Anda di halaman 1dari 10

©

2020 Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP


JURNAL ILMU LINGKUNGAN
Volume 18 Issue 1 (2020) : 48-57 ISSN 1829-8907

Idealisme dan Dualisme Daur Ulang Sampah di Indonesia: Studi


Kasus Kota Semarang

Rukuh Setiadi1, Moh Nurhadi2, dan Feri Prihantoro2

1Universitas Diponegoro; e-mail: rukuh.setiadi@pwk.undip.ac.id


2Yayasan Bintari; e-mail: bintari.foundation@yahoo.co.id

ABSTRAK
Studi ini menganalisa berbagai regulasi pengelolaan sampah perkotaan khususnya pada kegiatan daur ulang. Seperti apa
payung hukum dari tingkat nasional diterjemahkan hingga tingkat kota, dan sejauhmana implementasinya akan dikaji melalui
pengamatan lapangan di Kota Semarang sebagai studi kasus. Dari kegiatan telaah regulasi dan dokumen kebijakan diketahui
bahwa daur ulang ditemukan diberbagai domain kebijakan, tidak hanya yang menyangkut pengelolaan sampah tetapi juga
lingkungan hidup, perindustrian, perseroan terbatas dan infrastruktur. Studi ini menggarisbawahi dua masalah utama dalam
daur ulang yang terkait dengan: idealisme kebijakan dan dualisme pendekatan. Dari dua masalah mendasar ini, studi ini
merekomendasikan strategi penguatan kapasitas dan kolaborasi para pihak sebagai salah satu kunci peningkatan daur ulang
sampah, khususnya kawasan perkotaan di Indonesia. Lima priorotas strategi yang perlu diambil oleh pemerintah kota
meliputi: (i) restrukturisasi dan integrasi kelembagaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R dan kelembagaan bank sampah;
(ii) membangun jejaring yang lebih baik dengan sektor informal; (iii) mengembangkan pola pendekatan baru dalam pelibatan
masyarakat khususnya dalam penguatan ketrampilan dan pengetahuan bagi para operator TPS 3R dan bank sampah; (iv)
secara bertahap mengejar ketertinggalan atas idealisme yang dituangkan dalam kebijakan daur ulang dan mengakhiri
dualisme pendekatan pengelolaan sampah, dan (v) peningkatan gender inclusiveness dalam organisasi bank sampah.

Kata kunci: Daur ulang, Plastik, Tempat Pembuangan Sementara 3R, Bank Sampah, Kolaborasi para pihak, Semarang

ABSTRACT
This study analyzes various regulations on urban waste management, with emphasis in recycling activities. How regulatory
frameworks from the national level translates to the city level, and the extent of its implementation are examined through field
observations in the city of Semarang as a case study. Based on the study of regulations and policy documents, this study
suggests that recycling is found in various policy domains, not only those concerning waste management but also in the
environment, industry, company’s limited liability and infrastructure domains. This study highlights two main problems in
recycling namely: policy idealism and approach dualism. From these two basic problems, this study recommends a strategy for
strengthening the capacity and collaboration of related parties as one of keys to increase the capacity of waste recycling,
especially in urban areas in Indonesia. These five strategic priorities that city governments need to consider include: (i) the
restructurization of Waste Bank and Temporary Disposal Site (TPS) 3R, (ii) the development of a better network with informal
sector, (iii) improvement on the way city government maintain engagement with local community group, (iv) Closing the gap
of waste recycling policy in which city government must catch up constantly with the ideal format of waste recycling system
stipulated in the waste management law and regulations, and (v) Increasing gender inclusiveness in the waste bank
organizations.

Keywords: Recycling, Plastic, 3R Temporary Waste Disposal Facilities, TPS 3R, Waste Bank, Stakeholders Collaboration, Semarang

Citation: Setiadi, R., Nurhadi, M., dan Prihantoro, F. (2020). Idelisme dan dualisme daur ulang sampah di Indonesia: studi kasus Kota Semarang.
Jurnal Ilmu Lingkungan, 18(1), 48-57, doi:10.14710/jil.18.1.48-57

1. Latar Belakang kompleks karena melibatkan banyak pihak dan multi


Sampah dan penanganannya kini menjadi tingkatan pemerintahan. Bolaane (2006) mengkritik
masalah yang mendesak di kota- kota besar di negara bahwa pengelola sampah pada tingkat kota sering
berkembang (Wilson dan Velis, 2014) dan juga tidak mengerti betul tentang yang sedang dihadapi
Indonesia. Sebagaimana di negara-negara lain, urusan serta memiliki pengetahuan teknis dan kapasitas
sampah merupakan urusan yang didesentralisasikan pembiayaan yang terbatas. Oleh karena itu, tidak
ke pemerintah kota. Pengelolaan sampah termasuk jarang pemerintah kota cenderung memelihara status
urusan yang nyata dan spesifik bagi pemerintah kota. quo.
Walaupun sebagai salah urusan yang nyata dan Sampah juga menjadi salah satu sumber masalah
spesifik, persampahan merupakan urusan yang yang terkait dengan perubahan iklim (Ackerman,
48
Setiadi, R., Nurhadi, M., dan Prihantoro, F. (2020). Idealisme dan Dualisme Daur Ulang Sampah di Indonesia: Studi Kasus Kota Semarang. Jurnal Ilmu Lingkungan, 18(1),
48-57, doi:10.14710/jil.18.1.48-57

