PENDAHULUAN
1
semen dengan fly ash dan hanya menggunakan 1% serat PVA non-coated
bersama dengan 1% serat PET. Sedangkan ECC konvensional menggunakan
semen murni dengan lebih dari 2% serat PVA berlapis untuk mencapai kinerja
yang serupa. Hal ini menyebabkan EDCC menjadi bahan yang lebih berkelanjutan
serta lebih layak secara ekonomi daripada ECC (Salman Soleimani-Dashtaki,
2017).
Selain itu, EDCC diklaim sebagai material yang ramah lingkungan
disebabkan karena penggunaan fly ash yang tinggi dalam campuran untuk
menggantikan komposisi semen. Fly ash merupakan limbah industri yang
dihasilkan dari pembakaran batubara. Salah satu industri yang menggunakan
batubara sebagai bahan bakarnya adalah PLTU. Akibat dari pembakaran batubara
ini, dihasilkan limbah berupa fly ash dan bottom ash. Apabila fly ash dibuang
secara terbuka maka akan menyebabkan pencemaran udara karena fly ash
termasuk dalam kategori limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Oleh karena
itu, penggunaan EDCC ini memberikan dampak positif terhadap lingkungan
karena secara tidak langsung ikut mengurangi pencemaran udara dan mengurangi
penggunaan semen.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka faktor utama yang
dipertimbangkan untuk melakukan penelitian mortar EDCC ini sebagai Tugas
Akhir adalah untuk mengetahui karakteristik komposit cementitious (berdasarkan
tinjauan kuat tekan dan kuat tarik) menggunakan material-material lokal dan
semen kurang dari 400 kg/m3 dengan penambahan serat PVA sebagai bahan
tambah karena belum adanya penelitian terkait beton EDCC dengan
menggunakan bahan lokal di Indonesia.
2
1. Dapat memperkenalkan mortar beton EDCC kepada masyarakat Indonesia
dengan memanfaatkan fly ash sebagai cementitious sebagai bahan utama
penyusunnya.
2. Dapat menjadi sumber informasi atau referensi bagi para peneliti lain
khususnya di Indonesia untuk pengembangan beton EDCC selanjutnya.
7. Pengujian kuat tekan dan kuat tarik dilakukan pada umur 7 dan 28 hari
benda uji.
3
4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
5
Selain itu, peningkatan daya tahan juga disebabkan oleh adanya kandungan fiber
yang tinggi, sehingga menyempurnakan pori-pori dan mengurangi permeabilitas.
Fly ash merupakan limbah sisa hasil pembakaran batubara pembangkit
listrik. Penambahan volume fly ash ke dalam komposit EDCC membantu
mengurangi kekuatan ikatan antarmuka matriks dan ketangguhan matriks,
sehingga fly ash ikut memberikan konstribusi dalam pencapaian kapasitas
regangan tinggi selama beton berada di bawah beban tarik. Kapasitas tinggi ini
dicapai melalui pengembangan multiple cracking. ECC merupakan salah satu
material komposit semen yang dikembangkan sebelumnya dimana ECC mencapai
multiple cracking menggunakan semen murni dan lebih dari 2% fiber PVA
berlapis minyak untuk mencapai kinerja yang sama. Sedangkan EDCC mencapai
kapasitas ini melalui penggantian 60% semen dengan fly ash dan
pengkombinasian 1% fiber PVA tidak berlapis dengan 1% serat PET. Hal inilah
yang menyebabkan EDCC menjadi bahan yang lebih berkelanjutan dan layak
secara ekonomi untuk dikembangkan daripada ECC (Salman Soleimani-Dashtaki,
2017).
Secara keseluruhan, EDCC menggunakan bahan-bahan yang serupa
dengan FRC, yaitu mengandung semen, pasir, air, serat, dan beberapa bahan
kimia aditif. Agregat kasar tidak digunakan karena cenderung mempengaruhi
daktilitas komposit semen tersebut.
6
air berlangsung secara irreversible, dimana semen hanya dapat bereaksi satu kali
dan tidak bisa kembali lagi ke kondisi semula dan cenderung stabil di dalam air
setelah mengeras (Lincolen, 2017).
