Anda di halaman 1dari 46

PERAN PERAWAT DALAM PENERAPAN BUDAYA

KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH OTANAHA

PROPOSAL

AYU SUTRAVIANI TALIB


NIM: C01418023

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. (Wulandari
& Wahyudin, 2018). Keselamatan pasien dijadikan prioritas yang utama dalam
pelayanan kesehatan dan pelayanan keperawatan sekaligus sebagai aspek
paling penting dari manajemen yang berkualitas. Keselamatan pasien menurut
World Health Organization (WHO) adalah tidak ada bahaya yang mengancam
kepada pasien selama proses pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai
institusi pemberi pelayanan kesehatan harus dapat menjamin pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien (Wianti et al., 2021).
Peningkatan mutu pada keselamatan pasien perlu melibatkan dokter,
perawat dan semua orang yang bekerja di sistem kesehatan wajib berkomitmen
untuk merawat, membantu, menghibur dan merawat pasien dan memiliki
keunggulan dalam penyediaan layanan kesehatan untuk semua orang yang
membutuhkannya agar terwujud peningkatan keselamatan pasien di tatanan
pelayanan kesehatan sebagai suatu bagian dalam sistem pelayanan kesehatan.
Insiden Keselamatan Pasien merupakan peristiwa dan kondisi yang tidak
disengaja yang mengakibatkan atau berpotensi menyebabkan cedera dapat
dicegah pada pasien, insiden keselamatan pasien (IKP) yang terdiri dari kejadian
tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC), kejadian nyaris cedera
(KNC) (Astinawati et al., 2019).
Budaya keselamatan pasien juga dapat didefinisikan sebagai nilai-nilai
yang dibagikan di antara staf rumah sakit tentang apa yang penting, keyakinan
mereka tentang bagaimana hal-hal beroperasi dalam organisasi, dan
interaksinya dengan unit kerja dan struktur dan sistem organisasi, yang bersama-
sama menghasilkan norma perilaku dalam organisasi yang mempromosikan
keselamatan. Tantangan terbesar dalam menciptakan budaya yang menjunjung
keselamatan pasien adalah memulai, membiasakan dan mempertahankan
budaya positif tentang keselamatan pasien pada organisasi pelayanan kesehatan
(Muhtar et al., 2020).
Menurut WHO hasil dari pelaporan di negara-negara Kejadian Tidak
Diharapkan atau KTD pada pasien rawat inap sebesar 3% hingga 16% Di New:
Zealand KTD dilaporkan berkisar 12,9% dari angka pasien rawat inap, di Negara
Inggris Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) sekitar 10.8%, di negara Kanada
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) berkisar 7,5% Joint Commission International
(JCI) melaporkan KTD berkisar 10% dan di United Kingdom, sedangkan di
Australia 16,6%. National Patient Safety Agency mencatat insiden kejadian yang
berkaitan dengan keselamatan pasien sejumlah 1.879.822 kejadian. Sedang di
Negara tetangga Malaysia Kementerian Kesehatan Malaysia (Ministry Of Health
Malaysia) mencatat angka kejadian terkait keselamatan pasien sejumlah 2.769
kejadian dalam rentan waktu tujuh bulan (Huriati et al., 2022). Institute of
Medicine (IOM) dalam (Lestari et al., 2019) mencatat sebanyak 44.000-98.000
orang meninggal per tahunnya di Amerika Serikat yang disebabkan oleh
kesalahan medis. Angka kematian akibat kejadian tidak diharapkan (KTD) pada
pasien rawat inap di Amerika yang berjumlah 33,6 juta. Laporan insiden
keselamatan pasien (IKP) di Inggris berdasarkan National Reporting and
Learning System (NRLS) tahun 2015 mencatat sebanyak 825.416 insiden.
Laporan tersebut meningkat 6% dari insiden ditahun sebelumnya. Dari laporan
tersebut, 0.22% insiden didapatkan telah menyebabkan kematian. National
Patient Safety Agency tahun 2017 melaporkan angka kejadian IKP di Inggris
tahun 2016 sebanyak 1.879.822 insiden, dan untuk Indonesia dalam rentang
waktu 2006–2011, sedangkan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) melaporkan adanya sejumlah 877 insiden (Lestari et al., 2019).
Insiden Keselamatan Pasien di Indonesia Tahun 2016 yang dilaporkan
oleh KKP-RS berdasarkan provinsi mencatat bahwa provinsi DKI Jakarta
menempati urutan tertinggi, yaitu 37,9% lebih besar dari antara delapan propinsi
lainnya (Jawa Tengah 15,9%, D.I. Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%,
Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Aceh 10,7%, dan Sulawesi
Selatan 0,7%). Sedangkan dalam bidang spesialisasi penyakit, ditemukan bahwa
kesalahan paling banyak terjadi pada unit penyakit dalam, bedah dan anak
sebesar 56,7%. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan unit kerja lain.
Sedangkan apabila dilihat dari tipe kejadian insiden,ditemukan bahwa Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) memiliki presentase 47,6%; lebih banyak dibandingkan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sebesar 46,2% (Lestari et al., 2019).
Dari hasil pengambilan data awal di Rumah Sakit Otanaha Kota
Gorontalo didapatkan sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan
dan penerapan pasien safety yang baik. Berdasarkan hasil wawancara tanggal
29 maret 2022 kepala ruangan interna mengenai keselamatan pasien dan telah
di bentuk pada tahun 2021 ketua tim keselamatan pasien mengatakan dari segi
operasional prosedur keselamatan pasien telah ada dari segi pencatatan dan
pelaporan dan data yang di dapatkan mulai dari November 2021 identifikasi
pasien awal 81,96% , Kebersihan cuci tangan 80,38%, penggunaan APD 94% ,
dan pada desember 2021, kebersihan cuci tangan 81,14%, Penggunaan APD
100%, identifikasi pasien 93,75%, pada januari 2022 kebersihan cuci tangan
82,67%, penggunaan APD 83%, Identifikasi pasien 85,73%, dan pada bulan
February 2022 kebersihan cuci tangan 80.23%, penggunaan APD 96%, dan
identifikasi pasien 92,67%. Sementara di Rumah Sakit Otanaha belum di dapati
adanya laporan kematian atau cidera serius Rumah Sakit OTANAHA kota
gorontalo.
Dari penelitian yang dilakukan oleh (Hasibuan, 2015) dapat dilihat Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peran perawat belum optimal dalam menerapkan
keselamatan pasien di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi yang
diakibatkan oleh belum adanya kebijakan dan prosedur tetap yang ditetapkan
oleh manajemen rumah sakit terkait keselamatan pasien dan kurangnya fasilitas
yang memadai untuk mengoptimalkan peran perawat tersebut. Disarankan
kepada pihak manajemen rumah sakit untuk dapat membuat kebijakan dan
peraturan terkait keselamatan pasien dan menyediakan fasilitas yang mencukupi
untuk melakukan dan mendukung perawat dalam menerapkan keselamatan
pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh (Pujilestari, 2014). dimana Hasil penelitian
ini menunjukkan dari 75 orang responden terdapat 37 reponden (49,3%)
termasuk dalam kategori budaya keselamatan pasien rendah dan 38 responden
(50,7%) termasuk dalam kategori budaya keselamatan pasien tinggi. Dari 37
responden yang termasuk dalam kategori budaya keselamatan pasien yang
rendah terdapat 23 perawat (62,2%) dengan pelaksanaan pelayanan yang
kurang baik dan 14 perawat (37,8%) dengan pelaksanaan pelayanan yang baik.
Sementara 38 responden dengan budaya keselamatan pasien yang tinggi
seluruhnya (100%) telah melaksanakan pelayanan dengan baik.
Dari kedua hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan
budaya keselamatan di rumah sakit serta kualitas tenaga perawat dalam
menjalankan program tersebut masih cukup rendah.
Budaya keselamatan adalah domain yang diatur dalam Islam. Umat
muslim diwajibkan menjaga diri, property dan lingkungannya dari cedera,
kerusakan dan kebinasaan. Hal ini sesuai dengan dalil sebagai berikut:

َ ‫يل ٱهَّلل ِ َواَل ُت ۡلقُو ْا ِبَأ ۡيدِي ُكمۡ ِإلَى ٱل َّت ۡهلُ َك ِة َوَأ ۡحسِ ُن ٓو ۚ ْا ِإنَّ ٱهَّلل َ ُيحِبُّ ۡٱلم ُۡحسِ ن‬
‫ِين‬ ِ ‫َوَأنفِقُو ْا فِي َس ِب‬

“Dan berinvestasilah di jalan Allah, jangan pertemukan dirimu (dan semua yang
di bawah kuasa dan kewenanganmu) pada kebinasaan (cedera, penyakit dan
kematian), dan berbuat baiklah (hasan) karena Allah mencintai orang-orang yang
berlaku baik (muhsin)” [QS 2:195]

Islam juga menganjurkan umatnya untuk melakukan pekerjaan secara


profesional, seperti yang disabdakan Rasulullah s.a.w sebagai berikut :

ْ‫ ِإنّ هَّللا َ َت َعالى ُيحِبّ ِإ َذا َع ِم َل َأ َح ُد ُك ْم َع َمالً َأن‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ْ َ‫َعنْ عَاِئ َش َة َرضِ َي هللاُ َع ْن َها َقال‬
ِ ‫ َقا َل َرس ُْو ُل‬:‫ت‬
َ ‫هللا‬
)‫ُي ْتقِ َن ُه (رواه الطبرني والبيهقي‬

Dari Aisyah r.a., sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya


Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara
profesional”. (HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334).

Berdasarkan dari latar belakang maka penulis tertarik untuk melakukan


penelitian mengenai “Peran Perawat Dalam Penerapan Budaya Keselamatan
Pasien”.
1.2. Identifikasi masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat
diidentifikasikan masalah yang muncul adalah :
1. Menurut WHO hasil dari pelaporan di negara-negara Kejadian Tidak
Diharapkan atau KTD pada pasien rawat inap sebesar 3% hingga 16%
2. Menurut KKP-RS Insiden Keselamatan Pasien di Indonesia Tahun 2016
yang dilaporkan oleh KKP-RS berdasarkan provinsi mencatat bahwa
provinsi DKI Jakarta menempati urutan tertinggi, yaitu 37,9% dan
Sulawesi Selatan menempati posisi terendah yaitu sebesar 0,7%).
3. Dari hasil pengambilan data awal di Rumah Sakit Otanaha Kota
Gorontalo didapatkan sebagian besar responden yang memiliki
pengetahuan dan penerapan pasien safety yang baik
4. Berdasarkan hasil wawancara tanggal 29 maret 2022 kepala ruangan
interna mengenai keselamatan pasien dan telah di bentuk pada tahun
2021 ketua tim keselamatan pasien mengatakan dari segi operasional
prosedur keselamatan pasien telah ada dari segi pencatatan dan
pelaporan
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka pokok masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana peran perawat dalam penerapan budaya
keselamatan pasien di RSUD OTANAHA
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan peran perawat dalam penerapan budaya
keselamatan pasien di RSUD OTANAHA
1.4.2. Tujuan KhususUntuk
1. Untuk mengetajui penerapan budaya keselamatan pasien di RSUD
OTANAHA
2. Untuk menganalisis peran perawat dengan penerapan budaya
keselamatan pasien di RSUD OTANAHA
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Kesehatan
Dapat menjadi masukan yang bisa diterapkan di lahan Rumah
Sakit serta dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
2. Bagi Institusi pendidikan
Menjadi bahan tambahan refrensi mengenai budaya keselamatan
pasien serta menambah pengetahuan dan meningkatkan kualitas
pendidikan di Institusi.
3. Bagi peneliti selanjutnya/peneliti keperawatan
Untuk peneliti selanjutnya dapat dijadikan panduan dan alternative
bagi mahasiswa kesehatan dan dapat digunakan sebagai referensi.
4. Bagi masyarakat
Untuk memberikan informasi serta dapat menambah wawasan
masyarakat
5. Bagi profesi keperawatan
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan klinik perawat dalam
penerapan budaya keselamatan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Keselamatan Pasien