2000). Sampah berkontribusi dalam menghasilkan produknya melalui sejumlah program. Di sisi yang
emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Sampah lain, pemerintah telah menyusun berbagai regulasi
merupakan kontributor emisi GRK setelah dan instrumen kebijakan pengelolaan sampah. Ketiga
deforestasi, transportasi dan energi. Oleh karena itu, pihak ini menjalankan strategi dan peran terbaik
sampah merupakan salah satu target dalam mitigasi masing-masing. Namun demikian, kinerja daur ulang
perubahan iklim yang tertuang dalam RAN-GRK di Kota Semarang masih jauh dari target nasional.
(Bappenas, 2011). Pada sisi yang lain, sampah yang Hasil studi Bintari (2017) yaitu Trash to Cash di
tidak ditangani dengan baik akan mengganggu Kota Semarang pada tahun 2017 memberikan
keseimbangan lingkungan, melalui polusi pada tanah, indikasi awal bahwa pada dasarnya terdapat cukup
udara dan air. Sampah yang tidak tertangani dengan banyak upaya daur ulang sampah di Kota Semarang,
baik menyebabkan kegiatan adaptasi perubahan iklim namun masih belum terkoneksi satu sama lain. Kajian
juga menjadi semakin rumit. Misalnya, sampah yang desk study yang dilakukan Bintari (2017) juga
masuk ke dalam badan air mengalir dalam sistem menyebutkan bahwa data-data pelaku, kelompok,
drainase perkotaan menyebabkan upaya adaptasi lokasi dan volume daur ulang sampah juga belum
(melalui penanganan banjir, penanganan kesehatan konsisten, yang menunjukan bahwa isu daur ulang
masyarakat) menjadi kurang efektif. sampah belum ditangani dengan baik. Konektivitas
Diperkirakan bahwa jumlah sampah secara global antara aktor ini diduga sebagai kunci dalam
akan meningkat tiga kali lipat di tahun 2100 dan meningkatkan kapasitas daur ulang, sebagaimana
sekitar 11 juta ton sampah perkotaan akan dihasilkan Troschinetz et al (2009) menyebutkan bahwa
per hari (Seacat and Boileau, 2018). Selaras dengan kegiatan daur ulang sampah yang berkelanjutan
trend global, produksi sampah di Semarang juga terus membutuhkan kerjasama atau kolaborasi yang saling
meningkat berkisar 0,5-1% per tahunnya. Estimasi menguntungkan dengan berbagai pihak yang terkait
total sampah yang dihasilkan Semarang pada tahun dan perlu dipayungi oleh sistem kelembagaan,
2040 diperkirakan mencapai lebih dari 1.900 ton/hari undang-undang atau regulasi yang memadahi. Namun
(Bintari, 2000). Adapun Sampah anorganik, terutama demikian, analisis atas kelembagaan dan regulasi
yang dihasilkan dari kemasan merupakan jenis yang ada guna melihat sejauhmana konektivitas dan
sampah yang paling mendominasi di kawasan peluang kolaborasi para pihak di perkotaan
perkotaan (Tonini et al, 2018). Bahkan, sampah khususnya dalam pengeloaan daur ulang sampah
anorganik khususnya plastik menjadi penyumbang perkotaan perlu dilakukan. Dengan konteks dan uji
utama sampah Samudra (Jambeck et al, 2018; Eriksen, empiris di Kota Semarang, analisis ini diharapkan
2014). Sampah anorganik menjadi masalah yang menghasilkan strategi baru dalam memahami
rumit karena sifatnya yang sulit untuk diuraikan oleh konektivitas dan kolaborasi pengeloaan sampah.
alam. Sementara penggunaan kemasan anorganik
oleh produsen dan konsumen dianggap menjadi 2. Metode
budaya perkotaan yang wajar. Studi ini bersandar pada desk study untuk
Sementara itu, berdasarkan data dari Dinas menganalisis gap diantara berbagai regulasi/
Lingkungan Hidup tahun 2017 Jumlah sampah yang kebijakan pengelolaan sampah dan implementasinya
dihasilkan di Kota Semarang diperkirakan lebih dari di lapangan, khususnya terkait dengan konektivitas
1200 ton/hari, yang mana sekitar 13% berupa plastik. dan dan kolaborasi para pihak dalam daur ulang
Sekitar 66 % dari total sampah yang dihasilkan sampah. Terdapat 28 produk hukum dalam semua
mampu diangkut ke TPA, sementara kurang dari 10% tingkat pemerintahan, mulai dari skala nasional (UU,
sampah didaur ulang dan sisanya dibuang PP dan Permen), provinsi (Perda Provinsi) hingga
sembarangan serta dibakar. Berdasarkan data tingkat kota (Perda Kota) yang dikumpulkan untuk
tersebut, persentase daur ulang sampah di Kota analisis. Tabel 1 menunjukkan secara detail berbagai
Semarang masih rendah jika dibandingkan dengan produk hukum yang dianalisis dalam studi ini, baik
target nasional dan Kota Semarang sebesar 30% pada yang langsung (terkait dengan persampahan dan daur
tahun 2025. ulang) dan tidak langsung.
Di tengah-tengah situasi ini, kesadaran baru baik Pada tahap kajian regulasi ini, kategorisasi data
oleh produsen dan konsumen mulai muncul. dilakukan dengan membuat sejumlah tema/ kategori
Kesadaran baik dari sisi konsumen mulai tumbuh, yang berguna untuk kegiatan analisis. Tema analisis
misalnya dengan adanya inisiatif untuk mengurangi yang dikembangkan meliputi: (i) Arah/konsep
penggunaan kantong plastik di pusat-pusat pengelolaan daur ulang sampah dan (ii) Peran para
perbelanjaan. Disamping itu juga berkembang pihak dalam daur ulang sampah. Selanjutnya, hasil
kegiatan daur ulang sampah oleh organisasi Bank dari kajian regulasi/kebijakan dikombinasikan
Sampah yang dilakukan oleh kelompok masyarakat di dengan hasil pengamatan lapangan digunakan
berbagai tingkatan (RW, Kelurahan, Kecamatan). sebagai dasar untuk memahami sejauhmana
Sementara itu sejumlah produsen mencoba konektivitas dan peluang kerjasama para pihak
menerapkan prinsip Extended Producer Responsibility khususnya dalam kegiatan daur ulang sampah.
(EPR) dengan mengumpulkan kembali kemasan Adapun pengamatan lapangan difokuskan pada dua
49
© 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2020), 18 (1): 48-57, ISSN 1829-8907

aspek utama, yaitu: (i) sistem operasi organisasi bank menunjukkan bahwa ‘payung’ atau kerangka hukum
sampah dan TPS-3R, sebagai dua garda terdepan utama tersedia, yang menyediakan peluang kebijakan
pengelolaan sampah di Indonesia (Bintari, 2020) dan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
(ii) sistem pengelolaan sampah konvensional dari Dari total regulasi yang ada, terdapat sekitar 13
rumah tangga hingga di TPS yang tidak menerapkan regulasi terkait yang tidak terhubung secara langsung
3R. dengan daur ulang sampah. Kebijakan tidak langsung
tersebut terletak di domain kebijakan lain yang
3. Hasil dan Pembahasan berfokus pada produsen dan aktivitasnya. Undang-
3.1. Arah dan konsep daur ulang dalam kerangka undang dan peraturan tentang industri, perusahaan
regulasi dengan tanggung jawab terbatas, tanggung jawab sos
Pada hasil dan pembahasan harus didukung oleh ial perusahaan, dan manajemen lingkungan adalah
Secara umum, terdapat 28 kebijakan yang terkait contoh kebijakan yang tidak terkait secara langsung
dengan pengelolaan sampah. Sebagian besar berada dengan urusan daur ulang sampah. Mengingat
di tingkat nasional (19 regulasi) daripada provinsi (4 keterbatasan ruang analisis, uraian berikut hanya
regulasi) dan lokal/ kota (5 regulasi). Situasi ini difokuskan pada 15 regulasi yang bersifat langsung.

