Anda di halaman 1dari 11

Buaya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Buaya

Periode Eosen – Kini, 55–0 jtyl 

PreЄ

Pg

Crocodylidae 

Taksonomi

Kerajaan Animalia
Filum Chordata

Kelas Reptilia

Ordo Crocodilia

Superfamili Crocodyloidea

Famili Crocodylidae 
Cuvier, 1807

Subfamili

 Crocodylinae

 †Mekosuchinae

 Tomistominae?

Distribusi

Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi


seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya sepit (Tomistoma
schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk
menyebut ‘buaya’ aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat buaya yang
berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan
tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya. Namun, ada pula yang
hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan
bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga
memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan
hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Dikenal pula beberapa nama daerah untuk menyebut buaya, seperti
misalnya buhaya (Sd.); buhaya (bjn); baya atau bajul (Jw.); bicokok (Btw.), bekatak,
atau buaya katak untuk menyebut buaya bertubuh kecil gemuk; senyulong, buaya
jolong-jolong (Mly.), atau buaya julung-julung untuk menyebut buaya ikan; buaya
pandan, yakni buaya yang berwarna kehijauan; buaya tembaga, buaya yang berwarna
kuning kecoklatan; dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris buaya dikenal sebagai crocodile. Nama ini berasal dari
penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka saksikan di
Sungai Nil, krokodilos; kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti ‘batu
kerikil’, dan deilos yang berarti ‘cacing’ atau ‘orang’. Mereka menyebutnya ‘cacing
bebatuan’ karena mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai yang berbatu-
batu.

Biologi dan perilaku[sunting | sunting sumber]

Buaya seperti halnya dinosaurus yang memiliki tulang-tulang iga yang termodifikasi menjadi gastralia.

Di luar bentuknya yang purba, buaya sesungguhnya merupakan hewan melata yang
kompleks. Tak seperti lazimnya reptil, buaya memiliki jantung beruang empat, sekat
rongga badan (diafragma) dan cerebral cortex. Pada sisi lain, morfologi luarnya
memperlihatkan dengan jelas cara hidup pemangsa akuatik. Tubuhnya yang
"streamline" memungkinkannya untuk berenang cepat. Buaya melipat kakinya ke
belakang melekat pada tubuhnya, untuk mengurangi hambatan air dan
memungkinkannya menambah kecepatan pada saat berenang. Jari-jari kaki
belakangnya berselaput renang, yang meskipun tak digunakan sebagai pendorong
ketika berenang cepat, selaput ini amat berguna tatkala ia harus mendadak berbalik
atau melakukan gerakan tiba-tiba di air, atau untuk memulai berenang. Kaki berselaput
juga merupakan keuntungan manakala buaya perlu bergerak atau berjalan di air
dangkal.
Buaya dapat bergerak dengan sangat cepat pada jarak pendek, bahkan juga di luar air.
Binatang ini memiliki rahang yang sangat kuat, yang dapat menggigit dengan kekuatan
luar biasa, menjadikannya sebagai hewan dengan kekuatan gigitan yang paling besar.
Tekanan gigitan buaya ini tak kurang dari 5.000 psi (pounds per square inch; setara
dengan 315 kg/cm²);[1] bandingkan dengan kekuatan gigitan anjing rottweiler yang hanya
335 psi, hiu putih raksasa sebesar 400 psi, atau dubuk (hyena) sekitar 800 – 1.000 psi.
Gigi-gigi buaya runcing dan tajam, amat berguna untuk memegangi mangsanya. Buaya
menyerang mangsanya dengan cara menerkam sekaligus menggigit mangsanya itu,
kemudian menariknya dengan kuat dan tiba-tiba ke air. Oleh sebab itu otot-otot di
sekitar rahangnya berkembang sedemikian baik sehingga dapat mengatup dengan
amat kuat. Mulut yang telah mengatup demikian juga amat sukar dibuka, serupa
dengan gigitan tokek. Akan tetapi sebaliknya, otot-otot yang berfungsi untuk membuka
mulut buaya amat lemah. Para peneliti buaya cukup melilitkan pita perekat besar
(lakban) beberapa kali atau mengikatkan tali karet ban dalam di ujung moncong yang
menutup, untuk menjaganya agar mulut itu tetap mengatup sementara dilakukan
pengamatan dan pengukuran, atau manakala ingin mengangkut binatang itu dengan
aman. Cakar dan kuku buaya pun kuat dan tajam, akan tetapi lehernya amat kaku
sehingga buaya tidak begitu mudah menyerang ke samping atau ke belakang.
Buaya memangsa ikan, burung, mamalia, dan kadang-kadang juga buaya lain yang
lebih kecil bahkan bangkai buaya dewasa. Reptil ini merupakan pemangsa penyergap;
ia menunggu mangsanya hewan darat atau ikan mendekat, lalu menerkamnya dengan
tiba-tiba. Sebagai hewan yang berdarah dingin, predator ini dapat bertahan cukup lama
tanpa makanan, dan jarang benar-benar perlu bergerak untuk memburu mangsanya.
Meskipun tampaknya lamban, buaya merupakan pemangsa puncak di lingkungannya,
dan beberapa jenisnya teramati pernah menyerang dan membunuh ikan hiu.
[2]
 Perkecualiannya adalah burung cerek Mesir, yang dikenal memiliki
hubungan simbiotik dengan buaya. Konon, burung ini biasa memakan hewan-
hewan parasit dan sisa daging yang berdiam di mulut buaya, dan untuk itu sang raja
sungai membuka mulutnya lebar-lebar serta membiarkan si cerek masuk untuk
membersihkannya.
Selain memakan daging, 13 dari 23 spesies buaya kini diketahui juga memakan buah.
Pada sebuah analisis rutin yang dilakukan terhadap buaya Amerika (Alligator
mississippiensis) yang tinggal di Taman Nasional Everglades, Florida, para peneliti dari
US Fish and Wildlife Service menemukan sebuah "kolam apel" di dalam perut buaya.
Tahun 2012, seorang peneliti dari Asia Tenggara juga melihat seekor buaya siam
melahap semangka.[3]

