Anda di halaman 1dari 67

EVALUASI DRPs PADA TERAPI INFEKSI SALURAN

PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK DI KLINIK AZKA


KECAMATAN CICURUG SUKABUMI

SKRIPSI

Oleh
SRI INDA PURNAMA
NIM: 17010065

PROGRAM STUDI STRATA 1 (S1) FARMASI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
2021
EVALUASI DRPs PADA TERAPI INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK DI KLINIK AZKA
KECAMATAN CICURUG SUKABUMI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi


Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Teknologi Industri
dan Farmasi Bogor

Oleh
SRI INDA PURNAMA
NIM: 17010065

PROGRAM STUDI STRATA 1 (S1) FARMASI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
2021
EVALUASI DRPs PADA TERAPI INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK DI KLINIK AZKA
KECAMATAN CICURUG SUKABUMI

Oleh
SRI INDA PURNAMA
NIM: 17010065

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui,


Bogor, Desember 2021

Menyetujui,

Pembimbing Pembimbing

(apt. Siti Mariam M.Farm) (dr. Indra Lesmana)

Mengetahui,

Ketua Program Studi S1 Farmasi Ketua STTIF Bogor

(apt. Ferry Effendi, M.Farm) (apt. Siti Mariam, M.Farm)


SRI INDA PURNAMA. 17010065. Evaluasi DRPs Pada Terapi Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Anak di Klinik Azka Kecamatan
Cicurug Sukabumi Pembimbing 1: apt. Siti Mariam, M.Farm, Pembimbing 2
: dr. Indra Lesmana

ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran
pernapasan akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan saluran
pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis angka kejadian DRP pada
penatalaksanaan pasien ISPA di Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi.
Penelitian ini bersifat retrospektif dilakukan dengan menggunakan data yang
dikumpulkan dari rekam medis pasien ISPA di Klinik Azka Kecamatan Cicurug
Sukabumi periode Juni – Agustus 2021 menggunakan metode deskriptif dan
analisis dengan menggunakan klasifikasi DRP menurut Pharmaceutical Care
Practice : The Clinician’s Guide yang telah dimodifikasi yaitu dosis rendah, dosis
tinggi, obat tanpa indikasi dan indikasi tanpa obat. Hasil penelitian menunjukan
bahwa Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi adalah dosis rendah sebanyak
18,19%, dosis tinggi sebanyak 33,33%, obat tanpa indikasi sebanyak 48,48% dan
indikasi tanpa obat sebanyak 0%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa telah
terjadi Drug Related Problems (DRPs) pada pengobatan infeksi saluran pernapasan
akut terhadap pasien anak di Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi periode
Juni – Agustus 2021.

Kata Kunci: Drug Related Problems, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
anak

i
SRI INDA PURNAMA. 17010065. Evaluation of DRPs in the Treatment of
Acute Respiratory Infections in Children at Klinik Azka Kecamatan Cicurug
Sukabumi Pembimbing 1: apt. Siti Mariam, M.Farm, pembimbing 2 : dr.
Indra Lesmana

ABSTRACT
Acute Respiratory Infection is an acute respiratory infection that attacks the
upper respiratory tract and lower respiratory tract. The infection is caused by
viruses, fungi and bacteria. This study aims to analyze the incidence of DRP in the
management of ARI patients at Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi. This
retrospective study was conducted using data collected from the medical records of
ARI patients at Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi for the period June –
August 2021 using descriptive and analytical methods using the DRP classification
according to Pharmaceutical Care Practice: The Clinician’s Guide which has been
modified, namely low doses, high doses, drugs without indications dan indications
without drugs. The results showed that Drug Related Problems (DRPs) that
occurred were 18.19% low dose, 33.33% high dose, 48.48% drug without
indication and 0% indications without drugs. Thus, it can be concluded that Drug
Related Problems (DRPs) have occurred in the treatment of acute respiratory
infections for pediatric patients at Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi for
the period June – August 2021.

Keywords: Drug Related Problems (DRPs), Acute respiratory infections (ARI),


children

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang
berjudul Evaluasi DRP Pada Terapi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada
Anak Di Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi
Hasil penelitian ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan
Farmasi Bogor Program Studi Strata 1 Farmasi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga tersusunnya hasil penelitiaan ini,
ucapan terima kasih penulis sampaikan terutama kepada:
1. Ibu apt. Siti Mariam, M. Farm selaku Ketua sekaligus Pembimbing 1
Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor.
2. Bapak Dr. Achmad Fauzi Isa, M.Sc selaku Pembantu Ketua 1 Sekolah
Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor.
3. Bapak apt. Ferry Effendi, M. Farm selaku Kepala Prodi S1 Sekolah Tinggi
Teknologi Industri dan Farmasi Bogor.
4. dr. Indra Lesmana selaku Pembimbing 2 Klinik Azka Kecamatan Cicurug
Sukabumi.
5. Papa Gondo, alm mama Icah dan mama Sukaenah atas dukungan,
kesabaran, keikhlasan dalam mendoakan, memberikan kasih sayang dengan
rasa cinta yang tulus penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih
tanpa perjuangan empah dan mama penulis tidak akan ada di titik ini.
6. Kakak-kakak yang telah memberikan dukungan serta semangat kepada
penulis selama ini.
7. Azki Widianto yang telah memberikan dukungan dan semangat
8. Deastari Amalia, Elma Agnesilvia, Hertika, Riska Nurjanah, Siti Salma
Salsabila, Yasinta Larasati yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
9. Teman-teman Angkatan 20 (Hopty 20) yang telah memberikan motivasi dan
saran.

10. Seluruh teman-teman semuanya yang telah memberikan semangat kepada

iii
penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini

11. Dosen-dosen Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor yang
telah memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan proposal ini
12. Para staf akademik dan Klinik Azka yang telah membantu penulisan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Hasil Penelitian ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kririk dan saran yang
membangun. Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat
bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, Desember 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK........................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah........................................................................... 2
1.3. Batasan Masalah ................................................................................ 3
1.4. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 3
1.5. Hipotesis............................................................................................ 3
1.6. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.7. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
2.1. ISPA .................................................................................................. 5
2.1.1 Etiologi ISPA ................................................................................ 5
2.1.2. Klasifikasi ISPA............................................................................ 5
2.1.3. Penceganhan ISPA ........................................................................ 6
2.1.4. Penatalaksanaan Kasus ISPA ........................................................ 7
2.2. Drug Related Problem (DRP) ............................................................ 9
BAB 3 METODE PENELITIAN..................................................................... 15
3.1. Desain Penelitian ............................................................................. 15
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 15
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 15
3.3.1. Populasi Penelitian ...................................................................... 15
3.3.2. Sampel Penelitian ........................................................................ 15
3.4. Kritria Inklusi dan Eksklusi ............................................................. 15
3.4.1. Kriteria Inklusi ............................................................................ 15
3.4.2. Kriteria Eksklusi ......................................................................... 16
3.5. Landasan Teori ................................................................................ 16
3.6. Kerangka Konsep ............................................................................ 17

v
3.7. Definisi Operasional ........................................................................ 18
3.8. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................ 19
3.9. Analisa Data .................................................................................... 19
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 20
4.1 Demografi Pasien ............................................................................ 20
4.1.1 Umur ........................................................................................... 20
4.1.2 Jenis Kelamin .............................................................................. 21
4.1.3 Gejala Penyakit............................................................................ 22
4.2. Profil Penggunaan Obat.................................................................... 22
4.3. Drug Related Problems (DRPs) ....................................................... 24
4.3.1 Dosis Rendah .............................................................................. 25
4.3.2 Dosis Tinggi ................................................................................ 26
4.3.3 Obat Tanpa Indikasi..................................................................... 27
4.3.4 Indikasi Tanpa Obat ................................................................... 27
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................ 28
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 28
5.2 Saran................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 29
LAMPIRAN ..................................................................................................... 31

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Variabel Bebas dan Terikat ..............................................................17

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Penelitian ................................................................................ 31
2. Data Pasien ISPA Anak ...................................................................... 32
3. DRPs .................................................................................................. 48
4. Surat Izin Penelitiaan .......................................................................... 53

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi di dunia. Hampir 4 juta orang meninggal
akibat ISPA setiap tahun, dan sebanyak 98% di antaranya disebabkan oleh infeksi
saluran pernapasan bawah. Angka kematian bayi, anak, dan lansia tinggi, terutama
di negara berpenghasilan rendah dan menengah per kapita. Demikian pula, ISPA
merupakan salah satu penyebab utama rawat jalan atau rawat inap di institusi
pelayanan kesehatan, terutama di sektor penitipan anak (WHO, 2007).
Berdasarkan data penelitian kesehatan dasar (Riskesdas, 2013), prevalensi
nasional ISPA di Indonesia adalah 25%. Karakteristik penduduk ISPA tertinggi
pada kelompok umur 1-4 tahun adalah 25,8%. Sedangkan prevalensi ISPA pada
anak usia 5-14 tahun adalah 15,4% (Riskesdas, 2013), meningkat dibandingkan
dengan prevalensi ISPA tahun 2007 sebesar 9,2% (Depkes RI, 2013). Di antara
pasien yang dikonfirmasi saja, prevalensi ISPA di Provinsi Bangka Belitung
sebesar 9,2%, dan pasien yang didiagnosis gejala sebesar 23,4% (Depkes RI, 2013).
Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini
dimulai dengan demam dan disertai dengan satu atau lebih gejala: radang
tenggorokan atau nyeri menelan, pilek, batuk kering atau dahak (Depkes, 2013).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Muharni (2014) dari hasil analisa
ditemukan ketidaktepatan indikasi sebesar 33,7%. Penilaian evaluasi
ketidaktepatan indikasi sebesar 33,7% secara langsung menyebabkan
ketidaktepatan pada tepat obat, tepat pasien, tepat regimen serta waspada efek
samping.
Drug Related Problems adalah bagian dari kesalahan pengobatan atau
kegagalan pengobatan. Penggunaan obat dalam pengobatan penyakit bertujuan
untuk menyembuhkan, mencegah gejala dan meningkatkan kualitas hidup
penderita. Namun dalam proses dan hasil pengobatannya, banyak ditemukan
masalah kesehatan (Arlinda, 2016). Obat dikatakan rasional jika penggunaannya
tepat, efektif, aman dan ekonomis (IONI, 2008).