Tabel 1. Sumber Data Produk Hukum yang Dianalisis


Tingkatan Langsung Tidak Langsung
Nasional  UU No. 18/2008 tentang pengelolaan sampah  UU No.23/2014 tentang pemerintahan daerah
 PP 81/2012 tentang sampah rumah tangga dan  UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas
sejenisnya
 Permen PU No.2/2013 tentang  PP No. 47/ 2012 tentang tanggung jawab sosial dan
penyelenggaraan sarana dan prasarana lingkungan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara
persampahan untuk penanganan sampah RI Tahun 2012 No. 89, Tambahan Lembaran Negara
rumah tangga dan sejenisnya RI No. 5305)
 Permen LH No. 13/2012 tentang Pedoman  PP. 24/2009 tentang kawasan industri
Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle
melalui Bank Sampah
 Permen LHK No. 59/2016 tentang standar  Permen ESDM No.50/2017 tentang pemanfaatan
kualitas emisi dan kegiatan pemrosesan akhir sumber energi terbarukan untuk penyediaan listrik
 Permen LHK No. 74/2016 tentang tugas bidang
lingkungan hidup dan kehutanan di provinsi,
kabupaten dan kota
 Permendagri No. 33/2010 tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah
 Permen LH No.1/20 Tahun 2009 tentang
Sampah.
 Permen LH No. 16/2011 tentang Pedoman
Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
 Perpres 97/2017 tentang Jakstranas untuk
sampah rumah tangga dan sejenisnya
 Juknis Tempat Pengolahan Sampah 3R
(Kementrian PUPERA)

Provinsi  Perda Prov. Jateng No. 3/2014 tentang  Perda Prov. Jateng No. 2/2017 tentang
pengelolaan sampah di Jawa Tengah tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan
 Perda Prov. Jateng No. 6/2010 tentang RTRW
Provinsi 2009-2029
 Perda Prov. Jateng No. 3/2008 tentang RPJPD

Kota  Perda Kota Semarang No. 6/1993 tentang  SK Walikota Semarang No. 660.2/2001 tanggal 20
kebersihan kota April 2001 tentang penyerahan sebagian tugas
Dinas Kebersihan kepada kecamatan
 Perda Kota Semarang No. 6/2012 tentang  Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor:
Pengelolaan Sampah 061.1/282 tanggal 2 Juli 2001 tentang
pembentukan 3 (tiga) Cabang Dinas Kebersihan
 Keputusan Kepala BLH Kota Semarang No.
660.1/78/BI/I/2013 tentang pengelolaan
sampah berbasis masyarakat dengan
pembangunan bank sampah

Sumber: diolah dari berbagai sumber sekunder

UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah disinsentif untuk memastikan lingkungan yang bersih,
mencakup definisi dan prinsip-prinsip layanan pembagian tanggung jawab atau kewenangan
pengelolaan sampah publik, mekanisme insentif dan pengelolaan sampah menurut tingkatan
50
© 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2020), 18 (1): 48-57, ISSN 1829-8907

pemerintahan, sistem pengelolaan sampah berbasis hijau, (3) sampah yang dapat digunakan kembali
masyarakat, partisipasi sektor swasta dalam dengan label kuning, (4) sampah daur ulang
pengelolaan sampah, dan sanksi pelangaran hukum. dengan label biru, dan (5) residu dengan label
Undang-undang tersebut mendefinisikan tiga abu-abu.
kategori sampah, yaitu sampah rumah tangga, sampah Selain itu, peraturan menteri hadir dalam
yang terkait dengan sampah rumah tangga, dan beberapa tahun terakhir, terutama dari Kementerian
sampah khusus. Dua konsep terpenting dalam Pekerjaan Umum dan Kementerian Lingkungan Hidup
undang-undang ini adalah distribusi kegiatan utama dan Kehutanan. Kementerian Pekerjaan Umum
pengelolaan sampah melalui pengurangan dan menganggap sampah sebagai barang yang perlu
penanganan sampah. Dalam konteks ini, pengurangan dikelola secara sistematis dengan pendekatan
sampah mencakup kegiatan seperti: pembatasan infrastruktur, sementara Kementerian Lingkungan
timbulan sampah (Reduce); daur ulang sampah Hidup dan Kehutanan mengatur standar teknis untuk
(Recycle); dan Penggunaan kembali sampah (Reuse). mengelola emisi sampah di tempat pembuangan
Adapun penanganan sampah meliputi kegiatan sampah. Permen tersebut juga mengadvokasi
seperti: (1) pemilahan sampah, (2) pengumpulan pembagian tugas pengelolaan sampah antara tingkat
sampah, (3) transportasi sampah, (4) pengelolaan pemerintahan (provinsi-kota-nasional) di dalam
sampah, dan (5) pemrosesan akhir atau pembuangan. lingkungan dan garis menteri kehutanan.
Dalam konteks pengurangan sampah, UU No. Selanjutnya, kebijakan langsung di tingkat
18/2008 telah mengadopsi prinsip Extended provinsi hanya ditemukan dalam Peraturan Provinsi
Producer Responsibility (EPR). Skema EPR yang Jawa Tengah No. 34/2014 tentang pengelolaan
harus dilaksanakan mencakup bahwa proses sampah di Jawa Tengah. Peraturan ini menegaskan
produksi dan desain kemasan harus memenuhi kembali UU No.18/2008.
kriteria lingkungan, yaitu ramah lingkungan. Di tingkat kota, Pemerintah Kota Semarang telah
Selanjutnya, produsen harus bertanggung jawab melengkapi dirinya dengan sejumlah produk
untuk mengelola produk dan pengemasan setelah kebijakan yang lebih lengkap. Terdapat tiga produk
dibuang. hukum yang dicatat dari periode 1993-2013.
PP No. 81/2012 hadir empat tahun setelah UU Peraturan Daerah (Perda) pertama tentang sampah di
No.12/2008 ditetapkan. PP tersebut memberlakukan kota pada awalnya terkait dengan kebersihan kota,
hukum pengelolaan sampah nasional. Peraturan ini dan sejak dikeluarkannya Perda No. 6/2012,
menegaskan strategi pengurangan dan penanganan pengelolaan sampah kemudian diatur secara khusus.
sampah yang dapat dijelaskan secara singkat sebagai Keputusan Kepala DLH Semarang No.
berikut: 660.1/78/BI/I/2013 memperkaya strategi
 Pengurangan sampah harus dilakukan melalui pengelolaan sampah dengan menekankan partisipasi
tiga kegiatan yaitu: pembatasan timbulan masyarakat melalui pembangunan bank sampah.
sampah, mempromosikan daur ulang, dan Selain itu, ada juga sejumlah upaya untuk
penggunaan kembali. Peraturan Pemerintah merumuskan kegiatan yang berorientasi pada
menyatakan bahwa mereka yang menghasilkan kebijakan persampahan yang dilakukan dalam
sampah harus menyiapkan rencana atau program beberapa tahun terakhir, melalui persiapan: (1) Revisi
untuk mengendalikan, mendaur ulang, atau Rencana Induk Pengelolaan Sampah di Kota
memanfaatkan sampah mereka sebagai bagian Semarang, (2) Kebijakan Strategis (JAKSTRADA)
dari kegiatan bisnis mereka. Pengelolaan Sampah di Kota Semarang, dan (3)
 Dalam konteks membatasi timbulan sampah, Rencana Induk Pengelolaan Sampah dan Studi
mereka yang menghasilkan sampah diharuskan Kelayakan.
membuat produk dengan kemasan yang dapat
terdegradasi secara alami (bio-degradable) dan 3.2. Peran para pihak dalam daur ulang sampah
berupaya meminimalkan jumlah sampah yang Secara umum, kerangka hukum dan kebijakan
dihasilkan. yang mengatur peran dan tanggung jawab
 Daur ulang harus dilaksanakan dengan pengelolaan sampah dan daur ulang secara khusus
menggunakan bahan baku yang dapat digunakan telah dilaksanakan oleh semua pihak dengan berbagai
kembali atau dengan mengambil kembali tingkat kepatuhan. Pelaku usaha memiliki jumlah
kemasan untuk didaur ulang. Pihak yang tanggung jawab paling kecil (35 item) yang
menghasilkan sampah dapat mendelegasikan dibebankan kepada mereka daripada masyarakat (37
tanggung jawab ini kepada pihak ketiga yang item) dan pemerintah (45 item).
memiliki lisensi. Meskipun pemerintah telah berupaya untuk
 Mengenai pengelolaan sampah, kegiatan memenuhi peran dan tanggung jawab yang
pemilahan harus dilakukan dengan memberi diamanatkan oleh undang-undang dan peraturan,
label pada lima kategori sampah, yaitu (1) sejauh ini upaya tersebut belum dilakukan secara
sampah berbahaya dengan label merah, (2) menyeluruh karena berbagai alasan seperti:
sampah yang dapat didekomposisi dengan label kurangnya manusia sumber daya, infrastruktur,
51
© 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2020), 18 (1): 48-57, ISSN 1829-8907