Patung Saint Theodore of Amasea menginjak seekor buaya (Venesia, Italia).

Pada musim kawin dan bertelur buaya dapat menjadi sangat agresif dan mudah
menyerang manusia atau hewan lain yang mendekat. Di musim bertelur buaya amat
buas menjaga sarang dan telur-telurnya. Induk buaya betina umumnya menyimpan
telur-telurnya dengan dibenamkan di bawah gundukan tanah atau pasir bercampur
dengan serasah dedaunan. Induk tersebut kemudian menungguinya dari jarak sekitar 2
meter.
Embrio buaya tak memiliki kromosom seksual, yakni kromosom yang menentukan jenis
kelamin anak yang akan ditetaskan. Jadi tak sebagaimana manusia, jenis kelamin
buaya tak ditentukan secara genetik. Alih-alih, jenis kelamin ini ditentukan oleh suhu
pengeraman atau suhu sarang tempat telur ditetaskan. Pada buaya muara, suhu sekitar
31,6°C akan menghasilkan hewan jantan, sedikit lebih rendah atau lebih tinggi dari
angka itu akan menghasilkan buaya betina. Masa pengeraman telur adalah sekitar 80
hari, tergantung pada suhu rata-rata sarang. [4]
Buaya ditengarai memiliki insting untuk kembali ke tempat tinggalnya semula (homing
instinct).[5][6] Tiga ekor buaya yang ganas di Australia Utara telah dipindahkan ke
lokasinya yang baru, sejauh 400 km, dengan menggunakan helikopter. Akan tetapi
dalam tiga minggu hewan-hewan ini diketahui telah tiba kembali di tempat asalnya.
Kejadian ini terpantau melalui alat pelacak yang dipasang pada tubuh reptil tersebut.
Menurut pengetahuan sekarang, buaya memiliki kekerabatan yang lebih erat
dengan burung dan dinosaurus, dibandingkan dengan kebanyakan reptil umumnya.
Tiga kelompok yang pertama itu, ditambah dengan kelompok pterosaurus, digolongkan
menjadi grup besar Archosauria (='reptil yang menguasai'[7]).[8]
Umur[sunting | sunting sumber]

Bayi buaya berusaha keluar dari cangkang telur di Kebun Binatang Mangkang Semarang.