2.1.1. Definisi Definisi Keselamatan Pasien
Konsep keselamatan pasien (patient safety) secara mendasar diartikan
sebagai “freedom from accidental injury” oleh Institute Of Medicine (IOM).
Sejalan dengan batasan tersebut, Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKP-RS) mendefinisikan keselamatan pasien sebagai bebas dari cedera (harm)
yang seharusnya tidak terjadi atau potensial cedera akibat dari pelayanan
kesehatan yang disebabkan error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan
atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan (Ayu et al., 2021).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien, keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2017).
Menurut Vincent (2008) dalam (Tutiany et al., 2017) menyatakan bahwa
keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran, pencegahan, dan
perbaikan dari hasil yang buruk atau injury yang berasal dari proses perawatan
kesehatan. Definisi ini membawa beberapa cara untuk membedakan
keselamatan pasien dari kekhawatiran yang lebih umum mengenai kualitas
layanan kesehatan. Berdasarkan beberapa definisi para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa keselamatan pasien merupakan suatu sistem untuk
melakukan pencegahan serta perbaikan yang diakibatkan dari kesalahan
pelayanan kesehatan terhadap pasien (Tutiany et al., 2017).
2.1.2. Standar Keselamatan Pasien
Standar keselamatan pasien wajib diterapkan rumah sakit dan
penilaiannya dilakukan dengan menggunakan instrumen akreditasi rumah sakit.
Standar keselamatan pasien rumah sakit disusun mengacu pada “Hospital
Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Commision on Accreditation of
Health Organizations, Illinois, USA tahun 2002 yang disesuaikan dengan situasi
dan kondisi perumahsakitan di Indonesia (Kemenkes RI, 2011).
Menurut (Kemenkes RI, 2011), standar keselamatan pasien terdiri dari
tujuh standar, yaitu :
1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya kejadian tidak diharapkan.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak
diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terinterasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
kejadian tidak diharapkan.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektivitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan, dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesaian proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan infromasi
internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
2.1.3. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Menurut Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Kemenkes RI, 2011), dalam menerapkan standar keselamatan pasien maka
rumah sakit harus melaksanakan tujuh langkah menuju keselamatan pasien.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien yaitu sebagai berikut.
1. Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien
Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah Penerapan:
a. Bagi Rumah Sakit:
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang
harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-
langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang
harus diberikan kepada staf, pasien, dan keluarga.
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bila mana ada insiden.
2) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di
rumah sakit.
3) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan
pasien.
b. Bagi Unit/Tim:
1) Pastikan rekan sekerja Anda merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
2) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah
sakit Anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan
terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang
tepat.
2. Pimpinan dan Dukung Staf Anda
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang
penerapan program keselamatan pasien rumah sakit Anda.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit
1) Pastikan ada anggota direksi atau pimpinan yang bertanggung jawab atas
keselamatan pasien.
2) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit orang-orang yang dapat diandalkan
untuk menjadi “penggerak” dalam menerapkan program keselamatan
pasien.
3) Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/ pimpinan
maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit.
4) Masukkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf rumah
sakit Anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
b. Untuk Unit/Tim
1) Nominasikan “penggerak” dalam tim Anda sendiri untuk memimpin
gerakan keselamatan pasien.
2) Jelaskan kepada tim Anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi
mereka dengan menjalankan gerakan keselamatan pasien.
3) Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden.
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan
identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit
1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko
klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan
terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf.
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
yang dapat dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit.
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
b. Untuk Unit/Tim
1) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu
keselamatan pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen
yang terkait.
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen
risiko rumah sakit.
3) Lakukan proses assesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat
untuk memperkecil risiko tersebut.
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke
proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
4. Kembangkan Sistem Pelaporan
Pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS).
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam
maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke KKP-RS.
b. Untuk Unit/Tim
Berikan semangat kepada rekan sekerja Anda untuk secara aktif
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang
penting.
5. Libatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien
Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan
pasien.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan
cara-cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden
dengan para pasien dan keluarganya.
2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapatkan informasi yang benar
dan jelas bilamana terjadi insiden.
3) Berikan dukungan, pelatihan, dan dorongan semangat kepada staf agar
selalu terbuka kepada pasien dan keluarga.
b. Untuk Unit/Tim
1) Pastikan tim Anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden.
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi
insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan
benar secara tepat.
3) Pastikan segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada
pasien dan keluarganya.
6. Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien
Dorong staf Anda melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit
1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden
secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Roor Cause Analysis/ RCA) yang
mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun
melakukan Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) untuk proses risiko
tinggi.
b. Untuk Unit/Tim
1) Diskusikan dalam tim Anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa
depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. Cegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit
1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk
menentukan solusi setempat.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang system (struktur dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit Kemenkes RI.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden yang dilaporkan.
b. Untuk Unit/Tim
1) Libatkan tim Anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat
asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim Anda dan pastikan
pelaksanaannya.
3) Pastikan tim Anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang
insiden yang dilaporkan.
2.1.4. Insiden Keselamatan Pasien
Menurut PMK No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, Insiden
keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi
yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah
pada pasien, terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera,
kejadian tidak cedera, dan kejadian potensial cedera (Kemenkes RI, 2017)..
Adapun jenis-jenis insiden yang ditetapkan dalam PMK No. 11 Tahun 2017
adalah sebagai berikut.
1. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Contohnya obat-
obatan LASA (look a like sound a like) disimpan berdekatan.
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu kejadian insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien. Contohnya suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan kepada pasien, tetapi staf lain megetahui dan
membatalkannya sebelum obat tersebut diberikan kepada pasien.
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil tindakan yang
seluruhnya diambil (omission) yang dapat mencederai pasien tetapi
cedera tidak terjadi karena:
a. “keberuntungan” (misalnya pasien yang menerima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat); dan
b. “peringatan” (misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu
obat dengan dosis lethal, segera dietahui secara di lalu diberikan
antidotumnya sehingga tidak menimbulkan cedera berat).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah kejadian yang mengakibatkan
cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (comission)
atau tidak mengambil tindakan (omission) dan bukan karena penyakit
dasarnya (underlying disease) atau kondisi pasien. Cedera dapat
diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis. Contoh
KTD yaitu pasien yang diberikan obat A dengan dosis lebih kareba
kesalahan saat membaca dosis obat pada resep sehingga pasien
mengeluhkan efek samping dari obat tersebut.
5. Kejadian Sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian,
cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan
intervensi untuk memperthankan kehidupan, baik fisik maupun psikis,
yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.
Kejadian sentinel biasanya dipakai untuk kejadian tidak diharapkan atau
tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi
misalnya amputasi pada lokasi yang salah, dll, sehingga pencarian fakta-
fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius
pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
2.2. Konsep Budaya Keselamatan Pasien
2.2.1. Definisi Budaya Keselamatan Pasien
Budaya keselamatan pasien merupakan produk dari nilai, sikap,
kompetensi, dan pola perilaku individu dan kelompok yang menentukan
komitmen, gaya dan kemampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan
terhadap program keselamatan pasien (Fatonah & Yustiawan, 2020).
Menurut Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) 2017,
budaya keselamatan di rumah sakit adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif
karena staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan
melibatkan serta memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong
staf klinis pemberi asuhan bekerjasama dalam tim yang efektif dan mendukung
proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus pada pasien. Budaya
keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi,
dan pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen
terhadap kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan.
Budaya keselamatan dicirikan dengan komunikasi berdasar atas rasa saling
percaya dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan dan
dengan keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan (KARS, 2017).
Komitmen organisasi menyediakan sumber daya, seperti staf, pelatihan,
metode pelaporan yang aman, dan sebagainya untuk menangani masalah
keselamatan. Masih banyak rumah sakit yang masih memiliki budaya untuk
menyalahkan suatu pihak yang akhirnya merugikan kemajuan budaya
keselamatan. Berdasarkan beberapa definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa budaya keselamatan pasien merupakan suatu pola perilaku individu atau
kelompok dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan yang berfokus kepada
pasien untuk memberikan pelayanan kesehatan secara aman. Hal-hal penting
menuju budaya keselamatan menurut (KARS, 2017), yaitu sebagai berikut.
1. Staf RS mengetahui bahwa kegiatan operasional RS berisiko tinggi dan
bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman.
2. Regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut untuk
mendapat hukuman bila membuat laporan tentang KTD dan KNC.
3. Direktur RS mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden
keselamatan pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4. Mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan pasien.
2.2.2. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien
Reiling dalam (Pujilestari, 2014) membagi budaya keselamatan pasien
sebagai
berikut:
1. Informed Culture
Keselamatan pasien sudah diinformasikan ke semua karyawan,
arti penting dari ke pasien, ada upaya dari rumah sakit dalam
menciptakan keselamatan pasien, adanya kebijakan yang menjadi draf/
rencana strategis tentang keselamatan pasien oleh tatanan manajerial,
adanya pelatihan, pengembangan berupa jurnal berdasarkan evience
based, informasi tentang kendala dan hambatan dalam menciptakan
keselamatan pasien.
2. Reporting Culture
Adanya program evaluasi/ sistem pelaporan, adanya upaya dalam
peningkatan laporan, hambatan dan kendala dalam pelaporan, adanya
mekanisme penghargaan dan sanksi yang jelas terhadap laporan.
3. Just Culture
Staf di rumah sakit terbuka dan memiliki motivasi untuk
memberikan informasi terhadap hal yang bisa atau tidak bisa diterima,
adanya ketakutan apabila staf melaporkan kejadian kesalahan, kerjasama
antar sesama staf.
4. Learning Culture
Adanya sistem umpan balik terhadap kejadian kesalahan dan
pelaporannya, adanya pelatihan di rumah sakit yang menunjang
peningkatan SDM.