anggaran, komitmen, pemantauan dan evaluasi serta menjadi tidak menarik bagi pelaku bisnis daur ulang
penyampaian program dan proyek yang tidak sesuai. sampah.
Masyarakat sering menganggap bahwa pemerintah Partisipasi swasta juga mulai terlihat walaupun
masih bertindak setengah hati dalam melaksanakan masih terbatas diantaranya dilakukan oleh PT.
program yang dirumuskan sendiri. Sektor pemerintah Indofood yang bekerjasama dengan Asosiasi Warung
cenderung menilai terlalu tinggi pekerjaan mereka Indomie Indonesia (WARMINDO) Kota Semarang
terkait dengan pengelolaan sampah, memfasilitasi melakukan ‘take back’ menarik kembali
daur ulang, dan membantu bank sampah dan kemasan/etiket Indomie yang dikonsumsi. PT.
pekerjaan lain, sementara masyarakat menuntut lebih Marimas mengubah plastik dan botol daur ulang
banyak bantuan dan dukungan dari pemerintah. menjadi ecobricks. Pengumpulan plastik menjadi
Beberap kewajiban undang-undang yang belum kegiatan yang tidak efisien secara biaya (cost
dilaksanakan oleh pemerintah diantaranya adalah inefficient) hampir di berbagai negara, termasuk di
dengan: (i) memberikan insentif dari inovasi Swedia sebagai negara yang ramah lingkungan (Hage
pengelolaan sampah, dan (ii) menerapkan disinsentif dan Soderholm, 2008). Kebijakan untuk mendorong
terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. program ‘take back’ termasuk partisipasi produser
Sementara itu, masyarakat pada umumnya elah dan konsumen perlu terus ditingkatkan.
menjalankan peran dan tanggung jawab dalam Pemberdayaan industri yang mengarah pada
pengelolaan dan daur ulang sampah sesuai dengan konsep industri hijau atau bisnis juga mulai muncul.
kemampuan mereka. Peran dan tanggung jawab yang Misalnya, kegiatan daur ulang sampah telah dilakukan
telah dipenuhi oleh aktor masyarakat umum meliputi: oleh pengelola tempat pembuangan akhir
(i) memberikan saran, pertimbangan, dan kritik untuk (Pemerintah kota Semarang) melalui kemitraan
meningkatkan layanan pengelolaan sampah, (ii) dengan PT. Nurpati sebagai pihak ketiga sejak 2011.
menyediakan wadah sampah yang memungkinkan Perusahaan ini adalah mitra pemerintah, yang
pengumpulan, pemindahan, dan pengangkutan diberikan otoritas bisnis dan mengambil keuntungan
sampah dengan mudah, (iii) memberikan masukan dari pengelolaan sampah organik yang
dan saran yang berkaitan dengan pengelolaan sampah terdekomposisi menjadi pupuk yang akan disalurkan
di lingkungan setempat, (iv) berpartisipasi aktif dalam ke perusahaan yang membutuhkan pupuk di sekitar
menciptakan pemukiman manusia yang bersih dan Semarang. Wijayanti (2013) menyebutkan bahwa
kebersihan lingkungan, dan (v) menyediakan wadah intervensi tersebut diperkirakan dapat mengurangi
sampah individual. volume sampah yang diangkut ke TPA sekitar 21%.
Sementara itu para pemangku kepentingan dari Untuk industri yang berlokasi di kawasan
sektor bisnis dan industri juga belum sepenuhnya industri, mereka telah memenuhi kewajiban
melaksanakan kewajiban yang diamanatkan oleh lingkungan melalui persiapan AMDAL dan
undang-undang, terutama untuk: (i) mengembangkan melaksanakan rencana pemantauan (UPL) dan
program pengendalian sampah, daur ulang, dan rencana manajemen (UKL). Sebagai bagian dari
penggunaan kembali sampah untuk produksi, (ii) implementasi, pengelola kawasan industri juga
penggunaan bahan kemasan yang mudah di daur melengkapi area tersebut dengan Tempat
ulang, dan (iii) melakukan pemilahan sampah menjadi Pembuangan Sementara (TPS). Mandat UU No.
5 (lima) kategori. 3/2014 dan UU No. 29/2018 telah mendorong
Namun, mereka telah melakukan sejumlah peran transformasi industri menjadi lebih hijau belum
dan tanggung jawab yang diamanatkan oleh undang- sepenuhnya diimplementasikan. Secara khusus,
undang dan peraturan dalam bentuk: (i) melakukan model sistem zona industri yang ramah lingkungan
CSR untuk tujuan sosial dan lingkungan, (ii) belum diimplementasikan. Model sistem manajemen
menugaskan tanggung jawab lingkungan perusahaan yang terpisah menyebabkan informasi yang terbatas
dalam hal pengelolaan sampah, (iii) penyediaan di antara para pemain industri untuk dapat
pengelolaan sampah di area bisnis, (iv) menemukan peluang untuk kolaborasi di antara para
pengembangan fasilitas pengumpulan sampah dari pemain, termasuk kesempatan untuk berkolaborasi
lokasi produksi hingga pembuangan akhir, dan (v) dalam pengelolaan sampah 3R pada skala yang
penyediaan wadah sampah, pengumpulan sampah ekonomis.
dan fasilitas pemilahan. Salah satu komponen yang belum banyak
Selama ini, daur ulang sampah masih berfokus disinggung dalam kerangka regulasi adalah pelibatan
pada sampah dengan nilai ekonomi tinggi. Sementara sektor informal, seperti pemulung, pengepul kecil
itu, sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi maupun besar, yang telah lama ada dalam bisnis daur
(uneconomic waste) dibakar atau dibuang ulang. Padahal pelibatan mereka menjadi krusial dan
sembarangan ke badan air termasuk ke sungai dan akan menguntungkan (Asim et al, 2012; Gulbrunet,
saluran drainase. Tanpa adanya partisipasi produser 2019). Jejaring yang kuat telah terbentuk diantara
dan konsumen untuk meningkatkan nilai ekonomi mereka dan pada kenyataannya para pengepul
dari uneconomic waste, maka jenis sampah ini memiliki kemampuan untuk menentukan harga.
Pemerintah kota belum memiliki data para pelaku
52
© 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2020), 18 (1): 48-57, ISSN 1829-8907