Tidak ada cara yang meyakinkan untuk menghitung umur buaya, selain dengan
mengetahui waktu penetasannya dahulu, meskipun ada beberapa teknik yang telah
dikembangkan. Metode yang paling umum digunakan untuk menaksir umur hewan ini
ialah dengan menghitung lingkaran tumbuh pada tulang dan gigi. Tiap-tiap lapis
lingkaran menggambarkan adanya perubahan pada laju pertumbuhan, yang mungkin
disebabkan oleh perubahan musim kemarau dan hujan yang berulang setiap tahun.
[4]
 Dengan tetap mengingat peluang ketidaktepatan metode ini, buaya yang tertua
kemungkinan adalah spesies yang terbesar. Buaya muara (C. porosus) diperkirakan
dapat hidup rata-rata hingga 70 tahun, dengan sedikit individu yang terbukti dapat
melebihi umur 100 tahun. Salah satu buaya tertua yang tercatat, mati di kebun
binatang Rusia pada usia sekitar 115 tahun.[4]
Seekor buaya air tawar jantan yang dipelihara di Kebun Binatang Australia diperkirakan
berumur 130 tahun. Hewan ini diselamatkan Bob Irwin dan Steve Irwin dari alam liar
setelah ditembak dua kali oleh pemburu. Akibat tembakan senjata itu, buaya tersebut
(yang kini dijuluki sebagai "Mr. Freshy") kehilangan mata kanannya. [9]
Ukuran[sunting | sunting sumber]
Ukuran tubuh buaya sangat bervariasi dari jenis ke jenis, mulai dari buaya
kerdil hingga buaya muara raksasa. Spesies bertubuh besar dapat tumbuh lebih
panjang dari 5 m dan memiliki berat melebihi 1.200 kg. Walaupun demikian, bayi-bayi
buaya hanya berukuran sekitar 20 cm tatkala menetas dari telur. Spesies buaya
terbesar adalah buaya muara, yang hidup di wilayah Asia Tenggara hingga ke Australia
utara.
Ukuran terbesar buaya muara hingga kini masih diperdebatkan. Buaya terbesar yang
pernah tercatat adalah seekor buaya muara raksasa sepanjang 8,6 m, yang tertembak
oleh seorang guru sekolah di Australia.[2] Sedangkan buaya terbesar yang masih hidup
adalah seekor buaya muara sepanjang 7,1 m di Suaka Margasatwa Bhitarkanika,
Orissa, India. Pada bulan Juni 2006, rekornya dicatat pada The Guinness Book of
World Records.[10]
Dua catatan lain yang tepercaya mengenai ukuran buaya terbesar adalah rekor dua
ekor buaya sepanjang 6,2 m. Buaya yang pertama ditembak di Sungai Mary, Northern
Territory, Australia pada 1974 oleh seorang pemburu gelap, yang kemudian diukur oleh
seorang petugas kehutanan. Sedangkan buaya yang kedua dibunuh di Sungai Fly,
Papua Nugini. Ukuran buaya kedua ini sebetulnya diperoleh dari kulit, yang diukur oleh
Jerome Montague, seorang peneliti margasatwa. Dan karena ukuran kulit selalu lebih
kecil (menyusut) dari ukuran hewan aslinya, dipercaya bahwa buaya kedua ini
sedikitnya berukuran 10 cm lebih panjang ketika hidup.

Penangkaran buaya Samutprakarn di Bangkok.

Buaya terbesar yang pernah dipelihara di penangkaran adalah seekor blasteran buaya
muara dengan buaya Siam yang diberi nama Yai (Th.: ใหญ่, berarti besar) (menetas
pada 10 Juni 1972) di Kebun Penangkaran Buaya Samutprakarn yang terkenal di
Thailand. Binatang melata ini memiliki panjang tubuh hingga 6 m dan berat mencapai
1.114,27 kg.
Buaya raksasa peliharaan yang lain adalah seekor buaya muara yang bernama Gomek.
Hewan ini ditangkap oleh George Craig di Papua Nugini dan kemudian dijual ke St.
Augustine Alligator Farm di Florida, Amerika. Buaya ini mati karena penyakit jantung
pada Februari 1997 dalam usia yang cukup tua. Menurut catatan penangkaran tersebut,
ketika mati Gomek memiliki panjang 5,5 m dan mungkin berusia antara 70–80 tahun.
Buaya Bhitarkanika yang terbesar diperkirakan sepanjang 7,62 m. Dugaan ini diperoleh
para ahli berdasarkan ukuran sebuah tengkorak buaya yang disimpan oleh keluarga
Kerajaan Kanika. Buaya tersebut kemungkinan ditembak mati di dekat Dhamara sekitar
tahun 1926 dan kemudian tengkoraknya diawetkan oleh Raja Kanika ketika itu. Dugaan
panjang di atas didapat melalui perhitungan, dengan mengingat bahwa panjang
tengkorak buaya sekitar sepertujuh panjang total badannya.