1
2

Menurut Cipolle et al., (1998) Drug Related Problems (DRPs) dapat


diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu kurang dosis, dosis lebih, salah
obat, terapi yang tidak perlu, efek samping yang merugikan, butuh terapi tambahan
serta kepatuhan pasien. Berdasarkan data dari Medication Management Sistem dari
22.694 pasien yang menerima pengobatan terdapat 88.556 kasus DRP yang terbagi
atas 58,3% yang membutuhkan terapi tambahan, 13,5% menerima terapi yang tidak
perlu, 19,1% pasien membutuhkan terapi yang berbeda, 36,6% pasien mendapatkan
terapi dengan dosis rendah, 14,6% mendapatkan terapi dengan dosis tinggi, 26,5%
pasien mengalami efek samping obat yang tidak diinginkan dan 28% terkait
masalah ketidakpatuhan pasien (Cipolle et al., 1998).
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian DRPs pada
pasien masih terjadi pada anak-anak. Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
serta meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pengobatan atau yang dikenal
dengan kejadian DRPs, tenaga kesehatan perlu memahami lebih dalam tentang
farmakokinetika obat yang digunakan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
untuk mengevaluasi terapi ISPA pada pasien anak di Klinik Azka Kecamatan
Cicurug Sukabumi terhadap kemungkinan terjadinya Drug Related Problems
(DRPs). Permasalahan yang diambil dari peneliian ini adalah jenis Drug Related
Problems (DRPs) apa yang sering terjadi serta berapa jumlah kejadian masing-
masing DRP tersebut dalam terapi ISPA di Klinik Azka Kecamatan Cicurug
Sukabumi yang dilihat dari data rekam medis pasien.

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana sosiodemografi pada pasien ISPA anak di Klinik Azka


Kecamatan Cicurug Sukabumi?
b. Bagaimana gambaran pengobatan pada pasien ISPA anak di Klinik Azka
Kecamatan Cicurug Sukabumi?
c. Apakah terjadi Drug Related Problem (DRP) pada pasien ISPA anak di Klinik
Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi?
3

1.3 Batasan Masalah


Penelitian ini dibatasi pada:
a. Sosiodemografi pasien ISPA anak di Klinik Azka Kecamatan Cicurug
Sukabumi pada periode Juni – Agustus 2021.
b. Gambaran pengobatan pasien ISPA anak di Klinik Azka Kecamatan Cicurug
Sukabumi pada periode Juni – Agustus 2021.
c. Evaluasi Drug Related Problem (DRP) pasien ISPA anak di Klinik Azka
Kecamatan Cicurug Sukabumi pada periode Juni – Agustus 2021 meliputi:
dosis rendah, dosis tinggi, obat tanpa indikasi dan indikasi tanpa obat.

1.4 Kerangka Pemikiran


Profil pasien penyakit ISPA yang menggunakan obat ISPA dapat diketahui
dari data rekam medik pasien rawat jalan Klinik Azka. Dari data tersebut dapat
dianalisis Drug Related Problems (DRPs) pada pasien ISPA selama terapi
berlangsung, data yang diambil meliputi: umur, jenis kelamin, gejala, dan dosis.
Penelitian ini menggunakan metode Cipolle, terdapat 4 kategori DRP yaitu : dosis
rendah, dosis tinggi, obat tanpa indikasi dan indikasi tanpa obat.

1.5. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dinyatakan, maka hipotesis
penelitian ini adalah: terjadi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien infeksi
saluran pernapasan akut di Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi.

1.6. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui sosiodemografi pasien ISPA pada anak di Klinik Azka
Kecamatan Cicurug Sukabumi.
b. Untuk mengetahui gambaran pengobatan pasien ISPA pada anak di Klinik Azka
Kecamatan Cicurug Sukabumi.
c. Untuk mengetahui adanya kejadian Drug Related Problems (DRPs)
pasien ISPA pada anak di Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi.
4

1.7. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Bagi Penulis
menambah pengetahuan peneliti tentang DRP Sebagai masukan kepada
pengambil kebijakan dalam hal penulisan peresepan obat

b. Bagi Instansi
hasil penelitian dapat digunakan untuk bahan evaluasi bagi pihak Klinik
mengenai pelaksanaan pengobatan pasien anak infeksi saluran pernapasan akut
di Klinik Azka, kec. Cicurug, Sukabumi. Meminimalkan kejadian DRPs
sehingga memaksimalkan terapi.

c. Bagi Pembaca
Dapat memberikan informasi mengenai penggunaan obat ISPA pada anak
Sebagai tambahan bagi pembaca mengenai DRP. sebagai bahan pertimbangan
untuk peneliti selanjutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan
akut yang menyerang tenggorokan, hidung, dan paru-paru selama kurang lebih 14
hari. ISPA memengaruhi struktur saluran di atas tenggorokan, tetapi sebagian besar
penyakit ini memengaruhi stimulan saluran pernapasan atas dan bawah (Muttaqin,
2008). ISPA merupakan penyakit yang menyerang satu atau lebih saluran udara dari
hidung menuju alveoli, termasuk pelengkap seperti sinus, rongga telinga tengah,
dan pleura (Nelson, 2003).

2.1.1. Etiologi ISPA


Penyebab ISPA mencakup lebih dari 300 bakteri, virus, dan penyakit.
Bakteri penyebab ISPA terutama dari Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophilus, Bordella dan Kobella. Virus penyebab ISPA antara
lain virus mycoplasma, adenovirus, coronavirus, picornavirus, mycoplasma, virus
herpes, dll (Suhandayani, 2007)

2.1.2. Klasifikasi ISPA


A. Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan
dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):
a. Kelompok umur kurang dari 2 bulan.
Pneumonia berat disertai dengan penarikan kuat dinding bawah atau
pernapasan cepat. Batas pernapasan cepat untuk orang yang berusia kurang dari 2
bulan adalah 6 atau lebih per menit. Non-pneumonia (flu biasa dan batuk) jika tidak
ada tanda-tanda kuat menarik di dinding dada bagian bawah atau sesak napas.
Tanda bahaya bagi orang yang berusia kurang dari 2 bulan adalah: kurangnya
kemampuan minum (kemampuan minum air turun di bawah 1/2 dari jumlah
keracunan biasa), kejang, kesadaran menurun, punggung kuda, mengi,
demam/menggigil.

5
6

b. Rentang usia 2 bulan-5 tahun.


Jika pneumonia berat disertai sesak napas, yaitu saat anak menghirup (anak
harus tetap tenang dan tidak menangis atau meronta saat pemeriksaan) dinding dada
bagian bawah ditarik. Pneumonia sedang disertai dengan pernapasan cepat. Batasan
dari pernapasan cepat adalah:
Untuk usia 2 bulan hingga 12 bulan = 50 denyut per menit atau lebih, untuk usia 1-4
tahun = 40 denyut per menit atau lebih, non- pneumonia jika tidak ada tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada pernapasan cepat. Tanda bahaya pada
kelompok umur 2 bulan sampai 5 tahun yaitu: ketidakmampuan minum alkohol,
kejang, kesadaran menurun, pelana, kurang gizi.

B. Klasifikasi ISPA menurut tingkat beratnya (Depkes RI 2002) Berdasarkan


berat dan ringannya, ISPA dibedakan menjadi:
a. ISPA ringan, seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala
batuk, pilek dan sesak.
b. ISPA sedang, ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih
dari 39°C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. ISPA berat, gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,
nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

2.1.3. Pencegahan ISPA


Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi untuk menjaga kesehatan Dengan menjaga kesehatan
gizi yang baik maka akan menghindarkan kita dari penyakit seperti ISPA.
Misalnya dengan mengonsumsi makanan empat sehat, lima sempurna,
banyakminum air putih, olahraga teratur, dan istirahat yang cukup, semua itu
akan membuat tubuh kita tetap sehat. Karena tubuh yang sehat, kekebalan tubuh
kita akan diperkuat sehingga mencegah virus / bakteri masuk ke dalam tubuh
kita.
7

b. Imunisasi sangat penting untuk anak-anak dan orang dewasa. Imunisasi adalah
untuk menjaga kekebalan tubuh agar tidak tertular berbagai penyakit yang
disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan individu dan lingkungan, ventilasi dan penerangan udara
yang baik akan mengurangi polusi asap / asap rokok dapur dalam ruangan,
sehingga mencegah orang lain menghirup asap yang dapat menyebabkan
penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat menjaga kondisi sirkulasi udara
(atmosfer) agar tubuh manusia tetap segar dan sehat.
d. Mencegah anak agar tidak bersentuhan dengan penderita ISPA. Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus / bakteri yang ditularkan
melalui udara yang tercemar oleh orang yang terinfeksi penyakit ini dan masuk
ke dalam tubuh manusia. Bibit penyakit ini biasanya ada dalam bentuk virus /
bakteri di udara, biasanya berupa aerosol (tersuspensi di udara). Bentuk aerosol
adalah droplet, nukleus (sisa sekresi dari saluran pernafasan yang dilepaskan dari
tubuh dalam bentuk tetesan dan melayang di udara), dan yang kedua adalah
douplet (campuran bakteri).

2.1.4. Penatalaksanaan Kasus ISPA


Pedoman pengobatan ISPA akan memberikan pedoman standar pengobatan
ISPA, yang akan mengurangi penggunaan antibiotik pada kasus flu dan batuk biasa
serta mengurangi penggunaan obat batuk yang tidak berguna. Strategi
penatalaksanaan kasus juga mencakup pedoman pemberian makanan dan minuman
sebagai tindakan penunjang penting bagi pasien ISPA. Penatalaksanaan ISPA
mencakup langkah-langkah atau tindakan berikut (Smeltzer dan Bare, 2002).

a. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibu, memperhatikan dan mendengarkan
informasi anak tersebut. Hal ini sangat penting agar anak tidak menangis selama
pemeriksaan (menangis akan meningkatkan kecepatan pernapasan). Untuk itu,
mohon untuk meletakkan anak di punggung ibunya. Penghitungan nafas bisa
dilakukan tanpa melepas pakaian.
8

Jika pakaian anak Anda sangat tebal, Anda mungkin perlu membukanya
sedikit untuk mengamati pergerakan dadanya. Untuk melihat tarikan dada bagian
bawah, pakaian anak harus dibuka sedikit. Diagnosis dan klasifikasi dapat
dilakukan tanpa menggunakan Stetoskop pneumonia untuk auskultasi.

b. Pengobatan
1) Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
2) Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan
dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran
kelenjar getah bening di leher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh
kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

c. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA.
1) Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,
celupkan pada air (tidak perlu air es)
9

2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan
tiga kali sehari.
3) Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang- ulang yaitu
lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi
yang menyusu tetap diteruskan.
4) Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak
dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan
akan menambah parah sakit yang diderita.
5) Lain-lain

a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.
b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan
dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi
cukup dan tidak berasap.
d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka
dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas
usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama
5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan
agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk
pemeriksaan ulang.

