Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beton adalah material yang umum digunakan di Indonesia. Kebutuhan
beton sebagai bahan bangunan semakin bertambah sejalan dengan meningkatnya
perkembangan konstruksi yang terjadi. Beton dikenal sebagai material yang
memiliki kuat tekan yang cukup, mudah dibentuk sesuai cetakan, mudah
diproduksi secara lokal, ekonomis, dan memiliki sifat relatif kaku. Akan tetapi,
beton memiliki keterbatasan baik dalam proses produksi maupun sifat-sifat
mekaniknya, sehingga umumnya beton hanya digunakan untuk konstruksi kecil
dan menengah saja (Pujianto, 2010). Selain itu beton juga memiliki kuat tarik dan
kuat lentur yang rendah sehingga mudah retak juga daktilitas yang rendah
terutama untuk diterapkan pada struktur tahan gempa (Tuanakotta, 2018). Oleh
karena itu, diperlukan upaya-upaya pengembangan penelitian dan teknologi beton
untuk meningkatkan karakteristik dari beton itu sendiri. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah pengenalan, pengembangan dan penggunaan Eco-Friendly
Ductile Cementitious Composites(EDCC) dengan tambahan serat polyvinyl
alcohol (PVA).
EDCC (Eco-Friendly Ductile Cementitious Composites) merupakan varian
baru dari komposit semen yang diperkuat serat (HPFRCC) dimana dengan
penggunaan fraksi volume 2% dari serat menunjukkan daktilitas yang tinggi
(Salman Soleimani-Dashtaki, dkk, 2017). Karena memiliki sifat daktilitas yang
tinggi, ketangguhan yang besar, dan kemampuan menyerap energi yang tinggi,
EDCC ditargetkan dapat digunakan untuk aplikasi retrofit seismik yang
disebabkan oleh gempa bumi, benturan, atau ledakan seperti pada perbaikan
bendungan, overlay dek jembatan, lantai landasan udara, dan lain sebagainya.
Bahan yang dipakai untuk membuat beton EDCC adalah semen, fly ash,
silica fume, dan agregat halus (pasir) ditambah superplastisizer sebagai pengurang
air. Adapun agregat kasar (kerikil) tidak digunakan pada EDCC sama seperti pada
ECC dikarenakan material tersebut dapat berpengaruh buruk terhadap daktilitas
komposit material tersebut (Li dan Kanda, 1998). Selain penggunaan material
tersebut, EDCC juga menggunakan kombinasi serat berbasis polimer dan adiktif
industri lainnya. Hasilnya adalah didapat perpaduan unik antara kekuatan dan
fleksibilitas. Hasil akhirnya adalah menyerupai baja namun ulet daripada beton.
EDCC merupakan inovasi material beton yang lahir dari pengembangan
ECC. ECC yang dikembangkan sebelumnya mencapai multiple cracking dengan
menggunakan 2% volume fraksi serat PVA yang dilapisi minyak. Namun, EDCC
mencapai kapasitas yang sama dengan ECC dengan penggantian 60% kandungan

1
semen dengan fly ash dan hanya menggunakan 1% serat PVA non-coated
bersama dengan 1% serat PET. Sedangkan ECC konvensional menggunakan
semen murni dengan lebih dari 2% serat PVA berlapis untuk mencapai kinerja
yang serupa. Hal ini menyebabkan EDCC menjadi bahan yang lebih berkelanjutan
serta lebih layak secara ekonomi daripada ECC (Salman Soleimani-Dashtaki,
2017).
Selain itu, EDCC diklaim sebagai material yang ramah lingkungan
disebabkan karena penggunaan fly ash yang tinggi dalam campuran untuk
menggantikan komposisi semen. Fly ash merupakan limbah industri yang
dihasilkan dari pembakaran batubara. Salah satu industri yang menggunakan
batubara sebagai bahan bakarnya adalah PLTU. Akibat dari pembakaran batubara
ini, dihasilkan limbah berupa fly ash dan bottom ash. Apabila fly ash dibuang
secara terbuka maka akan menyebabkan pencemaran udara karena fly ash
termasuk dalam kategori limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Oleh karena
itu, penggunaan EDCC ini memberikan dampak positif terhadap lingkungan
karena secara tidak langsung ikut mengurangi pencemaran udara dan mengurangi
penggunaan semen.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka faktor utama yang
dipertimbangkan untuk melakukan penelitian mortar EDCC ini sebagai Tugas
Akhir adalah untuk mengetahui karakteristik komposit cementitious (berdasarkan
tinjauan kuat tekan dan kuat tarik) menggunakan material-material lokal dan
semen kurang dari 400 kg/m3 dengan penambahan serat PVA sebagai bahan
tambah karena belum adanya penelitian terkait beton EDCC dengan
menggunakan bahan lokal di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang ingin diselesaikan dalam rencana penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan penggunaan fly ash yang tinggi dalam beton EDCC
dapat meningkatkan kuat tekan beton?
2. Apakah penggunaan polyvinyl alcohol (PVA) dalam beton EDCC sebagai
bahan serat dapat meningkatkan kuat tarik beton?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah:
1. Untuk mengetahui besar kuat tekan beton EDCC dengan bahan tambah
serat polyvinyl alcohol (PVA).
2. Untuk mengetahui besar kuat tarik beton EDCC dengan bahan tambah
serat polyvinyl alcohol (PVA).

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

2
1. Dapat memperkenalkan mortar beton EDCC kepada masyarakat Indonesia
dengan memanfaatkan fly ash sebagai cementitious sebagai bahan utama
penyusunnya.
2. Dapat menjadi sumber informasi atau referensi bagi para peneliti lain
khususnya di Indonesia untuk pengembangan beton EDCC selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah di atas dan mengingat luasnya cakupan
penelitian tentang beton, maka dalam penelitian ini perlu adanya ruang lingkup
dan pembatasan masalah agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Ruang
lingkup dan batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Penelitian ini dibatasi hanya mencakupi pengujian kuat tekan dan kuat
tarik saja.
2. Semen yang dipakai adalah semen Portland Tipe I.
3. Bahan tambahan yang digunakan pada campuran beton EDCC ini berupa
70% fly ash dari berat semen yang digunakan, 10% silica fume dari berat
fly ash, superplastisizer merek SIKA 8045P, dan 2% serat PVA dari total
berat campuran.
4. Faktor air semen (fas) diambil sebesar 0,3.
5. Benda uji untuk kuat tekan digunakan cetakan silinder dengan ukuran
diameter 10 cm dan tinggi 20 cm.
6. Benda uji untuk kuat tarik dibuat dalam bentuk dogbone dengan dimensi
sebagai berikut.