2.2.3. Pengkuran Dimensi Budaya Keselamatan Pasien
Menurut (Pujilestari, 2014), metode pengukuran budaya ini terdiri dari
beberapa dimensi sebagai berikut:
1. Harapan dan Tindakan Supervisor/Manajer dalam Mempromosi-kan
Keselamatan Pasien
Penerapan budaya dalam sebuah organisasi tidak terlepas dari
peran aktif atasan dalam hal ini supervisor ataupun manajer dalam
mempromosikan nilai-nilai yang dianut dengan melakukan tindakan-
tindakan terkait yang mampu mendukung proses penanaman nilai yang
dimaksudkan. Untuk menilai harapan dan tindakan supervisor/ manajer
dalam mempromosikan keselamatan pasien dapat dilihat dari
pertimbangkan supervisor/ manajer dalam menerima saran staf untuk
meningkatkan keselamatan pasien, penghargaan untuk staf yang
mengikuti prosedur keselamatan pasien, dan sikap yang tidak
mengabaikan masalah keselamatan pasien.
2. Pembelajaran Organisasi-Peningkatan Berkelanjutan
Menurut Agency for Healthcare Research and Quality 2004,
pembelajaran organisasi dan peningkatan berkelanjutan dapat dinilai dari
adanya budaya belajar pada organisasi yang menganggap kesalahan
membawa perubahan positif dan perubahan dievaluasi untuk efektivitas.
Hal ini sejalan dengan pendapat Pam Marshall dan Rob Robson (2005)
yang mengemukakan bahwa ketakutan akan kesalahan yang membuat
organisasi memilih untuk tidak melaporkan kesalahan tersebut akan
menghilangkan kesempatan organisasi tersebut untuk belajar, berubah
dan melakukan perbaikan
Banyak kejadian insiden yang terjadi kemudian tidak dilaporkan
yang dikarenakan laporan yang diadakan tersebut akan dikaitkan dengan
area kerja mereka dimana insiden terjadi. Hasilnya, para pengambil
kebijakan di rumah sakit tidak mengetahui peringatan akan potensial
bahaya yang dapat menyebabkan error. Pembelajaran yang
berkelanjutan bertujuan untuk menciptakan tenaga yang terlatih untuk
melakukan kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi penyebab terjadinya kesalahan sehingga dapat
meningkatkan pelaksanaan keselamatan pasien.
3. Kerjasama Tim dalam Unit
Tim adalah sekelompok orang yang bekerjasama dan
menghasilkan output yang bermakna dalam mengkobinasikan keahlian
dan kemampuan masing-masing individu yang menjadi
tanggungjawabnya. Menurut Agency for Healthcare Research and
Quality, kerjasama tim dapat diukur dari sikap staf yang saling
mendukung satu sama lain, memperlakukan satu sama lain dengan
hormat, dan bekerja sama sebagai sebuah tim. Menurut J Firth dan
Cozens, salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam
kerjasama tim adalah keinginan staf yang satu untuk mendengarkan
pendapat atau saran dari staf lain yang lebih berpengalaman untuk saling
berbagi informasi mengenai kesalahan yang mungkin timbul pada saat
proses pelayanan berlangsung.
4. Keterbukaan Komunikasi
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien. Komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu
kelancaran organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Bentuk
komunikasi dalam keselamatan pasien yang dilakukan perawat yaitu
briefing dengan tujuan agar staf dapat saling berbagi informasi mengenai
isu-isu keselamatan pasien yang berpotensial terjadi dalam proses
pelayanan keperawatan sehari-hari. Menurut Agency for Healthcare
Research and Quality, komunikasi terbuka adalah kebebasan yang
diberikan kepada staf dalam mengemukakan pendapat yang berpengaruh
terhadap keputusan yang diambil dalam memberikan pelayanan yang
aman bagi pasien.
5. Umpan Balik terhadap Error
Menurut AHRQ (2004), umpan balik terhadap kesalahan dalam
mengukur budaya keselamatan pasien dapat dilihat dari informasi yang
diterima staf mengenai kesalahan yang terjadi seperti umpan balik yang
diberikan tentang perubahan pengimplementasian, dan membahas cara-
cara untuk mencegah terjadinya kesalahan. Adanya umpan balik
mengenai kesalahan yang telah terjadi sangat berperan penting dalam
menginformasikan staf untuk waspada terhadap potensi keselahan yang
mungkin timbul pada saat proses pelayanan kepada pasien berlangsung.
6. Respon Tidak Menyalahkan
Yahya mengemukakan bahwa tenaga professional adalah
perfeksionis sehingga apabila terjadi kesalahan, maka akan
mengakibatkan permasalahan psikologis sehingga akan berdampak
kepada penurunan kinerja, karenanya pertanyaan individual perlu
dihindari dan fokus pada permasalahan yang terjadi. Menurut AHRQ
respon tidak menyalahkan dapat diukur dengan memperhatikan sikap staf
terhadap kesalahan atas insiden yang terjadi yang menganggap bahwa
kesalahan mereka dan laporan yang diadakan terhadap mereka akan
disimpan dalam data personalia mereka.
7. Adequate Staffing
Ketersediaan sumberdaya manusia merupakan salah satu factor
yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan budaya keselamatan
pasien di rumah sakit. Kurangnya jumlah maupun kualitas tenaga
perawatan berdampak pada tingginya beban kerja perawat yang
merupakan faktor kontribusi terbesar sebagai penyebab human error
dalam pelayanan keperawatan. Rumah sakit dengan staf keperawatan
yang tidak memadai sangat berisiko untuk terjadi kesalahan yang
berujung kepada terjadinya hal yang tidak diinginkan. Untuk menciptakan
staf yang adekuat maka harus diselenggarakan pendidikan, pelatihan dan
orientasi mengenai keselamatan pasien. Hal ini bertujuan untuk
memperoleh kesatuan pemahaman mengenai bagaimana keselamatan
pasien harus dilaksanakan.
8. Frekuensi Pelaporan Kejadian
Menurut Yulia, salah satu bentuk nyata penerapan identifikasi
risiko adalah dirumuskannya suatu bentuk sistem pelaporan kejadian atau
insiden. Pelaporan kejadian merupakan laporan tertulis setiap keadaan
yang tidak konsisten dengan kegiatan rutin terutama untuk pelayanan
kepada pasien. Tujuan pelaporan insiden adalah untuk mengingatkan
manajemen bahwa ada resiko atau keadaan mengancam terjadinya klaim
atau komplain. Untuk mempermudah rumah sakit dalam melakukan
pelaporan kejadian, KKP-RS telah menetapkan format untuk laporan
kejadian atau insiden. Apabila suatu insiden telah terjadi maka staf yang
bersangkutan harus segera melaporkan kejadian tersebut sehingga
diperoleh penanganan yang tepat untuk kejadian tersebut.
9. Persepsi secara Keseluruhan
Menurut Agency for Healthcare Research and Quality (2004),
persepsi secara keseluruhan merupakan interpretasi pada prosedur dan
sistem yang baik untuk mencegah kesalahan dan ada tidaknya masalah
keselamatan pasien. Persepsi yang muncul dari salah satu anggota
mengenai buruknya kerjasama yang dirasakan sudah cukup untuk
mengubah dinamika dalam tim itu yang menyebabkan anggota tersebut
menarik.
10. Dukungan Manajemen RS
Dalam penerapan budaya keselamatan pasien manajemen rumah
sakit memiliki tugas untuk menyediakan iklim kerja yang mempromosikan
keselamatan pasien dan menunjukkan bahwa keselamatan pasien adalah
prioritas utama. Dukungan manajemen rumah sakit dalam penerapan
budaya keselamatan pasien dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan terkait pelaksanaan keselamatan pasien seperti kebijakan
prosedur pelaporan insiden, kebijakan yang mengatur rasio antara
perawat dan pasien yang dilayani, standar operasional prosedur
pelayanan dan beberapa kebijakan lain yang harus dikembangkan untuk
menjamin penyelenggaraan pelayanan yang aman bagi pasien. Tidak
berhenti sampai disitu setelah kebijakan ditetapkan oleh rumah sakit,
maka pihak manajemen harus melakukan sosialisasi kepada seluruh staf
sehingga dihasilkan satu persepsi yang sama dalam menyelenggarakan
layanan yang seharusnya untuk pasien.
11. Kerjasama Tim antarunit
Menurut J Firth dan Cozens, kerjasama tim merupakan bagian
dari faktor organisasi yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam
memberikan pelayanan kepada pasien. Kemudian lebih lanjut dijelaskan
bahwa staf yang memahami peran masing-masing dalam tim dapat
menurunkan tingkat stress yang selanjutnya akan berpengaruh dalam
pencapaian pelayanan. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan
pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
Setiap unit di rumah sakit bekerja sama dan melakukan koordinasi yang
baik dengan satu sama lain untuk memberikan perawatan terbaik bagi
pasien. Selain itu kerjasama tim antarunit di rumah sakit juga dapat dilihat
dari kenyamanan yang dirasakan pada saat bekerja dengan staf dari unit
lain.
12. Penyerahan dan Pemindahan Pasien antarunit
Penyerahan dan pemindahan merupakan proses transfer
informasi dalam rangkaian transisi keperawatan dengan tujuan
memastikan keberlanjutan dan keselamatan pasien selama dalam
perawatan. Selama proses penyerahan dan pemindahan ini terjadi
transfer informasi yang akurat mengenai perawatan, pengobatan,
pelayanan, kondisi terkini pasien, perubahan yang terjadi dan perubahan
yang dapat diantisipasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kesenjangan yang
terjadi saat serah terima pasien antarunit-unit pelayanan ataupun
antarstaf keperawatan dalam satu unit pada pergantian shift kerja dapat
menimbulkan terputusnya kesinambungan pelayanan sehingga
berdampak kepada tindakan perawatan yang tidak tepat dan berpotensi
mengakibatkan terjadinya cedera terhadap pasien. Hal tersebutlah yang
menjadikan kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi
atau pemindahan pelayanan pasien
2.3. Konsep Perawat
2.3.1. Definisi Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Dimana keperawatan
itu sendiri merupakan kegiatan pemberian asuhan kepada, individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Adapun
pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik sehat maupun sakit (Kemenkes RI, 2019).
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014 tentang
Keperawatan pasal 4 poin (1) a dan b, menyatakan tentang perawat terdiri dari 2
jenis yakni Perawat Vokasi dan Perawat Profesi. Perawat profesi terdiri dari Ners,
Ners Spesialis dan Ners Konsultan. Jenis-jenis perawat ini telah memiliki
kewenangan dan standar kompetensi masing-masing. Jenis dan level pendidikan
keperawatan juga dibagi menjadi pendidikan Vokasi (minimal DIII Keperawatan),
Akademik (Sarjana, Magister Keperawatan dan Doktor Keperawatan) dan
pendidikan profesi yang terdiri dari Ners, Ners Spesialis serta yang tertinggi
adalah Ners Konsultan (Sitinjak et al., 2019).
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak berhubungan
dengan klien baik langsung maupun tidak langsung. Menurut Berman et al
(2016), salah satu peran perawat adalah sebagai komunikator. Perawat menjadi
pemberi informasi bagi klien tentang kondisi klien tersebut dan juga menjadi
pemberi informasi bagi tim kesehatan lainnya tentang perubahan dan
perkembangan kondisi klien. Perawat memberi asuhan kepada klien sebagai
wujud penerapan kompetensi yang dimilikinya (Sitinjak et al., 2019)
2.3.2. Tugas dan Wewenang Perawat
Menurut (Kemenkes RI, 2019), dalam menyelenggarakan Praktik
Keperawatan, Perawat bertugas sebagai:
1. pemberi Asuhan Keperawatan
2. penyuluh dan konselor bagi Klien
3. pengelola Pelayanan Keperawatan
4. peneliti Keperawatan
5. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
6. pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
Dalam Pasal 17 menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan
Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a di bidang upaya
kesehatan perorangan, Perawat berwenang:
1. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistic
2. menetapkan diagnosis Keperawatan
3. merencanakan tindakan Keperawatan
4. melaksanakan tindakan Keperawatan
5. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan
6. melakukan rujukan
7. memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi
8. memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter
9. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling dan
10. melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai dengan
resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.
2.3.3. Fungsi Perawat
Menurut (Budiono & Pertami, 2022) Perawat dalam menjalankan
perannya memiliki beberapa fungsi yaitu:
1. Fungsi independen
a. Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter.
b. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan.
c. Perawat bertanggung jawab pada klien, atas akibat yang timbul dari
tindakan yang diambil. Contohnya adalah saat perawat melakukan
pengkajian keperawatan.
2. Fungsi dependen
a. Perawat membantu dokter dalam memberikan pelayanan, pengobatan,
dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya
dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat, dan
melakukan suntikan.
b. Setiap tindakan medis menjadi tanggung jawab dari dokter.
3. Fungsi interdependen
a. Tindakan perawat berdasarkan kerjasama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan.
b. Contoh dari fungsi interdependen ini adalah ketika perawat melakukan
perencanaan dengan profesi lain saat memberikan pelayanan kesehatan.
2.3.4. Tugas Perawat
Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan
keperawatan dapat dilaksanakan sesuai tahap dalam proses keperawatan.
Tugas ini disepakati dalam Lokakarya tahun 1983 dalam (Budiono & Pertami,
2022), yaitu:
1. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere interest).
2. Jika perawat terpaksa menunda pelayanan maka perawat bersedia
memberikan penjelasan dengan ramah kepada klien (explanation about
the delay).
3. Menunjukkan kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukkan
dengan perilaku perawat.
4. Berbicara pada klien yang berorientasi pada perasaan klien (subject the
patient desire) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat.
5. Tidak mendiskusikan klien lain didepan pasien dengan maksud menghina
(derogatory).
6. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut
pandang klien (see the patient point of view).
UU No. 38 tahun 2014 pasal 29 ayat 1 menjelaskan bahwa dalam
menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat bertugas sebagai: pemberi
asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, pengelola pelayanan
keperawatan, peneliti keperawatan serta pelaksana tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang, dan/atau pelaksana tugas dalam keterbatasan tertentu
(UU RI, 2014).
2.4. Penelitian Yang Relevan