daur ulang di sektor informal ini, termasuk jenis masyarakat untuk mendukung program tersebut.
aktivitas dan kapasitasnya. Namun, sebagian besar rumah tangga belum memiliki
Regulasi atau kebijakan daur ulang sampah di tingkat fasilitas pemilahan masing-masing. Disamping itu,
operasional lapangan diterjemahkan dalam sejumlah gerobak pengangkut sampah dari rumah tangga ke
program. Dua program utama daur ulang yang TPST 3R tidak dilengkapi dengan ruang yang terpilah
umumnya ditemui di wilayah perkotaan, termasuk dan armada angkut dengan kapasitas yang rendah.
Kota Semarang, yaitu: Pembangunan fasilitas TPS-3R Kedua, walaupun sejumlah regulasi dari tingkat
dan Bank Sampah. Berdasarkan telaah atas regulasi nasional hingga perda telah diterbitkan, kesadaran
dan pengamatan lapangan, kami melihat bahwa masyarakat terhadap pengelolaan sampah masih
kebijakan daur ulang yang didesain oleh pemerintah rendah. Peranan pemerintah sangat besar dalam
terlalu ideal untuk diterapkan, dan pada saat yang pengelolaan lingkungan hidup, namun tanpa
sama pemerintah kota mempertahankan dualisme dukungan masyarakat pelaksanaannya tidak mungkin
dalam pendekatan daur yang memiliki implikasi berjalan lancar. Bolane (2006) menyebutkan bahwa
negatif bagi performa daur ulang. Kedua poin tersebut masyarakat adalah tulang punggung suksesnya
akan diulas lebih dalam pada bagian berikut ini. kebijakan daur ulang. Oleh karenanya, kebijakan daur
ulang yang fokus pada masyarakat (people-centered)
3.3. Idealisme kebijakan dan dualisme seperti edukasi sering dilupakan. Studi kasus di
pendekatan daur ulang Putrajaya Malaysia (Malik, Abdulah, dan Manaf, 2015)
Bagian ini akan diawali dengan pemaparan menunjukkan adanya keterkaitan praktik pemilahan
secara singkat konsep dasar dari dua program utama sampah di rumah tangga dan sikap atau pengetahuan
daur ulang, yaitu Pembangunan fasilitas Tempat mereka akan pentingnya daur ulang.
Pembuangan Sementara Terpadu (TPST 3R) dan Bank Ketiga, terbatasnya TPST 3R hingga saat ini belum
Sampah dan diikuti dengan ulasan atas idealisme banyak tersebar di berbagai wilayah belum mampu
kebijakan dan dualism pendekatan daur ulang di menjadi pengungkit peningkatan daur ulang sampah
masing-masing program. di Kota Semarang. Hanya ada 2 TPST 3R yang
mengolah kegiatan daur ulang sampah anorganik
3.3.1. Pengembangan fasilitas TPST 3R yaitu TPST 3R Sampangan dan Jomblang, sedangkan
Di atas kertas, program ini melibatkan pemilahan sampah anorganik yang terkumpul di TPST 3R yang
di tingkat rumah tangga, pengumpulan, dan lain tidak mendapatkan perlakuan khusus sama
pengangkutan limbah terpisah ke TPS 3R. Setelah sekali, langsung diangkut tanpa pemilahan dan
diproses di TPST 3R, semua limbah residu diangkut ke dibuang ke TPA (Wijayanti, 2013). Namun demikian,
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sejauh ini, rendahnya partisipasi masyarakat di Putrajaya,
pemerintah kota Semarang telah membangun 28 unit Malaysia (47%) juga diakibatkan karena beberapa
TPST 3R dan jumlahnya terus bertambah. Pada saat kendala seperti jarak dari rumah ke pusat daur ulang,
yang sama pemerintah kota juga terus menambahkan keterbatasan waktu serta ruang penyimpanan di
Fasilitas Tempat Pembuangan Sementara (TPS) rumah (Malik, Abdulah, dan Manaf, 2015). Artinya,
konvensional yang tidak menerapkan 3R dalam ketersediaan sarana dan prasarana saja belum tentu
rencana pembangunan jangka menengah daerah mencukupi.
(RPJMD). TPS adalah standar pengelolaan limbah Keempat, TPST 3R setelah dibangun juga
yang paling banyak dipraktikkan hampir di seluruh diserahkan begitu saja dari pemerintah ke
bagian Kota Semarang. Rumah tangga mengumpulkan masyarakat (kelurahan), yang kemudian tidak
berbagai jenis sampah dalam satu wadah dan dilanjutkan dengan penguatan ketrampilan dan
kemudian secara kolektif memberikan tugas kepada kapasitas yang memadahi kepada masyarakat dalam
pihak ketiga informal untuk mengangkut sampah dari operasionalnya. Tidak jarang, TPST diserahkan
wadah ke TPS. operasionalisasinya pada kelompok/tim yang tidak
Pada kenyataannya, dari total 28 TPST 3R yang memiliki ketertarikan dalam bidang tersebut.
ada telah terbangun di Kota Semarang, hanya 4 unit Akibatnya, pemanfaatan dan pengelolaan TPST 3R
yang beroperasi. Artinya, investasi pemerintah yang tidak berjalan dengan maksimal.
ditujukan untuk mendorong daur ulang sampah tidak Pada sisi yang lain masih terdapat dualisme
berjalan secara maksimal. pendekatan terkait program daur ulang melalui TPST
Program pembangunan TPST 3R yang berjalan di 3R, karena beberapa faktor. Pertama, TPS
Kota Semarang belum mampu mengimbangi konvensional masih terus dibangun dan
idealisme kebijakan daur ulang melalui program direncanakan, sehingga membuat dualisme
tersebut, dengan sejumlah alasan sebagai berikut. pengelolaan sampah (pilah vs. campur). Hal ini sering
Pertama, TPST 3R memerlukan input dari hulu kali menyebabkan rasa apatis bagi masyarakat yang
prosesnya yaitu pemilahan sejak dari tingkat rumah telah melakukan pemilahan pada tingkat rumah
tangga. Bagian hulu proses ini belum ditangani tangga, tetapi dalam tahapan selanjutnya, koleksi
dengan baik oleh program, walaupun pemerintah disatukan kembali menuju TPS konvensional (karena
telah mengklaim melakukan pemberdayaan jumlah TPST 3R masih terbatas).
53
© 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2020), 18 (1): 48-57, ISSN 1829-8907

