. Tentu hal ini
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai hukum yang berlaku atas
fenomena tersebut. Dalam makalah ini, akan dibahas secara ringkas mengenai
hukum nikah dan cerai online.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan hukum pernikahan/perkawinan dalam Islam ?


2. bagaimana hukum pernikahan dan perceraian online dalam Islam ?

1
PEMBAHASAN

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan atau pernikahan dalam literature fiqh berbahasa Arab disebut


dengan dua kata, yaitu nikah ‫ نكاح‬dan zawaj ‫زاوج‬. Kedua kata ini yangterpakai
dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur‟an
dan hadis Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dengan arti
kawin, seperti dalam surat an-Nisa‟ ayat 3:

‫اع فَإ ِ ْن ِخ ْفت ْم اَالَّ تَ ْع ِدلىا‬ َ َ‫ب لَك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثن َى َو ثال‬
ِ َ‫ث َو رب‬ َ َ ‫في ْاليَتَا َمى فَا ْن ِكحىا َما طا‬
ِ ‫َوإِ ْن ِخ ْفت ْم أالَّ ت ْق ِسطىا‬
.ً‫فَ َىا ِح َدة‬

Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim, maka
kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat
orang, dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil, cukup satu orang.1

Secara arti kata nikah berarti “bergabung” atau “hubungan kelamin” dan juga
berarti akad yang dalam Al-Qur‟an terdapat kata yang mengandung arti tersebut.

Dalam UU No.1 pasal 1 Tahun 1974 perkawinan dirumuskan sebagai


berikut:

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di samping definisi yang diberikan UU No. 1 Tahun 1974 di atas, Kompilasi


Hukum Islam di Indonesia memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti
dari definisi tersebut namun bersifat menambah penjelasan, yang isinya sebagai
berikut:

1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh


Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.35.

2
Perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau
miitsaqan ghalizhan untuk menaatiperintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.
2. Hukum Perkawinan

Hakikat perkawinan adalah akad yang membolehkan laki-laki dan


perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak boleh, maka bisa dikatakan
bahwa hukum asal perkawinan adalah boleh atau mubah. Perkawinan merupakan
suatu perbuatan yang disuruh Allah dan juga disuruh Nabi. Di antaranya firman
Allah dalam Al-Qur‟an yang berupa suruhan untuk melaksanakan perkawinan
sebagai berikut:

.‫ّوأَ ْن ِكحىْ ا األَيَا ِمى ِم ْنك ْم َوالصَّا لِ ِحي ّْن ِم ْن ِعبّا ِدك ْم َوإِ َمائِك ْم إِ ْن يَكىْ نىْ ا فقَ َرا َء ي ْغنِ ِهم هللا ِم ْن فَضْ لِ ِه‬

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang


yang layak (untuk kawin)di antara hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberikan kemampuan kepada
mereka dengan kurnia-Nya.2

Karena di Indonesia kebanyakan menganut mazhab Syafi‟i maka di bawah ini


dijelaskan hukum perkawinan itu dengan melihat keadaan orang-orang tertentu
sebagai berikut:

1. Sunnah bagi orang-orang yang tealh berkeinginan untuk kawin, telah


pantas untuk kawin dan dia telah mepunyai perlengkapan untuk
melangsungkan perkawinan.

2. Makruh bagi orang-orang yang belum pantas untuk kawin, belum


berkeinginan untuk kawin, sedangkan perlengkapan untuk perkawinan
juga belum ada. Begitu pula ia telah mempunyai perlengkapan untuk
perkawinan, namum fisiknya mengalami cacat, sepeeti
impoten,berpenyakitan tetap, tua bangka, dan kekurangan fisik lainnya.

2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh


Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan…, hlm.43.

3
Dalam perkawinan itu sendiri juga ada syarat yang harus dipenuhi
guna memenuhi keabsahan akad, yaitu sebagai berikut:

1. Kesesuaian dan ketetapat alimat ijab dengan qobul.

Kesesuaian itu dapat terwujud dengan adanya kesesuaian ijab dan


qobul dalam tempat dan ukuran mahar. Jika dalam hal tersebut antara
ijab dan qobul berbeda maka perkawinan tidak sah.

2. Orang yang mengucapkan kalimat tidak boleh menarik kembali


ucapannya.

Dalam akad disyaratkan bagi orang yang mengucapkan kalimat ijab


untuk tidak menarik kembali ucapannya sebelum pihak yang lain
mengucapkan qobul.

3. Diselesaikan pada waktu akad.

Dalam fiqh empat mazhab tidak diperbolehkan melakukan akad untuk


pernikahan yang akan datang, misalnya dengan kata: “aku akan
menikahimu besok, lusa”. Juga tidak boleh akad dibarengi dengan
syarat yang tidak ada, misalnya: “aku akan menikahimu jika Zaid
datang”. Itu dikarenakan akad nikah tersebut termasuk akad hak
kepemilikan atau penggantian.3

4. Dilakukan dalam satu majelis.

Dilakukan dalam satu majelis jika kedua belah pihak hadir. Jika jika
pihak perempuan berkata “aku menikahkanmu dengan diriku”, lantas
pihak yang lain berdiri sebelum mengucapkan kata qobul, atau
menyibukkan diri dengan perbuatan yang menunjukkan berpaling dari
majelis, kemudian setelah itu baru mengatakan “saya terima” maka
akad tersebut tidak sah. Ini menjelaskan bahwa sekedar berdiri saja

3 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 27.

4
sudah merubah majelis. Demikian juga jika pihak pertama
meninggalkan majelis setelah mengucapkan kalimat ijab, lantas pihak
kedua mengucapkan qobul di dalam majelis saat pihak pertama tidak
ada atau setelah kembalinya, maka itu juga dianggap tidak sah.

3. Hukum Nikah Online dalam Prespektif Hukum Islam

Nikah online adalah suatu bentuk pernikahan yang transaksi ijab qabulnya
dilakukan melalui keadaan konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan
suatu jaringan atau sistem internet, jadi antara pihak mempelai laki-laki dan
perempuan, wali dan saksi, tidak berkumpul dalam satu tempat, yang ada hanya
tampilan visual dari kedua belah pihak melalui bantuan alat elektronik.

Nikah online dalam pengertian umum adalah pernikahan yang


komunikasinya dilakukan dengan dua alat di masing-masing tempat yang
terhubung dengan file server atau network dan menggunakan media online
sebagai alat bantunya. Media online sendiri ialah sebuah media yang berbasis
telekomunikasi dan multimedia (computer dan internet). Nikah online sendiri jika
dibandingkan dengan nikah biasa maka terdapat perbedaan secara substansional
terhadap ritual pernikahan dan selebihnya sama. Jika dalam pernikahan biasa
antara pihak laki-laki dan perempuan bisa bertatap muka sedangkan dalam online
tidak.

Dengan melihat apa yang tampak dari permasalahan tersebut, dapat kita
bandingkan dengan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1751/P/1989
tentang Pengesahan Praktik Akad melalui media telepon. Jika majelis hakim
sudah menetapkan bahwa akad melalui media telepon adalah sah, maka peraturan
itu dapat kita pegangi terkait dengan nikah online. Dalam perundang-undangan
hukum positif Indonesia, peraturan mengenai nikah online memang belum
disinggung. Di Indonesia sendiri dalam hal pernikahan kita mengacu dan terikat
pada peraturan yang tertulis pada UU No. 1 Tahun 1974, ataupun juga KHI.
Terkait pemaknaan pernikahan dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1 hanya
memberikan definisi perkawinan sebagai suatu ikatan lahir batin antara laki-laki

5
dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dengan kekal berdasarkan Ketuhahan Yang Maha Esa.4 Selanjutnya
dalam KHI pada pasal 2 disebutkan bahwa perkawinan menurut hukum Islam
adalah akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.

Dapat dilihat bahwa dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan juga KHI hanya
dijelaskan nikah secara umum, tak sedikitpun menyinggung mengenai nikah
online. Namun jika kita cermati dari bunyi pasal tersebut terdapat kata yang bisa
kita tafsirkan terhadap nikah online, bahwa dalam pasal tersebut menyebutkan
salah satu tujuan pernikahan sebagai ikatan lahir dan batin antara laki-laki dan
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia, serta
bertujuan untuk mentaati perintah Allah, yang artinya bahwa pernikahan pada
dasarnya bertemunya laki-laki dan perempuan yang memang bertujuan
membentuk keluarga, entah dalam konteks lewat pernikahan apapun, yang paling
penting ialah ia bertujuan untuk pernikahan yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selanjutnya, jika dikaitkan dengan nikah online, berarti ia juga termasuk


kategori nikah yang diakui oleh negara selagi ia bertujuan untuk menaati perintah
Allah dan membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian jika kita melihat pada penjelasan di
atas dapat kita pahami bahwa dalam hal ini adalah nikah online dapat diterima
suatu keabsahan baik dalam Islam maupun perundang-undangan yang berlaku.

Sebagai negara hukum, Indonesia selalu berpijak pada UU sebagai


konstitusi tertinggi, dan konstitusi tertinggi di Indonesia adalah UUD 1945,
selanjutnya dalam hal munakahat, barulah bersandar pada UU No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan. Demikian berdasarkan penjelasan di atas dapat kita
simpulkan bahwa dasar dari administrasi nikah dalam hal ini penerapan
pencatatan nikah sebagai implikasi nikah online bagi masyarakat yang beragama

4 UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 1.

6
Islam adalah berdasarkan pada menjelasan dari UU No. 1 Tahun 1974 pasal 2 (2)
dan KHI pasal 5 (1). Selanjutnya, apabila permohonan nikah online ditolak atau
tidak dapat dikabulkan oleh pihak Pengadilan Agama, mereka yang berkehendak
melangsungkan akad nikah tersebut dapat melakukan upaya lainnya yakni
banding ke Pengadilan Tinggi Agama. Selanjutnya apabila mereka tetap ditolak
oleh Pengadilan Tinggi Agama, maka upaya terakhir yang dapat mereka tempuh
ialah upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.5

4. Hukum Perceraian Online dalam Prespektif Hukum Islam

Kemajuan teknologi dengan media sosial telah membawa berbagai bentuk


muamalah yang beragam termasuk yang terkena dampaknya adalah keluarga
muslim. Seorang suami yang sudah tidak menginginkan perkawinannya bisa saja
melakukan talak/perceraian melalui media sosial yang tersedia. Lalu bagaimana
hukumnya jika terjadi? Oleh sebab itu perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Talak melalui media sosial dapat diqiyaskan dengan talak lewat tulisan.
Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah talak
semacam itu tergolong talak sharih (tegas) seperti, “ kamu saya talak “
sehingga talaknya sah tanpa niat atau tergolong talak kinayah yang
talaknya tidak sah tanp adanya niat.
2. Talak dengan tulisan dihukum jatuh sebagaimana talak dengan ucapan.
a. Talak dalam syariat islam termasuk perkara yang tidak
membedakan antara keseriusan dan gurauan sehingga mesti
berhati-hati dalam mengucapkannya, harus difikirkan matang. Oleh
sebab itu pun harus berhati-hati dalam menerapkan hukumnya.
Maksudnya: talak dihukumi jatuh, baik serius maupun canda.
Demikian pula nikah dan rujuk, semuanya jatuh baik serius
maupun canda. Abu Dawud meriwayatkan:

5 Miftah Farid, Nikah Online Dalam Prespektif Hukum. Jurisprudentie. Volume


5. Nomor 1 Juni 2018. Hlm.174.

7
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam
bersabda: “Tiga perkara, seriusnya adalah serius dan candanya
adalah serius, yaitu; Nikah, perceraian, dan rujuk.”
b. Selama keinginan talak masih belum diekspresikan, maka tidak ada
konsekuensi hukum. Namun jika keinginan talak tersebut telah
diekspresikan baik dengan ucapan maupun tulisan, maka jatuhlah
talak dan berlaku hukum-hukum seputar talak. Bukhari
meriwayatkan:
“Dari Abu Hurairah radliallahu „anhu, dari Nabi shallallahu „alaihi
wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT memaafkan
apa yang dikatakan oleh hati mereka, selama tidak melakukan atau pun
mengungkapnya.” (H.R.Bukhari).
c. Talak yang ditulis dihukumi seperti ucapan karena tulisan
hakekatnya adalah simbolisnya bunyi-bunyi bahasa yang memiliki
makna dan bisa difahami oleh orang yang membacanya. Secara
fakta, tulisan mewakili ucapan sehingga hukum tulisan sama
dengan hukum ucapan. Allah SWT, memerintahkan Rasulullah
SAW untuk berdakwah kepada seluruh umat manusia.
Sebagaimana firman-Nya, al-Qur‟an surat as-saba‟ ayat 28:
“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”