Salah satu contoh semen hidrolis adalah semen Portland dan semen
campur. Semen Portland adalah jenis semen hidrolis yang terdiri atas kalsium
silikat yang digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih
senyawa kalsium sulfat, serta bahan tambahan lainnya (SNI 15-2049-2014).
Semen Portland memiliki sifat fisis, di antaranya adalah panas hidrasi,
waktu pengikatan semen, kehalusan butiran, kepadatan, kekuatan semen, dan
kelembaban. Sifat-sifat fisis bekerja saling berkesinambungan.
Salah satu hal yang sangat penting dalam pembuatan beton adalah proses
hidrasi semen. Proses hidrasi semen adalah proses kimiawi yang terjadi ketika air
ditambahkan ke dalam campuran semen dimana semen akan bereaksi dan
membentuk komponen baru (Nugraha dan Antoni, 2007). Proses ini dianggap
sangat penting karena proses ini menentukan kekuatan akhir semen.
Laintarawan dan kawan-kawan (2009) menyebutkan bahwa jumlah air
yang dipakai saat proses hidrasi akan menentukan karakteristik kekuatan semen.
Semakin banyak air yang dipakai maka akan mengurangi kekuatan tekan dari
beton. Dan apabila jumlah air yang digunakan sedikit atau kurang dari 25%,
maka kelecakan dan kemudahan dalam pengerjaan beton tidak akan dicapai.
Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Semakin halus
butiran semen maka luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen tertentu
menjadi lebih besar sehingga jumlah air yang dibutuhkan juga banyak. Semakin
halus butiran semen maka proses hidrasinya menjadi semakin cepat sehingga
semen memiliki kekuatan awal yang tinggi.
Pada umumnya, unsur-unsur kimia penyusun semen Portland adalah CaO
(kapur), SiO2 (silika), Al2O3 (alumina), Fe2O3 (besi), MgO (magnesia), SO3
(sulfur), dan Na2O + K2O. Persentase rata-rata masing-masing senyawa oksida
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
7
Tabel 2. 1 Presentase senyawa oksida dalam semen
8
Fly ash kelas F biasanya dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit ,
tetapi ada juga yang dihasilkan dari batubara subbituminous dan lignit.
c. Kelas C
Fly ash kelas C dihasilkan dari pembakaran lignit, dan dapat juga
dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit. Fly ash kelas C mengandung
kadar kalsium oksida (CaO) lebih dari 10%.
Presentase penggunaan fly ash sebagai pengganti semen (replacement)
dapat dikelompokkan sebagai berikut.
9
sama seperti yang dihasilkan dari hidrasi semen yang memberikan kekuatan pada
kerasnya beton. Reaksi tersebut tersebar merata pada seluruh tempat di dalam
beton termasuk pada ruang-ruang kosong pada lapisan agregat-pasta semen,
sehingga menambah kekuatan lekatan antara agregat dan pasta semen (Sherli
Pramudhita Hapsari dkk, 2017).
2.2.4 Pasir
Menurut SNI 03-2843-2000, agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil
desintegrasi secara alami dari batu atau pasir yang dihasilkan oleh industri
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm.
Pada campuran beton normal, agregat menempati 70% hingga 75%
volume beton yang mengeras. Sisanya ditempati oleh pasta semen dan air yang
tersisa dari reaksi hidrasi serta rongga udara. Dengan agregat yang baik, beton
dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durability), dan ekonomis (Paul
Nugraha dan Anthoni, 2007).
Apabila dalam suatu campuran beton dikehendaki agregat dengan
kombinasi tertentu, maka agregat dapat disaring dengan menggunakan suatu set
alat saring agregat dan dilakukan percobaan analisis gradasi agregat (sieve
analysis). Hasil uji gradasi agregat pada umumnya disajikan dalam suatu kurva
yang disebut kurva gradasi agregat.