Gambar 1. 1 Dimensi benda uji kuat tarik (mm)

7. Pengujian kuat tekan dan kuat tarik dilakukan pada umur 7 dan 28 hari
benda uji.

3
4
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 EDCC (Eco-friendly Ductile Cementitious Composite)


EDCC merupakan salah satu semen komposit rekayasa yang cukup baru
dikembangkan hasil dari penelitian sekelompok peneliti dari University of British
Columbia (UBC). Konsep utama dari material komposit ini adalah mengurangi
jumlah penggunaan semen dan menggantikannya dengan fly ash dalam jumlah
yang cukup tinggi. EDCC ini memiliki karakteristik sangat daktail, ketangguhan
dan kapasitas penyerapan energi yang tinggi, dan memiliki respon elastoplastis
tinggi dalam tegangan murni (pure tension). Karakteristik ini menjadikan EDCC
sebagai material yang cukup menjanjikan untuk aplikasi bangunan tahan gempa
(Patricia Mayang Putri, dkk, 2019).
EDCC merupakan tipe baru dari High Performance Fiber-Reinforced
Cementitious Composite (HPFRCC) dimana dengan penggunaan 2% fraksi
volume serat menunjukkan karakteristik daktalitas yang tinggi (Salman
Soleimani-Dashtaki, 2017). Di bawah beban tarik, EDCC menunjukkan perilaku
pengerasan regangan yang relatif signifikan dengan kapasitas ultimate strain yang
besar. Secara umum, terdapat tiga fase dalam campuran FRC (Fiber-Reinforced
Composite), yaitu matriks, fiber (serat), dan agregat. Secara keseluruhan,
ketahanan benturan beton akan meningkat dengan memasukkan fiber yang
didistribusikan secara acak ke dalam campuran. Tetapi, kapasitas ini terbatas
karena ikatan yang buruk dan interaksi antara tiga fase dalam FRC yan buruk.
Selain itu, mekanisme kegagalan dominan lain yang biasa terjadi adalah
debonding fiber-matriks yang disebabkan oleh beban tarik dan deformasi geser.
Oleh karena itu, penggunaan serat polimer dan poliester lebih efektif dengan
matriks. Saat dimasukkan ke dalam matriks, fiber akan membantu mengurangi
berat beton dan meningkatkan daktilitas, ketangguhan, dan ketahanan retak.

5
Selain itu, peningkatan daya tahan juga disebabkan oleh adanya kandungan fiber
yang tinggi, sehingga menyempurnakan pori-pori dan mengurangi permeabilitas.
Fly ash merupakan limbah sisa hasil pembakaran batubara pembangkit
listrik. Penambahan volume fly ash ke dalam komposit EDCC membantu
mengurangi kekuatan ikatan antarmuka matriks dan ketangguhan matriks,
sehingga fly ash ikut memberikan konstribusi dalam pencapaian kapasitas
regangan tinggi selama beton berada di bawah beban tarik. Kapasitas tinggi ini
dicapai melalui pengembangan multiple cracking. ECC merupakan salah satu
material komposit semen yang dikembangkan sebelumnya dimana ECC mencapai
multiple cracking menggunakan semen murni dan lebih dari 2% fiber PVA
berlapis minyak untuk mencapai kinerja yang sama. Sedangkan EDCC mencapai
kapasitas ini melalui penggantian 60% semen dengan fly ash dan
pengkombinasian 1% fiber PVA tidak berlapis dengan 1% serat PET. Hal inilah
yang menyebabkan EDCC menjadi bahan yang lebih berkelanjutan dan layak
secara ekonomi untuk dikembangkan daripada ECC (Salman Soleimani-Dashtaki,
2017).
Secara keseluruhan, EDCC menggunakan bahan-bahan yang serupa
dengan FRC, yaitu mengandung semen, pasir, air, serat, dan beberapa bahan
kimia aditif. Agregat kasar tidak digunakan karena cenderung mempengaruhi
daktilitas komposit semen tersebut.

2.2 Material Penyusun EDCC


2.2.1 Semen
Secara umum, semen merupakan bahan perekat yang mempunyai sifat
mampu mengikat agregat-agregat padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan
kuat. Rongga-rongga udara yang berada di antara butir-butir agregat juga dapat
diisi oleh semen (Mulyono, 2004). Semen dibagi dalam dua kelompok, yaitu
semen hidrolis dan semen non-hidrolis. Semen non-hidrolis merupakan semen
yang tidak dapat mengeras dan tidak stabil di dalam air.
Adapun semen hidrolis merupakan semen yang dapat mengeras jika
bereaksi dengan air dan akan menghasilkan senyawa padat. Reaksi semen dengan

6
air berlangsung secara irreversible, dimana semen hanya dapat bereaksi satu kali
dan tidak bisa kembali lagi ke kondisi semula dan cenderung stabil di dalam air
setelah mengeras (Lincolen, 2017).
Salah satu contoh semen hidrolis adalah semen Portland dan semen
campur. Semen Portland adalah jenis semen hidrolis yang terdiri atas kalsium
silikat yang digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih
senyawa kalsium sulfat, serta bahan tambahan lainnya (SNI 15-2049-2014).
Semen Portland memiliki sifat fisis, di antaranya adalah panas hidrasi,
waktu pengikatan semen, kehalusan butiran, kepadatan, kekuatan semen, dan
kelembaban. Sifat-sifat fisis bekerja saling berkesinambungan.
Salah satu hal yang sangat penting dalam pembuatan beton adalah proses
hidrasi semen. Proses hidrasi semen adalah proses kimiawi yang terjadi ketika air
ditambahkan ke dalam campuran semen dimana semen akan bereaksi dan
membentuk komponen baru (Nugraha dan Antoni, 2007). Proses ini dianggap
sangat penting karena proses ini menentukan kekuatan akhir semen.
Laintarawan dan kawan-kawan (2009) menyebutkan bahwa jumlah air
yang dipakai saat proses hidrasi akan menentukan karakteristik kekuatan semen.
Semakin banyak air yang dipakai maka akan mengurangi kekuatan tekan dari
beton. Dan apabila jumlah air yang digunakan sedikit atau kurang dari 25%,
maka kelecakan dan kemudahan dalam pengerjaan beton tidak akan dicapai.
Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Semakin halus
butiran semen maka luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen tertentu
menjadi lebih besar sehingga jumlah air yang dibutuhkan juga banyak. Semakin
halus butiran semen maka proses hidrasinya menjadi semakin cepat sehingga
semen memiliki kekuatan awal yang tinggi.
Pada umumnya, unsur-unsur kimia penyusun semen Portland adalah CaO
(kapur), SiO2 (silika), Al2O3 (alumina), Fe2O3 (besi), MgO (magnesia), SO3
(sulfur), dan Na2O + K2O. Persentase rata-rata masing-masing senyawa oksida
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

7
Tabel 2. 1 Presentase senyawa oksida dalam semen

Senyawa Oksida Persentase Rata-Rata (%)


CaO 60-65
SiO2 17-25
Al2O3 3-8
Fe2O3 0,5-6
MgO 0,5-4
SO3 1-2
Na2O + K2O 0,5-1
Sumber: Tjokrodimuljo (2012)