Aktivitas tabligh Rasulullah SAW melalui tulisan ini menunjukan bahwa


tulisan sama dengan ucapan dan dihukumi sama dengan ucapan. Oleh karena itu,
talak dengan tulisan sah sebagaimana talak dengan ucapan. Hanya saja,
disyaratkan tulisan yang sah sebagai talak haruslah berupa tulisan yang jelas.
Maksud tulisan yang jelas adalah tulisan yang meninggalkan jejak yang terbaca,
seperti tulisan pada kertas, kayu, kulit, batu, dinding, tanah, dll. Termasuk pula
seluruh tulisan elaktronik seperti SMS, email, facebook, twiter, line, dll. Jika
tulisannya yang termasuk tidak jelas, maksudnya tidak meninggalkan jejak

8
terindra seperti tulisan pada udara atau air, atau tulisan yang tidak terbaca, maka
talak tersebut tidak sah.

Berdasarkan pokok pikiran di atas dapat ditarik hukum talak melalui media
sosial adalah sah dengan diqiyaskan kepada talak secara tertulis dengan surat
biasa. Illatnya adalah bahwa keduanya merupakan pesan cerai melalui teks yang
bukan verbal (lisan). Para ulam fikih (fuqaha) sepakat bahwa hal itu efektif jatuh
talak karena (tulisan dinilai sama dengan ucapan). Tentunya menurut penulis
dengan memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Si suami benar-benar meniatkan talak kepada istrinya.


2. Si istri harus melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada si suami.
Akurasi kebenaran alamat atau nomor penerima dan pengirim,
serta konfirmasi niat atau kesenjangan penjatuhan talak. Apabila memang
terbukti benar setelah melalui pengecekan nomor telepon, email, WA,
akun google, akun twiter, ataupun akun line, baik konfirmasi langsung
maupun melalui konfirmasi kepada pihak yang berwenang seperti ke pihak
pemilik jaringan (seperti pihak telkonsel, xl, ataupun M3) hal itu telah
efektif, meskipun tanpa melalui pengadilan sehingga segala konsekuensi
harus dipenuhi secara syar‟i. akan tetapi apabila bukan dari suami atau
karena rekayasa orang lain (seperti hp hilang, atau akun pribadi dicuri
ataupun dibajak). Maka tulisan itu tidak dianggap talak dan tidak jatuh
sebagai talak.
Berdasarkan pasal 117 KHI, bahwa talak adalah ikrar suami
dihadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab
putusnya perkawinan, maka berarti proses pengadilan mesti dilalui sebagai
bentuk pengukuhan dan konfirmasiulang tentang duduk masalahnya. Di
samping sebagai tuntutan administrasi dan kelaziman ketentuan hukum
positif yang berlaku di Indonesia.6

6
Desi Asmaret, “Perceraian Melalui Media Sosial (Medsos)”, Menara Ilmu 12, no 6 (Juli
2018): 72-74, https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/menarailmu/article/view/830/741

9
KESIMPULAN

Pengertian pernikahan dalam hukum Islam dan UU di Indonesia memiliki


substansi yang sama, yakni adanya ikatan lahir batin antara seorang seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia (sakinah, mawaddah, rohmah). Hakikat perkawinan
adalah akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang
sebelumnya tidak boleh, maka bisa dikatakan bahwa hukum asal perkawinan
adalah boleh atau mubah. Hukum menikah online dikiyaskan dengan hukum
menikah melalui telepon, yang mana menikah melalui telepon telah diputuskan
hukumnya oleh Putusan Pengadilan Agama, yakni boleh dan sah. Hukum cerai
online adalah sah dengan dikiyaskan kepada cerai secara tertulis dengan surat
biasa. Illatnya adalah bahwa keduanya merupakan pesan cerai melalui teks yang
bukan verbal (lisan).

10
DAFTAR PUSTAKA

Asmaret, Desi. “Perceraian Melalui Media Sosial (Medsos)”, Menara Ilmu 12, no
6 (Juli 2018), https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/menarailmu/article/view/830/741

Farid, Miftah. “Nikah Online Dalam Prespektif Hukum”, Jurisprudentie 5, no 1 (Juni


2018), http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Jurisprudentie/article/view/5437/4814

Kompilasi Hukum Islam.

Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh


Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana.

UU No. 1 Tahun 1974.

11

Anda mungkin juga menyukai