Anda di halaman 1dari 3

KAIDAH MUAMALAH TERHADAP FITUR PAYLATER PADA METODE

PEMBAYARAN

Tugas Kelompok

Disusun dalam rangka tugas analisis muamalah dengan kaedah-kaedah muamalah mata
kuliah Ibadah Akhlak dan Muamalah

Dosen Pengampu : Dr. M. Nurdin Zuhdi, S.Th.I., M.S.I.

Disusun Oleh :

Nama NIM

Isna Nur Faizah 2110801050

Septia Tri Cahyani 2110801051

Seilyana Zahrotul Mahmudah 2110801052

Alina Puteriyani Syukur 2110801053

Debby Sannya Indah Putri M. 2110801054

Meri Ary Saputri 2110801055

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS EKONOMI, ILMU SOSIAL, DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2021


Kaidah Muamalah terhadap Fitur Paylater pada Metode Pembayaran

Masa pandemi memiliki dampak yang signifikan mengubah kehidupan selanjutnya dimana
segala hal dilakukan secara online. Kegiatan jual beli tak luput berubah menjadi transaksi
online, berbagai perusahaan berbondong-bondong memberikan inovasi untuk berbelanja
online, satu persatu aplikasi jual beli menjadi sangat sering digunakan beberapa tahun terakhir,
diantaranya Shopee, Bukalapak, dan tiktok shop. Beberapa fitur yang juga mulai ramai di
aktifkan di segala market place adalah fitur paylater. Sistem paylater adalah cara pembayaran
yang membuat aplikasi akan menalangi terlebih dahulu pembayaran atau memberi pinjaman
uang dengan cara elektronik. Biaya belanja dapat ditangguhkan kurang lebih 1 bulan dan jika
melewati batas akan dikenakan denda sebesar 3% - 5%.

Islam melarang segala hal yang menguntungkan bagi pemberi hutang, dan jelas sekali pada
fitur paylater ini memberikan keuntungan pada pemilik aplikasi, dan pada umumnya fitur ini
hanya dapat digunakan untuk transaksi pada aplikasi yang memberikan fitur tersebut. Hal ini
memberikan efek over buying dan memberikan keuntungan dua kali lipat pada perusahaan
yaitu keuntungan biaya admin barang dan biaya bunga dari paylater padahal dalam islam tidak
dibenarkan terjadi dua akad dalam satu kali trasaksi.

Hukum paylater menurut Islam pun perlu diperhatikan mengingat masyarakat Indonesia
sebagian besar beragama Islam. Hukum paylater bisa jadi riba ketika adanya unsur ziyadah
atau tambahan yang disyaratkan di muka oleh pihak penerbit paylater kepada konsumennya.
Dalam Al-Qur’an dan Sunnah, terdapat prinsip-prinsip yang harus dijalankan oleh umat islam
dalam muamalah jual beli. Aturan dalam islam ini berorientasi agar tidak merugikan satu sama
lain dan saling menguntungkan antara dua belah pihak. Dijelaskan dalam Q.S. An-Nisa ayat
29 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu.” Dari ayat ini dijelaskan umat islam dilarang dan diharamkan
melaksanakan jual beli apabila terdapat riba.

Riba termasuk dalam jenis riba utang yang diharamkan. Dengan sistem paylater dimana
pembeli bisa mencicil pembayaran, itu sama saja dengan berutang untuk membeli barang
tertentu. Bila pihak perusahaan menetapkan syarat berupa tambahan harta atau manfaat dari
jasa utang yang diberikannya kepada konsumen, maka di satu sisi ia masuk kategori riba qardli.

Alasannya, hukum asal dari utang adalah kembalinya harta sejumlah harta pokok (ra’su al-mal)
yang diutang, tanpa tambahan. Jika ada syarat tambahan oleh pemberi utang, maka tidak
diragukan lagi bahwa tambahan tersebut merupakan riba. Namun demikian, jika paylater
membebankan biaya tambahan bisa jadi biaya tambahan tersebut bukan termasuk riba. Asalkan
biaya tambahan dihitung sebagai jasa atau ijarah yang memang harus dilalui.

Biaya sebagai ijarah ini harus diketahui dengan jelas oleh konsumen termasuk besarannya.
Misalnya pembayaran lewat aplikasi Shopee ketika berbelanja dikenakan biaya Rp1.000.
Tambahan biaya jasa tersebut tidak dikategorikan sebagai riba.

Hukum transaksi paylater bisa dianggap sebai bai’ tawarruq yakni menjual suatu barang secara
kredit (muajjalan) dengan harga tertentu, kemudian membelinya kembali secara kontan (halal)
dengan harga yang tentunya lebih murah dari harga kredit, yang mana waktu antara menjual
dan membeli tadi dilakukan bersamaan. Kemudian selisih yang belum terbayarkan bisa dicicil
tanpa adanya unsur bunga. Namun, yang sulit diterima pada paylater adalah memberlakukan
bunga itu dengan nilai persentase dalam rentang tertentu tiap bulan. Jika sudah ada unsur bunga
di dalamnya maka akan dikategorikan riba.

Dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun juga, keberadaan aplikasi paylater merupakan


tuntutan kebutuhan zaman yang serba cepat. Paylater diperbolehkan jika konsumen bisa
membayar secara tepat waktu sehingga tidak perlu membayar bunga yang akan ditagihkan
ketika terjadi keterlambatan pembayaran. Namun, paylater menjadi haram ketika konsumen
tidak mampu membayar secara tepat waktu yang mengakibatkan bertambahnya bunga. Unsur
keharaman dalam paylater, disebabkan berlakunya akad utang piutang antara konsumen
dengan provider, maka alangkah bijaknya bila penggunaan aplikasi tersebut ditimbang
menurut kadar kearifan. Dengan kata lain, jika tidak benar-benar sedang darurat, maka tidak
perlu memanfaatkan paylater. Meski paylater menawarkan kemudahan dalam berbelanja,
tetapi utang untuk memenuhi keinginan semata hanya akan menyusahkan diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai