PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Urusan perkawinan di Indonesia dipayungi oleh Undang-Undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 serta diatur ketentuannya dalam Kompilasi
Hukum Islam. Saripati aturan-aturan Islam mengenai perkawinan, perceraian,
perwakafan dan pewarisan ini bersumber dari literatur-literatur fikih Islam
klasik dari berbagai madzhab yang dirangkum dan disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia. Kedua dasar hukum mengenai perkawinan
dan urusan keluarga tersebut diharapkan dapat menjadi pijakan hukum bagi
rakyat Indonesia yang akan melaksanakan perkawinan. Namun dalam praktek
pelaksanaan perkawinan yang berlaku di masyarakat, banyak muncul hal-hal
baru yang bersifat ijtihad, dikarenakan tidak ada aturan yang tertuang secara
khusus untuk mengatur hal-hal tersebut.
Kurang lebih satu dekade yang lalu, muncul peristiwa menarik dalam
hal pelaksanaan akad nikah yang dilakukan secara tidak lazim dengan
menggunakan media telepon. Kemudian status pernikahan ini dimohonkan
pengesahannya melalui Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Oleh Pengadilan
Agama Jakarta Selatan status hukumnya dikukuhkan dengan dikeluarkannya
Surat Putusan No. 1751/P/1989. Meski Pengadilan Agama Jakarta Selatan
mengesahkan praktek semacam ini, namun putusan ini tetap dianggap riskan.
Kabarnya, Mahkamah Agung menegur hakim yang memeriksa perkara
tersebut karena dikhawatirkan menimbulkan preseden yang tidak baik.
Peristiwa yang serupa dengan itu terulang kembali. Kali ini praktek
akad nikah tertolong dengan dunia teknologi yang selangkah lebih maju
dengan menggunakan fasilitas video teleconference. Teknologi video
teleconference lebih mutakhir dari telepon, karena selain menyampaikan
suara, teknologi ini dapat menampilkan gambar atau citra secara realtime
melalui jaringan internet. Hal ini seperti yang dipraktekkan oleh pasangan
Syarif Aburahman Achmad ketika menikahi Dewi Tarumawati pada 4
Desember 2006 silam. Ketika pelaksanaan akad nikah, sang mempelai pria
sedang berada di Pittsburgh, Amerika Serikat. Sedangkan pihak wali beserta
mempelai wanita berada di Bandung, Indonesia. Kedua belah pihak dapat
melaksanakan akad nikah jarak jauh berkat layanan video teleconference dari
Indosat.
Hal ini tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pasangan
Sirojuddin Arif dan Iim Halimatus Sa'diyah. Dengan memanfaatkan teknologi
ini, mereka melangsungkan akad nikah mereka pada Maret 2007 silam.
Hanya perbedaannya adalah, kedua mempelai sedang berada di aula kampus
Oxford University, Inggris, sedangkan wali mempelai berada di Cirebon,
Indonesia ketika akad nikah dilangsungkan.
Fenomena seperti ini menggelitik untuk dikaji dan dikomentari oleh
para pakar hukum keluarga Islam di Indonesia. Oleh sebab praktik akad nikah
jarak jauh dengan menggunakan media teknologi ini belum pernah sekalipun
dijumpai pada jaman sebelumnya. Praktek akad nikah pada jaman Nabi dan
para Salafus shalih hanya menyiratkan diperbolehkannya metode tawkil,
yakni pengganti pelaku akad apabila pihak pelaku akad (baik wali maupun
mempelai pria) berhalangan untuk melakukannya. Oleh karena itu, penulis
juga tertarik untuk memaparkan tentang fenomena nikah jarak jauh tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Pernikahan
2. Bagaimana Hukum Pernikahan
3. Bagaimana Rukun Nikah
4. Bagaimana Dasar-Dasar Yang Dipakai Dalam Menentukan Hukum Akad
Nikah Jarak Jauh Melalui Telepon
5. Bagaimana Hukum Akad Nikah Jarak Jauh Melalui Telepon
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana Pengertian Pernikahan
2. Untuk mengetahui Bagaimana Hukum Pernikahan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Perkawinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur.
Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (aqad) yang menghalalkan
persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata
yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam.
Adapun nikah menurut syariat nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian
hubungan badan itu hanya metafora saja.