2.2. Drug Related Problem (DRP)


Drug Related Problem (DRP) adalah kejadian yang tidak diharapkan, dalam
bentuk pengalaman pasien yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat,
dapat mengganggu keberhasilan pengobatan yang diharapkan (Cipolle et al., 1998).
10

Pharmaceutical Care Network Europe Foundation mendefinisikan masalah


terkait obat (DRP) sebagai peristiwa yang melibatkan pengobatan obat yang
sebenarnya atau dapat mengganggu hasil pengobatan (PCNE, 2010).Pada tahap
proses perawatan pasien, identifikasi DRP merupakan fokus penilaian akhir dan
pengambilan keputusan (Cipolle et al., 2004).
Klasifikasi Drug Related Problems (DRPs)

Menurut Cipolle et al. (1998), DRP terbagi menjadi 7 kategori yaitu, pemilihan
obatyang salah, dosis rendah, dosis tinggi, perlu pengobatan tambahan (tidak ada
indikasi obat), pengobatan tidak perlu (tidak ada indikasi obat), Efek samping yang
merugikan, dan kepatuhan pasien.
Situasi masing-masing kategori DRP dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Ketidaktepatan pemilihan obat adalah situasi di mana pasien telah diberi


resep obat yang salah. Pertama, terapi obat yang digunakan untuk merawat kondisi
fisik pasien tidak efektif. Kedua, obat yang diterima pasien bukanlah obat yang
paling efektif. Ketiga, pasien memiliki kontraindikasi atau alergi terhadap obat
yang diterima. Keempat, pasien menerima kombinasi obat yang seefektif
monoterapi. Kelima, pasien akan menerima obat yang lebih mahal daripada obat
yang lebih murah dengan potensi yang sama (Mahmoud, 2008).
b. Dosis rendah

Dosis rendah dapat menyebabkan DRP, karena dosis tidak mencukupi atau
terlalu rendah untuk menghasilkan respons yang diinginkan, membuat obat tidak
dapat menjalankan peran yang seharusnya. Oleh karena itu, apoteker klinik perlu
menyesuaikan dosis obat sesuai dengan semua obat yang benar, penyakit dan
informasi khusus pasien untuk mengurangi jumlah masalah pengobatan pasien.
Selain itu, parameter seperti usia dan berat badan seringkali dapat digunakan untuk
membantu menentukan dosis obat yang optimal bagi pasien (Mahmoud, 2008).
c. Dosis tinggi

Seperti yang dijelaskan oleh Cipolle et al. (1998), ketika pasien menerima dosis
obat yang terlalu tinggi dan mengalami efek toksik yang bergantung pada dosis atau
konsentrasi, ini menunjukkan bahwa pasien mengalami DRP. Alasannya adalah
11

peningkatan dosis obat yang cepat, frekuensi pemberian,


lamanya pengobatan, metode pemberian yang tidak tepat kepada pasien, dan
konsentrasi obat yang melebihi kisaran terapi seperti dosis salah, frekuensi tidak
tepat, jangka waktu tidak tepat dan adanya intraksi obat (Cipolle et al., 1998).
d. Indikasi Tanpa Obat

Indikasi tanpa obat adalah ketika pasien memiliki penyakit medis baru yang
membutuhkan pengobatan, pasien memiliki penyakit kronis lain yang memerlukan
pengobatan lebih lanjut, pasien membutuhkan kombinasi obat untuk mendapatkan
sinergi, dan pasien berpotensi untuk menjalani pengobatan, tidak akan ada tanda
pengobatan. . Risiko penyakit baru itu dapat dicegah melalui penggunaan
pengobatan, obat pencegahan, atau obat pencegahan (Mahmoud, 2008).
e. Obat Tanpa Indikasi

Obat tanpa indikasi terjadi bila pasien mendapat pengobatan obat yang tidak
perlu, maka akan ada obat tanpa indikasi, namun tidak ada indikasi klinis saat itu.
Ada banyak alasan untuk obat non-indikasi (Mahmoud, 2008).
f. Reaksi Obat yang Merugikan

Reaksi obat yang merugikan adalah reaksi merugikan yang disebabkan oleh
obat-obatan dan tidak dapat diprediksi berdasarkan konsentrasi dosis atau efek
farmakologis (Mahmoud, 2008).
g. Ketidakpatuhan Pasien

Ketidakpatuhan pasien terjadi ketika pasien tidak menggunakan obat sesuai


dengan aturan yang diberikan dan keadaan keuangan pasien tidak mampu
membelinya, pelanggaran pasien dapat terjadi, sehingga pasien tidak dapat
mengganti obat yang diresepkan. Dalam hal ini, diperlukan bantuan apoteker untuk
memberikan informasi obat kepada pasien guna mendapatkan efek terapeutik yang
diinginkan (Strand et al., 1990).
12

Klasifikasi DRPs dan penyebabnya menurut Cipolle, et al.,(2004) disajikan


pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi DRPs menurut Cipolle

DRP Kemungkinan kasus pada DRP


a. Pasien dengan penyakit baru
membutuhkan pengobatan terbaru
b. Pasien dengan penyakit kronis
membutuhkan tindak lanjut perawatan
medis
Indikasi tanpa obat c. Penderita penyakit Perlu menggabungkan
obat untuk mencapai sinergi atau
peningkatan
d. Pasien yang berisiko mengalami kondisi
kesehatan baru dapat dicegah dengan:
Penggunaan obat pencegahan
a. Pasien yang mendapat obat yang tidak
sesuai indikasi
b. Pasien dengan keracunan obat atau hasil
pengobatan
c. Pengobatan pasien yang minum
obat,tembakau dan alcohol
Obat tanpa indikasi d. Pasien dalam kondisi pengobatan yang
lebih baik tidak ada obat
e. Pasien yang memakai banyak obat hanya
bisa diobati dengan satu obat bekas
f. Pasien yang mendapat pengobatan bisa
sembuh dapat menghindari reaksi yang
merugikan
a. Penderita alergi
b. Pasien menerima obat yang paling tidak
efektif digunakan untuk menyembuhkan
c. Pasien dengan faktor risiko
kontraindikasi pengobatan
Obat salah d. Pasien menerima obat yang efektif, tetapi
sudah obat lain yang lebih murah
e. Pasien menerima obat yang efektif tetapi
tidak aman
f. Orang yang terinfeksi kebal terhadap
obat yang diberikan
a. Dengan pengobatan yang digunakan,
penderita menjadi sulit untuk
disembuhkan
Dosis obat kurang b. Pasien menerima kombinasi produk yang
tidak perlu yang dapat diberikan oleh
obat perawatan yang tepa
c. Dosis yang digunakan terlalu rendah
13

DRP Kemungkinan kasus pada DRP

menimbulkan reaksi
d. Konsentrasi obat dalam serum pasien
lebih rendah dari rentang pengobatan
yang diharapkan
e. Waktu profilaksis antibiotik (pra
operasi) memberi terlalu cepat
f. Dosis dan fleksibilitas pasien yang
tidak memadai
g. Pengobatan diubah sebelum
pengobatan uji coba yang memadai
untuk pasien
h. Pemberian obat terlalu cepat
Reaksi obat merugikan a. Obat yang digunakan berbahaya bagi
pasien
b. Pasokan obat mengarah ke obat lain
atau makanan pasien
c. Zat yang dapat dimakan dapat
mengubah khasiat obat sabar
d. Penghambat enzim yang dimodifikasi
obat atau penginduksi obat lain
e. Efek obat dapat diubah dengan
transfer obat dari situs pengikatan obat
lain
f. Hasil laboratorium berubah karena
gangguan obat lain
Dosis obat lebih a. Dosisnya terlalu tinggi
b. Konsentrasi obat dalam serum pasien
lebih tinggi dari rentang pengobatan
yang diharapkan
c. Dosis obat meningkat terlalu cepat
d. Tidak ada perubahan dalam obat, dosis,
rute, atau formulasi benar
e. Dosis dan interval salah
Ketidak patuhan pasien a. Pasien tidak menerima aturan
penggunaan obat yang benar (tulisan,
pengobatan, pemakaian)
b. Pasien tidak mengikuti
(mematuhi) rekomendasi pengobatan
yang diberikan
c. Pasien tidak mengonsumsi obat resep
karena harganya mahal
d. Pasien tidak menggunakan banyak obat
resep diberikan karena kurang
pengertian
e. Pasien tidak menggunakan banyak obat
resepnya adalah karena dia merasa baik
14

Klasifikasi DRP menurut Pharmaceutical Care Network Europe Foundation


(PCNE) Classification V 8.0 (2017) dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2 Klasifikasi DRP menurut PCNE V 8.0
Kode Domain Utama
Masalah (Problems) P1 Efektivitas terapi
P2 Keamanan terapi
P3 Lain-lain
Penyebab (Causes) C1 Pemilihan obat
C2 Pemilihan bentuk sediaan
C3 Pemilihan dosis
C4 Penentuan lama pengobatan
C5 Dispensi obat
C6 Proses penggunaan obat
C7 Pasien
C8 Lainnya
Perencanaan intervensi I0 Tanpa intervensi
I1 Pada tataran penulis resep
I2 Pada tataran pasien
I3 Pada tataran obat
I4 Lainnya
Penerimaan intervensi A1 Intervensi diterima
A2 Intervensi tidak diterima
A3 Lainnya
Status DRP O0 Hasil intervensi tidak diketahui
O1 Masalah terselesaikan secara tuntas
O2 masalah terselesaikan sebagian
O3 Masalah tidak terselesaikan
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pengambilan data secara prospektif sesuai dengan kondisi di Klinik. Data diambil
dari instalasi rawat jalan Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi periode Juni -
Agustus 2021.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2021
bertempat di Klinik Azka, Kp. Bangbayang, RT03/RW02, Kecamatan Cicurug,
Sukabumi, Jawa Barat 43359

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah pasien ISPA anak
yang berobat di Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi periode Juni – Agustus
2021. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 36 pasien.