Tabel 1. Penelitian Yang Relevan


Var
Na iabe
ma l
Pe dan
Ju Perbe Persa Hasil
neli Des
dul daan maan Penelitian
ti/T ain
ahu Pen
n eliti
an
(Hasibuan, 2015) Peran Perawat Variabel independen : Lokasi Meneliti Hasil penelitian menunjukkan
Dalam Peran Perawat, Variabel penelitian, tentang peran bahwa peran perawat belum
Penerapan dependen : Penerapan variable yang perawat optimal dalam
Keselamatan keselamatan pasien diteliti tentang terhadap menerapkan keselamatan pasien
Pasien Jenis penerapan keselamatan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane
(Patient Safety) penelitian yang keselamatan pasien, dan Tebing Tinggi
Di Rumah Sakit digunakan adalah pasien metode yang diakibatkan oleh belum
Umum Daerah kualitatif interaktif penelitian adanya kebijakan dan prosedur
Dr. H.Kumpulan Instrumen yang yang tetap yang ditetapkan
Pane Tebing digunakan dalam digunakan oleh manajemen rumah sakit
Tinggi penelitian ini terkait keselamatan pasien dan
menggunakan kuesioner kurangnya fasilitas yang
Penelitian bertujuan memadai untuk mengoptimalkan
mengetahui peran peran perawat tersebut.
perawat dalam
penerapan keselamatan
pasien (patient safety) di
RSUD Dr. H. Kumpulan
Pane Tebing Tinggi.
(Ritonga, 2020) Hubungan Variabel Independen : Lokasi Meneliti hasil penelitian menunjukkan
Karakteristik Dan Karakteristik Dan penelitian, tentang peran hubungan karakteristik responden
Motivasi Perawat Motivasi Perawat, variable yang perawat yaitu jenis kelamin p=0,354>0,05
Dalam Variabel Dependen : diteliti tentang terhadap
dengan arti tidak ada hubungan
Penerapan Penerapan Keselamatan Karakteristik keselamatan
Keselamatan Pasien dan Motivasi pasien jenis kelamin dengan motivasi
Pasien Di Ruang Jenis penelitian ini adalah Perawat serta perawat dalam penerapan
Rawat Inap penelitian penerapan keselamatan pasien. Karakteristik
Rumah Sakit kuantitatif dengan desain keselamatan umur responden
Umum Imelda penelitian adalah pasien, jenis menunjukkan p=0,000<0,05
Pekerja deskriptif korelasi penelitian dengan arti ada hubungan antara
Indonesia Instrumen yang
umur perawaat dengan motivasi
Medan digunakan adalah lembar
kuesioner dan lembar perawat dalam penerapan
observasi. keselamatan pasien. Karakteristik
Tujuan penelitian ini pendidikan perawat
adalah untuk mengetahui yaitu p=0,001<0,05 dengan arti
hubungan karakteristik ada hubungan pendidikan perawat
dan motivasi perawat dengan motivasi perawat dalam
dalam penerapan
penerapan keselamatan pasien.
keselamatan pasien di
ruang rawat inap Rumah Masa kerja perawat p=0,001<0,05
Sakit Umum Imelda dengan arti ada hubungan masa
Pekerja Indonesia kerja perawat dengan motivasi
Medan. perawat dalam penerapan
keselamatan pasien
(Wianti et al., Karakteristik Dan Variabel Independen : Lokasi Meneliti Hasil penelitian menunjukkan
2021) Budaya Karakteristik Dan Budaya penelitian, tentang peran bahwa
Keselamatan Keselamatan Pasien variable yang perawat karakteristik perawat yang
Pasien Variabel Dependen : diteliti tentang terhadap mempengaruhi insiden
Terhadap Insiden Insiden Keselamatan Karakteristik keselamatan keselamatan pasien adalah
Keselamatan Pasien dan budaya pasien pendidikan dengan OR 5,613dan
Pasien Jenis penelitian yang keselamatan jenis kelamin sebesar dengan OR
digunakan adalah pasien serta 4,478. Simpulan,
kuantitatif non insiden pendidikan, jenis kelamin,
eksperimental dengan keselamatan dukungan manajemen, kerjasama
menggunakan desain pasien, jenis antar unit serta handsoff
penelitian cross sectional. penelitian dan transisi merupakan faktor
Instrumen dalam yang berpengaruh terhadap
penelitian ini insiden keselamatan pasien.
menggunakan kuesioner
dan lembar observasi.
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui
Karakteristik Dan Budaya
Keselamatan Pasien
Terhadap Insiden
Keselamatan Pasien
(Adinda, 2019) Peran Perawat Variabel independen : Lokasi Meneliti Hasil dan bahasan Peran Perawat
Dalam Peran Perawat, Variabel penelitian, tentang peran sebagai Pelaksana Keselmatan
Penerapan dependen : Penerapan variable yang perawat pasien Perawat sebagai tenaga
Keselamatan keselamatan pasien diteliti tentang terhadap kesehatan yang profesional dan
Pasien Metode yang digunakan penerapan keselamatan merupakan tenaga kesehatan
Di Rumah Sakit adalah metode kualitatif keselamatan pasien, dan terbesar yang ada di rumah
dimana maksudnya pasien metode sakit mempunyai peranan yang
dengan cara penelitian snaat penting dalam mewujudkan
mengumpulkan yang keselamatan pasien.
sebanyak-banyaknya digunakan
data untuk dianalisis.
Yaitu dengan Literature
review
Insrumen yang digunakan
Literature review ini
dengan menganalisis
yang berfokus pada
peran perawat dalam
penerapan keselamatan
pasien di rumah sakit.
Adapun tinjauan literatur
yang digunakan seperti
buku teks, buku referensi,
jurnal, dan google
scholar.
Tujuan dari kajian ini
adalah untuk mengetahui
peran perawat dalam
penerapan keselamatan
pasien di rumah sakit,
untuk Terciptanya budaya
keselamatan pasien di rs,
meningkatnya
akuntabilitas rumah sakit
terhadap pasien dan
masyarakat, menurunnya
KTD, terlaksananya
program-program
pencegahan sehingga
tidak terjadi pengulangan
KTD.
2.5. Kerangka Teori