2.2.5 Superplasticizer
Superplasticizer (high range water reducer) merupakan bahan tambah
yang digunakan untuk mengurangi jumlah air dalam campuran beton dan dapat
menghasilkan beton dengan tingkat kelecakan yang bagus. Mekanisme kerja dari
setiap superplasticizer adalah sama, yaitu dengan menghasilkan gaya tolak-
menolak (dispersion) yang cukup antarpartikel semen agar tidak terjadi
penggumpalan (flocculate) yang dapat menyebabkan terjadinya rongga udara
dalam campuran (Nugraha dan Antoni, 2007).
Penambahan superplastisizer memiliki pengaruh untuk mempertahankan
faktor air semen yang telah direncanakan namun harus mempertahankan dosis
10
yang disarankan. Apabila dosis yang digunakan berlebihan maka akan
menyebabkan campuran mengalami setting yang lama (Dzikri dan Firmansyah,
2018).
Pada tahun 2019, Umiati dkk. menyebutkan dalam hasil penelitiannya
bahwa penggunaan superplasticizer sebanyak 1% dari berat semen dalam beton
silinder dengan kuat tekan rencana f’c sebesar 40 MPa menghasilkan kuat tekan
beton 75% lebih tinggi daripada beton tanpa penambahan superplasticizer pada
umur 7 hari. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan superplasticizer membantu
menaikkan tegangan awal pada beton. Sedangkan pada umur 28 hari, penggunaan
superplasticizer dapat meningkatkan kuat tekan beton sebesat 45%.
2.2.6 Air
Air digunakan sebagai alat untuk mendapatkan kelecakan tertentu yang
diperlukan untuk penuangan beton. Secara umum, air yang dapat digunakan
dalam campuran beton adalah air yang bisa diminum, tidak berasa, berbau, dan
berwarna (Nugraha dan Antoni, 2007). Selain itu, air yang digunakan juga harus
bersih dari bahan-bahan yang dapat merusak beton dan tulangannya seperti asam,
alkali, dan minyak.
Dalam pembuatan campuran beton, air memiliki dua peran penting, yaitu
pertama secara kimiawi bereaksi dengan semen untuk membentuk pasta dan yang
kedua berfungsi sebagai pelumas dalam pencampuran material (Chethan dkk,
2015).
2.2.7 Serat
Beton memiliki kelemahan yaitu mempunyai kuat tarik yang rendah dan
bersifat getas (brittle) sehingga pemakaiannya juga terbatas. Penambahan serat
membantu memperbaiki sifat-sifat struktural beton. Serat bersifat mekanis
sehingga tidak akan bereaksi secara kimiawi dengan bahan pembentuknya.
Penambahan serat membantu mengikat dan menyatukan campuran beton setelah
terjadinya pengikatan awal dengan semen. Pasta beton akan semakin kokoh dan
stabil dalam menahan beban karena aksi serat (fiber bridging) yang saling
11
mengikat di sekelilingnya. Serat yang tersebar secara merata dengan orientasi
acak dalam adukan beton diharapkan dapat mencegah terjadinya retakan-retakan
yang terlalu dini baik akibat panas hidrasi maupun akibat beban-beban yang
bekerja pada beton. Perbaikan yang dialami beton dengan adanya penambahan
serat antara lain adalah sebagai berikut (Leonardus Malino dkk, 2019):
1. Daktilitas beton mengalami peningkatan
2. Beton lebih tahan terhadap beban kejut (impact resistance)
3. Kekuatan tarik dan lentru meningkat
4. Penyusutan pada beton berkurang
Saat ini, ada dua jenis serat yang dipakai dalam pengembangan EDCC,
yaitu serat polyvinil alcohol (PVA) non-coated dan serat poly-ethylene
terephthalate (PET). Serat polyvinil alcohol (PVA) merupakan serat yang dibuat
melalui pemrosesan polyvinil alcohol dengan kristalinitas dan orientasi yang
tinggi yang menghasilkan kekuatan tarik yang sangat baik dari 0,9 GPa – 1,9 GPa.