2.2.2 Fly Ash


Batubara merupakan bahan bakar fosil yang terbentuk dari sisa-sisa
tumbuhan purba yang mengendap dan berubah bentuk akibat proses fisika dan
kimia yang berlangsung jutaan tahun yang lalu (Wardhani dkk, 2012). Batubara
banyak digunakan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Pembakaran batubara ini menghasilkan limbah berupa fly ash dan bottom ash. Fly
ash merupakan abu yang keluar dari cerobong asap dan ditangkap oleh sistem
elektrostatik precipitator.
Fly ash mengandung kadar semen yang tinggi. Kandungan fly ash
sebagian besar terdiri dari siilikat oksida (SiO2), aluminium (Al2O3), besi (Fe2O3),
kalsium (CaO), dan beberapa senyawa lain seperti magnesium, potassium,
titanium, dan sulfur dalam jumlah yang sedikit (Nugraha dan Antoni, 2007).
Fly ash dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu:
a. Kelas N
Fly ash kelas N merupakan hasil kalsinasi dari pozzolan alam seperti tanah
diatomik (hasil pelapukan), batu apung, dan abu vulkanik.
b. Kelas F

8
Fly ash kelas F biasanya dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit ,
tetapi ada juga yang dihasilkan dari batubara subbituminous dan lignit.
c. Kelas C
Fly ash kelas C dihasilkan dari pembakaran lignit, dan dapat juga
dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit. Fly ash kelas C mengandung
kadar kalsium oksida (CaO) lebih dari 10%.
Presentase penggunaan fly ash sebagai pengganti semen (replacement)
dapat dikelompokkan sebagai berikut.

Tabel 2. 2 Klasifikasi presentase penggunaan fly ash

Presentase Fly Ash (%) Klasifikasi


<15 Low
15-30 Moderate
30-50 High
>50 Very High
Sumber: Thomas (2007)

2.2.3 Silica Fume


Silica fume merupakan hasil sampingan dari produksi logam silikon dan
ferrosilikon. Silica fume memiliki kandungan silika (SiO2) yang cukup tinggi
hingga mencapai 85%-98%. Selain itu, silica fume memiliki ukuran butiran yang
sangat halus bahkan ukurannya 100 kali lebih kecil dibandingkan dengan butiran
semen. Karena sifat fisik dan kimianya ini, silica fume memiliki 2 pengaruh pada
campuran beton yaitu sebagai filler dan bahan pozzolan yang dapat bereaksi
secara kimia. Dengan ukuran partikel yang sangat halus, silica fume memiliki
kemampuan untuk mengisi ruang kosong dalam adukan sehingga campuran beton
mengalami proses penjenuhan (lebih rapat) sehingga kuat tekan beton dan
impermeabilitasnya meningkat. Pengaruh kedua adalah sebagai pozzolan, diman
SiO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 yang merupakan bahan sisa dari hasil hidrasi
semen. Hasil reaksi dari keduanya menghasilkan kalsium silikat hidrat (CSH)

9
sama seperti yang dihasilkan dari hidrasi semen yang memberikan kekuatan pada
kerasnya beton. Reaksi tersebut tersebar merata pada seluruh tempat di dalam
beton termasuk pada ruang-ruang kosong pada lapisan agregat-pasta semen,
sehingga menambah kekuatan lekatan antara agregat dan pasta semen (Sherli
Pramudhita Hapsari dkk, 2017).

2.2.4 Pasir
Menurut SNI 03-2843-2000, agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil
desintegrasi secara alami dari batu atau pasir yang dihasilkan oleh industri
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm.
Pada campuran beton normal, agregat menempati 70% hingga 75%
volume beton yang mengeras. Sisanya ditempati oleh pasta semen dan air yang
tersisa dari reaksi hidrasi serta rongga udara. Dengan agregat yang baik, beton
dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durability), dan ekonomis (Paul
Nugraha dan Anthoni, 2007).
Apabila dalam suatu campuran beton dikehendaki agregat dengan
kombinasi tertentu, maka agregat dapat disaring dengan menggunakan suatu set
alat saring agregat dan dilakukan percobaan analisis gradasi agregat (sieve
analysis). Hasil uji gradasi agregat pada umumnya disajikan dalam suatu kurva
yang disebut kurva gradasi agregat.

2.2.5 Superplasticizer
Superplasticizer (high range water reducer) merupakan bahan tambah
yang digunakan untuk mengurangi jumlah air dalam campuran beton dan dapat
menghasilkan beton dengan tingkat kelecakan yang bagus. Mekanisme kerja dari
setiap superplasticizer adalah sama, yaitu dengan menghasilkan gaya tolak-
menolak (dispersion) yang cukup antarpartikel semen agar tidak terjadi
penggumpalan (flocculate) yang dapat menyebabkan terjadinya rongga udara
dalam campuran (Nugraha dan Antoni, 2007).
Penambahan superplastisizer memiliki pengaruh untuk mempertahankan
faktor air semen yang telah direncanakan namun harus mempertahankan dosis

10
yang disarankan. Apabila dosis yang digunakan berlebihan maka akan
menyebabkan campuran mengalami setting yang lama (Dzikri dan Firmansyah,
2018).
Pada tahun 2019, Umiati dkk. menyebutkan dalam hasil penelitiannya
bahwa penggunaan superplasticizer sebanyak 1% dari berat semen dalam beton
silinder dengan kuat tekan rencana f’c sebesar 40 MPa menghasilkan kuat tekan
beton 75% lebih tinggi daripada beton tanpa penambahan superplasticizer pada
umur 7 hari. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan superplasticizer membantu
menaikkan tegangan awal pada beton. Sedangkan pada umur 28 hari, penggunaan
superplasticizer dapat meningkatkan kuat tekan beton sebesat 45%.

2.2.6 Air
Air digunakan sebagai alat untuk mendapatkan kelecakan tertentu yang
diperlukan untuk penuangan beton. Secara umum, air yang dapat digunakan
dalam campuran beton adalah air yang bisa diminum, tidak berasa, berbau, dan
berwarna (Nugraha dan Antoni, 2007). Selain itu, air yang digunakan juga harus
bersih dari bahan-bahan yang dapat merusak beton dan tulangannya seperti asam,
alkali, dan minyak.
Dalam pembuatan campuran beton, air memiliki dua peran penting, yaitu
pertama secara kimiawi bereaksi dengan semen untuk membentuk pasta dan yang
kedua berfungsi sebagai pelumas dalam pencampuran material (Chethan dkk,
2015).