Peran Perawat Budaya Keselamatan


Pasien

membuat asuhan pasien lebih


aman. Sistem tersebut meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, 1. Budaya keterbukaan
kemampuan belajar dari insiden (open culture)
dan tindak lanjutnya, serta 2. Budaya pelaporan
implementasi solusi untuk (reporting culture)
meminimalkan timbulnya risiko 3. Budaya keadilan (just
dan mencegah terjadinya cedera culture)
yang disebabkan oleh kesalahan 4. Budaya Belajar (learning
akibat melaksanakan suatu culture)
tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya
diambil.

1. Care Give
2. Client Advocate
3. Conselor
4. Educator
5. Coordinator
6. Collaborator
7. Consultan
8. Change Agent

Gambar 1. Kerangka Teori


2.6. Kerang Konsep

BUDAYA
PERAN PERAWAT KESELAMATAN
PASIEN

Gambar 2. :Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan
BAB III
METODE PENELITIAN

3.2. Desain Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menggunakan
rancangan survey deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif Notoatmodjo, 2005 dalam
(Pujilestari, 2014). Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan Peran Perawat
Dalam Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Umum Daerah
Otanaha
3.3. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Otanaha. Waktu penelitian dilaksanakan
pada bulan Juni – Juli 2022.
3.4. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu, variabel independen (X1) Peran
Perawat sedangkan variable dependen (Y) yaitu, Budaya Keselamatan Pasien.
3.5. Populasi dan Sampel
3.5.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah perawat di rawat inap Rumah Sakit Umum
Daerah Otanaha pada saat penelitian. Populasi dalam penelitian ini berdasarkan
jumlah perawat yang bertugas di ruangan Interna sebanyak 30 Responden.
3.5.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah perawat rawat inap yang dijumpai di
lokasi penelitian selama kurun waktu yang ditentukan. Teknik pemilihan sampel
yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling. Pengambilan
sampel dilakukan dengan membagi populasi menurut strata yang akan diteliti
dan merupakan sub populasinya yang bersifat heterogen. Penentuan strata
berdasarkan keterangan-keterangan statistik yang objektif. Pengambilan sampel
pada setiap sub populasi ditentukan berdasarkan proporsi setiap sub populasi
dari total keseluruhan populasi. Selanjutnya pengambilan sampel dapat diambil
dengan metode acak. Adapun yang menjadi kriteria sampel yaitu perawat yang
telah terdaftar menjadi tenaga tetap di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Otanaha dan bersedia mengisi instrument penelitian
3.6. Sumber Data
Sumber data merupakan bagian yang signifikan dalam mengetahui
validitas suatu penelitian. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah
kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain. Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.
Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
1. Sumber Data primer
Data primer adalah data yang diambil secara langsung oleh peneliti dari
responden penelitian yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner. Data primer diambil dari hasil penyebaran kuesioner
untuk mendapatkan informasi tentang Peran Perawat Dalam Penerapan Budaya
Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Umum Daerah Otanaha (Pujilestari, 2014).
2. Sumber Data sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak diambil secara langsung oleh
peneliti tetapi melalui pihak kedua. Sumber data sekunder dalam penelitian ini
diperoleh dari laporan dan dokumen rumah sakit yang meliputi profil rumah sakit,
data pegawai, dan data kejadian insiden di rumah sakit (Pujilestari, 2014).
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah disusun.
Pengumpulan data yang bersifat kualitatif menggunakan multi metode seperti
wawancara, observasi, dokumentasi, dan sebagainya .
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data tidak lain dari suatu
proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data
merupakan langkah yang amat penting diperoleh dalam metode ilmiah, karena
pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan, kecuali untuk penelitian
eksploratif, untuk menguji hipotesa yang dirumuskan. Data yang dikumpulkan
harus cukup valid untuk digunakan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Wawancara Mendalam (indeep interview)
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua
orang atau lebih berhadapn secara fisik. Wawancara pada penelitian
kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului
beberapa pertanyaan informal. Teknik wawancara merupakan suatu cara
untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara
langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada informan dan
jawaban-jawaban informan dicatat atau direkam dengan alat perekam
(tape recorder). Dengan demikian teknik wawancara dapat digunakan
pada informan yang dibuat huruf atau tidak terbiasa membaca dan
menulis, termasuk anak-anak.
Sementara wawancara mendalam adalah kegiatan menggali data
kepada informan secara mendetail dan menyeluruh sesuai dengan fokus
sampai pada titik temu inti informasi yang ingin dicapai, wawancara
mendalam disebut juga wawancara tidak terstruktur karena sifatnya yang
ingin memperoleh informasi yang dalam sehingga wawancara lebih
bersifat seperti obrolan biasa.
2. Observasi (pengamatan)
Pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala
yang akan di selidiki. Secara luas, observasi atau pengamatan berarti
setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Akan tetapi, observasi atau
pengamatan disini diartikan lebih sempit yaitu pengamatan dengan
menggunakan indra penglihatan yang berarti tidak mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa
dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat
seobjektif mungkin.
Observasi yang peneliti lakukan adalah observasi langsung yaitu
dengan mengadakan pengamatan kelokasi penelitian, sehingga akan
mendapatkan data secara nyata dan menguatkan data yang diperoleh
sesuai dengan penulisan skripsi ini. Dengan metode observasi ini, peneliti
ingin mengetahui lebih detail dan secara langsung gambaran kinerja
perawat terhadap mutu pelayanan kesehatan
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi ini dimaksud untuk melengkapi data dari hasil
wawancara dan observasi. Dokumen yang dimaksudkan berbentuk surat-
surat, gambar/foto, atau catatan-catatan lain yang berhubungandengan
rumusan-rumusan masalah. Dengan teknik dokumentasi ini peneliti ingin
mengambil data dari foto-foto wawancara dengan pasien yang
berkunjung, perawat serta pengelola rumah sakit.
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat yakni untuk
mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari karakteristik responden dan
masing-masing variabel yang diteliti. Selain melakukan analisis univariat kedua
variabel akan dilakukan krostabulasi (Pujilestari, 2014). Adapun proses analisa
data yang dilakukan mengadopsi dan mengembangkan pola interaktif, yaitu
sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu kegiatan proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan dan
transformasi data mentah yang didapat dari catatan-catatan tertulis
dilapangan. Reduksi data dimulai pada awal kegiatan penelitian sampai
dilanjutkan selama kegiatan pengumpulan data dilaksanakan. Peneliti
harus membuat ringkasan, menulusuri tema, membuat gugus-gugus dan
menulis memo.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan proses penyusunan informasi secara
sistematis dalam rangka memperoleh kesimpulan sebagai temuan
penelitian. Di dalam penelitian ini data yang didapat berupa kalimat,
katakata yang berhubungan dengan fokus penelitian, sehingga sajian
data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun secara sistematis
yang memberikan kemungkinan untuk ditarik kesimpulan.
3. Verifikasi atau Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan tersebut merupakan pemaknaan terhadap data yang
telah dikumpulkan. Pada saat kesimpulan analisis data yang berlangsung
secara terus menerus selesai dikerjakan, baik yang berlangsung di
lapangan maupun setelah selesai di lapangan, langkah selanjutnya
adalah melakukan penarikan kesimpulan. Untuk mengarah pada hasil
kesimpulan ini tentunya berdasarkan dari hasil analisis data, baik yang
berasal dari wawancara mendalam, observasi maupun dokumentasi.
3.7. Definisi Operasional
Tabel 2 Definisi operasional Peran Perawat Dalam Penerapan Budaya
Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Umum Daerah Otanaha
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel
Independen
1. Peran Tujuan dan fungsi Lembar 1. Baik; 50%> Ordinal
Perawat perawat dalam Observasi 2. Kurang;
menjamin kesehaan dan <50%
keamanan pasien
selama menjalani
perawatan.
Variabel
Dependen
2. Budaya Upaya pelayanan Lembar 1. Baik; 50%> Ordinal
keselamatan optimal untuk menjamin Kuesioner 2. Kurang;
pasien agar pasien bisa sehat <50%
dan terhindar dari
bahaya yang
mengancam jiwa selama
menjalani perawatan
Sumber.: Data primer 2022
DAFTAR PUSTAKA