Serat polyvinil alcohol memiliki sifat tahan alkali yang tinggi, memiliki sifat
perekat yang baik, dan ketahanan yang besar terhadap cuaca panas. Sedangkan
serat poly-ethylene terephthalate (PET) merupakan serat yang penggunaannya
relatif baru dalam perkuatan beton. Serat poliester ini memiliki sifat kekakuan dan
kekuatan yang tinggi sekaligus ketahanan terhadap creep. Serat ini juga memiliki
ketahanan yang tinggi terhadap pelapukan dan retak stress. Serat poly-ethylene
terephthalate dibuat melalui modifikasi kimia dari daur ulang limbah plastik
polietilen tereftalat yang menjadikan serat ini sebagai serat yang berkelanjutan
dan hemat biaya untuk digunakan dalam proyek skala besar (Salman Soleimani-
Dashtaki, 2017).
12
keseragaman campuran. Adapun klasifikasi Slump-Flow Test dapat dilihat pada
tabel berikut.
13
3. Perawatan dengan penguapan. Hidrasi akan berlangsung lebih cepat
apabila temperatur udara dinaikkan sehingga didapat kekuatan awal yang
tinggi.
2.5 Capping
Permukaan benda uji silinder beton yang telah dicetak dan mengeras
(diameter 100 mm atau 150 mm dengan tinggi 200 mm atau 300 mm) perlu
diratakan agar tidak terjadi tegangan yang mengakibatkan capaian kekuatan
menjadi lebih kecil (Nugraha dan Antoni, 2007). Pada benda uji silinder yang
telah mengeras dapat dilakukan capping dengan menggunakan mortar belerang
pada kedua ujung permukaannya.
f’c = ……..…………………………………………………………..(2.1)
Keterangan:
f’c = kuat tekan benda uji (MPa)
P = gaya tekan aksial maksimum (N)
A = luas penampang melintang benda uji (mm2)
14
yang diperoleh dihitung dengan membagi besar nilai beban tarik maksimum (N)
dengan luas penampang terkecil benda uji (mm2) yang dirumuskan dalam
persamaan berikut.
fct = ……………………………………………………………….(2.2)
Keterangan:
fct = kuat tarik benda uji (MPa)
P = beban tarik maksimum (N)
A = luas penampang melintang benda uji (mm2)
15
volume serat 2%. Serat yang digunakan adalah serat polyvinyl alcohol (PVA)
tanpa minyak dan serat poly-ethilen terefttalat (PET) dalam 3 kombinasi berbeda,
yaitu 2% PVA, 2% PET, dan campuran hibrida 1% serat PVA + 1% serat PET.
Pengujian benda uji dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengujian kuasi-statif dan
pengujian dinamis. Untuk pengujian kuasi-statif, digunakan pengaturan pengujian
loop tertutup normal. Sedangkan untuk pengujian dinamis digunakan pengaturan
pengujian yang baru dirancang menggunakan senapan angin. Hasil penelitian
didapatkan bahwa perkiraan rasio statis terhadap dinamis untuk kekuatan tarik
EDCC bervariasi antara 0,75 dan 1,0; dan kapasitas regangan juga bervariasi
berkisar antara 1,0 dan 3,0. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa EDCC
adalah bahan yang sangat sensitif terhadap laju regangan dan kinerjanya selama
gempa tidak boleh dinilai dari uji kuasi-statis rutin. Hasil lengkap pengujian
material dari penelitian ini ditampilkan dalam gambar berikut.
16
b. Studi Karakteristik Kuat Tekan dan Tarik Material PVA-ECC
Memed Timang Palembangan (2018) telah melalukan penelitian tentang
Studi Karakteristik Kuat Tekan dan Tarik Material PVA-ECC. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui nilai kuat tekan, kuat tarik, dan nilai modulus
elastisitas material PVA-ECC dengan memanfaatkan fly ash sebagai pengganti
sebagian agregat halus. Benda uji berupa kubus berukuran 50 mm x 50 mm x50
mm. Mutu yang direncanakan adalah 50 MPa (45;5 MPa) dengan rasio komposisi
campuran 1 semen; 1,2 fly ash; 0,8 pasir; 0,56 air; 1,2% HRWR; dan 2% PVA
dari berat total campuran. Pengujian kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitas
dilakukan pada umur 7, 14, dan 28 hari. Hasilnya diperoleh bahwa nilai kuat tekan
pada material PVA-ECC mengalami peningkatan sebanding dengan umur beton.