2.2.7 Serat
Beton memiliki kelemahan yaitu mempunyai kuat tarik yang rendah dan
bersifat getas (brittle) sehingga pemakaiannya juga terbatas. Penambahan serat
membantu memperbaiki sifat-sifat struktural beton. Serat bersifat mekanis
sehingga tidak akan bereaksi secara kimiawi dengan bahan pembentuknya.
Penambahan serat membantu mengikat dan menyatukan campuran beton setelah
terjadinya pengikatan awal dengan semen. Pasta beton akan semakin kokoh dan
stabil dalam menahan beban karena aksi serat (fiber bridging) yang saling

11
mengikat di sekelilingnya. Serat yang tersebar secara merata dengan orientasi
acak dalam adukan beton diharapkan dapat mencegah terjadinya retakan-retakan
yang terlalu dini baik akibat panas hidrasi maupun akibat beban-beban yang
bekerja pada beton. Perbaikan yang dialami beton dengan adanya penambahan
serat antara lain adalah sebagai berikut (Leonardus Malino dkk, 2019):
1. Daktilitas beton mengalami peningkatan
2. Beton lebih tahan terhadap beban kejut (impact resistance)
3. Kekuatan tarik dan lentru meningkat
4. Penyusutan pada beton berkurang
Saat ini, ada dua jenis serat yang dipakai dalam pengembangan EDCC,
yaitu serat polyvinil alcohol (PVA) non-coated dan serat poly-ethylene
terephthalate (PET). Serat polyvinil alcohol (PVA) merupakan serat yang dibuat
melalui pemrosesan polyvinil alcohol dengan kristalinitas dan orientasi yang
tinggi yang menghasilkan kekuatan tarik yang sangat baik dari 0,9 GPa – 1,9 GPa.
Serat polyvinil alcohol memiliki sifat tahan alkali yang tinggi, memiliki sifat
perekat yang baik, dan ketahanan yang besar terhadap cuaca panas. Sedangkan
serat poly-ethylene terephthalate (PET) merupakan serat yang penggunaannya
relatif baru dalam perkuatan beton. Serat poliester ini memiliki sifat kekakuan dan
kekuatan yang tinggi sekaligus ketahanan terhadap creep. Serat ini juga memiliki
ketahanan yang tinggi terhadap pelapukan dan retak stress. Serat poly-ethylene
terephthalate dibuat melalui modifikasi kimia dari daur ulang limbah plastik
polietilen tereftalat yang menjadikan serat ini sebagai serat yang berkelanjutan
dan hemat biaya untuk digunakan dalam proyek skala besar (Salman Soleimani-
Dashtaki, 2017).

2.3 Slump-Flow Test


Slump-flow test dilakukan untuk mengetahui kemampuan alir dari
campuran segar material EDCC. Pengujian dilakukan dengan mengamati laju alir
dari campuran material secara visual dan dilakukan pengukuran waktu T500
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang ketahanan segregasi dan

12
keseragaman campuran. Adapun klasifikasi Slump-Flow Test dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 2. 3 Klasifikasi uji slump-flow

Klasifikasi Nilai Slump-Flow (mm)


SF1 550-650
SF2 660-750
SF3 760-850
Sumber: EFNARC (2005)

2.4 Perawatan Beton (Curing)


Beton yang telah diaduk dan dicetak perlu dilakukan perawatan.
Perawatan (curing) merupakan metode yang digunakan agar terjadinya proses
hidrasi yang baik pada beton sehingga dapat mecegah keluarnya partikel air
dengan segera akibat terjadinya kesenjangan temperatur di dalam dan di luar
benda uji (Husni dan Hasibuan, 2019).
Perawatan benda uji beton penting untuk dilakukan terutama pada umur
awal benda uji karena hidrasi air terjadi relatif cepat pada hari-hari pertama
pengecoran beton. Perawatan ini perlu dilakukan untuk mengisi pori-pori kapiler
dengan air yang terjadi akibat hidrasi air di dalamnya. Antoni dan Nugraha (2007)
menyebutkan bahwa terdapat 3 macam metode perawatan benda uji beton, yaitu:
1. Perawatan yang dilakukan dengan cara menggenangi , membuat empang,
menyemprot, memasang springkle, memberi kabut air atau penutup yang
basah pada benda uji.
2. Perawatan dengan menggunakan lapisan tipis dari kertas yang tidak
tembus air guna mencegah hilangnya air dari permukaan benda uji.

13
3. Perawatan dengan penguapan. Hidrasi akan berlangsung lebih cepat
apabila temperatur udara dinaikkan sehingga didapat kekuatan awal yang
tinggi.

2.5 Capping
Permukaan benda uji silinder beton yang telah dicetak dan mengeras
(diameter 100 mm atau 150 mm dengan tinggi 200 mm atau 300 mm) perlu
diratakan agar tidak terjadi tegangan yang mengakibatkan capaian kekuatan
menjadi lebih kecil (Nugraha dan Antoni, 2007). Pada benda uji silinder yang
telah mengeras dapat dilakukan capping dengan menggunakan mortar belerang
pada kedua ujung permukaannya.

2.6 Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Tarik


Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tertentu yang
dihasilkan oleh mesin tekan (SNI 03-1974-1990). Dalam pengujian kuat tekan
beton, benda uji dapat berupa kubus atau silinder. Rumus yang digunakan untuk
menghitung kuat tekan beton berdasarkan percobaan di laboratorium adalah
sebagai berikut (Antono, 1995):

f’c = ……..…………………………………………………………..(2.1)

Keterangan:
f’c = kuat tekan benda uji (MPa)
P = gaya tekan aksial maksimum (N)
A = luas penampang melintang benda uji (mm2)

Kuat tarik (tensile strength) merupakan tegangan maksimum yang dapat


ditahan oleh sebuah bahan ketika ditarik atau diregangkan sebelum bahan tersebut
patah/putus. Dalam penelitian ini, uji tarik benda uji langsung dilakukan dengan
membuat benda uji dalam bentuk jam pasir/dogbone dimana besar nilai kuat tarik

14
yang diperoleh dihitung dengan membagi besar nilai beban tarik maksimum (N)
dengan luas penampang terkecil benda uji (mm2) yang dirumuskan dalam
persamaan berikut.

fct = ……………………………………………………………….(2.2)

Keterangan:
fct = kuat tarik benda uji (MPa)
P = beban tarik maksimum (N)
A = luas penampang melintang benda uji (mm2)

2.7 Bentuk Kehancuran Benda Uji


Kegagalan suatu benda uji dalam uji tekan biasanya terjadi dalam tiga
kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah benda uji mengalami kegagalan
geser akibat beban aksial tekan. Tahanan yang muncul adalah dari kohesi dan
friksi internal dalam benda uji. Kemungkinan kedua adalah benda uji mengalami
kegagalan belah uang ditandai dengan pecahnya benda uji menjadi potongan-
potongan berbetuk kolom-kolom. Kegagalan ini umumnya terjadi pada beton
yang memiliki kuat tekan tinggi. Kegagalan ketiga merupakan gabungan dari
kegagalan geser dan kegagalan belah (Agus Setiawan, 2016).