Islam adalah agama yang universal, yaitu
kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun dalam kehidupan ini, yang tidak
dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam,
walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang
memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah
banyak mengatur mulai dari bagaimana mencari kriteria calon pendamping
hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang
penyejuk hati. Islam menuntun dan mengajarkan bagaimana mewujudkan
sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan
tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan
pesona. Melalui makalah yang singkat ini insyaallah penulis akan membahas
perkawinan menurut hukum islam.
Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan
mendapat pahala tetapi apabila tidak dilaksanakan tidak mendapatkan dosa
tetapi dimakruhkan karena tidak mengikuti sunnah rosul.
Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis
berbeda yaitu
shaleh dan shalihah. Keturunan inilah yang selalu didambakan oleh setiap
orang yang sudah menikah karena keturunan merupakan generasi bagi orang
tuanya.
B. Hukum Pernikahan
1. Hukum Asal Nikah adalah Mubah
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah mubah artinya
boleh dikerjakan boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak ada pahalanya
dan ditinggalkan tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi
kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat
berubah menjadi sunah, wajib, makruh atau haram.
2. Nikah yang Hukumnya Sunnah
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah
itu sunnah. Alasannya yang mereka kemukakan bahwa perintah nikah
dalam berbagai Al Quran dan hadist yang hanya merupakan anjuran
walaupun banyak kata-kata amar dalam ayat dan hadist tersebut. Akan
tetapi bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua amar harus
wajib, kadangkala menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika hanya
mubah. Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu
memberi nafkahdan berkendak untuk nikah.
3. Nikah yang Hukumnya Wajib.
Nikah menjadi wajib menurut pendapat sebagian ulama dengan
alasan bahwa diberbagai ayat dan hadits sebagaimana tersebut diatas
disebutkan wajib. Terutama berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah
seperti dalam sabda Rasululullah SAW, barang siapa yang tidak mau
melakukan sunnahku, maka tidaklah termasuk golonganku.
Selanjutnya nikah itu menjadi wajib sesuai dengan faktor dan
situasi. Jika ada sebab dan factor tertentu yang menyertai nikah menjadi
wajib. Contohnya : jika kondisi seseorang sudah mampu memberi
nafkah dan takut jatuh pada perbuatan zina, dalam situasi dan kondisi
seperti itu wajib nikah. Sebab zinah adalah perbuatan keji dan buruk
yang dilarang Allah SWT, Rasulullah bersabda sebagai berikut : Dari
Aisyah ra., Rasulullah SAW bersabbda: nikahilah olehmu wanita-
perempuan
yang
dinikahinya.
Dalam
sebuah hadits
mempelai laki-laki.
4. Wali mempelai perempuan, syaratnya laki-laki, beragam islam, balig
(dewasa), berakal sehat, merdeka ( tidak sedang ditahan ), adil dan tidak
sedang ihram haji atau umroh. Wali inilah yang menikahkan mempelai
perempuan atau mengizinkan pernikahannya.
Sabda Nabi Muhammad SAW:
Dari Aisyahra., Rasulullah bersabda: perempuan mana saja yang
menikah tanpa izin walinya, maka pernikahan itu batal batal ( tidak
sah ). ( HR. Al-Arbaah & An-Nasai )
Mengenai susunan dan urutan yang menjadi wali adalah sebgai
berikut:
a. Bapak kandung, bapak tiri tidak sah menjadi wali.
b. Kakek, yaitu bapak dari bapak mempelai perempuan.
c. Saudara laki-laki kandung.
d. Saudara laki-laki sebapak.
e. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
g. Paman yaitu saudara laki-laki sebapak.
h. Anak laki-laki paman.
SAW bersabda: Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang
saksi yang adil.
Bahkan,
PT
Telekomunikasi
Indonesia
Tbk
telah
Begitu ijab qabul telah diucapkan, resmilah berdua menjadi suami istri.
Meski berada di tempat yang terpisah oleh belahan bumi yang berbeda.
E. Hukum Akad Nikah Jarak Jauh Melalui Telepon
Prosesi ijab kabul, masih kontroversial. Hampir semua imam fikih
berpendapat ijab kabul harus satu majelis. Namun ulama kontemporer,
dengan menimbang persoalan ekonomi, baru-baru ini memperbolehkan
perkawinan jarak jauh. Tentang perkawinan jarak jauh, menyangkut
persoalan akad atau kontrak. Kontrak itu harus jelas, siapa yang
melakukan akad, saksi dan walinya siapa. Apalagi perkawinan merupakan
kontrak jangka panjang.