Kedua, masih terdapatnya fenomena Not in My memiliki manajemen layaknya perbankan. Namun
Back Yard (NIMBY)-ism yang berujung pada yang ditabung bukan uang melainkan sampah kering
penolakan atas kehadiran TPST 3R juga ada di yang telah berhasil dikumpulkan dan dipilah. Warga
kalangan masyarakat. TPST 3R di sekitar lingkungan yang menabung juga disebut nasabah dan
permukiman seringkali kurang diminati karena mendapatkani buku tabungan. Mereka juga dapat
pengelolaan sistem ini membutuhkan tempat yang meminjam uang yang nantinya dikembalikan dengan
cukup luas dan perlu pengelolaan yang tepat karena sampah seharga uang yang dipinjam. Selanjutnya,
sampah yang diolah termasuk sampah organik dan sampah akan dijual ke pengepul-pengepul sampah
cenderung berbau sehingga menyebabkan untuk bergulirnya roda bisnis bank sampah. Sejauh
ketidaknyamannan untuk masyarakat sekitar TPST ini, lebih dari ratusan bank sampah didirikan di
3R. Semarang (Bintari, 2017). Diharapkan bahwa insentif
Tabel 2 meringkas idealisme kebijakan dan yang dihasilkan dari penjualan sampah yang dapat
dualisme pendekatan yang terdapat di dalam program didaur ulang mendorong partisipasi rumah tangga.
daur ulang sampah melalui TPST 3R dan Bank Saat ini, ada banyak organisasi bank sampah yang
Sampah. Adapun bagian selanjutnya akan menyoroti telah didirikan di Kota Semarang. Skala layanan untuk
idealisme kebijakan dan dualism pendekatan dalam bank sampah bervariasi dari skala blok (RT),
program daur ulang melalui Bank Sampah. lingkungan (RW), Kecamatan (Kelurahan) dan
Sekolah. Data terbaru dari survei yang dilakukan oleh
3.3.2. Pendirian organisasi bank sampah Bintari (2017) di 177 kelurahan mengungkapkan
Program ini adalah suatu alternatif untuk bahwa ada 205 organisasi bank sampah yang tersebar
mempromosikan 3R melalui pemberdayaan rumah di 120 kelurahan. Dari total tersebut, hanya 15
tangga. Bank Sampah merupakan konsep organisasi bank sampah yang tidak aktif, 190 bank
pengumpulan dan pemilahan sampah kering serta sampah lainnya aktif.

Tabel 2. Idealisme Kebijakan dan Dualisme Pendekatan TPST 3R dan Bank Sampah
Praktek Daur Ulang Idealisme Kebijakan Dualisme Pendekatan
TPST 3R  Fasilitas pendukung TPST 3R mulai dari rumah  TPST 3R (Pilah) vs. TPS (Campur)
tangga dan pengangkutan belum sesuai standard
 Partisipasi masyarakat yang diharapkan belum  NIMBY-ism di kalangan masyarakat
tercapai
 Jumlah TPST 3R masih sangat terbatas
 Penyerahan TPST 3R tidak disertai penguatan
kapasitas pengelola

Bank Sampah  Tidak semua skala bank sampah layak secara  Ovelaping layanan TPST 3R dan Bank Sampah
ekonomi. Kesukarelaan pengelola membuat bank
sampah menjadi layak
 Formalitas tidak sejalan dengan besaran bantuan  Alur produk daur ulang: logika bisnis vs. birokrasi
dan pendampingan
 Harapan partisipasi masyarakat didominasi oleh
kaum perempuan

Sumber: Hasil Analisis Peneliti

Studi Bintari (2017) mengenai performa 190 seluruh skala ekonomi, dan (iv) tidak ada hambatan
bank sampah aktif yang ada di Kota Semarang kutural/ budaya.
menunjukkan bahwa bank sampah hanya Program pendirian organisasi bank sampah
berkontribusi sekitar 800 – 850 ton per tahun, atau sebagai garda terdepan pemerintah kota untuk daur
kurang dari 0,2% dari total produksi sampah ulang belum mampu mengimbangi idealisme
pertahun. Angka tersebut setara dengan total sampah kebijakan daur ulang program tersebut, dengan
yang masuk ke TPA Jatibarang dalam satu hari saja. Ini sejumlah alasan sebagai berikut. Pertama, diatas
menunjukkan bahwa upaya daur ulang melalui bank kertas bank sampah memberikan manfaat lingkungan
sampah kurang maksimal. dan memiliki potensi yang dapat memberikan
Dari sisi kebijakan, keterbatasan-keterbatasan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pengelola.
sebagai karakteristik yang melekat pada kawasan Namun, pengelolaan bank sampah kadangkala tidak
perkotaan tidak mampu ditangkap dalam kebijakan efisien untuk membiayai overhead cost
bank sampah. Kebijakan bank sampah, berasumsi: i) (pemeliharaan asset dan utilitas) dan operasional,
bahwa masyarakat perkotaan memiliki lahan yang terutama ketika warga tidak berpartisipasi aktif
cukup untuk mewadahi kegiatan daur ulang, ii) sebagai nasabah. Oleh karena itu, pengelolaannya
masyarakat bisa menjalankan day-to-day bisnis dan bank sampah di lingkungan permukiman sering kali
operasi bank sampah dengan sendirinya, iii) bank dikelola oleh kelompok masyarakat yang ada di
sampah adalah kegiatan yang menguntungkan pada permukiman itu sendiri atas dasar kesukarelaan.
54
© 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2020), 18 (1): 48-57, ISSN 1829-8907