2.8 Penelitian Terdahulu yang Terkait


a. Effect of High Strain-Rates on The Tensile Constitutive Response of
Ecofriendly Ductile Cementitious Composite
Salman Soleimani dkk. (2017) melakukan penelitian tentang pengaruh laju
regangan tinggi terhadap respon konstitutif tarik dari material EDCC. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari tingkat pembebanan yang lebih
tinggi pada perilaku tarik EDCC. Benda uji yang digunakan berbentuk dogbone.
Rasio laju regangan orde 103 (statis ke dinamis) diselidiki. Laju pembebanan ini
dipilih agar sesuai dengan laju regangan yang biasanya diamati selama gempa
bumi. EDCC yang diuji adalah material beton berserat yang memiliki total

15
volume serat 2%. Serat yang digunakan adalah serat polyvinyl alcohol (PVA)
tanpa minyak dan serat poly-ethilen terefttalat (PET) dalam 3 kombinasi berbeda,
yaitu 2% PVA, 2% PET, dan campuran hibrida 1% serat PVA + 1% serat PET.
Pengujian benda uji dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengujian kuasi-statif dan
pengujian dinamis. Untuk pengujian kuasi-statif, digunakan pengaturan pengujian
loop tertutup normal. Sedangkan untuk pengujian dinamis digunakan pengaturan
pengujian yang baru dirancang menggunakan senapan angin. Hasil penelitian
didapatkan bahwa perkiraan rasio statis terhadap dinamis untuk kekuatan tarik
EDCC bervariasi antara 0,75 dan 1,0; dan kapasitas regangan juga bervariasi
berkisar antara 1,0 dan 3,0. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa EDCC
adalah bahan yang sangat sensitif terhadap laju regangan dan kinerjanya selama
gempa tidak boleh dinilai dari uji kuasi-statis rutin. Hasil lengkap pengujian
material dari penelitian ini ditampilkan dalam gambar berikut.

Gambar 2. 1 Hasil pengujian tegangan-regangan benda uji EDCC

Sumber: Salman Soleimaini-Dashtaki, 2017

16
b. Studi Karakteristik Kuat Tekan dan Tarik Material PVA-ECC
Memed Timang Palembangan (2018) telah melalukan penelitian tentang
Studi Karakteristik Kuat Tekan dan Tarik Material PVA-ECC. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui nilai kuat tekan, kuat tarik, dan nilai modulus
elastisitas material PVA-ECC dengan memanfaatkan fly ash sebagai pengganti
sebagian agregat halus. Benda uji berupa kubus berukuran 50 mm x 50 mm x50
mm. Mutu yang direncanakan adalah 50 MPa (45;5 MPa) dengan rasio komposisi
campuran 1 semen; 1,2 fly ash; 0,8 pasir; 0,56 air; 1,2% HRWR; dan 2% PVA
dari berat total campuran. Pengujian kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitas
dilakukan pada umur 7, 14, dan 28 hari. Hasilnya diperoleh bahwa nilai kuat tekan
pada material PVA-ECC mengalami peningkatan sebanding dengan umur beton.
Kuat tekan rata-rata pada umur 7 hari dengan berat sampel 0,258 kg adalah 33,9
MPa, umur 14 hari dengan berat sampel 0,259 kg adalah 39,0 MPa, dan umur 28
hari dengan berat sampel 0,260 kg adalah 44,6 MPa. Dari hasil tersebut, diperoleh
nilai modulus elastisitas pada umur 7 hari sebesar 18.763,02 MPa, pada umur 14
hari 20.788,8 MPa, dan pada umur 28 hari sebesar 21.060,02 MPa.
Selain itu, nilai kuat tarik pada material PVA-ECC juga mengalami
peningkatan sebanding dengan umur beton. Dari hasil penelitian ini, diperoleh
kuat tarik rata-rata material PVA-ECC umur 7 hari dengan berat sampel 0,231 kg
sebesar 3,108 MPa, kuat tarik pada umur 14 hari dengan berat sampel 0,229 kg
sebesar 3,547 MPa, dan kuat tarik pada umur 28 hari dengan berat sampel 0,234
kg sebesar 4,340 MPa. Data hasil kuat tarik PVA-ECC ditunjukkan dalam
gambar.

17
Gambar 2. 2 Hasil kuat tarik PVA-ECC

Sumber: Memed Timang Palembang, 2018

c. Use of High Volumes of Fly Ash to Improve ECC Mechanical Properties


and Material Greenness
Yang dkk. (2007) melakukan penelitian tentang ECC ramah lingkungan
dengan memanfaatkan limbah fly ash yang tinggi dalam campuran ECC dimana
variasi rasio FA/C yang digunakan adalah 1,2; 1,6; 2,0; 2,4; 2,8; 3,2; 3,6, dan 5,6.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kuat tekan dan kuat tarik
benda uji yang dilakukan pada umur 3, 28, dan 90 hari. Benda uji tekan berupa
silinder dengan diameter 75 mm dan tinggi 150 mm. Benda uji tarik berupa
prisma berdimensi 152 mm x 76 mm x 13 mm. Dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa peningkatan kadar fly ash dalam campuran ECC mengurangi kuat tekan
ECC. Kuat tekan ECC dengan rasio FA/C 2,8 masih bisa mencapai 35 MPa pada
umur 28 hari, yang merupakan kekuatan reguler beton di banyak aplikasi.
Sedangkan kapasitas regangan tarik paling tinggi pada umur 3, 28, dan 90 hari
secara berurutan dihasilkan oleh ECC dengan rasio FA/C 1,2; 1,6; dan 5,6. Hasil
lengkap pengujian kuat tekan dan kapasitas regangan tarik ECC dengan

18
menggunakan fly ash yang tinggi dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel-
tabel berikut.

Tabel 2. 4 Kuat tekan ECC high volume fly ash (MPa)

Umur benda uji (hari)


FA/C
3 28 90
1,2 30,6±2,1 52,6 ± 0,2 54,0 ± 1,4
1,6 26,3 ± 1,0 47,5 ± 0,4 49,0 ± 4,8
2,0 16,9 ± 0,4 34,2 ± 2,8 35,5 ± 2,9
2,4 17,1 ± 0,4 38,4 ± 1,6 43,4 ± 0,6
2,8 14,6 ± 3,2 35,2 ± 1,3 38,9 ± 1,1
3,2 17,0 ± 0,5 26,7 ± 4,4 28,2 ± 1,2
3,6 15,0 ± 0,2 23,9 ± 1,0 25,9 ± 0,1
5,6 8,2 ± 0,2 21,4 ± 1,0 22,2 ± 1,4

Tabel 2. 5 Kuat tarik EDCC high volume fly ash (%)

Umur benda uji (hari)


FA/C
3 28 90
1,2 4,6 ± 1,3 2,7 ± 1,1 1,8 ± 0,9
1,6 4,2 ± 0,8 3,7 ± 0,6 3,0 ± 1,4
2,0 4,1 ± 0,2 3,0 ± 1,1 3,1 ± 1,5
2,4 4,3 ± 1,0 2,9 ± 0,8 2,3 ± 0,7
2,8 4,4 ± 0,3 3,0 ± 0,7 3,3 ± 1,4
3,2 4,3 ± 1,1 2,7 ± 0,7 2,9 ± 0,9
3,6 4,0 ± 0,3 2,5 ± 0,3 2,6 ± 1,2
5,6 3,8 ± 0,4 3,3 ± 0,2 3,4 ± 0,6