Taksonomi dan penyebaran[sunting | sunting sumber]


Buaya moncong-ramping, Crocodylus cataphractus

Buaya-buaya sedang berjemur.

Buaya amerika di La Manzanilla, Jalisco, Meksiko.

Kebanyakan buaya tergolong ke dalam marga Crocodylus. Dua marga lain yang masih


hidup anggota suku Crocodylia ini adalah Osteolaemus dan Tomistoma, masing-
masingnya bersifat monotipik.

 Suku Crocodylidae
o Anak suku Mekosuchinae (punah)
o Anak suku Crocodylinae
 Marga Euthecodon (punah)
 Marga Rimasuchus (punah, sebelumnya Crocodylus
lloydi)
 Marga Osteolaemus
 Buaya kerdil, Osteolaemus tetraspis (para ahli
berbeda pendapat apakah spesies ini
sebetulnya terdiri dari dua spesies.
Kebanyakan berpandangan bahwa buaya
kerdil adalah satu spesies dengan dua anak
jenis (subspesies): O. tetraspis tetraspis & O.
t. osborni)
 Marga Crocodylus
 Crocodylus acutus, buaya Amerika
 Crocodylus cataphractus, Buaya moncong-
ramping (kajian DNA terbaru menyarankan
bahwa spesies ini mungkin lebih tepat
digolongkan ke dalam marga
tersendiri, Mecistops)
 Crocodylus intermedius , buaya Orinoco
 Crocodylus johnsoni, buaya air-tawar
Australia
 Crocodylus mindorensis, buaya Filipina
 Crocodylus moreletii , buaya Meksiko
 Crocodylus niloticus, buaya Nil atau buaya
Afrika (anak jenis Madagaskar kadang-
kadang dinamai buaya hitam)
 Crocodylus novaeguineae, buaya Irian
 Crocodylus palustris, buaya India atau buaya
rawa
 Crocodylus porosus , buaya air asin
 Crocodylus rhombifer , buaya Kuba
 Crocodylus siamensis, buaya Siam atau
buaya air-tawar Asia
o Anak suku Tomistominae (kajian terbaru mendapatkan bahwa
kelompok ini sesungguhnya lebih dekat berkerabat dengan gavial,
suku Gavialidae)
 Marga Kentisuchus (punah)
 Marga Gavialosuchus (punah)
 Marga Paratomistoma (punah)
 Marga Thecachampsa (punah)
 Marga Rhamphosuchus (punah)
 Marga Tomistoma
 Tomistoma schlegelii, buaya senyulong atau
gavial Malaya
 Tomistoma lusitanica (punah)
 Tomistoma cairense (punah)
 Tomistoma machikanense (punah, spesies
kala Pleistosen dari Jepang)
Buaya di Indonesia[sunting | sunting sumber]
Sejauh ini diketahui sekitar tujuh spesies (atau subspesies) buaya yang ditemukan di
Indonesia,[11] yakni:

 Buaya sejati
o Buaya mindoro atau buaya Filipina (Crocodylus mindorensis)
o Buaya irian (C. novaeguineae)
o Buaya air asin (C. porosus)
o Buaya kalimantan (C. raninus)
o Buaya air tawar atau Buaya Siam (C. siamensis)
o Buaya sahul (Crocodylus sp.nov.), dan
 Bukan buaya sejati
o Buaya sepit (Tomistoma schlegelii)
o †Gavial bengawan solo (Gavialis bengawanicus). Sudah punah,
fosilnya ditemukan oleh Eugène Dubois di sungai Bengawan Solo
tahun 1908.[12]
Keberadaan buaya mindoro di Indonesia (yakni di Sulawesi timur dan tenggara) baru
dilaporkan semenjak 1996. Buaya kalimantan (diketahui dari Kalimantan
Barat dan Selatan) statusnya masih diperdebatkan, mengingat jenis ini serupa bentuk
dan habitatnya dengan buaya air tawar, namun dengan beberapa ciri lain yang
membedakannya. Demikian pula status buaya Sahul, yang selama ini dianggap identik
dengan buaya irian. Buaya Sahul menyebar terbatas di sebelah selatan Papua,
sementara buaya irian di sebelah utara pegunungan tengah. [11]
Kerabat dekat[sunting | sunting sumber]
Aligator dan kaiman (caiman atau cayman) adalah kerabat dekat buaya yang termasuk
suku Alligatoridae. Aligator memiliki tubuh mirip buaya, yang kadang-kadang dikelirukan
satu sama lain. Bedanya, aligator memiliki moncong yang cenderung lebar ujungnya,
bentuk huruf U apabila dilihat dari atas; sedangkan buaya bermoncong lebih sempit
meruncing, bentuk huruf V. Gigi ke-4 di rahang bawah buaya berukuran besar dan
muncul di sisi luar rahang atas manakala moncongnya terkatup. Gigi-gigi rahang bawah
aligator tersembunyi oleh bibir atasnya manakala moncongnya terkatup.
Gavial alias buaya julung-julung adalah jenis buaya lain lagi yang tergolong suku
Gavialidae. Buaya ini memiliki tubuh yang gemuk, namun dengan moncong yang
panjang dan kurus, bukan tak mirip dengan kepala ikan julung-julung. Buaya ini juga
disebut buaya ikan, karena memang makanan utamanya adalah ikan. Selain itu gavial
juga hampir sepenuhnya akuatik, dan hanya sesekali naik ke darat untuk berjemur.
Crocodylidae, Alligatoridae dan Gavialidae tergolong ke dalam bangsa (ordo)
Crocodilia.
Beberapa kerabat buaya yang telah punah, anggota kelompok yang lebih besar lagi,
yakni Crocodylomorpha, yang bersifat herbivora.

Buaya dan manusia[sunting | sunting sumber]


Serangan buaya[sunting | sunting sumber]
Jenis-jenis buaya bertubuh besar dapat sangat berbahaya bagi manusia. Buaya
muara dan buaya Nil adalah yang paling berbahaya, membunuh ratusan orang tiap
tahun di berbagai daerah di Asia Tenggara dan Afrika. Buaya rawa dan mungkin
pula kaiman hitam yang terancam punah, juga amat berbahaya. Aligator
Amerika kurang agresif dan jarang menyerang manusia apabila tak diganggu.
Peristiwa serangan buaya yang paling banyak memakan jiwa kemungkinan adalah
yang terjadi di Burma, 19 Februari 1945, semasa Perang Pulau Ramree. Sejumlah 900
orang tentara Kekaisaran Jepang, dalam upayanya untuk mundur dan bergabung
dengan pasukan infantri yang lebih besar, telah menyeberangi rawa-
rawa bakau sepanjang 10 mil yang dihuni buaya-buaya muara. Duapuluh tentara
akhirnya tertawan hidup-hidup oleh pasukan Inggris, dan hampir 500 orang lagi
diketahui telah melarikan diri dari Pulau Ramree. Banyak tentara selebihnya yang tewas
dimangsa oleh buaya, meskipun senjata tentara Inggris pun tak pelak lagi turut
berperan menewaskan pasukan yang malang itu. Di samping nyamuk, buaya tercatat
sebagai hewan yang paling banyak menyebabkan kematian pada tahun 2001. [13]
Kulit buaya[sunting | sunting sumber]

Dompet kulit buaya diproduksi dari Bangkok Crocodile Farm.