3.3.2 Sampel Penelitian


Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah total sampling dari
seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi pada pasien anak Klinik Azka,
Kecamatan Cicurug, Sukabumi. Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang
memenuhi kriteria inklusi yaitu sebanyak 36 pasien.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1. Kriteria Inklusi
a. Pasien anak berusia 0-11 tahun yang terdiagnosa infeksi saluran
pernapasan akut
b. Data rekam medik pasien lengkap dan jelas terbaca
c. Pasien yang menjalani pengobatan rawat jalan di Klinik Azka, Kecamatan.
Cicurug, Sukabumi

15
16

3.4.2. Kriteria Eksklusi


a. Pasien anak infeksi saluran pernapasan akut dengan penyakit penyerta

3.5. Landasan Teori


Drug related problems (DRPs) merupakan suatu peristiwa atau kondisi
pengobatan Secara potensial atau sebenarnya dapat mempengaruhi hasil perawatan
yang ideal (Bemt dan Egberts, 2007). Klasifikasi DRPs terbagi menjadi 4 jenis yaitu
masalah efek pengobatan, reaksi merugikan, biaya pengobatan dan masalah lainnya
(PCNE, 2010). Mengenali DRP dalam pengobatan penting untuk ketertiban
mengurangi morbiditas, mortalitas dan biaya Pengobatan (Ernst dan Grizzle, 2001).
Drug Related Problems (DRPs) merupakan bagian dari medication error
atau kegagalan terapi. Penggunaan obat di dalam pengobatan suatu penyakit
bertujuan untuk menyembuhkan, mencegah timbulnya gejala serta meningkatkan
kualitas hidup pasien. Namum dalam proses maupun hasil terapi seringkali
ditemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan obat (Arlinda, 2016).
Evaluasi DRP pada terapi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada
pasien anak di Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi dilakukan melalui
pengamatan data rekam medis pada pasien anak. Pengamatan rekam medis
dilakukan dengan mengambil data seluruh pasien ISPA anak pada periode Juni
sampai dengan Agustus 2021, diperoleh 36 pasien anak dengan diagnosa penyakit
ISPA dan seluruh pasien memenuhi kriteria inklusi.
Data yang diambil dari rekam medis pasien meliputi umur, jenis kelamin,
diagnosis, gejala dan dosis. Evaluasi DRP pada terapi ISPA pada pasien anak ini,
dilakukan terhadap dosis rendah, dosis tinggi, indikasi tanpa obat, dan obat tanpa
indikasi.
17

3.5 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dibawah ini menunjukan hubungan antara variabel yang
akan diteliti dan disusun berdasarkan kerangka teori yang telah diuraikan
sebelumnya. Kerangka konsep tersebut sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Obat-obat terapi yang


digunakan pasien ISPA: Jumlah dan jenis DRP
yang terjadi pada pasien
1. Antibiotik anak penderita ISPA:
2. Dekongestan 1. Dosis rendah
3. Antihistamin 2. Dosis tinggi
4. Mukolitik 3. Obat tanpa indikasi
ekspektoran 4. Indikasi tanpa obat
5. Bronkhodilator
6. Analgetik
7. Antipiretik
8. Vitamin Variabel Perancu

1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Gejala
18

3.6 Definisi Operasional


Tabel 1. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Skala
1). Antibiotik
2). Dekongestan
Zat apapun yang
3). Antihistamin
menyebabkan
4). Mukolitik
Obat terapi perubahan fisiologi
1 ekspektoran Nominal
ISPA atau psikologi
5). Bronkhodilator
organisme saat
6). Analgetik
dikonsumsi.
antipiretik
7). Vitamin
Klasifikasi usia
pasien anak
menurut depkes
RI (2009) :
1). Bayi : < 1
tahun
Rentang kehidupan yang
2 Umur Interval
di ukur dengan tahun 2). Batita : 1 – 3
tahun
3). Balita : 3 – 5
tahun
4). Anak – anak
: 5 – 11 tahun
Kondisi fisik yang
Jenis menentukan status 1). Laki-laki
3 Nominal
kelamin seseorang laki-laki atau 2). Perempuan
perempuan.
Pengindikasian 1). Panas
keberadaan sesuatu 2). Batuk
4 Gejala penyakit atau gangguan Nominal
kesehatan yang tidak 3). Pilek
diinginkan. 4). Sesak
Keadaan dimana pasien
menerima terapi obat
5 Dosis rendah Nominal
dengan dosis obat yang
terlalu rendah.

penggunaan dosis yang


Dosis
6 lebih tinggi dari batas Nominal
tinggi
dosis biasa
19

Pasien mendapatkan
pengobatan yang tidak
Obat tanpa perlu, tidak ada indikasi
7 Nominal
indikasi klinis.

Pasien memiliki penyakit


medis baru, memiliki
penyakit kronis lain,
Indikasi membutuhkan kombinasi
8 Nominal
tanpa obat obat, dan pasien
berpotensi
menjalani pengobatan.

3.7 Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan rekam medis
pasien infeksi saluran pernafasan akut di instalasi rawat jalan di di Klinik Azka,
Kecamatan. Cicurug, Sukabumi periode Juni – Agustus 2021. Data yang
dikumpulkan kemudian diolah berdasarkan karakteristik yang sama dari pasien,
yaitu jenis kelamin, usia, diagnosa, dan penggunaan terapi obat pasien, lalu
diidentifikasi masalah terapi obat yang terjadi pada pasien. Dimana penyajian data
dilakukan dengan:
a. Pengumpulan data rekam medis pasien
b. Seleksi dan pengelompokan data berdasarkan kriteria inklusi
c. Identifikasi DRP, meliputi: indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, dosis obat
kurang, dosis obat lebih.
d. Menganalisis data
e. Penarikan kesimpulan

3.8 Analisis Data


Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif berupa
tabel dan gambar. Tabel akan disajikan untuk menggambarkan data yang bersifat
kuantitatif dan diuraikan untuk menggambarkan data yang bersifat kualitatif.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, evaluasi DRP pada terapi Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada pasien anak di Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi
dilakukan melalui pengamatan data rekam medis pada pasien anak di Klinik Azka
Kecamatan Cicurug Sukabumi. Pengamatan rekam medis dilakukan dengan
mengambil data seluruh pasien ISPA anak pada periode Juni sampai dengan
Agustus 2021, diperoleh 36 pasien anak dengan diagnosa penyakit ISPA dan
seluruh pasien memenuhi kriteria inklusi.
Data yang diambil dari rekam medis pasien meliputi umur, jenis kelamin,
diagnosis, gejala dan dosis. Evaluasi DRP pada terapi ISPA pada pasien anak ini,
dilakukan terhadap dosis rendah, dosis tinggi, indikasi tanpa obat, dan obat tanpa
indikasi.

4.1 Sosiodemografi Pasien


Data sosiodemografi yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur, jenis
kelamin dan gejala.

4.1.1 Umur
Klasifikasi umur pasien anak menurut Depkes RI adalah bayi ( < 1 tahun),
batita ( 1 – 3 tahun ), balita ( 3 – 5 tahun ), anak-anak ( 5 – 11 tahun ).

8%
13%
48%

31%

< 1 tahun 1 - 3 tahun 3 - 5 tahun 5 - 11 tahun

Gambar 1 Persentase pasien ISPA anak berdasarkan umur

20
21

Umur menjadi karakteristik individu utama karena berhubungan erat dengan


keterpaparan penyakit dan besarnya resiko terhadap penyakit tertentu. ISPA
merupakan penyakit yang dapat menyerang semua jenis umur, namun lebih sering
menyerang balita dan lansia (Fujiastuti, 2016). Dari hasil penelitian ini di peroleh
data kasus pasien anak yang paling banyak menderita ISPA adalah kelompok umur
bayi (< 1 tahun ) dengan jumlah 17 pasien dengan hasil persentasi sebesar 47%.
Anak di bawah 5 tahun mudah terkena penyakit karena kekebalan tubuh yang masih
rendah atau imunitas yang dimiliki belum terbentuk sempurna terutama penyakit
infeksi (Putra, 2016).

4.1.2 Jenis Kelamin


Berdasarkan jenis kelamin pasien ISPA anak di Klinik Azka Kecamatan
Cicurug Sukabumi dapat dilihat pada gambar di bawah:

53% 47%

Laki-laki Perempuan

Gambar 2 Persentase pasien ISPA anak berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan gambar 2 diatas terlihat bahwa jenis kelamin perempuan


mengalami ISPA paling banyak dibandingkan laki-laki. Tidak ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA. Belum ada penelitian lebih
lanjut mengenai hal ini, kemungkinan dikarenakan perempuan memiliki aktivitas
yang banyak dilingkungan rumah dan sekitarnya yang terdapat pencemaran udara
dari penggunaan biomasa untuk memasak dan asap rokok.
22

4.1.3 Gejala ISPA


Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan
atas atau bawah, biasanya menular dan dapat menimbulkan berbagai macam
spectrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan
sampai penyakit yang parah dan mematikan (WHO, 2007). Berdasarkan gejala yang
timbul pada pasien anak dapat dilihat pada gambar di bawah:

40
34
35
29 28
Jumlah Pasien

30
25
20
15
10
5 2
0
PanasBatuk Pilek Sesak
Gejala Ispa
Gambar 3 Distribusi pasien ISPA anak berdasarkan gejala penyakit

Berdasarkan gambar 3 diatas diagnosa batuk lebih sering terjadi


dikarenakan pasien anak ISPA lebih banyak terinfeksi pada saluran pernapasan
bagian atas.