d. Fresh Properties of Natural Sustainable ECC Mortar without Fibers

19
Richard dan Ramli (2015) melakukan penelitian tentang mortar ECC tanpa
fiber berjudul “Fresh Properties of Natural Sustainable ECC Mortar without
Fibers”. Pada penelitian ini digunakan material cementitious anorganik berupa
metakaolin sebagai pengganti sebagian semen. Presentase metakaolin yang
digunakan adalah 10% dengan tambahan 1,5% nanosilika (MN), 1,5% epozy
(ME), dan kombinasi 1,5% nanosilika dengan 1,5% epozy (MNE). Benda uji yang
dibuat adalah prisma berdimensi 40 mm x 40 mm x 160 mm untuk uji lentur dan
kubus dengan dimensi 50 mm x 50 mm x 50 mm untuk uji tekan. Pengujian untuk
tiap-tiap benda uji dilakukan pada umur 7 hari, 28 hari, dan 56 hari. Hasilnya akan
dibandingkan dengan sampel kontrol (C) yaitu sampel tanpa penggunaan
metakaolin, nanosilika, dan epozy. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa kuat
tekan dan kuat lentur terbesar terdapat pada benda uji ECC MNE dengan umur
pengujian 56 hari dimana besar kuat tekan dan kuat lentur berturut-turut adalah 78
MPa dan 8,2 MPa. Sedangkan kuat tekan dan kuat lentur terendah didapat pada
mortar ECC ME dengan umur pengujian 7 hari dengan nilai kuat tekan 43 MPa
dan kuat lentur 4,9 MPa. ECC MNE memiliki kekuatan 11% lebih tinggi pada
umur 28 hari dan 19% lebih tinggi pada umur 56 hari daripada sampel kontrol.
Hasil pengujian kuat tekan dan kuat lentur dari masing-masing sampel dengan
variasi umur diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 2. 3 Kuat tekan sampel pada berbagai umur (MPa)

Sumber: Richard dan Ramli, 2015

20
Gambar 2. 4 Kuat lentur sampel pada berbagai umur (MPa)

Sumber: Richard dan Ramli, 2015

e. Pengaruh Penambahan Serat Polyethylene pada Beton Ringan dengan


Teknologi Foam terhadap Kuat Tekan, Kuat Tarik Belah, dan
Modulus Elastisitas
Pada tahun 2014 telah dilakukan penelitian oleh Muhammad Afaza
Muttaqin tentang pengaruh penggunaan serat polyethylene pada beton ringan.
Penelitian yang dilakukan berjudul “Pengaruh Penggunaan Serat Polyethylene
pada Beton Ringan dengan Teknologi Foam terhadap Kuat Tekan, Kuat Tarik
Belah, dan Modulus Elastisitas”. Benda uji beton ringan foam berbentuk silinder
ukuran 15 cm x 30 cm dibuat untuk menguji modulus elastisitas, kuat tekan, dan
kuat tarik belah dengan menambahkan material foam agent yang terdiri dari
spectafoam, harder mild, dan polymer ke dalam campuran mortar. Serat polimer
yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan beton ringan foam ini adalah serat
polyethylene dengan variasi kadar serat 0%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, dan 1% dari
berat volume beton. Benda uji masing-masing berjumlah 4 buah per variasi
penambahan serat yang akan diuji pada umur 28 hari. Metode yang digunakan
adalah pengamatan secara eksperimental dan kemudian dilakukan analisis secara

21
teoritis untuk mendukung kesimpulan akhir. Hasil penelitian ini adalah didapat
peningkatan nilai kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas beton
ringan foam setelah ditambah serat polyethylene pada kadar 0,5% dari berat
volume beton. Penambahan kadar serat sebesar 0,5% menghasilkan peningkatan
kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas berturut-turut 48,24%;
28,91%, dan 44,85% dibandingkan dengan beton ringan foam tanpa serat. Hasil
pengujian kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas beton ringan foam
pada penelitian ini ditampilkan dalam gambar berikut.

Gambar 2. 5 Kuat tekan beton ringan foam agent dengan tambahan serat polyethylene

22
Sumber: Purnawan Gunawan dkk., 2014

23
Gambar 2. 6 Kuat tarik belah beton ringan foam agent dengan tambahan serat
polyethylene

Sumber: Purnawan Gunawan dkk., 2014

24
Gambar 2. 7 Modulus elastisitas beton ringan foam agent dengan tambahan serat
polyethylene

Sumber: Purnawan Gunawan dkk., 2014

25
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dimana pengujian
dilakukan di laboratorium. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah adanya perkuatan pada campuran adukan material EDCC dengan
penambahan serat PVA. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah
nilai kuat tekan dan tarik material PVA EDCC. Benda uji dibuat dengan
menggunakan material semen, pasir, fly ash, silica fume, air, dan superplasticizer
sebagai pengurang kadar air serta fiber sebagai bahan tambahan dimana fiber
ditambahkan sebesar 2% terhadap volume campuran.
Adapun tahapan-tahapan penelitian ini dari awal sampai akhir yang
dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian dirangkum dalam suatu bagan alir
atau flowchart berikut.

MULAI

PERSIAPAN
 Studi Literatur
 Mixed design
 Penyediaan material yang akan digunakan
 Pemeriksaan ketersediaan alat-alat

Uji karakteristik agregat

26
Trial Mix dan Flowability Test

Pembuatan benda uji

Perawatan benda uji

Pengujian benda uji


 Slump-Flow Test
 Uji kuat tekan
 Uji kuat tarik

Analisis data

Kesimpulan

SELESAI

Gambar 3. 1 Bagan alir penelitian

Penjelasan masing-masing bagian dari bagan alir tersebut diuraikan dalam


uraian berikut.
3.1.1 Persiapan

27
3.1.1.1 Studi Literatur
Tahapan penelitian dimulai dengan melakukan studi literatur dari jurnal-
jurnal sebagai referensi dasar penelitian. Setelah dilakukan studi pustaka,
penelitian dilanjutkan ke tahap pembuatan mixed design awal.

3.1.1.2 Mixed Design


Mixed design dilakukan untuk mendapatkan perbandingan dari material
penyusun EDCC agar mencapai kualitas yang diharapkan. Mixed design
dilakukan dengan cara merancang dan memilih bahan yang sesuai serta
menentukan proporsi relatif dari material-material yang akan digunakan dalam
campuran EDCC. Contoh mixed design EDCC dengan tambahan serat dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 1 Contoh rancangan campuran PVA-EDCC

Berat/Vol
No Material Faktor
(kg/m3)
1 Semen (C)
2 Fly Ash (FA): 70%*C
3 Silica Fume (SF): 10%*FA
4 Pasir
5 Air
6 Superplasticizer: 2,4%*(C+FA+SF)
7 Serat polivinil alkohol: 2%*berat total
Berat volume mortar EDCC

3.1.1.3 Penyediaan material yang akan digunakan


Sebelum pelaksanaan penelitian, perlu terlebih dahulu untuk dilakukan
penyediaan material-material yang akan digunakan dalam percobaan. Adapun
material-material yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

28
1. Semen
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen Portland Tipe 1
dalam bentuk kemasan 40 kg yang merupakan produk dari PT. Semen
Padang. Semen Portland yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada gambar berikut.

2. Fly ash (FA)


Fly ash yang digunakan sebagai bahan cementitious dalam campuran EDCC
ini didapat dari PLTU Nagan Raya, Aceh. Contoh fly ash yang digunakan
dapat dilihat pada gambar.