Ada yang berpendapat, bahwa momen perkawinan adalah penting,
sehingga kedua mempelai harus hadir. Bukan persoalan sah dan tidak sah.
Tapi secara moral, orang menikah itu harus hadir secara fisik. Karena ada
kedekatan psikologis antara calon pengantin.
Dan ada juga yang berpendapat, bahwa ijab kabul sama dengan
akad sehingga, kalau terpenuhi prinsip-prinsip kepastian, perkawinan bisa
dilakukan jarak jauh.
Sebagai perbandingan, di Mesir, berdasarkan buku laporan pelatihan
hakim Indonesia gelombang II di Kairo, 2003, pengertian satu majelis
tidak harus duduk dalam satu tempat. Oleh karenanya, ijab kabul melalui
telepon dipandang sah bila dapat dipastikan suara yang didengar adalah
suara orang yang melakukan ijab kabul. Begitupun apabila ijab kabul
dilakukan lewat surat elektronik dibacakan oleh kuasanya yang sah di
depan dua orang saksi nikah dan banyak orang.
Adalah Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang pernah melakukan
perkawinan jarak jauh. Ia saat itu menempuh studi di Mesir dan saat ijab
kabul mewakilkan dirinya kepada orang lain lewat surat kuasa. Saat itu,
Gus Dur sebagai mempelai pria diwakili kakeknya dari garis ibu, KH Bisri
Syansuri. Dan ini membuktikan bahwa di Indonesia putusan pengadilan
mengesahkan perkawinan lewat telepon.
Rifyal yang menyabet gelar master dari Department of Social
Sciences, Kairo, Mesir menganalogikan ijab dan kabul perkawinan dengan
10
perdagangan yang menurut Islam juga harus dilakukan dalam satu majelis.
Tapi sekarang jual beli ekspor impor kan tidak begitu. Buyer (pembeli,
red)-nya di Amerika Serikat, kita di sini. Dan itu di seluruh negara Islam
dipandang sah-sah saja, contoh Rifyal.
Perkawinan jarak jauh khususnya lewat media telepon telah
dikukuhkan oleh sebuah putusan pengadilan yaitu putusan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan No.1751/P/1989.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkawinan jarak jauh khususnya lewat media telepon telah dikukuhkan
oleh sebuah putusan pengadilan yaitu putusan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan No.1751/P/1989. Penggunaan media komunikasi teleconference dan
telepon sebagai sarana yang memungkinkan dan bersifat otentifikasi untuk
ijab kabul perkawinan jarak jauh.
Akad nikah atau ijab kabul sama dengan ijab kabul dalam jual beli. Pada
prinsipnya sama harus ada ijab dan kabul yang jelas. apabila kedua pihak
yang berakad ini tidak berada satu majelis, kemudian melalui bantuan
teknologi keduanya dapat dihubungkan dengan sangat meyakinkan, itu dapat
dihukumi satu majelis. Begitu pun dengan perkawinan. Perkawinan sah atau
bisa dilakukan jarak jauh, jika terpenuhi dan diketahui prinsip-prinsip
kepastiannya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Mohd, Idris Ramulyo, SH. MH. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta. PT Bumi
Akasara. 2002
Mohd, Idris Ramulyo, SH. MH. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Acara Peradilan Agama Dan Zakat Menurut Hukum Islam. Jakarta. Sinar
Grafika. 1995
Prof. Dr. H. Satria Efendi M. Zein, MA. Problematika Hukum Keluarga Islam
Kontemporer. Prenada Jakarta. Media. 2004
Prof. H. Hilman Hadi kusuma, SH. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung. CV
Mandar Maju. 1995
12
MAKALAH
iii
13
Disusun Oleh :
Dosen Pengempuh :
2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................
C. Tujuan..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pernikahan.....................................................................
B.
Hukum Pernikahan...........................................................................
C.
Rukun Nikah....................................................................................
D.
14
E.
10
12
B. Saran....................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
ii
Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Bengkulu,
15
Penulis
16