Pengelola bank sampah mengkontribusikan waktu kompetitif. Alur data yang bisa distrukturkan secara
dan tenaga yang tidak sepadan dengan manfaat hirarkis, namun tidak dengan alur produk daur ulang.
ekonomi yang diperolehnya. Dengan sistem ini, Adapun bagian selanjutnya akan menyoroti
keberlanjutan organisasi sangat ditentukan oleh gagasan memperpendek proses bisnis atau bahkan
individu dan sangat rapuh secara kelemabagaan. Bank modifikasi model bisnis perlu dieksplorasi lebih
sampah dalam skala RW atau setidaknya bank lanjut.
sampah dengan anggota aktif sekitar 400 rumah
tangga adalah tingkatan terendah yang membuat 3.4. Kolaborasi peningkatan daur ulang sampah
kegiatan daur ulang didalamnya mampu menutup Upaya memprediksi dan memodifikasi perilaku
biaya overhead dan operasional. daur ulang adalah tugas yang kompleks. Tidak ada
Kedua, jumlah bank sampah meningkat karena konsistensi faktor dari satu negra dengan negara
menjadi program yang bersifat ‘semi-struktural’, atau lainnya. Misalkan, Seacat dan Boileau (2018)
setengah wajib. Bank sampah tidak harus ada di menyebutkan bahwa besarnya populasi kota (sebagai
semua komunitas, tetapi kalua bisa didirikan. hasil dari proses urbanisasi), dan tingkat pendapatan
Sebagian bank sampah umumnya sudah berdiri diduga memiliki pengaruh pada tingkat daur ulang.
sebagai prakarsa masyarakat, lalu pemerintah kota Namun sebuah cross section survey di lebih dari 200
melalui Dinas Lingkungan Hidup “menemukan” kota di Swedia menunjukkan bahwa jumlah sampah
mereka dan melembagakan atau “memformalkan” yang didaur ulang lebih berasosiasi dengan tingkat
secara administratif terkait pendiriannya sesuai pengangguran serta jumlah immigrant yang baru
dengan amanat peraturan daerah. Dengan datang di kota. Jumlah daur ulang yang dihasilkan,
diformalkan mereka bisa memperoleh berbagai tidak ada kaitannya dengan tingkat urbanisasi,
bantuan dan pendampingan dalam pengelolaan kepadatan penduduk, dan jarak relative ke lokasi
keuangan dari pemerintah kota. Namun, pada industri daur ulang (Hage dan Soderholm, 2008).
sejumlah kasus di lapangan menunjukkan bahwa Studi terbaru yang dilakukan oleh Valenzuela-
setelah formalkan oleh pemerintah kota bank sampah Levi (2019) melalui komparasi antara kesenjangan
tidak mendapatkan pembinaan yang memadahi. pendapatan di Barcelona (sebagai representasi
Bantuan-bantuan sarana-prasarana masih kurang kesenjangan pedapatan yang rendah) dan London
(seperti gudang dan mesin pencacah) karena (sebagai representasi kesenjangan pendapatan yang
beberapa penyebab seperti terbatasnya alokasi dana, tinggi) dengan tingkat daur ulang di masing-masing
ketersediaan lahan dan sebagainya. Jika bantuan pemerintah daerahnya menunjukkan bahwa tidak ada
tersedia, umumnya tidak diteruskan dengan bantuan korelasi yang signifikan. Konsepsi yang menayatakan
pemanfataan sarana tersebut. bahwa tingkat pendapatan mempengaruhi perilaku
Ketiga, pengelolaan bank sampah menjadi daur ulang tidak relevan. Dengan kata lain, mereka
domain perempuan, yang kadangkala membatasi yang kaya akan lebih memiliki perilaku daur ulang
performa bisnis bank sampah khususnya untuk yang lebih baik bukan menjadi jaminan. Studi ini
pekerjaan yang membutuhkan tenaga seperti menemukan keterkaitan antara tingkat daur ulang
pengepakan, penyimpanan, dan pengangkutan. Secara sampah dengan desain kelembagaan dan kebijakan di
teknis, produktivitas bank sampah akan meningkat setiap local authorities. Temuan ini juga sejalan
jika terdapat laki-laki yang aktif dalam organisasi dengan studi di Hong Kong (Yau, 2010) yang melihat
bank sampah. Walaupun demikian, partisipasi pria di bahwa daur ulang sangat sensitive terhadap aksi
organisasi yang didominasi oleh perempuan ini bisa kolektif yang menentukan keberhasilannya. Desain
walaupun jarang menyebabkan masalah non-teknis kebijakan yang melibatkan insentif ekonomi untuk
lain, mulai dari kecemburuan pasangan hingga affairs mendorong aksi kolektif sangat dianjurkan.
yang serius. Kegiatan pengelolaan lingkungan, termasuk daur
Pada sisi yang lain masih terdapat dualisme ulang sampah agar dapat berkelanjutan
pendekatan terkait program bank sampah. Masalah membutuhkan kerjasama atau kolaborasi yang saling
ini bersifat potensial terjadi kedepan, karena menguntungkan dengan berbagai pihak yang terkait
beberapa faktor. Pertama, ada peluang terjadiya (Troschinetz et al, 2009), diintegrasikan dalam sistem
overlapping antara pembangunan TPST 3R dan bank pasar (Setiadi, 2017), dan dipayungi oleh sistem
sampah di satu wilayah yang sama. Keberadaan bank kelembagaan, undang-undang dan regulasi yang
sampah dan TPST 3R pada wilayh yang sama akan memadahi. Oleh karena itu, studi ini menyarankan
menjadi upaya kontraproduktif bagi daur ulang, adanya integrasi para pihak (pemerintah, masyarakat
karena salah satu dari bank sampah atau TPST 3R dan produsen) dalam memperkuat daur ulang
tersebut yang akan kurang optimal dalam sampah di Kota Semarang. Terdapat beberapa model
memanfaatkan kapasitasnya. Kedua, upaya untuk integrasi.
memformalkan alur produk daur ulang dari bank Model pertama adalah integrasi kelembagaan
sampah tingkat komunitas menuju bank sampah TPST 3R dan kelembagaan bank sampah. Integrasi
tingkat kelurahan dan selanjutnya ke kecamatan tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan peran
adalah proses yang memperpanjang rantai kegiatan TPST 3R dan bank sampah. Pada Kawasan dimana
dan membuat proses bisnis menjadi semakin tidak TPST 3R beririsan dengan bank sampah, sebaiknya
55
© 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2020), 18 (1): 48-57, ISSN 1829-8907

