Anda di halaman 1dari 2

RIWAYAT SINGKAT

1. Dulu disamping kiri SMP Sipupus ada Pos Polisi, di depan nya seberang jalan ada rumah
kopel kayu dua pintu yang ditempati, sebelah kanan oleh uda Sobirin dan sebelah kirinya
Jermi br Regar dan Suaminya.
2. Disitulah saya dilahirkan, tgl 28 Agustus 1958, dan disitu pulalah kami tinggal hingga
sekarang tahun 2021.
3. Tahun 1965 Saya masuk Sekolah SR kelas satu di SR Pamuntaran.
4. Pertengahan tahun 1965 kami tidur di sawah Rabion Balimbing karena musim tanam Padi
sampai panen, bahkan sewaktu berangkat sekolah saya masih ingat selalu bersama dengan
bang Mansoleh, karena dia saat itu sekolah di SMP Sipupus.
5. Bulan Juni tahun 1966 saat kelas dua SR kami pindah ke Panti sampai bulan April 1967,
disanalah saya naik kelas ke kelas tiga SR.
6. Mei 1967 kami kembali ke Sipupus Rumah tersebut masih kosong selama setahun, dan di
rumah itulah kami tinggal kembali, sementara rumah sebelah sudah di tempati oleh tulang
Op. Sahala, atas izin tulang Pangihutan, dan di belakang rumah kami masih ada kandang
lembunya tulang Pangihutan yang mana pintu kandangnya menghadap ke jalan raya mepet
dengan dinding rumah sebelah kiri, Artinya 2 meter lebih untuk pintu kandang lembu,
berarti rumah dan tanah tersebut milik tulang, Itu pulalah yang membuktikan rumah
tersebut telah dibeli oleh Tulang Pangihutan sampai ke belakang.
7. Oleh sebab karena itulah pada bulan Juli atau sebelum 17 Agustus 1967 Mamak (Jermi)
membayar Rumah tersebut kepada Tulang Pangihutan. Saat itu hari Rabu pekan di
Sipupus Tulang menjual lembu, sorenya di pinjam nenek Op. Pangian uangnya lalu
diberikan ke mamak uangnya, kemudian dibayar mamaklah rumah itu ke tulang
Pangihutan.
8. Pada tahun 1968 kami pindah lagi ke Panti hingga saya naik ke kelas lima SR. Rumah
tersebut juga tetap kosong, itulah buktinya bahwa ru mah tersebut telah kami beli, kalau
tidak, pasti Tuo ( Bahuddin) sudah memintanya atau mempertanyakan nya ke Ayah atau
Mamak.
9. Awal tahun 1969, bercerailah mamak dengan Ayah, resmi diurusi HATOBANGON NI
HUTA. Kemudian berbagilah harta, sawah Rabionlah bagian Ayah, sedangkan Rumah
bagian Mamak. Disini kenapa pihak Tuo (Bahuddin) tidak mempertanyakan rumah
tersebut. malah baru sekarang tahun 2021 cucunya Haji Djolil yaitu bang Marasoleh
mengakui bahwa tanah tersebut sebagian milik mereka.
10. Apa mungkin Tulang (Pangihutan) membeli rumah hanya sebelah saja sementara rumah
tersebut rumah kopel, Kandang lembunya pun ada di belakang tempat kami tinggal,
artinya tulang Pangihutan juga membeli rumah dan tanahnya sampai kebelakang, oleh
karena itulah bisa diperjual belikannya.
11. Setelah tulang Op Sahala pindah digantikan oleh kak Jarro, menyewa dan kemudian
membeli tanah di belakang rumah kepada tulang Pangihutan selanjutnya dibangunnya
rumah tempat tinggal mereka sendiri sampai sekarang.
12. Begitulah sampai saat ini baik baik saja, Tuo (Bahuddin) tidak ada ribut, herannya kenapa
saat saya menjual tanah Mamak saya sendiri bang Mansoleh mengatakan bahwa tanah
tersebut sebagian miliknya.
13. Begitu pulaah saat Mamak kawin ke Balimbing, tidak begitu lama Ayah pun kawin lagi,
tinggallah mereka di Lombang dekat Mesjid ada Pondok kecil.
14. Kemudian dibujuk mamaklah (Pengganti dari Sipirok) Tulang Pangihutan supaya boleh
tinggal dirumah (Jermi) itu, dan diizinkan oleh tulang karena kami ada empat orang
anaknya yang didapati dari Ayah masih kecil - kecil.
15. Akhirnya sayapun dipanggil ujing Rohana ke Medan dan sekolah serta menetap di Medan.
16. Tingallah Ayah di Sipupus menetap dirumah itu, kemudian setelah ayah meninggal
dilanjutkan oleh adik saya Ele (Zakaria Ansyor).

Catatan :
Bagi saya Bang Mansole sebagai cucu Haji Djolil, dalam hal ini tidak pantas meributinya, karena
ayahnya Tuo (Bahuddin) pun semasa hidupnya tidak ada bermasalah dengan kami. Adapun surat
yang ditunjukkannya kepada saya hanyalah photocopy, itu pun tidak jelas objek tanah miliknya,
dan yang menandatangani pun sangat diragukan, karena Kepala Desa pada saat itu Bang Solihun
masih tinggal di daerah pasar matanggor sewaktu ayah dan mamak bercerai jadi harta gono-gini
sudah pasti tidak diketahuinya. Begitupun sesuai permintaannya, sepertiga dari hasil penjualan
sudah saya penuhi dan lunasi sebesar “empat puluh dua juta rupiah”, sesuai suratku mereka
sanggup menanggung akibatnya di dunia hingga akhir kemudian.

ZAINAL ABIDIN

Anda mungkin juga menyukai