Adinda, D. (2019). Peran Perawat Dalam Penerapan Keselamatan Pasien Di


Rumah Sakit. Journal Keperawatan.

Astinawati, L. B., Indrawati, R., Kusumapradja, R., & Ruswanti, E. (2019).


Identifikasi Pasien Berpengaruh terhadap Keselamatan Pasien. Journal
Of Hospital Management, 2(2).

Ayu, N. R. I., Suratmi, Handayani, prita adisty, & Rahmawati, arni nur. (2021).
Keselamatan Pasien Dan Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam
Keperawatan (1 ed.). Rizmedia Pustaka Indonesia.
https://books.google.co.id/books?id=nL1pEAAAQBAJ

Budiono, & Pertami, S. B. (2022). Konsep Dasar Keperawatan (1 ed.). Bumi


Medika. https://books.google.co.id/books?id=efJmEAAAQBAJ

Fatonah, S., & Yustiawan, T. (2020). Supervisi Kepala Ruangan dalam


Menigkatkan Budaya Keselamatan Pasien. Jurnal Keperawatan
Silampari, 4. https://doi.org/10.31539/jks.v4i1.1408

Hasibuan, D. C. (2015). Peran perawat dalam penerapan keselamatan pasien


(patient safety) di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi.
Universitas Sumatera Utara.

Huriati, Shalahuddin, Hidayah, N., Suaib, & Arfah, A. (2022). Mutu pelayanan
keselamatan pasien di rumah sakit. Forum Ekonomi, 24(1), 186–194.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29264/jfor.v24i1.10572

KARS. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit. In Standar Nasional


Akreditasi Rumah Sakit (1 ed., Vol. 1).

Kemenkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
In Permenkes.
http://ridum.umanizales.edu.co:8080/jspui/bitstream/6789/377/4/Muñoz_Z
apata_Adriana_Patricia_Artículo_2011.pdf

Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. In Permenkes.
Kemenkes RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
26 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. In Permenkes.

Lestari, E. S., Dwiantoro, L., & Denny, H. M. (2019). Sistem Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien Di Sebuah Rumah Sakit Swasta Di Kudus. Jurnal
Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat Cendekia Utama, 8(2), 169.
https://doi.org/10.31596/jcu.v8i2.416

Muhtar, Aniharyati, & Ahmad. (2020). Pelaksanaan Budaya Keselamatan Pasien


pada Masa Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah Bima. 2(1).

Pujilestari, A. (2014). Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat


Dalam Melaksanakan Pelayanan Di Instalasi Rawat Inap Rsup Dr.
Wahidin Sudirohusodo. In Universitas Hasanuddin Fakultas Kedokteran
Gigi Makassar. Universitas Hasanuddin.

Ritonga, E. P. (2020). Hubungan Karakteristik Dan Motivasi Perawat Dalam


Penerapan Keselamatan Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan. Indonesian Trust Health
Journal, 3. https://doi.org/10.37104/ithj.v3i1.53

Sitinjak, L., Tola, B., & Ramly, M. (2019). Evaluasi Standar Kompetensi Perawat
Indonesia Dengan Menggunakan Model. Lembaga Penerbitan Universitas
Nasional (LPU-UNAS).

Tutiany, Lindawati, & Krisanti, P. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Manajemen


Keselamatan Pasien. In Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/
Manajemen-Keselamaatan-Pasien-Final-Dafis.pdf

UU RI. (2014). Undang-undang RI No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. In


Lembaran Negara Republik Indonesia.

Wianti, A., Setiawan, A., Murtiningsih, M., Budiman, B., & Rohayani, L. (2021).
Karakteristik dan Budaya Keselamatan Pasien terhadap Insiden
Keselamatan Pasien. Jurnal Keperawatan Silampari, 5.
https://doi.org/10.31539/jks.v5i1.2587

Wulandari, K., & Wahyudin, D. (2018). Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan :


Sanitasi Rumah Sakit (I). BPPSDMK Kemenkes RI.
Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

PERAN PERAWAT DALAM PENERAPAN BUDAYA


KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH OTANAHA
No. Responden :
A. Data Demografi Perawat
Inisial Nama :
Usia : ( ) 21-30 tahun
( ) 31-40 tahun
( ) 41-50 tahun
Jenis kelamin : ( ) Laki-laki
( ) Perempuan
Pendidikan terakhir : ( ) D3
( ) S1 dan Ners
Lampiran 2
LEMBAR OBSERVASI PERAN PERAWAT

1. Pahami setiap pernyataan dengan seksama


2. Berikan tanda centang (√) pada kolom yang sesuai dengan pendapat saudara

Kadang-
No Pernyataan Ya Tidak
Kadang
Perawat mengidentifikasi pasien dengan
menggunakan dua identitas pasien, tidak
1
boleh menggunakan nomor kamar atau
lokasi pasien
Perawat mengidentifikasi pasien sebelum
2
pemberian obat, darah, atau produk darah.
Perawat mengidentifikasi pasien sebelum
3 mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis
Perawat mengidentifikasi pasien sebelum
4 pemberian pengobatan dan tindakan /
prosedur
Perintah lisan dan yang melalui telepon
5 ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh perawat
Perintah lisan dan melalui telepon atau
6 hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh perawat
Perintah atau hasil pemeriksaan
7 dikonfirmasi oleh perawat yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
Elektrolit konsentrat tidak berada di unit
pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
8 secara klinis dan tindakan diambil untuk
mencegah pemberian yang tidak sengaja di
area tersebut
Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit
pelayanan pasien harus label yang jelas,
9
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
Perawat yang menjadi tim operasi
menerapkan dan mencatat prosedur
10 “sebelum insisi / time-out” tepat sebelum
dimulainya suatu prosedur / tindakan
pembedahan
Perawat menerapkan program hand hygiene yang
11
efektif.
Perawat menerapkan proses asesmen awal
risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen
12
ulang terhadap pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan
Perawat menerapkan langkah-langkah
13 untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko
Pasien menggunakan gelang identifikasi
14 risiko jatuh setelah diasesmen oleh perawat
dan membutuhkannya
KUESIONER BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