4.2 Profil Penggunaan Obat


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data profil penggunaan obat pada
pasien dapat dilihat pada gambar di bawah:

40 36 32 32
Jumlah Pasien

30 22
14 17
20 13
10 5
0

Golongan Obat ISPA

Gambar 4 Profil Penggunaan Obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut


23

Pada gambar 4 obat yang paling banyak digunakan adalah antibiotik karena
ISPA merupakan penyakit yang salah satunya disebabkan oleh bakteri. Sehingga
antibiotik diperlukan dalam terapi ini karena antibiotik dapat membunuh dan
menghambat bakteri. Antibiotik yang digunakan adalah Cefixime dan Amoxicillin.
Cefixime termasuk ke dalam golongan antibiotik sefalosporin generasi III. Obat ini
bekerja dengan cara menghambat pembentukan dinding sel bakteri. Dengan begitu,
bakteri tidak dapat bertahan hidup. Amoxicillin merupakan golongan penisilin
dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat
satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein sehingga menyebabkan penghambatan
pada tahap akhir dalam dinding sel bakteri. Akibatnya sel terhambat dan sel bakteri
menjadi pecah/lisis (Khairunnisa, 2016).
Obat simptomatis yang paling banyak digunakan adalah paracetamol dan
dexamethasone. Hal ini karena gejala umum pada pasien ISPA salah satunya adalah
demam. Paracetamol digunakan untuk membantu mengurangi gejala demam terkait
infeksi pernapasan (Depkes RI, 2007). Obat ini bekerja dengan cara menghambat
sintesis prostaglandin terutama di Sistem Saraf Pusat (SSP). Obat lain yang
digunakan adalah dexamethasone. Dexamehasone digunakan untuk mengobati
keluhan nyeri yang diinduksi oleh proses inflamasi (Schams & Goldman, 2012).
Dexamethasone merupakan golongan obat kortikosteroid yang bekerja dengan cara
menurunkan peradangan dan menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Golongan mukolitik ekspektoran yang digunakan adalah ambroxol,
sanadryl DMP dan lapisiv. Penggunaan ambroxol digunakan untuk mengencerkan
batuk berdahak pada anak. Obat ini bekerja dengan cara memecah serat asam
mukopolisakarida yang membuat dahak lebih encer dan mengurangi adhesi lendir
pada dinding tenggorokan sehingga mempermudah pengeluaran lendir pada saat
batuk. Sanadryl digunakan untuk mengatasi batuk tidak berdahak yang disebabkan
karena alergi. Obat ini mengandung dextromethorpan HBr yang berperan sebagai
antitusif atau penekanan batuk yang bekerja pada pusat stimulan batuk di otak.
Lapisiv merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala pilek seperti
bersin-bersin yang disertai batuk karena alergi.
Golongan vitamin yang digunakan adalah apecur, caviplex dan vitamin c.
Vitamin pada pasien diberikan untuk memperkuat sistem imun anak, karena pada
24

pasien infeksi saluran pernapasan atas imunitas anak sangat lemah, sehingga perlu
diberikan vitamin. Apecur digunakan untuk meningkatkan nafsu makan anak dan
membantu masa pertumbuhan. Caviplex digunakan untuk membantu memenuhi
kebutuhan vitamin dan mineral. Vitamin c diperlukan untuk mencegah dan
mengatasi kekurangan vitamin c, vitamin c juga memiliki efek antioksidan yang
dapat membantu tubuh melawan radikal bebas.
Golongan antihistamin yang digunakan adalah cetirizine dan ctm. Cetirizine
merupakan antihistamin generasi kedua kurang menyebabkan sedasi dan
merangsang SSP. Antihistamin bekerja dengan menghambat pelepasan mediator
inflamasi seperti histamine serta memblok migrasi sel (Jackson et al., 1997). Ctm
digunakan untuk mengurangi gejala bersin-bersin yang disebabkan karena gejala
pilek pada pasien. Obat ini bekerja secara antagonis terhadap efek histamin pada
reseptor H1, dimana dapat menyebabkan efek samping berupa mengantuk.
Golongan dekongestan yang digunakan adalah tremenza dan lapifed.
Tremenza digunakan untuk meringankan gejala-gejala flu karena alergi pada
saluran pernapasan bagian atas yang memerlukan dekongestan nasal dan
antihistamin. Obat ini bekerja sebagai antihistamin yang mengurangi efek kimiawi
histamin alami di dalam tubuh. Lapifed merupakan obat kombinasi antihistamin
dan dekongestan untuk meringankan bersin-bersin, hidung gatal, hidung mampet
dan terutama yang disebabkan oleh alergi. Obat ini bekerja dengan cara
menghambat efek dari zat histamin pada sel-sel dalam tubuh.
Golongan bronkhodilator yang digunakan adalah salbutamol. Salbutamol
digunakan untuk mengobati asma, penyempitan bronkus yang dipicu olahraga dan
penyakit paru obstruktif kronis. Obat ini bekerja dengan cara melemaskan otot-otot
disekitar saluran pernapasan yang menyempit, sehingga udara dapat mengalir lebih
lancar ke dalam paru-paru.

4.3 Drug Related Problems (DRPs)


Kategori DRP pada penilitian ini meliputi kategori dosis rendah, dosis
tinggi, indikasi tanpa obat dan obat tanpa indikasi. Berdasarkan hasil analisis DRP
dapat dilihat pada gambar di bawah:
25

0%
18%
49%
33%

Dosis rendah Dosis tinggi


Obat tanpa indikasi Indikasi tanpa obat

Gambar 5 Kategori DRPs


Adapun angka kejadian DRP yang paling banyak terjadi pada pasien adalah
DRP kategori obat tanpa indikasi sebanyak 16 kali dengan persentase sebanyak
(48,48%), DRP kategori dosis tinggi sebanyak 11 kali dengan persentase sebanyak
(33,33%), DRP kategori dosis rendah sebanyak 6 kali dengan persentase sebanyak
(18,19%). Sedangkan untuk kategori indikasi tanpa obat tidak ditemukan kejadian
kejadian DRP pada pasien anak penderita ISPA di Klinik Azka Kecamatan Cicurug
Sukabumi.

4.3.1 Dosis Rendah


Menurut Cipolle dkk., 2004 penyebab tidak efektifnya terapi obat pada
pasien antara lain pasien menerima obat dalam jumlah dosis kecil terapi
dibandingkan dosis lazim yang meliputi besaran, frekuensi dan durasi.

6 5
5
Jumlah Pasien

4
3
2 1
1
0
Paracetamol Ambroxol
Obat Dosis Rendah
Gambar 6 Dosis Rendah
26

Berdasarkan hasil penelitian dari 36 kasus pasien ISPA diperoleh 2 jenis


obat (paracetamol dan ambroxol) yang mengalami pemberian obat kurang dari
dosis terapi. Jenis obat yang diberikan kurang dari dosis terapi pada penelitian ini
adalah paracetamol 5 kasus dan ambroxol 1 kasus.
Pemberian paracetamol tidak tepat karena berdasarkan literatur MIMMS
dosis paracetamol yang diberikan pada anak adalah 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4 kali satu
hari dan 9-12 tahun, 15-20 ml 3-4 kali satu hari. Pemberian dosis ambroxol
berdasarkan literatur adalah 10 ml 3 kali satu hari. Suatu obat akan menghasilkan
efek terapeutik jika kadar obat dalam darah atau bioavailabilitas obat mencapai
kadar terapi yang di butuhkan untuk menghasilkan efek yang diharapkan. Oleh
karena itu, penggunaan obat dengan dosis terapi yang sesuai sangat penting untuk
menghasilkan efek terapeutik yang menandakan bahwa terapi yang diberikan telah
berhasil (Yusshiammanti, 2015).

4.3.2 Dosis Tinggi


Dosis terlalu tinggi adalah dosis yang diberikan kepada pasien terlalu tinggi
sehingga menimbulkan respon yang tidak diinginkan. Berdasarkan hasil penelitian
pasien ISPA yang mendapatkan dosis terlalu tinggi sebanyak 11 pasien dengan
persentase (33,33%).

Berdasarkan hasil penelitian dari 36 kasus pasien ISPA diperoleh jenis obat
golongan mukolitik yaitu ambroxol. Pemberian ambroxol melebihi dosis terapi
karena berdasarkan literatur (MIMS) 2-5 tahun, 7.5 mg 3 x sehari, sirup 15mg/5ml
atau 30mg/5ml, 1-2 tahun, 7.5 mg/ml tetes.
27

4.3.3 Obat Tanpa Indikasi

16 15
14

Jumlah Pasien
12
10
8
6
4
2 1
0
Cefixime Amoxicillin
Obat Tanpa Indikasi

Gambar 8 Obat Tanpa Indikasi

Pada penelitian ini di peroleh hasil bahwa terdapat 16 pasien (48,48%) yang
mengalami DRP kategori obat tanpa indikasi, obat tanpa indikasi terjadi ketika
pemberian obat tidak sesuai dengan diagnosa pasien. Hal ini dilakukan dengan
melihat data rekam medis pasien kemudian dibandingkan dengan literatur.
Dari data hasil penelitian terdapat 16 pasien yang menerima obat tanpa
indikasi. Pasien yang paling banyak mengalami DRP kategori obat tanpa indikasi
adalah pasien dengan diagnosa bronkhiolitis sebanyak 16 pasien yang masing-
masing diberikan antiniotik cefixime dan amoxicillin. Berdasarkan Clinical
Practice guideline dari American Academy Of Pediatri tahun 2014 menyatakan
bahwa penggunaan antibiotik pada pasien penderita bronkhiolitis tidak
direkomendasikan karena penyebab utama bronkhiolitis adalah virus bukan bakteri,
kecuali dicurigai ada infeksi tambahan.
Pemberian antibiotik pada pasien anak di Klinik Azka Kecamatan Cicurug
Sukabumi dikatakan tidak tepat karena peneliti hanya melihat data yang tercantum
di dalam rekam medis pasien kemudian dibandingkan dengan literatur dan peneliti
tidak mengobservasi keadaan pasien secara langsung untuk melihat gejala klinis
pada pasien.

4.3.4 Indikasi Tanpa Obat


DRP kategori indikasi tanpa obat pada penelitian ini terjadi apabila pasien
menderita penyakit baru selain penyakit ISPA namun tidak mendapatkan terapi dan
28

penanganan yang tepat. Hal ini dilihat dari gejala pasien yang tercatat direkam
medis. Dari hasil penelitian tidak terdapat DRP kategori indikasi tanpa obat pada
pasien anak penderita ISPA di Klinik Azka Kecamatan Cicurug Sukabumi.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari penelitian terhadap 36 pasien anak dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Data sosiodemografi pasien ISPA anak paling banyak kelompok umur bayi (< 1
tahun) sebanyak 17 pasien dengan persentase sebesar (47%), jenis kelamin
perempuan sebanyak 19 pasien dengan persentase sebesar (53%), dan gejala
yang paling banyak adalah batuk sebanyak 34 pasien dengan persentase sebesar
(94,44%).
2. Pengobatan pada pasien ISPA anak di Klinik Azka Kecamatan Cicurug
Sukabumi menggunakan obat: antibiotik sebanyak 36 pasien dengan persentase
sebesar (100%), dekongestan sebanyak 13 pasien dengan persentase sebesar
(36,11%), antihistamin sebanyak 14 pasien dengan persentase sebesar (38,89%),
mukolitik ekspektoran sebanyak 32 pasien dengan persentase sebesar (88,89%),
bronkhodilator sebanyak 5 pasien dengan persentase sebesar (13,89%), analgetik
sebanyak 17 pasien dengan persentase sebesar (47,22%), antipiretik sebanyak 32
pasien dengan persentase sebanyak (88,89%), vitamin sebanyak 22 pasien
dengan persentase sebanyak (61,11%).
3. Jumlah dan persentase Drug Related Problems (DRP) yang terjadi adalah DRP
kategori dosis rendah sebanyak 6 kali dengan persentase sebesar (18,19%), dosis
tinggi sebanyak 11 kali dengan persentase sebanyak (33,33%), dan obat tanpa
indikasi sebanyak 16 kali dengan persentase sebanyak (48,48%), serta tidak
terdapat DRP kategori indikasi tanpa obat.