Kuat tekan rata-rata pada umur 7 hari dengan berat sampel 0,258 kg adalah 33,9
MPa, umur 14 hari dengan berat sampel 0,259 kg adalah 39,0 MPa, dan umur 28
hari dengan berat sampel 0,260 kg adalah 44,6 MPa. Dari hasil tersebut, diperoleh
nilai modulus elastisitas pada umur 7 hari sebesar 18.763,02 MPa, pada umur 14
hari 20.788,8 MPa, dan pada umur 28 hari sebesar 21.060,02 MPa.
Selain itu, nilai kuat tarik pada material PVA-ECC juga mengalami
peningkatan sebanding dengan umur beton. Dari hasil penelitian ini, diperoleh
kuat tarik rata-rata material PVA-ECC umur 7 hari dengan berat sampel 0,231 kg
sebesar 3,108 MPa, kuat tarik pada umur 14 hari dengan berat sampel 0,229 kg
sebesar 3,547 MPa, dan kuat tarik pada umur 28 hari dengan berat sampel 0,234
kg sebesar 4,340 MPa. Data hasil kuat tarik PVA-ECC ditunjukkan dalam
gambar.
17
Gambar 2. 2 Hasil kuat tarik PVA-ECC
18
menggunakan fly ash yang tinggi dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel-
tabel berikut.
19
Richard dan Ramli (2015) melakukan penelitian tentang mortar ECC tanpa
fiber berjudul “Fresh Properties of Natural Sustainable ECC Mortar without
Fibers”. Pada penelitian ini digunakan material cementitious anorganik berupa
metakaolin sebagai pengganti sebagian semen. Presentase metakaolin yang
digunakan adalah 10% dengan tambahan 1,5% nanosilika (MN), 1,5% epozy
(ME), dan kombinasi 1,5% nanosilika dengan 1,5% epozy (MNE). Benda uji yang
dibuat adalah prisma berdimensi 40 mm x 40 mm x 160 mm untuk uji lentur dan
kubus dengan dimensi 50 mm x 50 mm x 50 mm untuk uji tekan. Pengujian untuk
tiap-tiap benda uji dilakukan pada umur 7 hari, 28 hari, dan 56 hari. Hasilnya akan
dibandingkan dengan sampel kontrol (C) yaitu sampel tanpa penggunaan
metakaolin, nanosilika, dan epozy. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa kuat
tekan dan kuat lentur terbesar terdapat pada benda uji ECC MNE dengan umur
pengujian 56 hari dimana besar kuat tekan dan kuat lentur berturut-turut adalah 78
MPa dan 8,2 MPa. Sedangkan kuat tekan dan kuat lentur terendah didapat pada
mortar ECC ME dengan umur pengujian 7 hari dengan nilai kuat tekan 43 MPa
dan kuat lentur 4,9 MPa. ECC MNE memiliki kekuatan 11% lebih tinggi pada
umur 28 hari dan 19% lebih tinggi pada umur 56 hari daripada sampel kontrol.
Hasil pengujian kuat tekan dan kuat lentur dari masing-masing sampel dengan
variasi umur diperlihatkan pada gambar berikut.
20
Gambar 2. 4 Kuat lentur sampel pada berbagai umur (MPa)
21
teoritis untuk mendukung kesimpulan akhir. Hasil penelitian ini adalah didapat
peningkatan nilai kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas beton
ringan foam setelah ditambah serat polyethylene pada kadar 0,5% dari berat
volume beton. Penambahan kadar serat sebesar 0,5% menghasilkan peningkatan
kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas berturut-turut 48,24%;
28,91%, dan 44,85% dibandingkan dengan beton ringan foam tanpa serat. Hasil
pengujian kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas beton ringan foam
pada penelitian ini ditampilkan dalam gambar berikut.