3. Silica fume (SF)


Silica fume yang digunakan adalah silica fume merek SIKA FUME produksi
PT. SIKA dalam bentuk kemasan 20 kg. Tujuan penggunaan silica fume
dalam campuran EDCC ini adalah untuk mencegah penurunan kuat tekan
beton akibat penggunaan fly ash yang sangat tinggi dalam campuran. Contoh
silica fume yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
gambar.

4. Pasir
Pasir yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tempat penambangan
pasir di sungai Krueng Manee, Aceh Utara. Contoh pasir yang digunakan
diperlihatkan pada gambar.

5. Air
Air yang digunakan berasal dari sumur bor yang berada di Laboratorium
Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh. Air yang digunakan disyaratkan
secara visual harus jernih dan tidak mengandung kotoran-kotoran seperti zat
organik dan minyak serta memenuhi syarat layak minum. Rencana air yang
digunakan dapat dilihat pada gambar.

29
6. Superplasticizer (SP)
Superplasticizer yang dipakai adalah Visconcrete-8045 P produksi PT. SIKA.
Superplasticizer ini tidak mengandung bahan kimia klorida yang dapat
mengakibatkan korosi pada tulangan. Superplasticizer digunakan untuk
mereduksi penggunaan air serta untuk menghasilkan campuran EDCC dengan
kemudahan pengerjaan (workability) yang baik dan cukup. Superplasticizer
yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. 2 Superplasticizer

7. Serat polyvinyl alcohol (PVA)


Polyvinyl alcohol (PVA) merupakan salah satu polimer yang larut dalam ai
dan memiliki kemampuan membentuk serat yang baik, biokompatibel,
memiliki ketahanan kimia, dan biodegradable. Dalam penelitian ini,
polyvinyl alcohol yang digunakan sebesar 2% dari berat total campuran.

3.1.1.4 Pemeriksaan peralatan yang akan digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Mixer pengaduk material
Mixer yang digunakan berupa molen yang tersedia di Laboratorium Teknik
Sipil, Universitas Malikussaleh. Mixer yang digunakan dapat dilihat pada
gambar.

2. Kerucut abrams

30
Alat ini digunakan untuk menguji flowability campuran segar mortar EDCC.
Alat ini diperlihatkan pada gambar berikut.

3. Alat uji flowability


Alat ini digunakan untuk menentukan flowability/kemampuan alir dan
stabilitas SCC (self compacting concrete. Alat uji flowability diperlihatkan
pada gambar berikut.

Gambar 3. 3 Alat uji flowabilty

4. Talam
Alat ini digunakan untuk menampung beton segar yang telah diaduk dari
molen sebelum diuji dan dimasukkan ke dalam cetakan.

5. Cetakan silinder, dogbone, kuas, oli, dsb


Cetakan silinder yang digunakan berdiameter 100 mm dan tinggi 200 mm.
Sedangkan cetakan dogbone untuk uji kuat tarik memiliki dimensi seperti
gambar terlampir.

6. Timbangan
Timbangan yang digunakan adalah timbangan D-SCALE kapasitas 30 kg
seperti ditunjukkan pada gambar.

31
7. Penggaris/meteran
Penggaris digunakan untuk mengukur dimensi benda uji yang telah dicetak.
Sedangkan mistar digunakan untuk mengukur diameter campuran EDCC
segar pada saat pengujian flowability.

8. Mesin uji kuat tekan


Mesin uji kuat tekan berkapasitas 2.000 kN digunakan pada penelitian ini
untuk mengetahui kuat tekan material PVA-EDCC. Gambar alat uji ini
ditunjukkan pada gambar.

9. Mesin uji kuat tarik


Mesin uji tarik yang digunakan dalam penelitian ini adalah universal tensile
strenght.

10. Alat untuk kaping

3.1.2 Uji karakteristik agregat


Agregat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari agregat alam
yaitu agregat halus (pasir) yang diambil dari sungai di Krueng Manee. Uji
karakteristik yang dilakukan mencakupi pemeriksaan berat jenis, penyerapan
agregat, analisa saringan, modulus kehalusan, dan kadar organik dalam agregat.

3.1.3 Trial mix dan Flowability Test


Trial mix dilaksanakan untuk meninjau komposisi material-material yang
sudah ditetapkan dalam mixed design. Dalam trial mix perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan workability EDCC segar dan kuat tekan umur 1 hari apakah
sudah terpenuhi atau tidak. Untuk mengetahui workability EDCC dan kuat tekan
umur 1 hari terpenuhi atau tidak maka dilakukan slump-flow test pada ECC segar
dan uji tekan pada umur 1 hari. Benda uji yang digunakan dalam trial mix adalah
silinder diameter 100 mm dan tinggi 200 mm berjumlah 3 sampel. Setelah

32
didapatkan kompisisi ideal dari EDCC yang direncanakan maka penelitian dapat
dilanjutkan pada pembuatan benda uji.
3.1.4 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji dilakukan setelah semua peralatan dan material-
material yang dibutuhkan tersedia dan juga setelah dilakukan trial mix dan
pemeriksaan flowability dari campuran segar material. Benda uji yang dibuat
meliputi benda uji untuk kuat tekan dan benda uji untuk kuat tarik. Jumlah benda
uji untuk masing-masing uji tekan dan uji tarik adalah 3 buah dimana uji kuat
tekan dilakukan pada umur 1, 7, dan 28 hari. Sedangkan benda uji kuat tarik
dilakukan pada umur 7 dan 28 hari. Benda uji untuk kuat tekan berbentuk silinder
berdiameter 100 mm dan tinggi 200 mm. Dan benda uji tarik berbentuk dogbone
dengan dimensi yang telah disesuaikan. Jumlah keseluruhan benda uji adalah 15
buah yang ditujukan untuk kuat tekan dan kuat tarik.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat benda uji
adalah sebagai berikut.
1. Seluruh material penyusun EDCC ditimbang sesuai mixed design yang sudah
dirancang sebelumnya.
2. Setelah semua material ditimbang, campur superplasticizer ke dalam 1/3 air
yang akan digunakan dalam campuran ke dalam gelas ukur agar tercampur
dengan baik. Kemudian 2/3 air yang tersisa dan superplasticizer yang sudah
tercampur dengan air dituangkan ke dalam mesin pengaduk.
3. Selanjutnya seluruh fly ash dimasukkan ke dalam mesin pengaduk dan tunggu
sampai tercampur merata. Kemudian seluruh silica fume dimasukkan dan
diaduk lagi sampai merata.
4. Kemudian masukkan semen sedikit demi sedikit ke dalam mesin pengaduk
agar tercampur merata. Kemudian dimasukkan ½ bagian pasir dari
keseluruhan pasir yang dipakai dan diaduk sampai tercampur merata. Setelah
itu sisa pasir dimasukkan ke dalam campuran dan diaduk lagi sampai merata.
5. Setelah itu, serat PVA mulai ditambah ke dalam campuran. Serat dimasukkan
sedikit demi sedikit agar tercapai penyebaran yang merata di dalam