5.2 Saran
1. Perlu adanya kerjasama dan kolaborasi yang tepat antara dokter, apoteker, dan
tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan kualitas pelayana kefarmasian
dan pengobatan pada pasien, sehingga didapatkan terapi yang tepat, efektif, dan
aman.
2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar meneliti kejadian kejadian DRP
kategori kepatuhan pasien dan ketidaktepatan pemilihan obat serta meneliti

29
penyakit lain.

30
DAFTAR PUSTAKA

Arlinda, Mukaddas, A., dan Faustine I. (2016). Identifikasi drug Related Problems
(DRPs) pada Pasien Anak Gastroenteritis Akut Di Instalasi Rawat Inap
RSUAnutapura Palu. Halaman 43-48.

Cipolle, R J, Strand, L M, dan Morley, P C. (1998). Pharmaceutical Care


Practice. The McGraw Hill Co.

Cipolle, R.J., Strand, L.M., dan Morley, P.C. (1999).Pharmeutical Care Practice.
The Mc Graw Hills Compainies. New York.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Pharmaceutical Care Untuk


Infeksi Penyakit Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002). Pedoman Pemberantasan


Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta : Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2013 dalam Laporan Nasional 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Depkes RI Dirjen Pelayanan Medik. 2005. “Pedoman Pengelolaan Rekam Medis


Rumah Sakit di Indonesia”. Revisi 1. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Direktorat Jendral Pelayanan Medik.

Dipiro, J.T., Talbert, RL., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.
(2008). Phharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Seventh Edition.
New york : Mc Graw-Hill. Halaman 1779-1788.

Fujiastuti G. (2016). Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Infeksi Saluran


Pernapasan Akut (ISPA) Pada Pasien Pediatri Di Instalasi Rawat Inap Salah
Satu Rumah Sakit Daerah Bangka. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Halaman 95-100.

Hapsari, R. Y. D., dan Rahmawati, F. 2010. Gambaran Pengobatan Pada Penderita


Ispa (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Di Puskesmas Trucuk 1 Klaten
Tahun 2010, 11.

Istikomah. (2013). Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Anak
Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2012. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta; Surakarta.

IONI. (2008). Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Badan POM RI.

31
32

Jackson et al. (1997) Ear, Nose and Throat Diseases. Avery’s Drug Treatment.
Auckland: Adis International.

Kemenkes RI, 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Bina Pelayanan


Kefarmasian, Jakarta

Mahmoud, M.A. (2008). Drug Therapy Problems and Quality of Life in Patiens with
Chronic Kidney Disease. Thesis. Halaman 18-20.

Menkes RI. 2014. Nomor 9. Tentang Klinik. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik
Indonesia

MIMS.(2016). http://www.mims.com/indonesia diakses pada tanggal 5 November


2021

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer, Jakarta.

Muharni, Septi., Susanty Adriani., Tarigan, E.R. 2015. Rasionalitas Penggunaan


Antibiotik Pada Pasien Ispa Pada Salah Sati Puskesmas Di Kota Pekan
Baru. Jurnal penelitian farmasi indonesia. 3 (1)

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistim


Pernafasan, Jakarta, Salemba Medika

Nelson, 2003, Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Riskesdas. (2013). Hasil Riskesdas 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. Halaman 94.

Smeltzer, S. C, and Bare, B. G., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2. Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
.
Departemen of Pharmacy Practice Amerika Serikat. Strand, L. M. (1990). Drug
Related Problems : Their Structure and Function

Suhandayani (2007). Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan Penanggulangannya.


Medan: Universitas Sumatera Utara.

WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut


(ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO. Alih Bahasa: Trust
Indonesia. Jakarta.
World Health Organization (2016). Pneumonia. WHO.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/
Lampiran 1. Skema Penelitian

Pengumpulan data Pilih dan kelompokkan


rekam medis pasien data berdasarkan
kriteria inklusi

Identifikasi DRP, meliputi:


1. Indikasi tanpa obat
2. Obat tanpa indikasi
3. dosis obat kurang
4. dosis obat lebih.

Analisis data

Penarikan
kesimpulan

33
Lampiran 4. Surat Izin Penelitiaan

34
35
Lampiran 2. Data Pasien ISPA Anak

No L Usia BB Diagnosa Obat yang Nama Ket Rute Dosis Dosis Literatur
/ Kg Penyakit Digunakan Generik Obat
P
1 P 3 13 Batuk, Mucera syr Ambroxol Mukolitik Oral 3x1 2-5 tahun, ½ cth 3 x sehari (drug com)
tahu kg pilek cth
n6
bula
n
Cefixime Cefixime Antibiotik Oral 2 x 1/2 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
cth sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x½ 2 – 5 tahun, ½ cth 3-4 x/hari (mims)
n cth
Dexamethas Antiinflama Oral 3x1
one 3 tab si
Vit C 4 tab
(puyer) X
Apecur Suplemen Oral 1x1 1 – 2 cth 3 x/hari
2 P 23 9 Panas 2 Helixime Cefixime Antibiotik Oral 2x½ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
bula kg hari, syr
n batuk
Praxion syr Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 1-2 tahun 5 ml, 3-4x/hari (mims)
Mucos syr Ambroxol Mukolitik Oral 3x½ Anak-anak hingga 2 tahun: ½ cth 2x/hari
(drug com)
Cortidex 2 Antiinflama Oral 3x1
tab si
Vit c 3 tab
(puyer) X
3 P 4 th 14 Panas, Mucera Ambroxol Mukolitik Oral 3x1 2-5 tahun, ½ cth 3 x sehari (drug com)
kg batuk

36
pilek
Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x¾ 2 – 5 tahun, ½ cth 3-4 x/hari (mims)
n
Cefixime Cefixime Antibiotik Oral 2x¾ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 3x¾ 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari (mims)
Forte
Dexamethas Antiinflama Oral 3x1
on 3,5 tab si
Vit c 4 tab
(puyer) X
4 P 13 9 Batuk Helixime Cefixime Antibiotik Oral 2x2 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
bln kg pilek, syr ml
panas 2
hari
Fasidol drop Paracetamol Antipiretik Oral 3 x 0,9 1-2 tahun, 0.6-1.2 ml 3-4x/hari
cc
Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0,4 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
cc
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x o,2 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n cc (buku dosis anak)
Nebu lizer Bronkhodila Inhal
tor asi
5 L 2 th 12 Batuk Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x½ 2 – 5 tahun, ½ cth 3-4 x/hari (mims)
6 bln kg pilek syr n
panas
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
syr sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Fasidol syr Paracetamol Antipiretik Oral 3x1 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari
Mucera syr Ambroxol Mukolitik Oral 3x¾ 2-5 tahun, ½ cth 3 x sehari (drug com)

37
Dexa 3 tab Antiinflamsi Oral 3x1
Vit c 4 tab
(puyer) X
6 L 11 9 Batuk Amoxan Amoxicillin Antibiotic Oral 3 x 0.4 <6 bln, 6-8 kg 0.5-1.0 ml, <6 kg 0.25-0.5
bln kg pilek drop ml tiap 8 jam (mims)
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 1 x 0.1 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n (buku dosis anak)
Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0.2 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
7 L 11 9 Panas Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
bln kg batuk syr
Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 < 1 tahun, 0.6 ml 3-4x/hari
drop ml
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0.2 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n cc (buku dosis anak)
Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0.4 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
cc
8 P 2 th 12 Panas Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 3x1 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari (mims)
kg batuk
pilek
Broxal Ambroxol Mukolitik Oral 3x½ Anak – 2 tahun, 0.5 ml (10 tetes) 2x/hari
Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x½ 2 – 5 tahun, ½ cth 3-4 x/hari (mims)
n
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
9 P 9 bln 8 Keluar Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x2 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
kg cairan syr ml
ditelinga,
badan
malam
panas
Fasidol drop Paracetamol Antipiretik Oral 4 x 0.9 < 1 tahun, 0.6 ml 3-4x/hari

38
cc
Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0.4 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
cc
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0.2 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n cc (buku dosis anak)
10 P 1 th 10, Panas, Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x2 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
7 bln 5 batuk syr ml
kg pilek 3
hari
Fasidol drop Paracetamol Antipiretik Oral 4 x 0.9 1-2 tahun, 0.6-1.2 ml 3-4x/hari
cc
Ambroxol Ambroxol Mukolitik Oral 3x½ 1-2 tahun, 7.5 mg/ml tetes (mims)
syr
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0.2 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n (buku dosis anak)
Caviplex syr Caviplex Suplemen Oral 1x1 Anak: 3 x 1 cth/hari
11 L 5 th 15 Batuk Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x¾ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
kg pilek syr
sesak
Lapisiv syr Lapisiv Flu batuk Oral 2-6 tahun, 2.5 ml 3-4x/hari (mims)
Fasidol forte Paracetamol Antipiretik Oral 3x1 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari
Caviplex syr Caviplex Suplemen Oral 1x1 Anak: 3 x 1 cth/hari
Cortidex 3 Oral 3x1
tab
Vit c 5 tab
Grafalin
4mg 3
(puyer) X
12 L 11 th 28 Batuk Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x1 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
kg sesak sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 3x½ 9-12 tahun, 15-20 ml 3-4x/hari (mims)