Kuesioner ini diadaptasi dari HSOPC (Hospital Survey on Patient Safety


Culture) yang dikembangkan oleh AHRQ (Agency for Healthcare Research
and Quality). 2016.
3. Pahami setiap pernyataan dengan seksama
4. Berikan tanda centang (√) pada kolom yang sesuai dengan pendapat saudara
5. Pilihlah jawaban sebagai berikut
Sangat setuju (SS) 4
Setuju (S) 3
Tidak setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1

No Pertanyaan SS S TS STS
Kerjasama dalam unit (dalam satu ruangan)
1 Karyawan di ruangan kami saling mendukung satu sama lain
2 Karyawan di ruangan kami saling bekerjasama agar
pekerjaan cepat selesai
3 Karyawan di ruangan kami saling menghargai satu sama lain
4 Jika satu area (satu tim perawatan pasien) di dalam unit ini
sibuk,
maka karyawan dari area yang lain (tim yang lain) dalam
unit ini akan ikut membantu
Supervisor/harapan dan tindakan manajer untuk
mempromosikan keselamatan pasien
5 Supervisor/manajer/pimpinan saya mengucapkan kata-
kata yang baik jika pekerjaan yang saya lakukan sesuai
dengan prosedur keselamatan pasien
6 Supervisor/manajer/pimpinan saya mempertimbangkan
saran dari karyawan untuk peningkatan keselamatan
pasien
7 Jika pekerjaan kami menumpuk, maka
supervisor/manajer/pimpinan kami mengijinkan kami untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan cara yang tidak benar
8 Supervisor/manajer/pimpinan kami melihat permasalahan
keselamatan pasien secara berlebihan
(mempermasalahkan hal-hal
yang tidak penting)
Pembelajaran organisasi/peningkatan berkelanjutan

9 Rumah Sakit kami giat melakukan program peningkatan


keselamatan pasien
10 Kesalahan dianggap sebagai sesuatu yang membawa
dampak
positif
11 Setelah dilakukan program perubahan untuk meningkatkan
keselamatan pasien, kami mengevaluasi keefektifan program
tersebut
Dukungan dari pihak manajemen untuk keselamatan pasien
12 Manajemen rumah sakit menyediakan iklim kerja yang
mendukung keselamatan pasien
13 Keselamatan pasien merupakan prioritas utama dalam
Rumah Sakit kami (tercermin dari tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh
seluruh karyawan Rumah Sakit)
14 Setelah terjadi insiden keselamatan pasien (kejadian tidak
diharapkan/KTD/adverse event), maka pihak manajemen
Rumah
Sakit baru akan tertarik untuk membahas masalah
keselamatan pasien
Persepsi keseluruhan mengenai keselamatan pasien

15 Kami tidak memperhatikan masalah keselamatan pasien,


supaya pekerjaan kami cepat selesai
16 Prosedur dan sistem di rumah sakit kami sangat bagus
dalam hal
pencegahan error atau kesalahan yang berkaitan dengan
keselamatan pasien
17 Di tempat kami bekerja tidak ada kesalahan terkait
keselamatan pasien yang berarti, kesalahan hanya terjadi
secara tidak disengaja
18 Unit kami mempunyai masalah mengenai keselamatan
pasien
Kerjasama antar unit

19 Terdapat kerjasama yang baik antar unit (antar ruangan)


dalam rumah sakit
20 Unit-unit dalam rumah sakit bekerjasama dengan baik untuk
menyediakan pelayanan terbaik untuk pasien
21 Unit-unit dalam rumah sakit tidak saling bekerjasama dengan
baik satu sama lain
22 Terkadang saya merasa tidak suka jika harus bekerja sama
dengan staff dari unit lain di rumah sakit
Staffing
23 Jumlah staff di tempat saya bekerja sudah mencukupi
24 Staff di unit kami membutuhkan waktu lebih lama dari
biasanya
untuk melayani pasien, agar kami dapat dapat memberikan
pelayanan terbaik untuk pasien
25 Staff di unit kami membutuhkan tambahan pegawai untuk
membantu pelayanan
26 Kami melakukan pekerjaan dengan terburu-buru
Handoffs & transisi
27 Terdapat kekacauan (masalah) yang kami lakukan ketika
transfer pasien dari satu unit ke unit yang lain
28 Terdapat beberapa informasi mengenai perawatan pasien
yang tidak tersampaikan saat pergantian shift jaga
29 Saat pertukaran informasi antar unit dalam rumah sakit,
sering terjadi permasalahan
30 Pergantian shift merupakan sesuatu yang menjadi
masalah dalam Rumah Sakit kami
Respon tidak menghakimi terhadap kesalahan
31 Staff merasa bahwa kesalahan yang dilakukan merupakan
sesuatu yang menakutkan bagi mereka
32 Jika ada suatu kesalahan yang dilaporkan, maka yang
disoroti
lebih banyak adalah staff yang melakukan kesalahan, bukan
kesalahan yang dilakukan
33 Staff merasa khawatir jika kesalahan yang mereka lakukan
akan
mengganggu kehidupan pribadinya
Feedback (umpan balik) dan komunikasi tentang kesalahan
34 Kami memperoleh feedback (umpan balik) mengenai
perubahan yang dilakukan di tempat kami, berdasarkan
informasi pelaporan
kesalahan
35 Kami diinformasikan mengenai kesalahan yang terjadi di unit
kami
36 Di unit ini, kami mendiskusikan cara untuk mencegah
terjadinya
kembali suatu kesalahan
Komunikasi terbuka
37 Staff merasa bebas untuk berbicara jika staff melihat suatu
kejadian yang berpengaruh negative untuk pasien
38 Staff merasa bebas untuk menanyakan keputusan atau
tindakan yang berkaitan dengan otoritas
39 Staff di ruangan kami tidak berani mengungkapkan
kesalahan yang terjadi di ruangan
Frekuensi pelaporan kejadian
40 Di unit kerja kami, sering dilaporkan kejadian (kesalahan
terkait
keselamatan pasien), dan kesalahan tersebut akan
segera diperbaiki sebelum mempengaruhi pasien
41 Di unit kerja kami sering dilaporkan suatu kejadian
kesalahan terkait keselamatan pasien, tetapi kesalahan
tersebut TIDAK
membahayakan pasien
42 Di unit kerja kami sering dilaporkan suatu kesalahan terkait
keselamatan pasien, dan kesalahan tersebut
MEMBAHAYAKAN pasien
Tingkat keselamatan pasien
43 Berilah penilaian tingkat keselamatan pasien di tempat anda bekerja (lingkari salah
satu nomor di bawah ini)
4 = sangat
bagus 3 =
bagus
2 = tidak bagus
1 = sangat tidak bagus
Jumlah pelaporan kejadian terkait insiden keselamatan pasien
44 Selama 12 bulan terakhir, berapa banyak pelaporan kejadian terkait insiden
keselamatan pasien di tempat anda bekerja(lingkari salah satu nomor di bawah ini)
4 = > 10 pelaporan kejadian
3 = 6 - 10 pelaporan kejadian
2 = 3 - 5 pelaporan kejadian
1 = 1-2 pelaporan kejadian
0 = tidak ada pelaporan kejadian

Anda mungkin juga menyukai