Gambar 2. 5 Kuat tekan beton ringan foam agent dengan tambahan serat polyethylene
22
Sumber: Purnawan Gunawan dkk., 2014
23
Gambar 2. 6 Kuat tarik belah beton ringan foam agent dengan tambahan serat
polyethylene
24
Gambar 2. 7 Modulus elastisitas beton ringan foam agent dengan tambahan serat
polyethylene
25
BAB III
METODE PENELITIAN
MULAI
PERSIAPAN
Studi Literatur
Mixed design
Penyediaan material yang akan digunakan
Pemeriksaan ketersediaan alat-alat
26
Trial Mix dan Flowability Test
Analisis data
Kesimpulan
SELESAI
27
3.1.1.1 Studi Literatur
Tahapan penelitian dimulai dengan melakukan studi literatur dari jurnal-
jurnal sebagai referensi dasar penelitian. Setelah dilakukan studi pustaka,
penelitian dilanjutkan ke tahap pembuatan mixed design awal.
Berat/Vol
No Material Faktor
(kg/m3)
1 Semen (C)
2 Fly Ash (FA): 70%*C
3 Silica Fume (SF): 10%*FA
4 Pasir
5 Air
6 Superplasticizer: 2,4%*(C+FA+SF)
7 Serat polivinil alkohol: 2%*berat total
Berat volume mortar EDCC
28
1. Semen
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen Portland Tipe 1
dalam bentuk kemasan 40 kg yang merupakan produk dari PT. Semen
Padang. Semen Portland yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada gambar berikut.
4. Pasir
Pasir yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tempat penambangan
pasir di sungai Krueng Manee, Aceh Utara. Contoh pasir yang digunakan
diperlihatkan pada gambar.
5. Air
Air yang digunakan berasal dari sumur bor yang berada di Laboratorium
Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh. Air yang digunakan disyaratkan
secara visual harus jernih dan tidak mengandung kotoran-kotoran seperti zat
organik dan minyak serta memenuhi syarat layak minum. Rencana air yang
digunakan dapat dilihat pada gambar.
29
6. Superplasticizer (SP)
Superplasticizer yang dipakai adalah Visconcrete-8045 P produksi PT. SIKA.
Superplasticizer ini tidak mengandung bahan kimia klorida yang dapat
mengakibatkan korosi pada tulangan. Superplasticizer digunakan untuk
mereduksi penggunaan air serta untuk menghasilkan campuran EDCC dengan
kemudahan pengerjaan (workability) yang baik dan cukup. Superplasticizer
yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. 2 Superplasticizer
2. Kerucut abrams
30
Alat ini digunakan untuk menguji flowability campuran segar mortar EDCC.
Alat ini diperlihatkan pada gambar berikut.
4. Talam
Alat ini digunakan untuk menampung beton segar yang telah diaduk dari
molen sebelum diuji dan dimasukkan ke dalam cetakan.
6. Timbangan
Timbangan yang digunakan adalah timbangan D-SCALE kapasitas 30 kg
seperti ditunjukkan pada gambar.
31
7. Penggaris/meteran
Penggaris digunakan untuk mengukur dimensi benda uji yang telah dicetak.
Sedangkan mistar digunakan untuk mengukur diameter campuran EDCC
segar pada saat pengujian flowability.
32
didapatkan kompisisi ideal dari EDCC yang direncanakan maka penelitian dapat
dilanjutkan pada pembuatan benda uji.
3.1.4 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji dilakukan setelah semua peralatan dan material-
material yang dibutuhkan tersedia dan juga setelah dilakukan trial mix dan
pemeriksaan flowability dari campuran segar material. Benda uji yang dibuat
meliputi benda uji untuk kuat tekan dan benda uji untuk kuat tarik. Jumlah benda
uji untuk masing-masing uji tekan dan uji tarik adalah 3 buah dimana uji kuat
tekan dilakukan pada umur 1, 7, dan 28 hari. Sedangkan benda uji kuat tarik
dilakukan pada umur 7 dan 28 hari. Benda uji untuk kuat tekan berbentuk silinder
berdiameter 100 mm dan tinggi 200 mm. Dan benda uji tarik berbentuk dogbone
dengan dimensi yang telah disesuaikan. Jumlah keseluruhan benda uji adalah 15
buah yang ditujukan untuk kuat tekan dan kuat tarik.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat benda uji
adalah sebagai berikut.