33
campuran. Waktu yang dibutuhkan untuk mencampur seluruh material yang
digunakan berkisar sekitar 20 menit.
6. Langkah selanjutnya adalah slump-flow test yaitu pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui workability dari campuran. Pengujian ini dilakukan dengan
cara meletakkan kerucut abrams secara vertikal di atas papan akrilik yang
sudah dibersihkan dan kering. Kerucut abrams ditekan dan ditahan agar tidak
bergeser kemudian dituangkan campuran ke dalam kerucut tersebut.
7. Setelah kerucut diangkat, catat waktu yang diperlukan oleh campuran untuk
mecapai diameter 500 mm (T500). Kerucut diangkat sekitar 30 cm ke atas
secara perlahan-lahan.
8. Langkah terakhir dari slump-flow test ini adalah mengukur diameter
maksimum material komposit EDCC setelah tidak mengalir lagi. Pengukuran
dilakukan sebanyak 2 kali terhadap 2 sisi yang berbeda. Setelah itu seluruh
campuran dikumpulkan untuk dituangkan ke dalam mesin pengaduk dan
diaduk sekitar 1 menit.
9. Selanjutnya adukan dituangkan ke dalam cetakan silinder dan dogbone yang
telah diolesi oli. Pada saat proses pencetakan, benda uji tidak perlu dilakukan
pemadatan karena campuran dapat memadat sendiri.
10. Setelah 24 jam, benda uji dikeluarkan dari masing-masing bekisting.
11. Kemudian dilakukan perawatan pada masing-masing benda uji 14 dan 28
hari, dan dilakukan pengujian kuat tekan pada benda uji umur 1 hari.

3.1.5 Perawatan Benda Uji


Setelah benda uji selesai dibuat, maka berikutnya dilakukan perawatan
(curing) untuk menjaga dan mencegah benda uji dari kehilangan air akibat
penguapan sehingga proses hidrasi berjalan baik dan dapat terhindar dari
terjadinya penyusutan yang berlebihan yang dapat mengakibatkan benda uji
mengalami keretakan. Curing benda uji untuk kuat tekan dilakukan dengan cara
meletakkan benda uji dalam kolam perendaman yang ada di Laboratorium Teknik
Sipil Universitas Malikussaleh. Sedangkan curing untuk benda uji tarik dilakukan
dengan cara menutupi benda uji dengan plastik.

34
3.1.6 Pengujian Benda Uji
3.1.6.1 Slump-Flow Test (EFNARC, 2005)
Tata cara pengujian slump-flow test telah dijelaskan pada pembahasan
tata pelaksanaan pembuatan benda uji.

3.1.6.2 Pengujian Kuat Tekan


Langkah-langkah pengujian kuat tekan material komposit EDCC
dilakukan sebagai berikut.
1. Benda uji dikeluarkan dari bak perendaman setelah 5 dan 25 hari dan
dibiarkan kering udara dalam ruangan tertutup. Kemudian benda uji
ditimbang dan diukur dimensi tinggi sebanyak 3 kali di tiga sisi yang berbeda
dan dirata-ratakan. Sedangkan pengukuran diameter dilakukan 2 kali di setiap
sisi dan hasilnya dirata-ratakan.
2. Setelah dilakukan pengukuran, pada bagian atas benda uji silinder terlebih
dahulu dikaping dengan menggunakan belerang agar beban tersebar merata
pada permukaan benda uji.
3. Kemudian benda uji yang sudah dikaping diletakkan pada tengah-tengah
mesin uji kuat tekan untuk dilakukan pembebanan.
4. Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan mesin uji kuat tekan
yang tersedia di Laboratorium Teknik Sipil. Beban tekan maksimum (P)
diperoleh setelah benda uji mengalami keruntuhan. Nilai tekan maksimum ini
dinyatakan dalam satuan kN.

3.1.6.3 Pengujian Kuat Tarik


Uji tarik dilakukan dengan terlebih dahulu dibentuk benda uji seperti
gambar, kemudian benda uji dilakukan pengujian dengan menggunakan universal
tensile strenght seperti pada gambar. Ketebalan sampel diukur pada 3 titik dan
diuji tarik dengan cara kedua ujung dijepit dengan mesin penguji tensile. Sehingga
diperoleh panjang awal dan panjang akhir.

35
Gambar 3. 4 Benda uji tarik

Gambar 3. 5 Contoh alat uji tarik universal tensile strenght

3.1.7 Analisis Data


Analisis data dilakukan untuk memperoleh dan mengkaji nilai kuat tekan
dan kuat tarik material EDCC sesuai dengan tujuan penelitian. Data-data yang
diperoleh dibuat dalam bentuk tabel, diagram baris, dan diagram batang.

36
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sains dan Bahan Konstruksi
Jurusan Teknik Sipil untuk menguji karakteristik agregat, pembuatan, perawatan
benda uji dan pengujian kuat tekan. Juga Laboratorium Teknik Mesin Universitas
Malikussaleh untuk menguji kuat tarik dari benda uji yang dibuat.

3.3 Pengumpulan Data


Pengumpulan data perlu direncanakan dengan baik agar data yang
diperoleh sesuai dengan kebutuhan penelitian serta mendapatkan data dengan
tingkat akurasi yang tinggi (Wesli, 2015). Pengumpulan data yang diperlukan
meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data primer


Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung
dari sumber datanya dan untuk dapat digunakan diperlukan pengolahan data
terlebih dahulu (Wesli, 2015). Dalam penelitian ini, data primer meliputi berat
jenis agregat, daya absorsi agregat, analisa saringan, modulus kehalusan, dan
kadar organik dalam agregat. Dalam penelitian ini, data-data ini diperoleh melalui
pengujian langsung di laboratorium oleh peneliti.

3.3.2 Data sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai
sumber yang telah ada dimana peneliti adalah sebagai tangan kedua (Wesli, 2015).
Data sekunder biasanya adalah data yang sudah jadi dan dapat digunakan
langsung untuk sebuah penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder yang
digunakan berupa kandungan kimia dari fly ash yang digunakan.

3.4 Analisis dan Pengolahan Data


Dalam suatu penelitian, analisis data diperlukan untuk menganalisis data-
data yang telah terkumpul. Pekerjaan analisis data ini meliputi mengatur,

37
mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode, dan mengkategorikannya (Wesli,
2015). Dalam penelitian ini, data-data primer yang telah diperoleh dari pengujian
langsung di laboratorium dianalisis dan diolah dengan perhitungan teknis yang
tersedia di dalam standar-standar SNI.

3.5 Jadwal Penelitian


Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 50 hari, dimulai dari 20
Juni 2022 sampai dengan 10 Agustus 2022 dengan rincian kegiatan seperti tabel
berikut.

Tabel 3. 2 Rencana pelaksaan penelitian

Tahun 2022
No Nama Kegiatan
Juni Juli Agustus
1 Tahap persiapan
2 Pengujian sifat fisis agregat
3 Trial mix dan flowability test
4 Pembuatan benda uji
5 Perawatan benda uji
Pengujian kuat tekan dan
6
tarik
7 Analisa data

38

Anda mungkin juga menyukai