Meskipun buaya hidup ditakuti orang, namun produk-produk dari kulitnya banyak
disukai dan berharga mahal. Kulit buaya diolah untuk dijadikan aneka barang kerajinan
kulit seperti dompet, tas, topi, ikat pinggang, sepatu dan lain-
lain. Indonesia mengekspor cukup banyak kulit buaya, sekitar 15.228 potong pada
tahun 2002, dengan negara-negara tujuan ekspor di antaranya
ke Singapura, Jepang, Korea, Italia, dan beberapa negara lainnya. Empat perlimanya
adalah dari kulit buaya Irian, dan sekitar 90% di antaranya dihasilkan dari penangkaran
buaya.[14]
Daging buaya juga dimakan di beberapa negara seperti
di Australia, Etiopia, Thailand, Afrika Selatan, Kuba, dan juga di sebagian tempat di
Indonesia dan Amerika Serikat.
Konservasi[sunting | sunting sumber]
Mengingat banyak populasinya yang terus menurun dan menuju kepunahan, banyak
jenis buaya di berbagai negara yang dimasukkan ke dalam status dilindungi. Empat
jenis buaya yang ada di Indonesia, yakni Crocodylus novaeguineae (buaya Irian); C.
porosus (buaya muara); C. siamensis (buaya Siam); dan Tomistoma schlegelii (buaya
sinyulong) telah dilindungi oleh undang-undang.[15]
Untuk mengurangi tekanan terhadap populasi buaya di alam, berbagai upaya
penangkaran telah dikembangkan. Buaya muara dan buaya Nil adalah jenis-jenis yang
paling banyak ditangkarkan. Penangkaran buaya muara cenderung meningkat,
terutama di Australia. Di Indonesia pun telah banyak dilakukan upaya penangkaran
buaya ini, meskipun masih setengah bergantung ke alam, mengingat stok buaya yang
dipelihara masih mengandalkan pemungutan telurnya dari alam, untuk kemudian
ditetaskan dan dibesarkan di penangkaran.
Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ Film dokumenter National Geographic; "Bite Force", Brady Barr.
2. ^ Lompat ke:a b "Animals". Animals.
3. ^ Terungkap, Ternyata Buaya Juga Doyan Buah. Sains.kompas.com
4. ^ Lompat ke:a b c Britton, Adam. Crocodilian Biology Database, FAQ. "How long do crocodiles
live for?". Diakses 9/11/2006.
5. ^ Mercer, Phil (27 September 2007). "Homing crocodiles defy relocation". BBC News.
Diakses tanggal  2007-09-27.
6. ^ "Homesick crocs hightail it home". Sydney Morning Herald. 26 September 2007. Diakses
tanggal 2007-09-27.
7. ^ Karena kelompok reptil ini sukses mendominasi dunia pada kala Mesozoikum
8. ^ Zug, G.R. 1993. Herpetology. Academic Press, San Diego. p. 112. ISBN 0-12-782620-3
9. ^ Profile of Mr Freshy at Australia Zoo website Diarsipkan 2014-02-27 di Wayback Machine.,
diakses 01/02/2007
10. ^ "Orissa crocodile recognised as world's largest". Reuters.  2006-06-16. Diakses
tanggal 2006-06-18. [pranala nonaktif permanen]
11. ^ Lompat ke:a b Iskandar, D.T. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini.
Penerbit ITB, Bandung. 191 hal. ISBN 979-96100-0-1
12. ^ Delfino, Massimo; Vos, John De (24 Mar 2010). "A revision of the Dubois crocodylians,
Gavialis bengawanicus and Crocodylus ossifragus, from the Pleistocene Homo erectus beds
of Java". Journal of Vertebrate Paleontology. 30 (2): 427–
441.  doi:10.1080/02724631003617910  – via Taylor and Francis+NEJM.
13. ^ Daily Telegraph Diarsipkan 2008-02-05 di Wayback Machine. - Crocodile girl told that lake
was safe to swim in
14. ^ Caldwell, J. 2004. World Trade in Crocodilian Skins, 2000–2002[pranala nonaktif
permanen]
. WCMC – UNEP
15. ^ Mumpuni. 2001. Reptilia. dalam M. Noerdjito dan I. Maryanto (eds.). Jenis-jenis Hayati yang
Dilindungi Perundang-undangan Indonesia. Puslit Biologi LIPI – TNC – USAID, Bogor. hal.
112-113. ISBN 979-579-043-9

Anda mungkin juga menyukai