1. Seluruh material penyusun EDCC ditimbang sesuai mixed design yang sudah
dirancang sebelumnya.
2. Setelah semua material ditimbang, campur superplasticizer ke dalam 1/3 air
yang akan digunakan dalam campuran ke dalam gelas ukur agar tercampur
dengan baik. Kemudian 2/3 air yang tersisa dan superplasticizer yang sudah
tercampur dengan air dituangkan ke dalam mesin pengaduk.
3. Selanjutnya seluruh fly ash dimasukkan ke dalam mesin pengaduk dan tunggu
sampai tercampur merata. Kemudian seluruh silica fume dimasukkan dan
diaduk lagi sampai merata.
4. Kemudian masukkan semen sedikit demi sedikit ke dalam mesin pengaduk
agar tercampur merata. Kemudian dimasukkan ½ bagian pasir dari
keseluruhan pasir yang dipakai dan diaduk sampai tercampur merata. Setelah
itu sisa pasir dimasukkan ke dalam campuran dan diaduk lagi sampai merata.
5. Setelah itu, serat PVA mulai ditambah ke dalam campuran. Serat dimasukkan
sedikit demi sedikit agar tercapai penyebaran yang merata di dalam
33
campuran. Waktu yang dibutuhkan untuk mencampur seluruh material yang
digunakan berkisar sekitar 20 menit.
6. Langkah selanjutnya adalah slump-flow test yaitu pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui workability dari campuran. Pengujian ini dilakukan dengan
cara meletakkan kerucut abrams secara vertikal di atas papan akrilik yang
sudah dibersihkan dan kering. Kerucut abrams ditekan dan ditahan agar tidak
bergeser kemudian dituangkan campuran ke dalam kerucut tersebut.
7. Setelah kerucut diangkat, catat waktu yang diperlukan oleh campuran untuk
mecapai diameter 500 mm (T500). Kerucut diangkat sekitar 30 cm ke atas
secara perlahan-lahan.
8. Langkah terakhir dari slump-flow test ini adalah mengukur diameter
maksimum material komposit EDCC setelah tidak mengalir lagi. Pengukuran
dilakukan sebanyak 2 kali terhadap 2 sisi yang berbeda. Setelah itu seluruh
campuran dikumpulkan untuk dituangkan ke dalam mesin pengaduk dan
diaduk sekitar 1 menit.
9. Selanjutnya adukan dituangkan ke dalam cetakan silinder dan dogbone yang
telah diolesi oli. Pada saat proses pencetakan, benda uji tidak perlu dilakukan
pemadatan karena campuran dapat memadat sendiri.
10. Setelah 24 jam, benda uji dikeluarkan dari masing-masing bekisting.
11. Kemudian dilakukan perawatan pada masing-masing benda uji 14 dan 28
hari, dan dilakukan pengujian kuat tekan pada benda uji umur 1 hari.
34
3.1.6 Pengujian Benda Uji
3.1.6.1 Slump-Flow Test (EFNARC, 2005)
Tata cara pengujian slump-flow test telah dijelaskan pada pembahasan
tata pelaksanaan pembuatan benda uji.
35
Gambar 3. 4 Benda uji tarik
36
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sains dan Bahan Konstruksi
Jurusan Teknik Sipil untuk menguji karakteristik agregat, pembuatan, perawatan
benda uji dan pengujian kuat tekan. Juga Laboratorium Teknik Mesin Universitas
Malikussaleh untuk menguji kuat tarik dari benda uji yang dibuat.
37
mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode, dan mengkategorikannya (Wesli,
2015). Dalam penelitian ini, data-data primer yang telah diperoleh dari pengujian
langsung di laboratorium dianalisis dan diolah dengan perhitungan teknis yang
tersedia di dalam standar-standar SNI.
Tahun 2022
No Nama Kegiatan
Juni Juli Agustus
1 Tahap persiapan
2 Pengujian sifat fisis agregat
3 Trial mix dan flowability test
4 Pembuatan benda uji
5 Perawatan benda uji
Pengujian kuat tekan dan
6
tarik
7 Analisa data
38