39
Epexol syr Ambroxol Mukolitik Oral 3x5 > 10 tahun, 2 cth 3x/hari (mims)
ml
Grafalin Salbutamol Bronkhodila Oral 2x2 6-12 tahun, 2 mg 3-4x/hari (mims)
2mg tor mg
Nebu Bronkhodila Inhal
tor asi
13 P 20 9 Panas 2 Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
bln kg hari, syr
batuk
pilek
Fasidol drop Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 1-2 tahun, 0.6-1.2 ml 3-4x/hari
ml
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0.2 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n cc (buku dosis anak)
Ambroxol Ambroxol Mukolitik Oral 3x½ 1-2 tahun, 7.5 mg/ml tetes (mims)
syr
Cortidex 2 Antiinflama Oral 3x1
tab si
Vit c 3 tab
(puyer) X
14 P 1 th 10, Batuk Mucera syr Ambroxol Mukolitik Oral 3x½ < 2 tahun, ½ cth 2x/hari (drug com)
4 bln 2 mual
kg panas
pilek
muntah
Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x½
syr n
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
syr sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Sanmol syr Paracetamol Antipiretik Oral 3x1 1-2 tahun, 5 ml 3-4x/hari (mims)
Hufadon syr Domperidon Antiemetic Oral 3x½ < 12 tahun atau < 35 kg, 0.25 mg/kg

40
e 3x/hari (mims)
15 P 19 13 Batuk Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
bln kg pilek syr
panas 3
hari
Sanmol syr Paracetamol Antipiretik Oral 3x1 1-2 tahun, 5 ml 3-4x/hari (mims)
cth
Mucos syr Ambroxol Mukolitik Oral 3x½ Anak-anak hingga 2 tahun: ½ cth 2x/hari
(drug com)
Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x½
syr n
16 L 5 th 15 Panas 2 Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x¾ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
kg hari, syr
batuk
Fasidol f syr Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari
Ambroxol Ambroxol Mukolitik Oral 3x1 2-5 tahun, 7.5 mg 3x/hari, sirup 15mg/5ml
syr atau 30mg/5ml (mims)
Caviplex syr Caviplex Suplemen Oral 2x1 Anak: 3 x 1 cth/hari
17 L 10 th 27, Demam 1 Sanmol f Paracetamol Antipiretik Oral 3 x 1¼ 9-12 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari (mims)
8 hari, syr
kg batuk
pilek
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x1 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Lapisiv syr Lapisiv Flu batuk Oral 3x1 6-12 tahun, ¼ - ½ tab atau 5 ml3x/hari
(mims)
Cortidex Dexamethso Antiinflama Oral 3x½ 6-12 tahun, 0.25-2 mg 2x/hari
n si tab
18 P 11 9 Panas Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
bln kg batuk sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
pilek (pediatric dosage handbook)

41
Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 1x1 < 1 tahun, 0.6 ml 3-4x/hari (mims)
drop
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0,3 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n ml (buku dosis anak)
Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0,5 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
ml
19 P 21 13 Batuk Fasidol f Paracetamol Antipiretik Oral 3x1 1-3 tahun, 2.5-5 ml 3-4x/hari
bln kg mual
panas
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x½
n
Mucera Ambroxol Mukolitik Oral 3x½ < 2 tahun, ½ cth 2x/hari (drug com)
Apecur Apecur Suplemen Oral 1x1 1-6 tahun, 1 x 1 cth
20 P 1 th 8 Batuk Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x2 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
kg pilek ml sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
demam (pediatric dosage handbook)
mual
Ambroxol Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0,4 1-2 tahun, 7.5 mg/ml tetes (mims)
ml
Dexa 2,5 tab Antiinflama Oral 2x1
Ctm 2,5 tab si
3 (puyer) X
Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 3x¾ 1-2 tahun, 5 ml 3-4x/hari (mims)
cth
21 L 3 th 11 Batuk Mucera Ambroxol Mukolitik Oral 3x1 2-5 tahun, ½ cth 3 x sehari (drug com)
kg pilek
Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x1 2 – 5 tahun, ½ cth 3-4 x/hari (mims)
n
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x

42
sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Dexa 2,5 tab Antiinflama Oral 3x1
Vit c 4 tab si
(puyer) X
22 L 13 16 Panas Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x¾ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
bln kg batuk sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Sanmol f Paracetamol Antipiretik Oral 3x¾ 1-2 tahun, 5 ml 3-4x/hari (mims)
Sanadril Sanadryl Antitusif Oral 3x½ 6-12 tahun, 1 sdt 3=4x/hari
dmp
23 L 9 bln 8,4 Batuk Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0,5 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
kg pilek ml
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0,3 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n ml (buku dosis anak)
Dexa 2 tab Oral 3x1
Vit c 3,5 tab
Salbutamol
2 gr 1 tab
(puyer) X
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x2 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
ml sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
24 P 1 th 9,5 Panas 1 Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 1-2 tahun, 0.6-1.2 ml 3-4x/hari (mims)
6 bln kg hari, drop
batuk
pilek
Mucera syr Ambroxol Mukolitik Oral 3x½ < 2 tahun, ½ cth 2x/hari (drug com)
Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x½
syr n
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
sehari, dosis maksimal 400 mg/hari

43
(pediatric dosage handbook)
Dexa 2 tab Antiinflama Oral 3x1
Vit c 4 tab si
(puyer) X
25 P 9 14, Panas Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x¼ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
bula 6 batuk syr sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
n kg pilek (pediatric dosage handbook)
Lapifed syr Lapifed Flu batuk Oral 3x1 2-5 tahun, 2.5 ml 3x/hari
dm
Sanmol syr Paracetamol Antipiretik Oral 4x¾ 1-2 tahun, 5 ml 3-4x/hari (mims)
f
Caviplex syr Caviplex Suplemen Oral 1x1 Anak: 3 x 1 cth/hari
26 P 10 8,7 Demam 3 Mucera Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0,5 < 2 tahun, ½ cth 2x/hari (drug com)
bln kg hari, drop ml
batuk
pilek
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0,3 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n ml (buku dosis anak)
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x2 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
syr ml sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 < 1 tahun, 0.6 ml 3-4x/hari (mims)
drop
Dexa 2 Antiinflama Oral 3x1
tabVit c 3 si
tab (puyer)
X
27 P 6 th 14, Batuk Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x¾ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
5 pilek syr
kg panas 1
hari
Fasidol f syr Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari

44
Lapisiv syr Lapisiv Flu batuk Oral 3x5 6-12 tahun, ¼ - ½ tab atau 5 ml3x/hari
ml (mims)
Cortidex 3 Antiinflama Oral 3x1
tab si
Vit c 5 tab
(puyer) X
28 L 3 th 13 Batuk Tremenza Tremenza Dekongesta Oral 3x½ 2 – 5 tahun, ½ cth 3-4 x/hari (mims)
kg panas syr n
Mucera Ambroxol Mukolitik Oral 3x1 2-5 tahun, ½ cth 3 x sehari (drug com)
Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
(pediatric dosage handbook)
Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 3x¼ 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari (mims)
Dexa 3 tab Antiinflama Oral 3x1
Vit c 4 tab si
(puyer) X
29 L 3 th 12, Panas Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
9 bln 3 pilek 2 syr sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
kg hari (pediatric dosage handbook)
Apetic syr Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari (mims)
Lapisiv syr Lapisiv Flu batuk Oral 3x½ 2-6 tahun, 2.5 ml 3-4x/hari (mims)
Cortidex 2,5 Antiinflama Oral 3x1
tab si
Vit c 4 tab
(puyer) X
30 L 1 th 13, Panas Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2 x 2/4 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
9 bln 7 batuk 3 syr
kg hari
Apetic syr Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 1-2 tahun, 5 ml 3-4x/hari (mims)
Ambroxol Ambroxol Mukolitik Oral 3x1 1-2 tahun, 7.5 mg/ml tetes (mims)
syr
31 P 9 bln 8,6 Panas Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x2 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)

45
kg batuk syr ml
pilek
Apetic drop Paracetamol Antipiretik Oral 4 x 0,9 < 1 tahun, 0,6 ml 3-4x/hari (mims)
cc
Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0,4 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
cc
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0,2 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n cc (buku dosis anak)
32 P 1 th 7,1 Panas, Cefixime Cefixime Antibiotic Oral 2 x 1,5 6 bulan – 12 tahun 8 mg/kg BB, 2 x
kg batuk syr ml sehari, dosis maksimal 400 mg/hari
pilek 2 (pediatric dosage handbook)
hari
Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0,5 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0,3 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n (buku dosis anak)
Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 4 x 0,8 1-2 tahun, 0.6-1.2 ml 3-4x/hari (mims)
drop cc
Cortidex 1,5 Antiinflama Oral 3x1
tab si
Vit c 3 tab
(puyer) X
33 L 13 9 Batuk Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
bln kg pilek syr
panas
Fasidol drop Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 1-2 tahun, 0.6-1.2 ml 3-4x/hari
ml
Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0,4 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0,2 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n (buku dosis anak)
34 L 3 th 14, Batuk Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x¾ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
5 pilek 2 syr
kg hari

46
Sanmol syr Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 2-6 tahun, 5-10 ml 3-4x/hari (mims)
Lapifed Lapifed Flu batuk Oral 3x½ 2-5 tahun, 2.5 ml 3x/hari
drop syr
Cortidex 3 Antiinflama Oral
tab si
Vit c 5 tab
(puyer) X
35 L 21 9,4 Panas Helixime Cefixime Antibiotic Oral 2x½ 1,5 – 3 mg/kg BB, 2 x sehari (mims)
bln kg batuk syr
pilek 2
hari
Praxion syr Paracetamol Antipiretik Oral 4x1 1-2 tahun 5 ml, 3-4x/hari (mims)
Lapifed Lapifed Flu batuk Oral 3x½
drop
Caviplex syr Caviplex Suplemen Oral 1x1 Anak: 3 x 1 cth/hari
36 L 7 bln 7,9 Panas Amoxan Amoxicillin Antibiotic Oral 3 x 0,8 <6 bln, 6-8 kg 0.5-1.0 ml, <6 kg 0.25-0.5
kg batuk drop cc ml tiap 8 jam (mims)
pilek
Sanmol Paracetamol Antipiretik Oral 4 x 0,8 1-2 tahun, 0.6-1.2 ml 3-4x/hari (mims)
drop cc
Mucos drop Ambroxol Mukolitik Oral 3 x 0,3 <2 tahun, 0.5 ml 2x/hari
cc
Lerzin drop Cetirizine Antihistami Oral 2 x 0,1 0.25 mg/kg/oral, 6 bln – 2 thn: 12 jam
n cc (buku dosis anak)