terdapat penggabungan pengelolaan. Dalam situasi ini dengan pengelolaan sampah ditemukan tersebar di
terdapat beberapa alternatif prosedur: (i) Pengurus berbagai domain. Tidak hanya di bidang pengelolaan
bank sampah perlu mengajukan proposal untuk sampah, tetapi juga di bidang: lingkungan, industri,
mengakuisisi TPST 3R, (ii) Kepala Kelurahan tanggung jawab perusahaan, dan fasilitas dan
menghapus bank sampah terdekat dengan TPST 3R infrastruktur persampahan. Berbagai undang-undang
dan menunjuk pengurus bank sampah tersebut untuk dan peraturan memberikan mandat dan
menjadi pengelola TPST 3R. Penggabungan ini untuk menginstruksikan semua pihak, dari pemerintah
memastikan bahwa keberadaan TPST 3R dan bank pusat ke pemerintah daerah, bisnis, masyarakat lokal
sampah tidak bersifat kompetitif sehingga memiliki dan rumah tangga untuk menangani pengelolaan
skala ekonomi yang bisa menjadi insentif berjalannya sampah.
day-to-day bisnis bank sampah yang sehat. Secara keseluruhan, masyarakat lokal (rumah
Kedua adalah integrasi bank sampah dengan tangga) dan sektor bisnis telah berkontribusi pada
sektor informal. Integrasi ini diperlukan karena dalam kegiatan daur ulang. Partisipasi masyarakat
sejauh ini di Kota Semarang sektor informal diwujudkan melalui pengembangan bank sampah,
(pengepul kecil hingga pengepul besar) adalah para walaupun kemudian lebih didominasi oleh kelompok
pemain yang telah terbangun secara kuat dalam bisnis perempuan. Partisipasi swasta terlihat walaupun
daur ulang dan menentukan harga. Integrasi antara masih terbatas. Mereka mencoba untuk berkontribusi
bank sampah dan para pengepul dapat difasilitasi lebih banyak dalam pekerjaan daur ulang tetapi nilai
dengan suatu sistem informasi pemasaran, yang plastik kemasan yang rendah mengancam
selanjutnya akan memotong mata rantai ekonomi dan keberlanjutan upaya tersebut. Sektor pemerintah
memperkuat nilai tawar bank sampah. Integrasi ini cenderung menilai terlalu tinggi kontribusi mereka
sangat memungkinkan karena selama ini pengepul terkait dengan pengelolaan sampah dan
seringkali mengalami kesulitan untuk memenuhi pendampingan bank sampah. Selain Dinas
bahan baku industri daur ulang dan memenuhinya Lingkungan Hidup, sektor pemerintah lainnya kurang
dari daerah-daerah lain di luar Semarang. terlibat dan memiliki pengetahuan dan kepedulian
Disamping kedua model integrasi diatas, yang terbatas dalam pengelolaan sampah dan daur
Pemerintah Kota Semarang perlu memfasilitasi ulangnya.
penguatan ketrampilan dan pengetahuan pengelola Pengembangan kebijakan daur ulang sampah
TPST 3R dan bank sampah. Penyediaan bantuan fisik yang lebih kolaboratif diantara semua aktor sangat
dan peralatan saja tidak mencukupi, sehingga harus diperlukan dan menjadi kunci dalam meningkatkan
diberikan pendampingan fasilitas daur ulang yang kapasitas daur ulang di wilayah perkotaan Indonesia,
diberikan bisa optimal pemanfaatannya. termasuk di Kota Semarang, termasuk dengan
Pemerintah juga harus tahap demi tahap integrasinya ke jejaring sektor informal dan industri
mengejar ketertinggalannya atas idealisme yang daur ulang. Pemerintah kota perlu untuk secara
dituangkan dalam kebijakan daur ulang dan bertahap mengejar ketertinggalannya atas idealisme
mengakhiri dualisme pendekatan pengelolaan kebijakan yang dituangkan dalam berbagai regulasi
sampah khususnya antara TPST 3R dan TPS daur ulang, dan segera mengakhiri dualisme
konvensional yang tidak menerapkan 3R. Satu upaya pendekatan pengelolaan sampah khususnya antara
yang urgen dilakukan adalah dengan menghubungkan TPST 3R dan TPS konvensional.
sistem TPST 3R hingga ke tingkat rumah tangga.
Pemerintah perlu memberikan: (i) bantuan atau PERNYATAAN
subsidi (penuh atau parsial) tempat pilah sampah di Para penulis mengapresiasi dukungan dari Program
tingkat rumah tangga, (ii) bantuan moda Peningkatan Daur Ulang dan Kolaborasi Pengelolaan
pengumpulan terpisah (organik dan anorganik) dari Sampah (PILAH) yang didukung oleh USAID. Penulis
rumah tangga ke TPST 3R, dan (iii) pengadaan moda utama secara khusus mengapresiasi kontribusi FT
pengangkutan terpisah dari TPST 3R ke industri daur Universitas Diponegoro (UNDIP) melalui skema
ulang. Penelitian Strategis Hibah Kompetitif TA 2019.
Daerah-daerah yang belum memperoleh
cakupan pelayanan sampah (umumnya kelurahan-
kelurahan di pinggir Kota Semarang yang ada di DAFTAR PUSTAKA
Kecamatan Gunung Pati, Mijen, dan Tembalang) Ackerman, F. 2000. Waste Management and Climate Change.
langsung dialokasikan dengan pengempangan sistem Local Environment, 5(2), 223-
TPST 3R atau Bank Sampah sesuai dengan standard 229. DOI: 10.1080/13549830050009373
Asim, M., Batool, S.A., Chaudhry, M.N. 2012. Scavanger and
dan diikuti penguatan kapasitas masyarakatnya.
their role in the recycling of waste in Southwestern
Lahore. Resource, Conservation, and Recycling, 58,
4. Kesimpulan 152-162.
Berbagai undang-undang dan peraturan terkait Bappenas, 2011. Guideline for implementing green house
pengelolaan sampah dirumuskan oleh pemerintah gas emission reduction action plan, Bappenas: Jakarta.
pusat dan diterjemahkan oleh pemerintah daerah Bintari, 2017. Kajian Potensi Daur Ulang Sampah di Kota
sebagai peraturan daerah. Peraturan yang terkait Semarang. Bintari: Semarang.

56
© 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2020), 18 (1): 48-57, ISSN 1829-8907

Bintari, 2020. Improving Waste Recycling Capacity in statewide assessment. Journal of Environmental
Semarang. PILAH-USAID Policy Brief. URL: Psychology, 56, 12-19. doi:
https://bintari.org/ringkasan-kebijakan-policy-brief- https://doi.org/10.1016/j.jenvp.2018.02.004
untuk-peningkatan-kapasitas-daur-ulang-di-kota- Setiadi, R. 2017. An assessment of green economy in Central
semarang/ Java Province, Indonesia: conformity and
Bolaane, B. 2006. Constraints to promoting people centred transformation. International Journal of Green
approaches in recycling. Habitat Internasional, 30, Economics, 11 (3-4), pp. 232-250. doi:
731–740. doi:10.1016/j.habitatint.2005.10.002 10.1504/IJGE.2017.089855
Eriksen, M., et al. 2014. Plastic pollution in the world’s Tonini, D., et al. 2018. Enviromental impacts of food waste:
oceans: more than 5 trillion plastic pieces weighing learning and challenge from a case study from UK,
over 250,000 tons afloat at sea. Plos One, doi: Waste Management, 76, pp. 744-766.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0111913 Troschinetz, AM., et al 2009. Sustainable recycling of
Gulbrunet, L. 2019. What is ‘informal’ in informal waste municipal solid waste in developing countries. Waste
management? Insight from the case of waste Management, 29 (2), pp. 915-923.
collection in the Tepito neighborhood, Mexico City. Valenzuela-Levi, N. 2019. Do the rich recycle more?
Waste Management, 86, 13-22. Understanding the link between income inequality
Hage, O and So ̈derholm, P. 2008. An econometric analysis of and separate waste collection within metropolitan
regional differences in household waste collection: areas. Journal of Cleaner Production, 213, 440-450.
The case of plastic packaging waste in Sweden. Waste doi: https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2018.12.195
Management, 28, 1720–1731. Wijayanti, WP. 2013. Peluang pengelolaan sampah sebagai
doi:10.1016/j.wasman.2007.08.022 strategi mitigasi dalam mewujudkan ketahanan iklim
Jambeck, J. 2018. Challenges and emerging solutions to the Kota Semarang, Jurnal Pembangunan Wilayah dan
land-based plastic waste issue in Africa. Marine Policy, Kota, 9(2), pp. 152-162.
96, 256–263. doi: https://doi.org/10.14710/pwk.v9i2.6531
https://doi.org/10.1016/j.marpol.2017.10.041 Wilson, DC and Velis, CA. 2014. Cities and waste:
Malik, N.K.A., Abdullah, S.H., Manaf, L.A. 2015. Community Current and emerging issues. Waste Management &
participation on solid waste segregation through Research, 32(9) 797–799. doi:
recycling programmes in Putrajaya. Procedia 10.1177/0734242X14547125
Environmental Sciences, 30, 10-14. Yau, Y. 2010. Domestic waste recycling, collective action
doi:10.1016/j.proenv.2015.10.002 and economic incentive: the case in Hong Kong. Waste
Seacat, J.D and Boileau, N. 2018. Demographic and Management, 30, 2440–2447.
community-level predictors of recycling behavior: a doi:10.1016/j.wasman.2010.06.009

57
© 2020, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP

Anda mungkin juga menyukai