47
Lampiran 3. DRP

NOMOR PENYAKIT/NAMA KEKUATAN DOSIS JENIS DRP


PASIEN OBAT YANG TIDAK SEDIAAN LITERATUR
TEPAT/DOSIS/USIA/BB

KATEGORI
DOSIS
DOSIS RENDAH DOSIS TINGGI
1 ISPA Mucera 2-5 tahun, ½ Mucera dosisnya
3 tahun 6 bulan, 13 kg 15mg/5ml cth 3 x sehari tinggi (45mg)
Mucera syr seharusnya
3 x 1 cth diberikan 22,5 mg
3 ISPA Mucera Mucera Sanmol dosisnya Mucera dosisnya
4 th 15mg/5ml 2-5 tahun, ½ kurang (270 mg) tinggi (45mg)
Mucera syr Sanmol cth 3 x sehari seharusnya seharusnya
3 x 1 cth 120mg/5ml Sanmol diberikan (360mg) diberikan 22,5 mg
Sanmol 2-6 tahun, 5-
3 x 3/4 10 ml 3-
4x/hari
5 ISPA Mucera 2-5 tahun, ½ Mucera dosisnya
2 tahun 6 bulan 15mg/5ml cth 3 x sehari tinggi (33,75mg)
Mucera seharusnya
3 x 1/4 diberikan 22,5 mg
12 ISPA Sanmol Sanmol Sanmol dosisnya
11 tahun 120mg/5ml 9-12 tahun, kurang (60mg)
Sanmol Epexol 15-20 ml 3- seharusnya
3 x 1/2 15mg/5ml 4x/hari diberikan 1080mg
Epexol Epexol Epexol dosisnya
3 x 5 ml > 10 tahun, 2 kurang (45mg)
cth 3x/hari seharusnya
diberikan 90mg

48
14 ISPA Mucera < 2 tahun, ½ Mucera dosisnya
1 tahun 4 bulan, 10,2 kg 15mg/5ml cth 2x/hari tinggi (45mg)
Mucera seharusnya
3x½ diberikan 30mg
15 ISPA Mucos Anak-anak Mucos dosisnya
19 bulan, 13 kg 15mg/5ml hingga 2 tinggi (45mg)
Mucos tahun: ½ cth seharusnya
3 x 1/2 2x/hari diberikan 30mg
16 ISPA Ambroxol 2-5 tahun, 7.5 Ambroxol dosisnya
5 tahun, 15 kg 15mg/5ml mg 3x/hari, tinggi (45mg)
Ambroxol sirup seharusnya
3x1 15mg/5ml diberikan 22,5 mg
atau
30mg/5ml
19 ISPA Mucera < 2 tahun, ½ Mucera dosisnya
21 bulan, 13 kg 15mg/5ml cth 2x/hari tinggi (45mg)
Mucera seharusnya
3 x 1/2 diberikan 30mg
20 ISPA Sanmol 1-2 tahun, 5 Sanmol dosisnya
1 tahun, 8 kg 120mg/5ml ml 3-4x/hari kurang (270 mg)
Sanmol seharusnya
3 x 3/4 diberikan (360mg)
21 ISPA Mucera 2-5 tahun, ½ Mucera dosisnya
3 tahun, 11 kg 15mg/5ml cth 3 x sehari tinggi (45mg)
Mucera seharusnya
3x1 diberikan 22,5 mg
Tremenza
3x1
22 ISPA Sanmol 1-2 tahun, 5 Sanmol dosisnya
13 bulan, 16 kg 120mg/5ml ml 3-4x/hari kurang (270 mg)
Sanmol seharusnya
3x¾ diberikan (360mg)

49
24 ISPA Mucera < 2 tahun, ½ Mucera dosisnya
1 tahun 6 bulan, 9,5 kg 15mg/5ml cth 2x/hari tinggi (45mg)
Mucera seharusnya
3x½ diberikan 30mg
25 ISPA 2-5 tahun, 2.5
9 bulan, 14,6 kg ml 3x/hari
Lapifed
3x1
28 ISPA Mucera Mucera Sanmol dosisnya Mucera dosisnya
3 th, 13 kg 15mg/5ml 2-5 tahun, ½ kurang (90mg) tinggi (45mg)
Mucera Sanmol cth 3 x sehari seharusnya seharusnya
3x1 120mg/5ml Sanmol diberikan 360mg diberikan 22,5 mg
Sanmol 2-6 tahun, 5-
3x¼ 10 ml 3-
4x/hari
30 ISPA Ambroxol 1-2 tahun, 7.5 Ambroxol dosisnya
1 tahun 9 bulan, 13,7 kg 15mg/5ml mg/ml tetes tinggi (45mg)
Ambroxol seharusnya
3x1 diberikan 22,5 mg

NOMOR PENYAKIT/KELUHAN NAMA OBAT YANG WAKTU JENIS DRP


PASIEN PASIEN DIPAKAI KUNJUNGAN
INDIKASI TANPA OBAT TANPA
OBAT INDIKASI

4 Bronkhiolitis Helixime syr Berdasarkan Clinical


Jenis kelamin : Fasidol drop Practice Guideline
Perempuan Mucos drop dari American
Umur : 13 bulan Lerzin drop Academy of Pediatri
KU : Nebu lizer tahun 2014
Batuk pilek, Demam (2 menyatakan bahwa
hari) penggunaan antibiotik

50
pada pasien penderita
bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
5 Bronkhiolitis Tremenza Berdasarkan Clinical
Jenis kelamin : Laki-laki Cefixime Practice Guideline
Umur : 2 tahun 6 bulan Fasidol dari American
KU: Mucera Academy of Pediatri
Batuk pilek panas Dexa 3 tab, Vit c 4 tab tahun 2014
(puyer) menyatakan bahwa
penggunaan antibiotik
pada pasien penderita
bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
10 Bronkhiolitis Helixime Berdasarkan Clinical
Jenis kelamin : Fasidol Practice Guideline
Perempuan Ambroxol dari American
Umur : 1 tahun 7 bulan Lerzin Academy of Pediatri
KU: Caviplex tahun 2014
Panas batuk pilek (3 hari) menyatakan bahwa
penggunaan antibiotik
pada pasien penderita
bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
11 Bronkhiolitis Helixime Berdasarkan Clinical

51
Jenis kelamin : Laki-laki Lapisiv Practice Guideline
Umur : 5 tahun Fasidol dari American
KU: Caviplex Academy of Pediatri
Batuk pilek sesak Cortidex 3 tab, Vit c 5 tahun 2014
tab, Grafalin 4 mg 1 tab menyatakan bahwa
(puyer) penggunaan antibiotik
pada pasien penderita
bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
13 Bronkhiolitis Helixime Berdasarkan Clinical
Jenis kelamin : Fasidol Practice Guideline
Perempuan Lerzin dari American
Umur : 20 bulan Ambroxol Academy of Pediatri
KU: Cortidex 2 tab, Vit c 3 tahun 2014
Panas (2 hari) batuk pilek tab (puyer) menyatakan bahwa
penggunaan antibiotik
pada pasien penderita
bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
15 Bronkhiolitis Helixime Berdasarkan Clinical
Jenis kelamin : Sanmol Practice Guideline
Perempuan Mucos dari American
Umur : 19 bulan Tremenza Academy of Pediatri
KU: tahun 2014
Batuk pilek panas (3 hari) menyatakan bahwa
penggunaan antibiotik
pada pasien penderita

52
bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
17 Bronkhiolitis Sanmol American Academy of
Jenis kelamin : Laki-laki Cefixime Pediatri tahun 2014
Umur : 10 tahun Lapisiv menyatakan bahwa
KU: Cortidex penggunaan antibiotik
Demam (1 hari) batuk pada pasien penderita
pilek bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
18 Bronchiolitis Cefixime American Academy of
Jenis kelamin : Sanmol Pediatri tahun 2014
Perempuan Lerzin menyatakan bahwa
Umur : 11 bulan Mucos penggunaan antibiotik
KU: pada pasien penderita
Panas batuk pilek bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
24 Bronchiolitis Sanmol American Academy of
Jenis kelamin : Mucera Pediatri tahun 2014
Perempuan Tremenza menyatakan bahwa
Umur : 1 tahun 6 bulan Cefixime penggunaan antibiotik
KU: Dexa 2 tab, vit c 4 tab pada pasien penderita
Panas (1 hari) batuk pilek (puyer) bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab

53
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
25 Bronkhiolitis Cefixime American Academy of
Jenis kelamin : Lapifed Pediatri tahun 2014
Perempuan Sanmol menyatakan bahwa
Umur : 9 bulan Caviplex penggunaan antibiotik
KU: pada pasien penderita
Panas batuk pilek bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
26 Bronchiolitis Mucera American Academy of
Jenis kelamin : Lerzin Pediatri tahun 2014
Perempuan Cefixime menyatakan bahwa
Umur : 10 bulan Sanmol penggunaan antibiotik
KU: Dexa 2 tab, vit c 3 tab pada pasien penderita
Demam (3 hari) batuk (puyer) bronkhiolitis tidak
pilek direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
27 Bronchiolitis Helixime American Academy of
Jenis kelamin : Fasidol Pediatri tahun 2014
Perempuan Lapisiv menyatakan bahwa
Umur : 6 tahun Cortidex 3 tab, vit c 5 penggunaan antibiotik
KU: tab (puyer) pada pasien penderita
Batuk pilek panas (1 hari) bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri

54
31 Bronchiolitis Helixime American Academy of
Jenis kelamin : Apetic Pediatri tahun 2014
Perempuan Mucos menyatakan bahwa
Umur : 9 bulan Lerzin penggunaan antibiotik
KU: pada pasien penderita
Panas batuk pilek bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
32 Bronchiolitis Cefixime American Academy of
Jenis kelamin : Mucos Pediatri tahun 2014
Perempuan Lerzin menyatakan bahwa
Umur : 1 tahun Sanmol penggunaan antibiotik
KU: Cortidex 1,5 tab, vit c 3 pada pasien penderita
Panas batuk pilek (2 hari) tab (puyer) bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
35 Bronchiolitis Helixime American Academy of
Jenis kelamin : Laki-laki Praxion Pediatri tahun 2014
Umur : 21 bulan Lapifed menyatakan bahwa
KU: Caviplex penggunaan antibiotik
Panas batuk pilek (2 hari) pada pasien penderita
bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri
36 Bronchiolitis Amoxan American Academy of
Jenis kelamin : Sanmol Pediatri tahun 2014
Perempuan Mucos menyatakan bahwa

55
Umur : 7 bulan Lerzin penggunaan antibiotik
KU: pada pasien penderita
Panas batuk pilek bronkhiolitis tidak
direkomendasikan
karena penyebab
bronkhiolitis adalah
virus bukan bakteri

56

Anda mungkin juga menyukai